"Apa? Bapak sama ibu gagal panen?"
"Iya nak, bapak sama ibu minta maaf karena gak bisa bantu bayar uang kuliah kamu bulan ini. Bapak harap kamu bisa mencari pinjaman dulu menjelang bapak bisa mendapatkan uang." Tutur bapak Jihan dari kampung melalui telfon pada Jihan.
Gadis itu diam sejenak, dia merasa kasihan pada kedua orang tuanya. Selain tidak bisa membayar uang kuliah, Jihan juga khawatir kalau kedua orang tuanya itu pasti susah untuk makan di kampung bila gagal panen.
"Bapak sama ibu gak usah khawatir, Jihan akan coba cari uang di sini" ucap Jihan berusaha menenangkan kedua orang tuanya.
Setelah selesai berbicara dengan kedua orang tuanya. Jihan menjadi bingung. Entah kemana dia mencari pinjaman. Uang ujiannya harus di bayar besok pagi. Jika tidak, dia terpaksa menunggu 6 bulan untuk ujian selanjutnya. Kelulusannya bisa tertunda jika hal itu terjadi.
"Bagaimana ini??" Gumamnya sambil menggigit ujung jarinya.
Jihan mondar mandir di dalam kamar kos nya, sambil berpikir kemana ia akan mendapatkan uang. Teman temannya pasti tidak akan ada yang bisa membantu. Mencari kerja pun tidak akan mendapat uang dalam semalam sebanyak itu.
"Aiss... Kenapa harus detik detik jadwal ujian bencana ini terjadi??" erang Jihan menyesakkan dada. Dia benar benar frustasi.
Merasa panik di dalam kos, Jihan memutuskan pergi keluar sekedar mencari udara segar.
Jihan Puspitasari, gadis 19 tahun duduk di bangku kuliah semester 3 jurusan management.
Memiliki wajah cantik dan tubuh ideal idaman para pria tidak membuat Jihan bangga. Dia terlihat acuh dan terbilang menghindar ketika ada pria yang datang mendekatinya. Menurut Jihan, laki laki datang mendekatinya hanya karena nafsu. Karena itulah dia memilih tetap menjomblo sampai ada yang benar benar serius dengannya bukan karena nafsu semata.
Dug.
Tubuh Jihan terhuyung ke belakang, dia tidak sengaja menabrak seseorang saat melewati pagar kos nya.
"Kamu ini jalan kenapa gak lihat lihat sih." Tegur seorang pria membuat Jihan langsung menunduk dan meminta maaf.
"Maaf pak, saya gak lihat bapak tadi." Balas Jihan jujur.
Pria berparas tampan itu adalah Rian Alfarezi, pria 28 tahun yang menjadi pemilik kos kosan yang saat ini Jihan tempati.
Rian merupakan pria dingin dan acuh pada kegiatan anak anak kosnya. Peraturan di kos nya pun tidak lah banyak. Mereka bebas ingin melakukan apapun kecuali menggunakan barang haram dan senjata tajam.
Sangat sangat simple, dan membuat banyak mahasiswi menempati kos kosan miliknya.
Di usianya yang sudah hampir kepala 3, Rian masih hidup sendirian. Orang beranggapan dia itu tidak penyuka wanita, alias homo.
Bagaimana tidak, memiliki wajah tampan dan kekayaan yang berlimpah Rian masih saja menyandang status jomblo tanpa ada isu bermain dengan wanita mana pun.
"Saya Segede ini kamu bilang tidak melihat saya?"
"Maaf pak, mungkin efek banyak pikiran " jawab Jihan cepat, dia sedikit menunduk karena malu.
Selama ngekos di sini, Jihan tidak pernah berani menatap wajah Rian. Bahkan bertemu saja hanya di saat pertama kali dia ngekos saja. Selebihnya Jihan tidak pernah berinteraksi dengan bapak kosnya ini.
Rian menggeleng, kemudian berjalan acuh meningkatkan Jihan.
"Dasar anak zaman sekarang." Gerutunya berlalu pergi.
Jihan menggaruk tengkuk, merasa malu dan juga kesal bercampur aduk. Malu sudah menabrak bapak kos, dan kesal mendengar gerutuan bapak kos nya.
Di saat hendak melanjutkan langkahnya, sebuah pemikiran memasuki benak Jihan dan membuat dirinya melakukan sebuah aksi nekat.
"Tunggu pak!" Panggil Jihan seraya berbalik.
Mendengar panggilan anak kos nya, Rian pun menghentikan langkahnya. Kemudian perlahan berbalik menatap Jihan dengan satu alis terangkat.
"Ada apa?"
Deg Deg
Jantung Jihan berdegup kencang, hatinya mulai bimbang. Ragu untuk mengungkapkan niat hatinya.
"Kalau tidak ada yang ingin kamu bicarakan, saya akan pergi." Imbuh Rian sedikit ketus, merasa kesal di permainkan oleh anak kos nya.
"Eh tunggu pak" Cegah Jihan perlahan melangkah mendekat pada Rian.
"Itu pak.. Em, saya.."
"Berbicara lah dengan cepat, karena saya masih banyak urusan" Potong Rian.
"Eh, saya mau minjam uang sama bapak untuk membayar uang ujian semester." Jawab Jihan cepat, lalu menunduk menatap kedua tangannya yang saling meremas takut mendengar jawaban Rian.
"Kamu mau minjam uang?" ulang Rian yang di jawab dengan anggukan kepala Jihan.
"Apa begini cara seseorang meminjam?"
"Huh?" Jihan langsung mendongak, menatap wajah tampan Rian yang selama ini tak pernah jelas di pandangannya.
Beberapa detik Jihan terdiam karena terpesona dengan ketampanan bapak kos nya, namun ia segera sadar dan kembali menunduk.
"Datang ke ruangan saya nanti malam jam 8, kita akan bicarakan ini di sana." Setelah mengatakan hal itu Rian langsung berlalu masuk ke dalam rumahnya.
"Huh?"
Jihan masih tercengang, mencerna apa yang di maksud dari kalimat bapak kos nya tadi.
"Apa ini artinya dia mau meminjamkan aku uang??" Batin Jihan bingung.
"Aiss... Kenapa dia tidak langsung menjawab, aku akan memberi mu pinjaman, atau menolak permintaan ku. Kenapa harus ke ruangannya??" Jihan. mencak mencak sambil menatap rumah besar yang berada tepat di samping bangunan kos kosannya. Bisa di katakan rumah besar itu adalah rumah induk kos nya. Pekarangan rumah Rian dan kos juga satu, gerbang pagarnya juga sama.
Waktu terus berjalan, seperti yang sudah di katakan oleh bapak kos nya. Jihan mendatangi rumah Rian tepat pukul 8 malam.
Rumah yang besar, ini kali pertamanya Jihan memasuki rumah ini. Mulut nya menganga melihat interior yang elegan dan nyata banget kalau ini adalah rumah seorang pria tanpa wanita. Tidak ada terlihat hiasan bunga kecuali yang formal saja.
"Non di tunggu tuan di ruangannya" Ucap bi Warti mengangetkan Jihan.
"Mari saya antar non"
"Eh iya bi makasih"
Jihan mengikuti bi Warti menuju ke ruangan kerja Rian.
Setibanya mereka di depan sebuah pintu berwarna coklat tua.
"Ini non ruangan tuan, silahkan ketuk pintunya terlebih dahulu." Tutur bi Warti menjelaskan, kemudian berlalu pergi setelah mendapat balasan anggukan kepala dari Jihan.
Tuk!! Tuk!!
"Masuk!"
Deg.
Detak jantung Jihan semakin cepat, suara bariton itu seakan membuat nyalinya menciut. Jihan mulai merasa ragu dan takut.
Bagaimana jika dia do permainkan dan terjebak. Tidak akan ada yang bisa menolongnya.
Tapi, jika dia tidak masuk. Maka uang kuliah dan masa depannya akan hancur.
Jihan benar benar merasa dilema saat ini. Dia gugup sekaligus takut.
"Ah bodo amat lah, penting coba dulu. Semangat Jihan, tidak akan terjadi apa apa." Gumamnya berusaha tegar dan menyemangati diri sendiri.
Ceklek.
Jihan menekan knop pintu, menjulurkan kepalanya sedikit untuk melihat situasi di dalam ruangan itu.
"Masuk atau pergi saja!"
Ragu ragu Jihan memasuki ruangan kerja Rian. Suhu ruangan yang dingin mulai merasuk ke kulit tangannya yang terbuka, karena saat ini Jihan mengenakan kaos oblong lengan pendek.
"Selamat malam pak" Sapa Jihan kikuk.
"Duduk!" Titah Rian tanpa mengalihkan pandangan matanya dari layar laptop.
Jihan berdiri di depan meja kerja Rian, meraut kedua tangannya yang saling meremas. Kegugupan melanda relung hatinya. Baru kali ini dia berada di ruangan berdua dengan bapak kos nya.
Cukup lama mereka terjebak di dalam suasana sepi dan diam. Akhirnya Rian menutup laptop kemudian menatap Jihan dengan tatapan tajam.
"Ke-kenapa bapak menatap saya seperti itu?" tanya Jihan semakin menunduk.
Bukannya menjawab, Rian malah beranjak dari duduknya, kemudian menghampiri Jihan yang masih menunduk. Detak jantungnya semakin cepat seiring bertambah dekatnya Rian dengan dirinya.
"Ini, baca dan tanda tangan."
Jihan melihat lembaran kertas yang Rian letakkan di atas meja bersama sebuah pena.
Untuk beberapa saat Jihan terdiam, dia masih belum. mengerti apa yang bapak kosnya ini maksud.
"Apa maksudnya pak?"
"Baca biar ngerti!" Tegas Rian seakan menyudutkan mental Jihan.
Gadis itu pun langsung meraih kertas itu dan membaca satu persatu yang tertulis di dalamnya.
Mata Jihan melotot melihat total yang bisa di pinjamkan oleh bapak kos kepada dirinya. Namun, yang lebih membuat mata Jihan melotot adalah syarat yang harus dia penuhi.
"Tidak, saya itu mau meminjam pak bukan jual diri!" hardik Jihan tidak terima dengan kesepakatan ini.
Rian menoleh, menatap tajam kearahnya. Dia tidak suka mendengar siapapun berteriak kepada dirinya.
Dengan satu kali tarikan, tubuh Jihan langsung menempel dan terkurung di dalam pelukan Rian. Hembusan hangat deru nafas pria tampan itu dapat Jihan rasakan menerpa kulit lehernya.
Jihan semakin gugup, jaraknya dengan bapak kos nya terlalu dekat.
"Le-paskan saya pak" Cicit Jihan berusaha melepaskan diri dari Rian.
Bukannya menuruti permintaan Jihan, Rian malah semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Jihan.
"Tidak ada paksaan Jihan, semua tergantung pada keputusan mu. Jika ingin lanjut kuliah, silahkan tanda tangan, dan jika tidak silahkan pergi." Bisik Rian tepat di telinga Jihan, di akhir kalimatnya Rian sengaja menghembuskan nafas hangatnya ke ceruk leher Jihan. Sehingga membuat bulu kuduk Jihan seketika meremang.
Setelah itu, Rian pun melepaskan tubuh sintal Jihan.
Kini pilihan ada di tangannya Jihan. Dia harus memilih kuliah atau harga dirinya.
Di dalam surat perjanjian itu, Rian akan memberikan Jihan pinjaman berapa pun yang dia butuhkan. Namun, dengan imbalannya Jihan harus rela bila Rian mencumbunya.
"Pak, saya tidak mungkin melakukan.." Ucapan Jihan terhenti, dia tidak sanggup melanjutkan ucapannya.
Namun, Rian mengerti apa yang gadis itu takutkan.
"Tenang saja, aku tidak akan melakukan lebih dari cumbuan"
"Hanya mencium mu saja" Imbuhnya.
Ada rasa lega di hati Jihan, namun dia masih tetap ragu untuk menandatangani surat itu.
"Jika tidak mau ya sudah.." Rian mengambil surat itu dari tangan Jihan.
"Ehh..." Cepat cepat Jihan mengambilnya kembali. Lalu, dengan kecepatan kilat dia langsung menandatangani surat itu.
"Tidak masalah, toh tidak akan menjadi masalah jika hanya berciuman. Demi masa depan ku" batinnya.
Rian tersenyum smirk, rencananya mulai berhasil. Dia menyimpan surat itu dengan rapi dan aman di dalam laci meja kerjanya.
Kemudian, Rian langsung meraih ponselnya dan mengirimkan sejumlah uang sesuai yang tertera di kertas tadi.
10.000.000
"Sudah, uangnya sudah masuk" ucapnya menunjukkan struk bukti pengiriman berhasil.
Jihan langsung memeriksa rekening nya. Benar saja, sejumlah uang bernilai sangat besar baginya sudah masuk. Dalam sekejap mata ia sudah memiliki banyak uang.
"Terimakasih pak"
Rian tidak menjawab, dia kembali mendekati Jihan.
Gadis itu gugup, langkah itu semakin dekat dan tap. Rian berdiri di hadapannya.
Jihan semakin tak karuan, dia tidak pernah berada dekat dengan pria seperti ini sebelumnya. Jantung nya seakan ingin lepas.
"Oh my God, apa dia ingin sekarang???" panik Jihan dalam hati.
"Aku sudah melakukan apa yang menjadi tugas ku di surat itu. Sekarang giliran kamu." Rian menarik pinggang Jihan merapat ke tubuhnya, membuat gadis itu semakin gugup.
"A-apa harus sek-"
Belum sempat Jihan menyelesaikan kalimatnya, Rian sudah membungkam bibirnya. Gadis yang selama ini menarik perhatiannya.
Rian memang pria dewasa yang hampir kepala 3. Dia sama sekali tidak berniat ingin menikah, dia hanya ingin hidup sendiri setelah mengalami patah hati.
Bukan tidak bisa move on, tapi Rian sudah tidak percaya lagi dengan wanita.
Namun, ketika bertemu dengan gadis belia yang baru lulus SMA satu tahun lalu, membuat gejolak di dada Rian kembali memburu.
Apa dia jatuh hati? Entah lah, pria itu merasa nyaman dan ingin memiliki gadis itu seutuhnya. Di tambah lagi pria itu tahu jika Jihan gadis yang polos dan masih bersegel.
Selama satu tahun ini Rian menyelidiki latar belakang Jihan, dan dia sudah yakin bahwa gadis itu sangat baik dan cocok untuk dirinya.
Ciuman itu berawal biasa saja, tidak ada balasan dari Jihan. Hanya Rian yang terus mengecap bibir yang mendadak menjadi candu baginya.
"Hmm...Ehm..." Lenguh Jihan ketika Rian mulai menjalankan aksinya dalam menyenangkan wanita.
Tangan Rian terus memeluk tubuh Jihan semakin erat, satu tangannya lagi mulai merambat keatas.
Jihan sadar, dia berusaha mencegah tangan Rian.
"Ja-ngan pak, ini gak bisa." Cegah Jihan di sela sela aktivitas nya bersama dengan Rian.
"Stt... Ahh, pa stop" Lenguhan kembali keluar dari bibir Jihan ketika ciuman itu merambat ke leher jenjangnya. Rian benar benar di buat mabuk kepayang, dia tidak bisa menahan diri ketika sudah mencumbu gadis ini. Sungguh Jihan menjadi candu baginya, berbeda dengan gadis yang dulu menjadi tambatan hatinya.
"Gila, ini sungguh gila" batin Rian.
Jihan mulai terlena, ciuman Rian membuatnya mabuk kepayang. Ini adalah pengalaman pertama bagi gadis itu. Pengalaman yang luar biasa membuat dirinya tidak terkendali.
Saat akan menarik leher baju Jihan ke bawah untuk menggapai belahan buah melon nya yang ranum, tiba tiba sebuah ketukan di pintu ruangannya terdengar.
Tok!! Tok!!
Deg.
Jihan langsung membuka matanya lebar, mendorong Rian yang hampir menjilat belahan dadanya.
"Kelewat batas pak!" Protesnya menjauh dan memperbaiki posisi leher baju kaosnya.
Deru nafas keduanya terlihat memburu, Jihan merutuki dirinya yang hampir mabuk kepayang di buat oleh bapak kos.
Saat Rian akan mendekatinya lagi, Jihan mengingatkan bahwa ada seseorang di luar sana.
"Pak ada orang!"
Kedua tangan Rian mengepal, kegiatannya sangat tanggung. Nafsunya sudah berada di ubun ubun.
"Sial!" Umpat Rian menggeram.
Dengan cepat pria itu membuka pintu dan melihat bi Warti berdiri di depan pintu. Wanita paru baya itu terlihat gugup melihat tuannya yang terlihat marah.
"Maaf tuan, ada tamu di depan." Cicit Bu Warti menunduk takut.
"Wah ada tamu, saya permisi dulu pak, bi" Ujar Jihan menggunakan kesempatan ini untuk kabur. Secepat kilat gadis itu langsung keluar melalui pintu samping agar tidak bertemu dengan tamu bapak kos nya.
Jihan bernafas lega, dia berhasil kabur dari situasi yang mendebarkan jantung.
Jihan memasuki kamar kos nya, dan langsung mengunci dari dalam. Takut nanti bapak kos malah masuk ke kamarnya tanpa aba aba.
"Apa tadi, kenapa aku malah terlena." Gumam Jihan, tangannya terangkat untuk mengusap bibirnya.
Ciuman Rian benar benar membuat Jihan mabuk. Hampir saja dia jatuh ke dalam pelukan pria itu.
Gadis itu terduduk di tepi ranjang yang hanya berukuran untuk dua orang, sangat kecil dan sempit.
Bayangan pak kos mencumbuinya kembali terbayang.
"Aiss... Apa apaan sih kamu Jihan, " Jihan menepis pikiran kotornya. Dia memutuskan untuk membersihkan wajahnya dengan toner, kemudian berbaring dan tidur. Besok adalah ujian pertama nya dan dia harus datang pagi pagi sekali agar bisa membayar uang ujian dan bisa mengikutinya.
Sementara di ruang tamu rumah besarnya. Rian menatap datar pada wanita yang dia yakin di urus oleh kedua orang tuanya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Rian to the poin tanpa basa basi terlebih dahulu.
Gadis yang bernama Celsi itu sedikit terkejut mendengar pertanyaan dari pria yang akan di jodohkan kepadanya.
"Rian, aku yakin kamu sudah tahu mengapa aku datang ke sini"
"Tentu aku tahu, karena itulah aku berharap kamu juga sudah tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya."Balas Rian semakin sinis.
"Cih, kamu terlalu angkuh Rian. Apa karena kejadian masa lalu mu, membuat sikap mu seperti ini?" Celsi berdecak dan sengaja menyindir Rian.
"Tutup mulut mu, sebaiknya-"
"Cih, kamu gagal move on?"
Glek, Rian jatuh telak. Ucapan Celsi membuatnya tak bisa berkata lagi. Memang benar dia terjebak di masa lalu. Bukan karena dia tidak bisa move on. Namun, dia sudah tidak bisa mempercayai wanita karena masa lalunya. Itu saja.
Melihat sikap Rian seperti itu, membuat Celsi semakin yakin. Jika pria ini masih bergelut dengan masa lalunya.
"Tenang saja, aku bisa membantu mu." Ucap Celsi meyakinkan. Dia yang semula duduk bersebrangan dengan Rian, berpindah menjadi bersebelahan.
Rian cukup terkejut dengan sikap Celsi, tapi dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Ingin rasanya pria itu menendang jauh gadis yang dia yakin tidak lah sepolos wajahnya.
"Aku tidak perlu bantuan mu, aku juga tidak butuh kamu di sini" Tolak Rian.
Celsi tidak putus asa, dengan gesit dia semakin menggoda Rian. Dia yakin, pria dewasa seperti Rian menyukai sentuhan erotis.
Tangan Celsi merayap kemana mana, meskipun Rian sudah menepisnya. Namun, dia tetap gencar untuk menggoda pria itu.
"Apa yang kau lakukan?" sanggah Rian saat tangan lentik itu berada di atas perunggu nya.
Celsi hanya tersenyum manis, sesekali dia menunjukkan ekspresi menggodanya.
Rian berusaha untuk menahan diri, nafsunya yang sudah menggebu akibat bercumbu dengan Jihan tadi, kini terpancing kembali oleh sentuhan Celsi.
Melihat reaksi itu,. membuat Celsi semakin semangat. Dia berpikir bisa menaklukan Rian dengan godaan rendah seperti ini.
"Aku yakin, kamu tidak akan bisa menolak Ku" Gumam Celsi di dalam hati penuh percaya diri.
Gadis itu semakin menggila, tanpa malu dia duduk di atas pangkuan Rian dan langsung menyerang bibir pria itu.
Meskipun Rian tidak merespon apapun, setidaknya dia tidak menolak aksi gadis liar ini.
"Ahh..." Desah Rian di kala tangan Celsi terus menggoda perunggu nya bersamaan dengan ciuman panasnya.
"Apa kau sering melakukan ini pada pria lain?" Tanya Rian di sela sela ciuman Celsi.
Gadis yang kini duduk di pangkuan Rian dengan saling berhadapan melepaskan ciumannya. Dia tersenyum miring.
"Tentu saja, setiap orang menjalin hubungan pasti melakukan hal ini bukan?"
Jawaban yang sangat simple dan terbilang bodoh menurut Rian.
Mendengar jawaban dari Celsi, membuat dirinya semakin tidak berharga di mata Rina.
Bruk!
Dalam sekali dorong, tubuh Celsi sudah terhenyak di lantai.
"Awh..." Pekiknya merasa sakit di bokong.
"Kasar sekali, apa kau selalu begini pada wanita?" Protesnya. Dia berdiri dan menatap Rian nyalang. Rasa penasaran dan ingin menaklukkan pria angkuh itu semakin kuat.
"Tentu saja, Aku akan melakukan hal yang lebih kasar pada wanita yang tidak ada harganya" Jawab Rian datar. Tatapan matanya seakan ingin menelan, lalu meludahi Celsi jauh dari hadapannya.
"Kau-"
Rian mengabaikan gadis itu, berlalu pergi meninggalkan Celsi begitu saja di ruang tamu yang besar.
"Hei, aku belum selesai ngomong!"
"Hei... Aiss, dasar pria angkuh. Lihat saja nanti, aku pasti akan mendapatkan kamu.!!!" Teriak Celsi memaki maki dan bertekad kuat.
Rian tetap tidak peduli, di dalam pikirannya hanya ada Jihan, Jihan dan Jihan. Selama setahun dia mencari cara bagaimana bisa mendapatkan gadis itu. Sekarang, di saat dia sudah memilikinya, malah ada gangguan.
"Kenapa sih, papa dan mama tidak bosan bosan mengganggu ketenangan aku!" Gerutunya kesal pada kedua orang tuanya.
Celsi merupakan seorang model papan atas. Dia di jodohkan oleh kedua orang tuanya untuk menjadi calon istri Pemuda kaya.
Demi masa depan yang cerah, Celsi mau menjadi calon istri seorang Rian. Dia berpikir menikahi pria kaya dan berwajah tampan merupakan aset ternyaman dan teraman bagi dirinya dan keluarganya di bandingkan berkarya di dunia modelnya. Namun, tidak tahu jika pria bujang lapuk itu akan sekasar itu.
"Pantas saja dia tidak memiliki kekasih, tidak laku. Kelakuan nya seperti itu!" Dengusnya kesal.
Celsi masuk ke dalam mobil, saat akan masuk dia tidak sengaja melihat ke deretan kos milik Rian.
"Lihat lah, banyak gadis yang mengontrak di sini, tapi malah tidak ada satupun yang mencantol kepadanya. Cih, pasti karena sikapnya!" Cibirnya.
Mobil itu pun melaju pergi, meninggalkan pekarangan rumah mewah nan elegan milik Rian.
Keesokan pagi nya, Jihan sudah bersiap akan berangkat ke kampus. Stelan kemeja putih lengan panjang di padukan dengan celana jins Dongker, membuat lekuk tubuhnya semakin terekspos.
Pria mana pun yang melihatnya pasti akan meneteskan air liurnya. Termasuk Rian.
Pria itu baru saja terbangun dari tidurnya. Dia berjalan ke balkon kamarnya sekedar ingin menghirup udara segar di pagi hari.
Tanpa sengaja mata tajam itu menangkap sosok Jihan yang berjalan menuju ke pagar.
"Astaga, gadis itu benar benar membuat aku semakin gila!"
"Apa dia sengaja mengenakan pakaian seperti itu untuk menggoda laki laki " Gerutunya asal menuduh.
"Jihan!!" Teriak Rian dari atas.
Gadis itu menoleh, dia menghentikan langkahnya.
"Gawat, pria tua itu sudah bangun!" Pekiknya dalam hati. Cepat cepat Jihan berbalik dan berjalan cepat keluar dari pekarangan rumah.
"Hei, berhenti." Teriak Rian lagi dari atas. Dia akan menyusul Jihan ke bawah. Tapi, gadis itu sudah keburu masuk ke dalam taxi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!