NovelToon NovelToon

Scandal School

Bab 1. Paling Jelek

"Hei, kalian udah dengar belum? Anak-anak kelas dua udah menobatkan cowok dan cewek terpopuler dan terjelek di tahun ini, loh."

Terdengar suara para siswi perempuan berbisik di kursi paling belakang. Ghea hanya menghembuskan napasnya dengan kesal. Fokusnya jadi terpecah karena suara berisik teman-temannya itu.

"Serius, Lo? Terus siapa yang paling jelek?"

Itu suara Hani. Ghea hapal sekali suaranya, sekalipun dia berbisik. Perempuan itu tidak hanya senang bergosip, tetapi juga ketua geng cewek populer di sekoah ini.

"Lo nggak salah ngomong? Bukannya nanyain siapa yang paling cantik dan ganteng, Lo malah nanyain siapa yang paling jelek? Hahaha..." balas anak-anak lainnya.

"Gue udah tahu. Yang paling populer udah pasti Elmira, dan Yudha, lah. Kalo di IPS paling ya Dean dan Indira," bisik Hani lagi.

"Masa Lo nggak bisa nebak? Yang paling jelek udah pasti Ghea lah. Pendek, gendut, juga gak pinter-pinter amat. Dia cuma menang putih doang," bisik salah satu siswa.

Ghea menundukkan kepalanya. Matanya berkaca-kaca mendengar cibiran teman-temannya itu. Memannya salah kalau dia terlahir tidak cantik dan tidak pintar? Tetapi teman-temannya yang duduk di barisan paling belakang masih kompak menertawakannya.

"Hei, siapa itu yang berisik di belakang? Apa kalian udah paham sama pelajaran Ibu?"

Tiba-tiba Bu Guru yang tengah mengajar di depan, menegur murid-muridnya. Tatapannya yang nanar menyapu ke seluruh ruangan.

"Gak tahu nih Ghea, Bu. Berisik banget. Kami jadi nggak kedengaran jelas," ucap Hani tiba-tiba.

"Loh? Eh? Nggak, Bu. Mereka yang ribut," bantah Ghea tak terima.

"Ghea. Kamu lupa? Ulangan kemarin kamu cuma dapat nilai lima puluh. Jangan anggap remeh pelajaran saya, meskipun kamu nggak suka," tegur Bu Guru dengan lantang.

"Tapi beneran bukan saya yang ribut, Bu," balas Ghea lagi.

"Kamu jangan membohongi Ibu. Kalau kamu memang menyimak pelajaran hari ini, coa kerjakan soal di papan tulis ini dengan benar," perintah Bu Guru.

Tubuh Ghea mendadak gemetar. Dia sejak tadi memang memperhatikan pelajaran, tetapi dia masih belum paham. Karena kimia adalah pelajaran yang cukup berat baginya.

"Nah, kamu nggak bisa, kan? Nanti Ibu kasih PR khusus untuk kamu sebagai hukuman. Besok pagi sebelum jam tujuh harus udah di atas meja Ibu."

***

Matahari sudah mulai beranjak turun. Para siswa-siswi yang berseragam abu-abu pun satu per satu meninggalkan sekolah. Hari ini tidak ada kegiatan ekstrakulikuler, jadi gedung sekolah sudah cukup sepi.

Namun tanpa ada yang menyadari, ada seorang siswi yang duduk sendirian di salah satu kursi kayu di bawah pohon beringin. Kedua tangannya bertangkup di atas lututnya yang berlipat. Sementara kepalanya dia sandarkan di atas tangan.

Air matanya mengalir deras membasahi seragamnya. Hatinya terasa perih. Tadi itu bukan pertama kalinya dia dimarahi oleh guru. Ghea sudah sering kali dijadikan kambing hitam, dan dimarahi guru seperti ini. Tidak ad seorang pun yang mau mendengar ucapannya.

Kretek!

Kepala Ghea terangkat ketika mendengar suara ranting patah. Siapa gerangan yang berjalan di sekitar sini? Padahal tempat ini jarang dilalui bahkan sering dihindari, karena pohon beringin berusia puluhan tahun yang berdiri tegak di sini.

"Yudha? Ngapain dia lewat sini?" pikir Ghea bingung. Namun siswa populer itu tetap saja berjalan melalui pohon beringin dan berbelok ke arahnya.

"Ku mohon, jangan ke sini. Jangan lihat aku yang sedang menangis ini," bisik Ghea. Dia takut menjadi bahan bully lagi.

"Ghea, jangan menangis."

"Hee?" Padahal Ghea mendengar dengan jelas ucapan pria itu. Tetapi hatinya masih belum percaya, bahwa Yudha berbicara selembut itu padanya.

"Jangan menangis. Guru kimia kita memang sering mempermalukan siswa hingga menangis. Aku tahu kamu nggak salah." Yudha kembali mempertegas ucapannya.

"Elo kok baik sama gue?" tanya Ghea bingung. Jangan-jangan Yudha membawa kamera tersembunyi dan merekam wajah jeleknya yang lagi menangis.

"Karena Lo suka belajar. Hobi kita sama," jawab Yudha lagi.

"Oooiii, Yudha. Lo ngapain sih ke bawah beringin? Mau cari pesugihan? Wkwkw... Ayo cepetan balik, kita mau tanding basket."

Para siswa kelas Dua IPA, yang juga teman sekelas Ghea memanggil Yudha. Lelaki itu pun kemudian pergi meninggalkan Ghea sambil melempar senyuman kecil.

"Yudha baik sama aku? Nggak salah? Padahal selama di kelas kami nggak pernah saling menyapa?"

Tidak mau merasa kegeeran, tetapi Ghea tetap tidak bisa menahan bunga-bunga yang bermunculan di hatinya. Ini pertama kalinya dia berbicara dengan lelaki yang dia sukai.

"Nggak mungkin Yudha suka sama aku. Secantik Elmira aja dia tolak. Apalagi aku?" gumam Ghea yang teringat gosip panas tadi pagi.

"Ghea, jangan kelamaan di bawah pohon beringin. Sekolah sudah sepi. Segeralah pulang."

Mendadak Ghea menerima pesan singkat dari seseorang tidak dikenal. Ghea pun celingukan memandang sekeliling sambil mengusap tengkuknya yang meremang.

"Ini siapa?" balas Ghea.

"Ini Yudha."

Damn! Ghea sudah tidak bisa lagi mengatur degup jantungnya yang berdebar dua kali lebih cepat.

(Bersambung)

Bab 2. Kepergok Pacaran

"Assalamualaikum, Bu. Aku pulang."

Suara decitan kayu yang saling bergesekan memekakkan telinga, kala Ghea membuka pintu. Sebuah kaleng biskuit menyambut langkah kaki remaja tujuh belas tahun tersebut di depan pintu.

Ghea mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang remang-remang dan berbau apek ini. Ternyata tidak hanya kaleng biskuit saja yang sudah berpindah ke lantai, tetapi juga pecahan piring hadiah detergen. Sebuah genangan air di lantai juga tampak berasal dari sayur sop tadi pagi.

Ghea menarik napas panjang, "Sepertinya Bapak dan Ibu bertengkar lagi," ujarnya pada diri sendiri.

Perempuan itu terpaksa melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati, agar tidak terkena pecahan kaca. Matanya juga harus waspada, supaya tidak tergelincir karena ceceran kuah sop.

"Hiks... Hiks... Huhuhu..."

Ghea berhenti di depan pintu kamar orang tuanya. Hatinya perih mendengar suara tangisan sang ibu. Selalu seperti ini setiap hari.

"Bu? Apa Ibu baik-baik aja?" Ghea menempelkan tubuhnya di balik pintu.

"Kau sudah lihat masih nggak tahu juga? Anak bangssst! Sama saja sama Bapakmu. Dasar nggak peka!"

Ghea tidak marah mendengar umpatan sang ibu. Karena dia tahu, Ibunya adalah orang yang lemah lembut. Namun sejak semua masalah yang menimpa kedua orang tuanya, sikap ibunya pun berubah.

"Heh! Kau masih di sana? Di bawah sofa ada uang dua puluh ribu. Kau belilah telur untuk makan malammu dan adikmu. Ibu nggak masak."

Air mata Ghea tumpah. Pada saat terpuruk dan emosi tidak stabil seperti ini, ibunya masih saja memikirkan keadaan anak-anaknya.

"Gimana aku bisa lapar dan makan enak, kalau kondisi ibu seperti ini?" lirih Ghea. Dia memilih untuk kembali ke kamarnya daripada memikirkan makan malam.

"Aku harus belajar dengan benar supaya jadi orang sukses. Supaya aku bisa membawa ibu keluar dari rumah ini."

...***...

Ghea tersentak kaget ketika mendengar suara Bapaknya pulang. Ternyata tadi dia tertidur dan masih belum melepas seragam sekolahnya. Rasa lapar yang melilit perutnya dia abaikan.

Tangannya sibuk mengeluarkan buku dari dalam tas, untuk mengerjakan PR yang diberikan siang tadi. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini, demi masa depannya.

"Loh, buku kimiaku mana? Bisa gawat kalau aku nggak ngumpulkan PR besok pagi?" Remaja itu mengecek setiap buku yang baru saja dia keluarkan dari dalam tas, tetapi buku yang dia cari tidak ada juga.

"Astaga! Jangan-jangan ketinggalan di dalam laci meja!"

Ghea semakin panik. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Sudah pasti sekolah sudah sepi saat ini. Apalagi tidak ada kegiatan ekstrakulikuler, sudah pasti gerbang sekolah dikunci rapat.

"Nggak bisa. Aku harus tetap cari buku itu sampai dapat. Itu salah satu tiketku untuk dapat nilai bagus di pelajaran kimia."

...***...

Bruk!

Ghea meringis kesakitan, saat lututnya membentur tanah berbatu. Perempuan itu nekat memanjat pagar belakang sekolah, tempat para anak nakal biasa cabut dari sekolah. Namun sekarang tempat itu telah sepi, karena seluruh siswa telah pulang.

Ghea mempercepat jalannya menuju ke ruang kelas di lantai tiga. Langkah kakinya bergema ke seluruh lorong. Jantungnya berdegup kencang melihat ruangan kelas yang sepi dan gulita. Hanya ada beberapa lampu yang hidup. Suasananya pun menjadi horor.

Drrrk!

Tiba-tiba Ghea mendengar suara kursi bergeser dari salah satu ruangan yang sudah tidak digunakan lagi. Bukan hanya langkah kakinya, jantungnya pun mendadak berhenti mendengar suara itu.

"Si-siapa itu? Bukannya semua murid udah pulang?" batin Ghea dengan lutut menggigil.

Perasaan takut menguasai dirinya, tetapi hatinya enggan untuk pulang. Tinggal beberapa ruangan lagi sampai ke kelasnya.

Drrrk!

Suara itu terdengar lagi. Kali ini diiringi dengan hembusan napas yang panjang, seperti orang habis lari.

Rasa penasaran mengalahkan rasa takut Ghea. Dia pun menempelkan wajahnya ke kaca jendela. Jantungnya hampir saja melompat keluar. Dia melihat Yudha dan Elmira tengah bercumbu mesra.

"Astaga! Me-mereka ngapain?" Reflek Ghea mengangkat tangannya dan merekam Yudha dan Elmira.

"Bukannya tadi pagi Elmira ditolak sama Yudha? Terus ini apa?" Ghea merasa nyeri di dada. Cinta pertama yang tadi siang sempat membuat hatinya berbunga-bunga, justru melakukan hal mengejutkan dengan perempuan lain.

"Apa aku bongkar saja aib mereka dengan nomor tak dikenal?" Ghea yang merasa cemburu mulai berpikiran jahat. Dengan rekaman yang dia punya, sudah cukup membuktikan perbuatan bejat mereka.

"Udahlah, aku bukan siapa-siapa. Udah pasti aku bukan wanita pilihan Yudha. Lebih baik aku tidak terlibat dalam urusan siapa pun."

Ghea berhenti mengambil video dan kembali ke tujuan utamanya untuk mengambil buku. Dia membuka sendalnya, lalu berjalan berjingkat-jingkat menuju ke ruangan kelas.

Kakinya melangkah gamang, saat memasuki ruangan kelas. Di atas meja Yudha terdapat sebuah kado mungil dan secarik surat.

"Dear, my honney. Selamat hari jadian satu bulan. Kamu suka hadiahku? Walaupun nggak suka tetap diterima, ya. Selain itu aku juga bikin instagram khusus untuk kita berdua. Daaan... Ada satu hadiah spesial khusus untukmu. Datanglah ke kelas kosong jam delapan malam nanti."

Ghea merasa mau muntah membaca surat Elmira untuk Yudha. Tidak disangka, ternyata mereka sudah berpacaran selama satu bulan dan tidak terendus sedikit pun.

"Ah, itu bukan urusanku," gumam Ghea acuh. Dia lalu mengecek laci mejanya dan betul saja, buku kimianya tertinggal di sana.

Setelah menemukan bukunya, Ghea bergegas pulang. Dia mengambil jalan memutar supaya tidak melewati kelas kosong tadi.

"Aaaaa... Bruk!"

Mendadak terdengar suara jeritan perempuan dan suara benda keras terjatuh. Ghea melongokkan kepalanya ke bawah, tempat suara itu berasal.

"Kyaaa..." Ghea terpekik dalam hati, saat melihat tubuh Elmira telah terhempas ke tanah dari lantai tiga. Ghea berbalik badan dan hendak lari dari sana. Sial, dia justru bertatap mata dengan Yudha.

(Bersambung)

Bab 3. Cowok Psikopat

"Gue nggak memb*un*uh Elmira." Yudha langsung mengucapkan kalimat itu, saat bertemu pandang dengan Ghea.

Ghea melirik ke bawah, menatap tubuh Elmira yang sudah tidak bergerak lagi. Darah segar mengalir deras di tanah. Tubuh Elmira yang terlihat sebagai barbie, kini tak utuh lagi karena beberapa bagian tampak patah. Cantik, tapi tidak bernafas lagi.

"Gawat! Gue udah lihat hal yang seharusnya nggak gue lihat. Padahal baru aja tadi gue nggak mau terlibat sama urusan mereka."

Entah Yudha memb*un*uh Elmira atau tidak, yang jelas Yudha adalah orang terakhir bersama perempuan itu. Dan Elmira adalah satu-satunya saksi di sana.

"G-Ghea, percaya sama gue. Gue nggak ngapa-ngapain Elmira," ucap Yudha lagi. Kali ini suaranya terdengar bergetar.

"Iya, gue bakalan rahasiakan kejadian ini. Jadi biarin gue pergi," balas Ghea berusaha tenang, meski lututnya telah lemas.

"Rahasia? Hei, Ghea. Aku benar-benar..."

Drap! Drap! Ghea berlari kencang menuruni anak tangga, tanpa mendengarkan ucapan Yudha barusan.

"Mengerikan! Aku baru pertama kali melihat mayat. Ternyata seseram itu."

Ghea terus berlari tanpa memperhatikan sekelilingnya lagi. Napasnya sudah mulai ngos-ngosan, tetapi kakinya masih enggan untuk berhenti. Halaman belakang sekolah yang gelap dan menyeramkan, masih tak kalah seram dibandingkan kejadian yang dia lihat barusan.

"Kalau Yudha beneran ngelakuin itu ke Elmira, bisa jadi aku bukan hanya jadi saksi, tetapi juga menjadi tersangka. Karena aku juga melihat Elmira di detik-detik terakhir hidupnya," batin Ghea sambil memanjat pagar belakang sekolah.

"Namun hal yang lebih buruk lagi, bisa saja aku juga ikut dilenyapkan oleh Yudha, supaya kejahatannya tidak terbuka. Apalagi dengan citranya sebagai anak teladan."

Hup! Ghea berhasil memanjat pagar dan keluar dari lingkungan sekolah. Dia ingin segera pulang ke rumah.

...***...

Sudah bisa ditebak, keesokan paginya sekolah menjadi gempar. Jasad Elmira yang telah kaku ditemukan oleh satpam sekolah pada pukul enam pagi. Polisi telah datang untuk melakukan investigasi.

Ghea berjalan menuju kelas dengan langkah gamang. Pemandangan mengerikan yang dia lihat tadi malam kembali terbayang.

Kelas sudah heboh ketika Ghea masuk. Geng Hani yang biasa mengganggunya, kini acuh dan lebih memilih membahas kematian teman sekelas mereka.

"Padahal hanya satu murid yang pergi, tetapi aura kelas terasa gelap banget. Apalagi kematiannya nggak wajar gitu," ucap Hani sambil terduduk lemas di kursi.

"Apa jangan-jangan karena dia ditolak Yudha kemarin? Dia pasti malu banget udah ditolak cowok itu," timpal yang lainnya.

"Huh? Jelas nggak mungkin. Jelas-jelas merek udah berpacaran bahkan bercumbu," batin Ghea yang duduk diam di kursinya. Matanya menatap lekat ke depan, ke barisan kursi paling kanan dekat pintu.

"Si brengsek itu manusia apa bukan, sih? Dia masih bisa datang ke sekolah dan pasang wajah santai, setelah kejadian tadi malam," gumam Ghea lagi.

...***...

Pukul sembilan pagi, polisi pun menginterogasi satu per satu teman sekelas Elmira. Namun mereka semua mengaku terakhir kali melihat gadis itu pulang sekolah, menggunakan sepeda motor. Tidak ada pula yang tahu, jika Elmira adalah pacar dari Yudha, walaupun teman dekatnya sekalipun.

"Kalau nanti aku ditanya harus jawab apa?" Ghea meremas boneka kecil gantungan kunci tas-nya. Semakin mendekati gilirannya, Ghea semakin cemas.

Memang sih, di sekolah ini CCTV cuma ada di beberapa tempat. Dan tempat kejadian kemarin di luar jangkauan CCTV. Lagipula, tidak ada yang tahu jika dia ke sekolah tadi malam.

Maksudnya, semoga saja tidak ada yang tahu.

"Cowok brengsek itu kenapa tenang sekali? Apa dengan begini Yudha bakalan bebas dari hukum? Apa polisi nggak menemukan bukti yang menunjukkan kalau dia pelakunya?"

Ghea menatap Yudha dengan tatapan heran. Pemuda tujuh belas tahun yang sempat dia sukai, kini terlihat seperti psikopat dingin yang mengerikan.

"Bukti? Ah, buktinya kan ada."

Ghea merogoh HP dari salam tas-nya dan membuka rekaman video tadi malam. Namun sayang, karena suasana yang gelap video tersebut pun tidak terekam dengan jelas.

"Kalau aku nunjukin hal ini ke polisi, bisa-bisa malah aku yang dituduh sebagai pelaku. Aku nggak punya alibi untuk mengelak," batin Ghea semakin resah.

"Oh iya, aku tahu. IG mereka berdua."

Beruntung, Ghea sempat membaca surat Elmira untuk Yudha kemarin. Dan di sana tertera nama IG khusus untuk mereka berdua. Ghea pun mengetik nama akun yang sempat dicatatnya di note HP-nya.

Tetapi lagi-lagi zonk, karena akun tersebut diprivat. Tidak ada foto profil dan baru ada tiga postingan di sana. Follower dan Followingnya juga masih nol. Sangat lemah untuk dijadikan barang bukti, kecuali polisi menemukan HP-nya.

"Ghea Gantari. Sekarang giliran kamu," ucap salah seorang polisi memanggil namanya.

Dada Ghea berdegup kencang. Ketika hendak keluar kelas mengikuti polisi, Ghea melihat Yudha menyeringai tipis padanya.

(Bersambung)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!