NovelToon NovelToon

My Twins

01. Pelita harapan

Seorang pelajar berusia 18 tahun yang masih lengkap mengenakan seragam putih abu-abu masuk ke dalam salah satu bilik toilet umum di pinggiran kota.

Dengan cepat dia membuka jaket yang terbalut di tubuhnya beberapa bulan ini untuk menyamarkan kehamilannya. Gadis itu langsung mencengkeram erat kloset sambil menjerit kencang. Bahkan, tengkuknya terasa panas dingin menggambarkan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya.

"AAARRRRGGGHHHH...."

Teriakan terakhir gadis itu sebelum akhirnya seorang bayi berhasil keluar dari jalan lahirnya, membuatnya bernapas lega. Dia menyenderkan sebentar punggungnya ke dinding, nafasnya juga terlihat tersengal-sengal.

Dia menatap bayi yang baru saja berhasil di dilahirkan olehnya. Wajahnya tampak sayu, namun akhirnya bibirnya melukis senyum dan mulai menggendong bayi yang masih menangis tersebut.

"Victoria azlyn adhiyaksa," ucapnya lirih, setelah itu dirinya menangis sesenggukan sambil membentur-benturkan kepalanya ke arah kloset saat mengingat kesalahannya tersebut.

Sesaat setelah menghentikan aktivitasnya, gadis itu mulai membersihkan diri dan merapikan tempat tersebut. Dengan penampilan yang sudah acak-acakan, dia keluar dari toilet sambil mengendong bayi yang di selimuti dengan jaketnya.

Di bawah rintikan gerimis, gadis dengan satu bayi di pelukannya tersebut berjalan tertatih-tatih sampai akhirnya langkah itu berhenti saat menemukan plang bertuliskan "Panti Asuhan Pelita Harapan," tepat di tengah gerbangnya.

Dia menyorot dalam panti asuhan tersebut untuk melihat lebih jelas apakah masih beroperasi atau sudah tidak di huni. Dari balik dinding, gadis tersebut mengulas senyum ketika tau bahwa panti asuhan tersebut masih di gunakan.

Dia menaruh bayi tersebut ke dalam kotak yang tidak sengaja di temukan olehnya saat berjalan tadi. Dengan cepat, dia mengeluarkan buku dari tasnya, lalu merobek kertas untuk menuliskan nama bayinya. Namun sialnya, bolpoin gadis itu habis hingga akhirnya dia memutuskan untuk menggigit jari telunjuknya sampai mengeluarkan darah, dengan begitu dia bisa menuliskan nama yang sudah dia berikan kepada putri kecilnya.

"Mamah janji akan jemput kamu setelah papahmu kembali, sayang." ucapnya tersenyum memandang wajah kecil yang saat ini tertidur pulas.

Saat akan membuka jaketnya, gadis tersebut tidak sengaja melihat tanda lahir di pundak sebelah kiri putrinya yang berbentuk matahari. Dia merasa senang karena dengan begitu dia bisa mudah mencari anaknya suatu hari nanti.

4 TAHUN KEMUDIAN

Seorang pria di cafe yang hendak membayar pesanannya terlihat kaget saat melihat wanita yang selama ini dia cari sedang berada tepat di sampingnya.

"Clarissa?" panggil pria tersebut yang membuat wanita di sampingnya itu menoleh.

"Kak Gavin," gumamnya dengan ekspresi yang juga kaget saat pertama kali melihat lelaki tersebut.

Sesaat kemudian wanita itu terlihat kebingungan, dia langsung membayar pesanannya dan pergi dari sana dengan tergesa-gesa. Kejadian empat tahun lalu masih melekat di hatinya. Dia tidak tau harus bersikap bagaimana dan mengatakan apa pada Gavin.

Tanpa dirinya ketahui, ternyata Gavin mengejarnya. pria tersebut langsung memeluk Clarissa yang membuat wanita itu langsung mendelik kaget.

"Dua tahun ini aku selalu mencari kamu. Kamu kemana aja Clarissa?" tanya Gavin yang masih memeluk Clarissa dengan sangat erat seolah enggan melepaskan pelukannya tersebut.

Clarissa mencoba mendorong Gavin hingga pelukannya terlepas, dia menatap sorot mata pria tersebut dengan kecewa.

"Empat tahun kamu hilang kak, kamu yang pergi dari hidup aku," teriaknya mengeluarkan seluruh amarah yang selama ini dia pendam.

"Saat aku minta waktu kamu buat bicara sebentar, kamu malah ninggalin aku buat ngelanjutin study di luar negri. Bahkan kamu gak pamit sama aku," Clarissa menunduk untuk menahan air matanya yang hendak jatuh. "Asal kamu tahu, saat itu aku hamil anak kamu, kak."

Ucapan terakhir Clarissa berhasil membuat hati Gavin semakin hancur. Wanita yang selama ini dia cintai ternyata harus menanggung semuanya sendiri tanpa ada kehadiran dirinya.

"Sekarang dimana anak kita?" tanyanya yang meraih tangan Clarissa sambil menggenggamnya dengan sangat erat.

"Panti Asuhan Pelita Harapan." jawab Clarissa memberitahunya.

02. Berpisah

Seorang gadis berusia 10 tahun sedang duduk di atas rumput sambil menatap seorang anak laki-laki yang saat ini berdiri di hadapannya. "Vincent," panggil gadis tersebut.

Vincent yang merasa dirinya terpanggil langsung menoleh ke arah sahabat kecilnya itu. "kenapa?" tanyanya sambil berjalan ke arah gadis yang saat ini masih terdiam.

Dia menarik nafas berat hingga akhirnya memberanikan diri untuk membuka mulutnya. "Kamu suka aku, gak?" tanyanya spontan hingga membuat Vincent sedikit kaget. Akhirnya Vincent tidak bisa menahan tawanya, dia menatap sahabatnya heran.

"Aku serius," ucapnya lagi yang membuat Vincent langsung berhenti tertawa, saat ini dirinya bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan konyol itu.

"Kata ibu panti, kita gak boleh saling suka. Apalagi, kita kan masih anak-anak," jawab Vincent yang membuat wajah gadis itu langsung cemberut.

"Victoria, kamu itu sahabat aku selamanya," kata Vincent yang merangkul Victor agar gadis itu kembali tersenyum.

"udah ayok lanjut main aja," ajak Vincent yang menyuruh Victoria untuk bangkit berdiri agar bisa mengikutinya.

Keduanya memang sangat akrab dan sering berdua, apalagi saat hari Minggu seperti ini. Di banding harus berbaur dengan yang lain. Vincent lebih senang bermain berdua dengan Victoria di pinggir danau seperti sekarang.

3 BULAN KEMUDIAN

Pengumuman akan adanya seseorang yang ingin mengadopsi anak dari panti tersebut sudah terdengar oleh mereka termasuk Vincent dan Victoria. Kedua anak itu duduk berjejer di sebuah kursi yang di sediakan oleh ibu panti.

Terlihat tangan Vincent dan Victoria menggenggam erat, keduanya berharap bukan salah satu dari mereka yang harus pergi karena semacam ikatan saudara. Vincent dan Victoria sangat sulit untuk di pisahkan.

"Ibu harap, nanti siapapun yang di pilih. Berperilaku yang baik ya, ingat pesan-pesan ibu pada kalian," ujar ibu panti yang mengajarkan kepada mereka agar tetap menjaga sopan santun walaupun sudah tidak berada di panti itu lagi.

Semuanya lekas diam saat sepasang suami istri masuk ke dalam, dari penampilannya sangat terlihat bahwa mereka adalah orang kaya. Tapi, di sana juga ada seorang anak laki-laki yang mungkin saja itu adalah putranya.

Setelah perkenalan diri dari pihak panti, kini saatnya kedua orang itu memperkenalkan diri. Benar saja, anak laki-laki itu adalah putra tunggal, dia ingin mencari seorang adik agar mempunyai teman saat kedua orangtuanya dinas ke luar kota.

"Aku pengen punya adik perempuan, mom," jawabnya saat sang wanita bertanya padanya.

Mata anak laki-laki itu terus saja tertuju pada Victoria yang membuat gadis tersebut memejamkan mata sambil memohon supaya bukan dirinya yang di pilih. Victoria tidak ingin meninggalkan Vincent, dia juga sudah nyaman tinggal di panti ini, mendapat kasih sayang yang tulus dari ibu panti sejak kecil. Jika dia ikut, dia tidak yakin ibu angkatnya kelak akan mencintai nya dengan tulus seperti ibu panti.

Saat Victoria masih memejamkan mata dan menggenggam erat tangan Vincent, tiba-tiba bahunya ada yang mengelus hingga dirinya membuka mata. Seorang anak laki-laki berusia 16 tahun itu berada di hadapannya saat ini sambil tersenyum.

"Nama kamu siapa?" tanyanya. Namun, tidak ada jawaban dari Victoria. Gadis itu malah melamun hingga akhirnya anak itu bertanya kembali.

Kali ini mampu mengambil kesadaran Victoria. Gadis itu dengan gugup langsung memperkenalkan diri sambil menoleh ke arah ibu panti dan Vincent yang saat ini juga tersenyum padanya.

"Kamu mau kan jadi adik angkat aku?" tanyanya. "Aku akan jagain kamu," sambungnya lagi.

Mendengar hal itu tentu saja membuat Victoria kembali melamun, ternyata doa nya kali ini tidak di dengarkan oleh tuhan.

Victoria kembali menatap ke arah Vincent, anak itu terlihat mengangguk tanda setuju bahwa Victoria sudah menemukan keluarga barunya. Vincent juga tidak boleh egois dengan menahan Victoria untuk tetap di sini bersamanya. Victoria berhak bahagia.

Selain itu, satu keluarga tersebut juga membawa beberapa bingkisan untuk anak panti. Ternyata kedua pasang suami istri tersebut sangat menyukai anak-anak, namun karena sebuah kecelakaan yang membuat rahim sang istri harus di angkat membuat mereka tidak bisa memiliki anak lagi.

Setelah beberapa jam mereka tinggal sambil menunggu Victoria mengemasi barang-barangnya, akhirnya mereka pamit untuk pergi dengan Victoria yang sudah di dipegangi oleh wanita itu.

Saat hendak pergi, tiba-tiba Vincent berlari ke arah Victoria dan memeluk gadis itu dengan sangat erat. Victoria tidak bisa menahan air matanya. Berpisah dengan Vincent adalah hal yang tak pernah dia harapkan.

"Sebelum aku pergi, apakah kamu mau berjanji padaku?" tanya Victoria yang sudah melepaskan pelukannya.

Dia menoleh kepada kedua orang tua angkatnya. "Boleh kah aku berbicara pada Vincent dulu sebelum pergi?" tanyanya yang langsung di angguki oleh mereka.

Victoria membawa Vincent agak menjauh dari keramaian. Victoria mengangkat jari kelingkingnya tepat di depan wajah Vincent.

"Apakah kamu mau berjanji untuk menikah dengan ku?" tanya Victoria yang tersenyum manis.

"Menikah hanya untuk orang dewasa Victor, aku tidak bisa menikah dengan mu," jawab Vincent yang masih setia berdiri di hadapan Victoria.

"Kalau begitu, kita bisa bertemu lagi saat dewasa nanti dan kamu harus janji untuk menikahi ku," jawab Victoria yang tak kehilangan akal agar Vincent mau bersamanya suatu hari kelak.

Vincent terkekeh saat mendengar perkataan Victoria, gadis satu ini memang selalu blak-blakan dalam menyampaikan perasaannya. "Baiklah," jawab Vincent yang langsung menautkan jari kelingking mereka.

Keduanya terlihat tersenyum bahagia sebelum akhirnya Victoria di panggil untuk segera pergi bersama keluarga baru. "Aku mencintaimu, Vincent." kata terakhir Victoria yang setelah itu berlari dan masuk ke dalam mobil.

Setelah mobil melaju meninggalkan pekarangan panti, Vincent terlihat mengulas senyum. "Aku juga mencintaimu, Victoria." gumamnya.

Ibu panti yang mengerti dengan perasaan Vincent langsung menghampiri anak itu. Dia memberikan pelukan hangat pada Vincent. Sejak bayi, mereka berdua memang sudah bersama karena di asuh oleh orang yang sama, saat sudah besar hubungan itu terus berlanjut hingga ibu panti merasa Vincent dan Victoria adalah saudara.

Vincent delapan bulan lebih tua dari Victoria, itu sebabnya dia selalu menjaga Victoria layaknya adik sendiri. Ntah sejak kapan, perasaan suka mulai muncul di tengah-tengah mereka hingga keduanya sangat sulit untuk berpisah.

Inilah saat menyakitkan bagi keduanya, kini Vincent tidak akan takut lagi jika suatu hari nanti ada yang datang untuk mengadopsinya karena Victoria sudah tidak ada. Vincent tidak akan khawatir akan meninggalkan Victoria sendiri lagi karena dia sudah memiliki keluarga baru saat ini.

"Ayo masuk, kita makan oleh-olehnya ya," ajak ibu panti yang langsung di angguki oleh Vincent.

03. Hari tanpa dia

Semenjak hari perpisahan itu, kini Vincent menjadi anak yang semakin jarang berbicara. Bahkan, dia sama sekali tidak ingin berbaur dengan anak-anak yang lain. Hal tersebut tentu saja menarik perhatian ibu panti, ini memang sulit bagi Vincent yang selama ini hanya mau berteman dengan Victoria.

Sejak dulu, Vincent memang sangat sulit untuk mencari teman. Karena dia selalu saja memberontak saat ada yang ingin berteman dengan nya dulu. Bukan dia tidak mau, tapi dia pernah menjadi korban bully sebelum akhirnya dia masuk ke panti asuhan ini karena kedua orang tuanya telah meninggal.

Sebelum masuk ke panti, dia juga sempat di siksa oleh tantenya. Selain itu, semua harta warisan yang harusnya jatuh pada Vincent malah di ambil alih oleh manusia serakah tersebut. Rumah yang saat ini mereka tinggali, itu rumah Vincent dari orang tuanya. Memang kejam, tapi di dunia ini tidak ada yang namanya saudara jika melibatkan soal uang.

Ibu panti menghampiri Vincent yang duduk termenung di taman bermain di dalam panti tersebut, dia mengelus lembut kepala Vincent sambil tersenyum.

"Mau ibu belikan ice cream, gak?" tanya sang ibu panti yang membuat Vincent langsung menatapnya. Dia mengangguk tapi wajahnya masih datar, tidak ada senyuman layaknya anak yang gembira saat ingin di belikan sesuatu.

Melihat itu, ibu panti sedikit menghela napas, ternyata usahanya tidak berhasil untuk membuat anak itu tersenyum. Tapi, tidak apa karena dia masih mau berinteraksi dengan nya.

Setelah itu ibu panti mengajak anak tersebut untuk keluar, dia membawa Vincent ke supermarket terdekat yang ada di sana. Terlihat sekali bahwa Vincent memang benar-benar kehilangan kebahagiaan.

Saat selesai membeli ice cream untuk dirinya dan juga untuk anak-anak yang lain, ibu panti langsung membawa Vincent pulang.

"Ibu, apakah Victoria akan bahagia dengan keluarga barunya?" tanya Vincent sambil berjalan di samping ibu panti.

Ibu panti langsung mengulas senyum saat Vincent mulai mau berbicara, "Victoria pasti bahagia," jawabnya sambil merangkul Vincent.

"Oleh karena itu Vincent juga harus bahagia di sini, coba main sama teman-teman yang lain ya," sambungnya sambil memberi nasehat pada Vincent yang saat ini kembali terdiam.

6 TAHUN KEMUDIAN

Seorang siswi dengan rambut panjang bergelombang sangat penuh wibawa berjalan di lorong dengan kedua antek-anteknya. Tangannya sebelah kiri sedang menarik siswi berkacamata yang terlihat ketakutan.

Bisik-bisik mulai terdengar di telinganya saat melintasi segerombolan murid yang saat ini melihat kejadian tersebut.

"Punya masalah apa lagi tuh si culun ke Venna,"

"Macam-macam kok sama pemilik sekolah,"

"Tapi kasihan gak sih tuh si culun di seret begitu,"

"Kenapa lagi tuh Venna kayak marah?"

Begitulah bisikan yang terdengar, banyak yang membela Venna karena takut tapi tak sedikit pula yang menyalahkan dia karena sudah berbuat seenaknya pada murid lain. Mereka tau sekolah ini milik keluarga Venna, tapi tidak seharusnya juga dia membully yang lain hanya karena dirinya tidak menyukai orang itu.

Saat hendak masuk ke dalam toilet, Venna terpenjat kaget saat ada seseorang yang dengan lancang menahannya. Dia menatap tajam seorang siswa yang sekarang masih menggenggam tangannya.

"Lepas atau tangan lu gua patahin," ancam Venna dengan wajah yang datar.

Bukannya di lepas, siswa itu justru memperhatikan wajah Venna lumayan lama sampai membuat gadis itu terlihat sangat marah.

"Lu tuli apa gimana?" teriak Venna yang membuat siswa tersebut langsung melepaskan tangannya.

"Victoria, ini lu kan?" tanya nya secara spontan yang membuat Venna memutar bola mata jengah.

"Nama gua Venna. Venna azrin ..." jawaban gadis tersebut terpotong saat cewek yang dia sandra memberontak.

"Heh cupu, lu berani ke gua?" sentak Venna yang membuat siswi itu terpenjat kaget dan langsung menggelengkan kepalanya.

"Lu mending jangan ikut campur deh kalau gak mau kena masalah," kata Venna menatap cowok yang saat ini masih berdiri di sana.

"Kayaknya lu deh yang bakal kena masalah, lu ngebully dia. Sadar gak sih?" tanya cowok itu yang mencoba melepas gadis itu dari cengkeraman Venna hingga akhirnya dia berhasil menarik cewek culun itu ke belakang badannya.

Venna sempat kaget sesaat sebelum akhirnya dia menunjuk Vincent, cowok yang mulai tadi berbicara dengannya. "Lu... Gua bakal inget muka lu," kesal Venna yang setelah itu pergi dari sana dengan perasaan sebalnya.

Baru kali ini dia kalah dengan murid di sini, sepertinya murid tadi adalah murid pindahan dan kenapa dia memanggil nya dengan Victoria. Satu sekolah ini tahu bahwa dia sudah memiliki nama yaitu Venna.

"Ven, lu kok ngelepasin Dania gitu aja sih. Cowok itu juga kayaknya gak punya kuasa di sini," tanya Laura yang saat ini berjalan di samping Venna.

"Tapi dia ganteng tau, cocok sama gua," ujar temannya yang satu yaitu Tania. Terkenal sebagai playgril kelas kakap di circle mereka. Di otaknya hanya ada cowok-cowok ganteng.

"Udah deh, Tan. Dua belas cukup, lu mau nambah lagi?" kata Laura mengingatkan Tania pada cowok-cowok yang sudah di permainkan nya.

"Lu yakin Tania cuma punya dua belas?" balas Venna yang membuat Laura mendelik kaget. Tidak biasanya dia ikut berbicara saat membahas soal cowok-cowok yang di miliki oleh Tania.

"Sebenarnya gak yakin sih, orang dia nempel sana sini," celetuk Laura.

"Yang penting kenyang bos, duit ngalir mulu dari mereka," jawab Tania tidak mau kalah. Memang benar, Tania memiliki banyak pasangan tapi belum pernah sekalipun dia mengeluarkan duit sendiri saat keluar dengan salah satu dari mereka. Bahkan, apapun yang Tania mau selalu saja di turuti oleh cowok-cowok yang Tania anggap bodoh itu. Hanya bermodalkan kata-kata manis dan manja, duit puluhan juta sudah langsung ada di ATM nya.

Hanya ada satu cowok yang benar-benar Tania sayang, dia bahkan rela memberikan semuanya, dunianya, bahkan keperawanan nya. Dia Albian mahadja. Seorang ketua basket di SMA tunas bangsa ini.

Selain dengan Albian, dia tidak pernah tidur dengan siapapun. Bahkan jika bersama Albian gadis itu bisa dua sampai tiga kali dalam seminggu dan lebih parahnya lagi mereka melakukan itu di rumah Albian.

Albian memang anak tunggal, orang tuanya juga sangat jarang di rumah karena urusan pekerjaan. Itu sebabnya Albian sering membawa Tania ke rumahnya saat ingin melakukan hal itu.

Saat Venna berjalan sendiri, lagi lagi Vincent menghampirinya, dia masih sangat penasaran karena wajah Venna sangat mirip dengan sahabat masa kecilnya dulu. Yaitu Victoria yang sudah lama tidak ada kabar.

"Gua bukan Victoria, gua Venna," jawab Venna yang setelah itu hendak pergi.

"Gua tau lu Victoria. Lu sengaja ubah identitas lu kan?" tanya Vincent lagi yang membuat gadis itu terdiam sambil menggigit bibir bawahnya.

"Kalau gua Victoria emang kenapa?" teriak Venna yang setelah itu pergi meninggalkan Vincent.

"Gua harap lu masih ingat janji kita dulu," teriak Vincent yang tidak di hiraukan sama sekali oleh Venna. Gadis itu malah mempercepat langkah kakinya agar tidak di ikuti oleh Vincent.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!