Kelima wajah yang mengekspresikan ketakutan yang berbeda-beda. Ada yang sembunyi di ketiak ibunya sedari tadi. Ada juga yang berjongkok seraya menutup kedua matanya. Dan yang paling berani adalah anak paling terakhir. Dia berdiri tegak di depan kedua orang tuanya seraya bertolak pinggang.
Dianella, gadis pemberani yang berwajah manis itu tak gentar menatap segerombolan para lelaki bertubuh atletis itu dengan matanya yang setajam pisau. Berbeda dengan kedua kakaknya yang anggun, ia sangat berbeda dengan kedua saudarinya.
"Anell!" panggil Ayah John karna tak mau putrinya jadi sasaran amukan mereka.
"Keluar kalian dari sini!!!!!!" teriaknya begitu lantang setelah beberapa barang yang mereka miliki dihancur berantakan oleh mereka semua.
"Hey, orang miskin yang sombong! Bayar hutang kalian cepat!!!!" tunjuk mereka pada keluarga yang berhutang banyak pada bos mereka.
"Anell!" Ayah John langsung menarik putri bungsunya yang akan bertindak lebih lanjut. Beliau memeluk Anell agar tidak bisa kemana-mana.
"Satu minggu lagi! Kami beri waktu kalian satu minggu! Kalau tidak ...." Lelaki itu menyeringai dan menatap ketiga putri mereka dengan tatapan menakutkan.
"Iya! Iya! Saya akan melunasinya satu minggu lagi," ucap John dengan suara bergetar.
Entah berapa hutang yang dimiliki oleh orang tuanya, Anell tidak tahu. Dia baru saja lulus sekolah menengah atas, baru saja ingin mencari pekerjaan diluar sana. Mendengar musibah yang menimpa keluarganya, membuatnya memiliki tekad yang sangat kuat.
"Aku tidak mau! Tabunganku untuk melunasi hutang-hutang Ayah!" teriak Celandine, putri pertama dari John. Putri pertamanya memang sudah memiliki usaha sendiri yaitu memiliki sebuah butik. Tangannya yang terampil dan cekatan membuat mimpinya dari kecil menjadi kenyataan. Sudah banyak gaun yang ia desain sendiri dan dipakai oleh beberapa model dalam negeri.
Celand langsung pergi dengan kekesalan yang menjadi. Kini keluarganya sedang dalam ancaman, yang ia takutkan adalah rentenir itu bisa saja mengetahui tempat butiknya dan bisa membuat onar disana.
Putri keduanya dengan langkah yang lemah, menghampiri John yang kini menunduk sedih. "Aku ada sedikit tabungan, Yah. Ayah bisa pakai dulu," ujar Diantha-gadis yang penurut. Dia salah satu putrinya yang cantik dan sangat penurut. Berbeda dengan Celandine yang suka protes dan jarang menuruti kemauannya.
Raissa-ibu dari ketiga putri itu hanya bisa terdiam, meratapi nasib yang seperti ini. Tanpa berpikir panjang untuk memutuskan meminjam pada seorang rentenir, dan akhirnya kini jadi susah. Kedai ayam goreng miliknya tak berjalan mulus. Sepi, setiap hari tak cukup balik modal. Akhirnya mereka tak ada pemasukan yang pasti.
***
Hari-hari berlalu, dan kini hanya menghitung jam saja menunggu para suruhan rentenir mendatangi rumahnya.
"Siapkan cepat!" Kedua tangannya bergetar, memegang uang yang sangat banyak. John sudah mempunyai uang untuk melunasi hutang-hutangnya. Uang yang ia pegang sekarang jauh lebih banyak dari apa yang ia pinjam, karna ini sudah ditambahkan oleh bunga atas kesepakatan bersama.
BRAKKK!!
Mereka datang tanpa permisi. Mendobrak pintu dengan kasar. Sampai-sampai gagang pintunya terlepas.
"Ini, ambillah!" John menyerahkan sebuah koper yang berisikan uang.
Seluruh mata mereka langsung berbinar-binar melihat segepok uang dihadapan mereka. Mereka saling menatap satu sama lain dan tanpa kelamaan langsung membawa koper itu pergi.
John dan Raissa langsung bisa bernapas lega. Masalah perhutangan itu telah selesai. Dan kini ada sebuah masalah baru yang harus mereka hadapi.
"Bagaimana memberi tahu pada putri-putri kita?" Raissa kini bingung untuk menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat mereka sangat murka.
"Jangan kasih tahu dulu. Kita bawa mereka malam ini kesana. Bilang saja menghadiri acara teman."
Raissa mengangguk mengikuti saran dari suaminya. Tapi dari lubuk hati yang paling dalam, ia tak tega melihat salah satu dari mereka akan menghadapi takdir yang bisa saja tak sesuai harapan.
***
Celandine, putri yang paling anggun dan stylish memakai gaun rancangannya sendiri berwarna hitam pekat dengan hiasan bunga putih di atas dada. Rambutnya ia biarkan digerai dengan polesan make up yang cantik.
Lalu Diantha, juga memakai gaun buatan kakaknya berwarna merah maroon berlengan pendek dengan panjang selutut. Dia tak kalah anggun dari sang kakak-Celandine.
"Pakai ini!" Celandine memberikan sebuah gaun untuk Dianella, tapi seperti biasa adik bungsunya itu tidak mau. Dia tidak seanggun mereka. Ia malah memilih memakai dress biasa seperti mau tamasya.
"Anell! Pakai gaun dari kakakmu. Jangan keluar dari tema, masa mau menghadiri acara pakaiannya seperti itu!" John sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah putri bungsunya itu. Mendengar dirinya diomelin, akhirnya Anell terpaksa mengambil gaun itu dan memakainya.
Gaun berwarna biru tua itu sangat cocok di badannya. Tak lupa, Celandine juga menancapkan make up ke wajah adik bungsunya itu. Walaupun mereka sering bertengkar saat di rumah, tapi sebagai seorang kakak Celandine sangat menyayangi kedua adiknya itu.
Mereka berangkat menggunakan taxi, cukup lama perjalanan sampai-sampai mereka hampir saja tertidur. Berhentilah mereka di depan sebuah rumah yang megah. Megah sekali, seperti sepuluh kali lipatnya ukuran rumah yang mereka miliki. Lihat saja, di depannya ada sebuah halaman seluas lapangan sepak bola.
Mereka langsung menatap takjub rumah besar itu.
"Ayah sejak kapan punya teman kaya raya?" tanya Anell dengan kekaguman yang tak bisa diutarakan. Dilingkungan mereka tak ada yang memiliki rumah seperti itu.
"Selamat datang Tuan, Nyonya dan Nona-nona yang cantik." Seorang wanita berpakaian serba hitam putih itu menyambut kedatangan mereka dengan senyuman yang lebar. Bukan hanya satu orang, tapi seluruh karyawan yang ada. Mereka seperti sudah menunggu kedatangan mereka.
"Silahkan masuk." Di pintu utama pun ada beberapa orang yang menunggu, mereka membukakan pintu lebar.
Di sebuah ruangan yang luas, terdapat beberapa kursi yang banyak mengelilingi sebuah meja besar.
"Silahkan duduk. Kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh." Dari arah lain datanglah beberapa pelayan membawa banyak minuman dan makanan. Mereka menjamu mereka dengan berbagai macam minuman dan makanan yang lezat. John merasa tak pantas diperlakukan seperti ini.
DRAP!
DRAP!
DRAP!
Suara langkah kaki mendekat, kedua mata John langsung terjaga. Ia menunggu siapa yang akan datang.
"Hai, John!" Pria yang usianya sama dengannya, menyapa dirinya dengan santai. Tapi kalau dilihat dari wajah, John terlihat lebih tua.
"Hai juga, Samantha!" John terlihat kikuk, karna sudah sekian lama mereka tak berjumpa.
"Aku awalnya tak percaya bahwa ternyata kita memiliki kesamaan. Bukan kesamaan dalam arti yang sebenarnya, tapi seperti kebetulan. Kau memiliki tiga putri yang cantik, dan aku juga memiliki tiga putra yang tampan," ujarnya seraya tertawa.
"Samantha, aku tidak punya cukup waktu. Langsung saja pada intinya tentang apa mau mu. Yang mana diantara ketiga putri saya yang akan menikah dengan putramu yang pertama."
"HAHH!!!"
"WHAT!!"
Celandine, Diantha dan Dianella terkejut bersamaan.
"Bukan putraku yang pertama tapi yang kedua. Putraku yang pertama sudah memiliki tunangan," jelas Samantha.
"Ibu!" Anell mencolek ibunya yang berada di sampingnya.
"Diam, Anell!" bisik Raissa.
Ketiga putrinya langsung shock bersamaan. Tapi Celandine yang awalnya terkejut, kini malah senyum-senyum sendiri.
"Bibitnya aja tampan, gak mungkin anaknya jelek."
Celandine yang umurnya sudah 25 tahun, memang seharusnya siap menikah. Tapi dia memang tak punya waktu untuk sekedar dekat dengan seorang pria. Hidupnya hanya disibukkan oleh impiannya menjadi desainer terkenal.
Sedangkan Diantha, ia gadis yang paling sabar hanya bisa diam.
"Putrimu yang pertama yang mana?"
"Saya!!!" Celandine langsung mengacungkan tangan bersemangat. Dia tersenyum dengan wajah yang berbinar.
"Oh kamu yang namanya Celandine?" Gadis itu mengangguk. "Kamu paling cantik diantara saudaramu yang lain. Tapi aku dengar karirmu sedang cemerlang, apa tidak apa-apa jika kamu menikah sekarang?"
"Ti—"
"Samantha, putriku yang ketiga sepertinya sangat cocok dengan putramu. Putriku yang bungsu ini anaknya sangat ceria dan energik. Kau mengatakan kalau putramu pendiam, kan? Sepertinya sangat cocok dengan Anell."
Perkataan Celandine langsung dipotong oleh John, ayahnya itu malah mengajukan Anell untuk menikah.
"Ayah!" Anell geram, bisa-bisanya ia yang ditunjuk. Padahal umurnya aja paling muda diantara saudaranya yang lain.
Celandine juga kebingungan mendengar keputusan dari ayahnya itu.
***
"TIDAK MAU!!! TIDAK MAU!!!!!!!!" Sampai di rumah Anell tak terima. Dia membuang-buangi barang dikamarnya. Dia tidak mau menikah. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa akan menikah di usia yang masih muda.
"Kenapa aku???? Kenapa aku???? Aku masih muda!!!!"
Raissa memeluk putrinya yang sedang hilang kendali itu, hatinya ikut tersayat melihat putrinya semarah ini.
"Ibu ..... Ayah jahat ...." Anell menangis, ia benar-benar tak terima dengan keputusan ayahnya. Dia ingin menikmati masa mudanya, ia ingin bekerja. Ia ingin memiliki banyak pengalaman, tapi kini malah ayahnya menyuruhnya untuk menikah. Apalagi menikah dengan seseorang yang tak pernah ia kenal sebelumnya.
"Anell, untuk kali ini saja kamu berkorban. Kakakmu Celandine sudah banyak membantu dengan mendirikan usaha kedai ini dan kakakmu Diantha sudah membantu biaya sekolah kamu sampai lulus." Entah apa yang ada di pikiran John, dia tega-teganya mengorbankan dirinya untuk menikah dengan laki-laki yang belum pernah ia temui.
"Celandine usahanya sedang maju. Diantha, dia tidak seberani kamu. Ayah takut dia akan merasa tertekan di sana," lanjut John kemudian.
"Lalu aku tidak bisa merasakan tertekan? Aku tidak—" Suaranya tercekat di tenggorokan, ia benar-benar hancur tak bisa melanjutkan perkataannya. Ia menatap ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Tatapan kasih sayang yang selalu terlihat, kini seperti telah hancur. Sosok ayahnya sekarang telah berubah.
"Kamu anak yang pemberani, jika kamu tidak bisa melanjutkan hidup dengan pria itu, berpisah lah!"
Anell masih dengan mata berlinang menatap ayahnya yang seakan berbicara tanpa perasaan.
"Jadi, Ayah mengorbankan aku untuk menjadi alat pelunasan hutang dan mengorbankan aku untuk menjadi janda di usia muda???"
CRANGGG!!!!!
Ia melemparkan vas bunga ke sembarang arah dan pergi dari kamar meluapkan kekesalan. Diantha ingin mencegahnya tapi Anell berlari dengan cepat.
"Ayah ....." Diantha ikut bersedih, melihat adiknya harus menerima kenyataan pahit. Sedangkan Celandine kembali ke kamar dengan penuh keheranan.
Anell berlari menyusuri jalanan setapak. Hatinya begitu hancur berantakan.
"Anell ........" Terdengar suara teriakan keras dari arah belakang. Ia mengetahui suara itu walaupun tanpa menoleh. Tapi langkahnya tak mau berhenti, ia malah terus berlari.
BRUGGHHH ....
"IBUUUUUU ....."
Raissa terjatuh di atas trotoar karna kakinya tersandung. Ia sampai tak hati-hati untuk mengejar putrinya.
"Ibu ...." Anell langsung menghampiri ibunya yang jatuh. Ia membantu untuk berdiri karna jalanan memang sedang sepi dan tak ada orang yang melintas.
"Nak, jangan marah." Raissa mengusap-usap kepala putrinya. Dari tatapannya, Raissa juga tampak hancur.
"Bagaimana aku tidak marah! Ayah—" Anell malas untuk melanjutkan perkataannya lagi. Rasanya percuma untuk melawan keputusan ayahnya.
"Ibu .... Aku gak mau menikah." Anell menangis kembali. Rasanya seperti mimpi bahwa dia disuruh menikah sekarang. "Ibu ....... Aku gak mau menikah. Memangnya hutang ayah berapa? Anell akan bantu mengembalikan uang itu. Anell janji! Anell akan bekerja keras."
Raissa akhirnya berhasil membujuk putrinya untuk pulang ke rumah. Walaupun selama di jalan Anell tak berhenti merengek. Ia terus memohon pada ibunya agar dia tidak dinikahkan.
"Jangan coba-coba kabur, Anell! Atau Ayah akan bertindak lebih jauh lagi!"
Baru saja sampai di depan pintu, John sudah berdiri menghadang putrinya. Beliau menatap tajam Anell.
"Ayah jahat!!!!!!!!!" bentaknya dan langsung lari ke kamar. Saat ingin masuk ke dalam kamar, ia melihat Celandine yang sedang memandanginya dari pintu kamarnya.
"Kakak ....." Anell berjalan menghampiri kakaknya yang buru-buru masuk ke dalam kamar.
BRAKKK!
Celandine malah menutup pintunya dengan keras.
"Kakak! Seharusnya kakak yang menikah lebih dulu. Kakak katanya ingin menikah kan?" teriak Anell.
Cukup lama tak ada jawaban sampai Anell mengetuk-ngetuk pintu kamar berulang kali.
"Ayah telah menunjuk mu! Mungkin kau yang lebih pantas," jawabnya.
"Tidakkkkkkk!!!! Ayah sudah sa—"
"Diam lah, Anell!!! Kakak mau tidur!"
***
Keesokkan harinya, dua wanita cantik telah duduk manis sedari tadi di ruang makan.
Celandine dan Diantha sedang sarapan berdua. Sedangkan Ayahnya dan ibunya sedang ke kamar adik bungsunya-Anell.
Tok!
Tok!
Tok!
"Jangan keras-keras!" Raissa langsung menatap tajam suaminya yang ingin berteriak keras membangunkan putrinya.
"Anell ..... Sudah siang bangun, Nak." Raissa penuh kehati-hatian memanggilnya dengan suara lembut.
"Anell ....." panggilnya kedua kali. Lama tak ada jawaban, John mulai murka.
"Jangan-jangan kabur!" John langsung menduga bahwa putrinya kabur.
"Anell!!! Keluar lah! Kalau tidak, Ayah akan dobrak pintunya," ancamnya kemudian.
KLEK!
Pintu tiba-tiba terbuka dan Anell berdiri dengan muka bantalnya.
"Laper!" ucapnya dan langsung menuju ruang makan. Sedangkan John dan Raissa hanya bisa saling pandang.
Kedua kakaknya langsung memandanginya tanpa henti. Karna Anell tak biasanya bangun siang seperti hari ini.
"Kakak berangkat dulu." Celandine langsung meninggalkan meja makan dan pamit untuk segera ke butiknya.
"Kakak ... Kakak ....." Anell mengejar langkah kakak pertamanya yang buru-buru.
"Kak, tolongin aku .... Aku gak mau menikah. Aku masih muda."
Celandine yang ingin masuk ke dalam mobil akhirnya terurungkan. Ia menghela napasnya sesaat dan menatap adiknya.
"Awalnya memang aku mau-mau saja jika disuruh menikah. Tapi setelah mendengar kebenaran dari ayah, aku tidak mau!" tegasnya kemudian.
"Kebenaran apa? Apa kak? Kasih tahu aku," tanyanya penasaran.
Celandine malah diam saja dan ingin segera masuk ke dalam mobil
"Kakak .... Kakak ......" Anell malah menggelayuti lengannya membuat Celandine yang awalnya tak ingin menghiraukan menjadi kesal.
"Lepas! Aku tidak mau! Kamu saja sana! Pria jelek seperti itu siapa yang mau!" Celandine langsung menutup pintu mobil dengan keras hingga mobilnya bergetar.
"Apa maksud Kakak???????" Anell ingin mengejar mobil kakaknya tapi Celandine melajukan mobilnya dengan cepat. "Pria jelek?" Anell semakin takut dan semakin tak mau menikah.
"Aaaaaaarrrgggghhhhhhh"
Malam Pertama Pernikahan .....
Seorang gadis muda meringkuk di atas ranjang sembari memeluk kedua lututnya erat. Matanya tak lepas memandangi pintu yang tertutup rapat. Dia sendirian di sini, tak ada yang menemani. Cahaya lampu di kamar yang terang benderang membuat matanya menjangkau keluasan ruang kamar yang mewah itu.
Bunyi derit pintu terbuka, kedua matanya langsung menangkap sosok pria yang baru ia temui beberapa jam yang lalu saat acara pernikahan.
Menyeramkan. Kesan menyeramkan dan misterius yang kini tertanam di otaknya. Ia langsung menunduk tatkala pria itu berjalan memasuki kamar.
"Lindungilah aku, ya Tuhan."
Ia memejamkan mata saat ia merasakan pria itu berjalan melintasinya.
BRAKKK!
Terdengar pintu ditutup dengan keras. Sebuah pintu yang terdapat di sebelah ranjangnya. Pintu yang sepertinya menghubungkan ke ruangan lain.
"Selamat." Ia menghela napasnya saat tak melihat pria menyeramkan itu lagi.
"Wajahnya menyeramkan."
"Ada luka bakar di wajahnya."
"Menjijikkan."
"Seumur hidup mungkin dia tak pernah mau memperlihatkan wajah jeleknya."
"Rambutnya dibiarkan panjang menutupi wajahnya yang sangat berbeda dengan kedua saudaranya."
Bisikan-bisikan dari tamu undangan yang memenuhi pendengarannya saat acara pernikahan berlangsung. Bukan hanya bisikan, tapi membicarakan secara langsung sehingga terdengar oleh banyak orang.
"AYAAAHHHHHHHHHHHHH" Anell memukuli dinding kamar mandi dengan kesal. Ia benar-benar tak menyangka ayahnya tega menjebloskannya ke pernikahan paksa ini.
Nasi sudah menjadi bubur. Entah apa yang akan terjadi ke depannya. Ia tidak tahu, haruskah ia membuat kesalahan agar cepat diceraikan? Ataukah ia harus bertahan dan mengabdi sebagai istri yang patuh? Atau ingin menjadi janda di usia muda dan menjadi mantan dari istri seorang pria yang jelek??? Apakah setelah berpisah, ia bisa hidup tenang? Tentu saja ada banyak rumor yang akan muncul.
"Aaaarrrggggghhhhh!!!" Anell frustasi, ia benar-benar menyesalinya. Seharusnya ia kabur, ia kabur ke tempat yang jauh.
"Ya Tuhan!" Ia terjingkat kaget saat keluar dari kamar mandi.
Ada beberapa pelayan berjejer dengan memberikan senyuman yang indah.
"Maaf kami mengagetkan Anda. Ini pakaian Anda dan tuan Arsen. Selamat menikmati malam pertama pernikahan Anda," ujar salah satu pelayan. Sedangkan pelayan lain langsung menaruh kedua pakaian itu ke atas ranjang.
"Selamat malam." Mereka menunduk hormat dan keluar dari kamarnya.
"Apa-apaan ini? Malam pertama pernikahan? Cih." Anell mengacak-acak pakaian itu dan membuangnya ke atas lantai.
"Dia belum juga keluar dari ruangan itu?" Karna penasaran, ia mencoba mendekati pintu ruangan itu. Perlahan ia membuka pintu yang terbuat dari papan kayu dengan ukiran bunga matahari.
"Aaaaa ....."
DUBRAKKK ...
Anell terjatuh karna terlalu terkejut melihat sebuah lukisan yang terpajang persis di depan pintu. Lukisan wajah seseorang yang penuh luka. Matanya, hidungnya dan mulutnya dibuat seperti bukan manusia tapi seperti monster.
"Siapa yang mengijinkan mu masuk ke sini?" Terdengar suara yang berat dan keras.
"Aisshh... Sakit sekali." Anell meringis, pantatnya sakit karna terjatuh ke lantai dengan keras. Ia pikir tadinya ia melihat hantu di hadapannya persis, ternyata hanya sebuah lukisan.
Anell melirik sekilas pada sosok pria yang kini telah menjadi suaminya. Masih dengan rambut panjangnya yang sebahu itu dan sengaja menutupi hampir seluruh wajahnya. Hanya bagian hidung, dahi tengah dan juga bibir yang tampak. Samar-samar ia bisa melihat bekas luka yang terdapat di sebelah kiri wajahnya. Bekas lukanya berwarna kecoklatan agak hitam, menjijikkan memang. Tapi ia memiliki postur yang tinggi, tegap dan kulitnya yang bersih.
"Apa kau lupa???? Beberapa jam yang lalu kita melangsungkan upacara pernikahan. Kita ini sudah suami istri!" tegas Anell dengan berani.
Ini pertama kalinya mereka berbicara. Dan baru sekarang ia bisa mendengar suaranya yang terdengar berat namun seksi.
"Aku tidak pernah menyetujui pernikahan ini! Aku peringatkan padamu. Jika kamu masih ingin hidup, cepat pergilah dari sini atau akan aku pulangkan ke orang tuamu tapi hanya tinggal nama saja!"
DEG.
DEG.
DEG.
"Menyeramkan!" Anell langsung lari tergopoh-gopoh keluar dari ruangan itu. Selain menyeramkan seperti hantu, ia juga terlihat menyeramkan seperti psikopat.
***
Suara-suara yang berisik terdengar hingga ia terpaksa harus terbangun dari tidur singkatnya. Perlahan ia mengucek matanya yang lelah, dengan ia mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Tak ada siapapun yang menemaninya tidur. Suami barunya juga tak tampak. Ia tidur sendirian di ranjang besar ini.
"Nyonya Anell ....."
TOK.
TOK.
TOK.
Ternyata bunyi berisik yang tercipta adalah suara-suara dari pelayan. Dengan kesadaran yang belum penuh ia buru-buru keluar kamar.
"Selamat pagi, Nyonya Anell. Nyonya baru di keluarga besar tuan Samantha," kata mereka berbarengan. Anell merasa takjub dengan kekompakan mereka yang mungkin sudah bekerja di rumah ini lama.
Anell menatap satu persatu wajah pelayan tersebut. Masing-masing mereka membawa sebuah nampan entah berisikan apa.
"Kami membawakan sarapan untuk Nyonya dan tuan Arsen. Jadi, Nyonya tidak perlu turun ke bawah," jelasnya.
"Sarapan???"
Anell merasa tak percaya dengan menu sarapan ala orang kaya. Lauk pauknya banyak sekali. Bisa disebut ini makan besar bukan sarapan. Juga ada buah-buahan yang segar-segar.
Setelah pelayan menutup pintu, Anell langsung mengambil anggur hijau yang menyita perhatiannya.
"Enak. Manis," ujarnya sembari menutup mata.
Saat sedang menikmati aneka buah-buahan yang ada, ia baru teringat akan ponselnya. Ia mencari-cari keberadaan ponselnya. Sejak upacara pernikahan hingga detik ini, ia belum sempat memegang ponselnya.
"Dimana ponselku???" Anell mencari-cari barangnya yang lain seperti sling bagnya, tapi tak menemukan.
"Apa jangan-jangan ketinggalan di gedung pernikahan? Aaaiishhhh.. ceroboh!" Buru-buru Anell ingin keluar kamar tapi saat di ambang pintu ia baru tersadarkan sesuatu.
"Aku belum mandi!" Ia menepuk jidatnya pelan. Dan pakaian yang ia kenakan juga minim. Pakaian tidur yang berbentuk kimono.
Tapi saat ia ingin masuk ke dalam kamar mandi, ia melirik sekilas ruangan yang ditempati Arsen.
"Dia tidak keluar dari situ? Memangnya di dalam ada kamar mandi? Kalau dia kebelet gimana? Terus gak lapar?" Ia ingin sekali masuk ke dalam ruangan itu lagi, tapi ancaman yang diberikan Arsen malam tadi membuat nyalinya ciut.
"Bodo amat!!!"
BRAAKKK!!!
Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Walaupun pernikahan ini terkesan dipaksakan, tapi menikmati hidup sebagai Nyonya di rumah ini sepertinya menyenangkan.
"Tidak apa-apa. Selagi pria itu tidak macam-macam denganku. Aku masih aman. Tidak apa-apa menikah dengan pria menyeramkan. Setidaknya aku masih bisa hidup. Dan aku akan susun rencana untuk keluar dari lingkaran ikatan pernikahan ini tentu dengan cara yang halus!!!!"
Kini semangat Anell mulai muncul. Kesedihan yang ia rasakan beberapa hari ke belakang sempat membuatnya frustasi. Tapi bayangan menakutkan menikah dengan orang asing tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
BRAK!
BRAK!
BRAK!
"CEPATTTTTTT!!!!!"
Saat Anell masih asyik memainkan sabun di tangannya, terdengar dentuman keras yang tercipta dari pintu. Dari suaranya ia mengenali.
"Pria menyeramkan!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!