NovelToon NovelToon

Meraih Kembali Cinta Suamiku

1. Nggak mau dimadu

Assalamualaikum....

Selamat tahun baru dan selamat datang di karyaku yang ke-8 di Noveltoon 🤗

Novel ini merupakan Season ke-2 dari novel "Jodoh Untuk Ustad Yunus"

Jangan lupa subscribe. Berikan dukungan juga berupa like, komen, vote dan hadiahnya.

Happy reading💞

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Aku nggak mau dimadu, Mas!!" seru Yumna dengan lantang.

Ustad Yunus dan pria di depannya itu langsung terperanjat dari duduknya, lantaran kaget melihat Yumna yang tiba-tiba datang. Dia juga terlihat sudah menangis.

"Tolong jangan lakukan itu, Mas! Aku mohon ...."

***

Sebelumnya.....

"Apa Mas nggak apa-apa?" tanya Yumna menatap sang suami yang kini berada di sampingnya.

Keduanya kini menaiki sebuah mobil bersama Papi Yohan dan Mami Soora.

Setelah hampir dua bulan menjalani terapi di rumah sakit pasca kecelakaan, berkat izin Allah akhirnya Ustad Yunus sudah bisa berjalan dengan normal.

"Maksudnya??" Ustad Yunus mengerutkan keningnya, merasa heran dengan pertanyaan sang istri. Pasalnya dia merasa baik-baik saja, tapi mengapa perempuan itu justru bertanya hal demikian?

"Enggak, aku cuma nanya doang kok." Yumna tersenyum tipis, lalu menatap ke arah jendela mobil. 'Apa hanya perasaanku saja, kalau sikap Mas Boy masih saja dingin?? Bukankah masalah di antara kami telah selesai dari semenjak dua bulan lalu?' batinnya sendu.

Dua bulan mungkin bisa dibilang waktu yang singkat bagi sebagian orang, tapi tidak dengan Yumna.

Diwaktu itu, dia mencoba memantapkan hatinya dengan keputusan yang dia ambil, yakni mempertahankan rumah tangganya.

(Flashback On)

"Mempertahankan tapi tidak dengan mencintai saya, begitu?" tanya Ustad Yunus yang berusaha tenang.

"Aku akan mencintai Mas Boy, aku akan mencobanya. Dan juga akan melupakan Kak Glenn," jawabnya.

"Maaf, tapi saya nggak bisa, Dek."

"Nggak bisa?!" Yumna menatap tak percaya. Kedua alis matanya itu bertaut. "Nggak bisa gimana, Mas?"

"Saya nggak bisa melihatmu terpaksa untuk mencintai saya dan melupakan orang yang sangat kamu cintai."

"Siapa yang terpaksa, Mas? Aku sama sekali nggak terpaksa!" tegas Yumna dengan menggeleng cepat.

"Jangan bohong. Pasti Papi 'kan yang maksa kamu."

"Demi Allah Papi nggak maksa Yumna, Boy," sahut Papi Yohan.

"Demi Allah aku juga nggak dipaksa Papi, Mas!" Yumna menimpali lalu menyentuh dadanya. "Ini murni keputusanku! Karena aku nggak mau kehilangan Mas Boy!"

"Nggak perlu bawa-bawa nama Allah. Itu sangat berat."

Setelah dibohongi habis-habisan, rasanya dia tidak bisa semudah itu percaya. Karena bisa saja mereka kembali bersandiwara apalagi posisi ada Umi Mae.

"Apa Mas nggak percaya sama aku?" tanya Yumna yang terlihat sedih. Kedua matanya bahkan sudah becek.

"Iya."

"Lalu, bagaimana caraku supaya Mas percaya? Apa yang harus aku lakukan?" Yumna meraih tangan Ustad Yunus, tapi pria itu menepisnya.

"Saya begitu sulit mempercayai orang yang telah berbohong. Karena biasanya ... orang itu akan kembali berbohong."

"Hiiikks ...." Air mata Yumna akhirnya tak terbendung. Dia menangis tersedu-sedu. "Tolong berikan aku kesempatan, Mas, untuk memperbaiki hubungan kita. Maafkan aku. Aku nggak mau kita berpisah," pintanya memohon.

"Bukannya dulu kamu bilang ingin kembali dengan Glenn? Kenapa sekarang kamu justru berubah pikiran?" Suara Ustad Yunus tak berubah. Masih datar dan acuh, meskipun dia tahu Yumna sudah menangis.

"Kan aku udah bilang, kalau aku nggak mau kehilangan Mas. Aku nggak rela melihat Mas kembali dengan Naya. Mas itu milikku, dan selamanya akan menjadi milikku."

"Memang ada saya bilang mau kembali sama Naya?"

"Enggak." Yumna menggeleng, lalu menatap sebentar ke arah Umi Mae. "Tapi Umi bilang ... Mas sangat mencintainya. Harusnya 'kan Mas cuma mencintaiku, karena aku satu-satunya istri Mas di sini."

"Nak ...," panggil Umi Mae yang perlahan mendekat ke arah menantunya, lalu menyeka air matanya karena dia merasa tak tega melihat perempuan itu menangis. "Kalau memang Yumna punya salah ... tolong maafkan dia. Allah saja 'kan maha pengampun, masa kita sebagai umatnya nggak bisa memaafkan sesama? Apalagi itu istrimu sendiri."

"Aku sudah memaafkannya bahkan jauh sebelum dia minta maaf, Umi," jawab Ustad Yunus. "Tapi untuk mempercayainya lagi, apalagi di belakangnya ada Papi Yohan dan Mami Soora yang diawal sudah membohongi kita ... rasanya itu sangat sulit."

"Lho ... kok jadi bawa-bawa mereka, Nak?" Umi Mae menatap kedua besannya dengan raut bingung. Dia yang tidak tahu apa-apa wajar bertanya seperti itu.

"Siapa yang ingin menjelaskan? Papi atau—"

"Maafkan aku Bu Mae," sela Papi Yohan cepat, sembari menatap besannya dengan penuh penyesalan. "Semua ini terjadi karena rencanaku, karena keegoisanku."

"Maksudnya gimana, Pak?" Umi Mae masih tak paham.

"Aku terlalu terobsesi dengan Boy, untuk menjadikannya menantu. Sampai-sampai aku meminta istriku untuk membuat sebuah rencana."

Umi Mae langsung menatap ke arah Mami Soora. Dan wanita itu tampak gelisah sekarang.

"Aku dan istriku sepakat melakukan kebohongan. Dari mulai mengirimkan sebuah bunga, makanan serta beberapa chat untuk si Boy. Semua itu dibuat seolah-olah Yumna yang melakukan, padahal kami."

Terbelalak Umi Mae, mendengar kenyataan itu. Hatinya pun ikut teriris-iris.

"Benarkah?" Rasanya masih tidak percaya, karena bisa-bisanya mereka setega itu padanya dan Ustad Yunus.

"Iya, Bu." Papi Yohan mengangguk, begitu pun dengan Mami Soora.

"Aku minta maaf, Bu ... Boy," ucap Mami Soora menyesal.

"Jadi Yumna selama ini nggak mencintai Yunus, begitu? Dan tentang kalian yang melamar itu juga bukan keinginan Yumna ... melainkan kebohongan kalian??" Dada Umi Mae terasa memanas. Begitu pun dengan kedua matanya.

"Iya." Papi Yohan dan Mami Soora hanya bisa mengangguk lagi, mengakui kesalahannya.

"Kalau begitu kamu dan Yumna mending pisah aja, Nak!" tekan Umi Mae menatap anaknya. "Untuk apa juga menikah bersama perempuan yang nggak mencintaimu!"

"Enggak, Umi! Jangan lakukan itu!!" Yumna yang terlihat panik langsung bangkit dan memeluk tubuh mertuanya diiringi isak tangis. "Demi Allah aku ingin memperbaiki semuanya, dan mulai belajar mencintai Mas Boy. Tolong berikan aku kesempatan, Umi. Maafkan aku ... hiiikkkss."

"Boy ...." Papi Yohan tampak sudah putus asa. Bingung harus bagaimana, tapi tidak mau semaunya berakhir begitu saja.

"Maaasss ...." Yumna beralih kepada Ustad Yunus. Dia memeluk tubuhnya. "Aku nggak mau kita pisah. Tolong jangan lakukan ini, Mas, aku nggak mau."

Ustad Yunus perlahan memijat dahinya yang terasa pening. Lalu menghembuskan napasnya dengan berat.

Setelah sempat diam memikirkan, akhirnya dia pun ikut mengambil keputusan.

"Baiklah, saya akan memberikan kamu kesempatan, Dek. Tapi ini hanya sekali dan saya nggak mau cuma dari mulut saja, melainkan itu dibuktikan secara nyata."

Mendengar itu, Yumna langsung tersenyum. Kesedihannya yang melanda seketika sirna dan sekarang berganti dengan rasa bahagia di dalam dada.

Perlahan dia pun menangkup kedua pipi suaminya, lalu menggeserkan wajahnya supaya bisa saling menatap.

"Terima kasih, Mas. Aku akan membuktikannya," ungkapnya seraya mencium bibir bibir Ustad Yunus dan seketika membuat pria itu terkejut, dengan kedua mata yang membeliak.

(Flashback Off)

Tapi mungkin, sikap yang ditunjukkan Yumna kepada Ustad Yunus selama ini belum memperlihatkan bahwa dia benar-benar telah membuktikan kalau dia mencintai serta melupakan Glenn.

Berarti dengan ini, Yumna harus lebih keras lagi melakukannya.

'Sabar Yumna ... mungkin Mas Boy perlu waktu. Nggak boleh ngeluh, ini baru permulaan.' Yumna mencoba menyemangati diri sendiri, lalu mengulas senyum.

Ustad Yunus memang mempunyai panggilan kesayangan dari Papi Yohan yakni dengan mengubahnya dengan sebutan Boy, sampai Yumna sendiri pun mengikutinya karena sudah sedari awal orang tuanya yang meminta.

"Apa kalian mau pergi berbulan madu besok?" tawar Papi Yohan yang mengemudi di depan. Dia menatap anak dan menantunya secara bergantian dari kaca depan. "Waktu itu Papi pernah ngomong 'kan sama kamu, Yum, supaya kalian pergi berbulan madu ke Bali? Apa bisa kalian berangkatnya besok saja?"

"Bis—"

"Maaf, Pi," potong Ustad Yunus cepat. "Bukan maksud ingin menolak, tapi besok saya banyak kerjaan sekali. Saya juga nggak bisa melalaikan kewajiban saya untuk mengurus masjid."

Selain menjadi Ustad, Ustad Yunus memang bekerja sebagai marbot masjid. Selain itu juga juga mempunyai usaha sampingan yakni jual beli motor bekas.

"Oohhh begitu, ya??" Papi Yohan terlihat kecewa, meskipun kedua sudut bibirnya telah menyunggingkan senyum demi bisa menutupinya. "Ya udah nggak apa-apa. Lain kali saja kalau kamu nggak sibuk."

Yumna merengut sedih, lalu memalingkan wajahnya kembali ke arah jendela. Padahal dia memang sangat setuju untuk pergi berbulan madu, karena mungkin dengan begitu—sikap suaminya akan bisa kembali seperti dulu.

"Maaf, Dek," ucap Ustad Yunus pelan, nyaris hanya Yumna saja yang dapat mendengarnya.

"Nggak apa-apa kok, Mas."

*

*

Sampainya pada kediaman Ustad Yunus, kedatangan mereka berempat pun disambut hangat oleh Umi Mae—yang merupakan Umi kandung Ustad Yunus.

Kedua besan itu sempat berbincang-bincang sebentar, sampai akhirnya Papi Yohan dan Mami Soora memutuskan untuk pamit pulang.

"Kalau butuh apa-apa kamu hubungi Papi dan Mami, ya? Papi dan Mami akan selalu mendo'akan yang terbaik untuk rumah tanggamu dan Boy, Yum," ucap Papi Yohan sambil merangkul bahu anaknya, lalu menepuk-nepuk pelan pundak kanannya.

Yumna dan Ustad Yunus mengantar mereka sampai teras depan rumah.

"Semoga secepatnya ada Dedek bayi yang hadir diperutmu." Mami Soora perlahan mengelus perut anaknya. Dia sangat berharap sekali untuk bisa memiliki cucu.

'Bagaimana bisa Yumna hamil, Mi, Sedangkan dia sendiri memang nggak mau hamil,' batin Ustad Yunus.

"Aminnn, Mi," sahut Yumna sambil mengulas senyum, lalu meraih tangan kedua orang tuanya untuk dia cium. Ustad Yunus pun melakukan hal demikian.

"Assalamualaikum." Kedua orang tua itu berucap salam sembari melangkahkan kakinya menuju mobil.

"Walaikum salam, hati-hati Mi ... Pi." Yumna dan Ustad Yunus menjawab bersama. Mereka pun menatap kedua orang itu sampai benar-benar menghilang dari hadapannya.

Setelah itu, lantas Ustad Yunus melangkah masuk ke dalam rumah, disusul oleh Yumna hingga keduanya masuk bersama ke dalam kamar.

"Mas mau mandi, ya?" tanya Yumna saat baru saja melihat suaminya mengambil handuk dari dalam lemari.

Pria dengan gelar Ustad itu pun menoleh, lalu mengangguk dan berjalan menuju kamar mandi yang berada dipojok kamarnya.

"Aku ikut, ya, Mas! Aku juga mau mandi!" Buru-buru Yumna mendekat dengan wajah malu-malu. Kedua pipinya bahkan sudah merah merona.

"Maksudnya kamu ingin kita mandi bareng?" tanya Ustad Yunus yang terlihat tak percaya.

"Iya." Yumna mengangguk sembari menundukkan pandangan. Sungguh dia merasa malu sekali, tapi nekat melakukan hal itu supaya bisa meluluhkan kembali hati suaminya. "Kita semenjak menikah belum pernah mandi bareng, kan, Mas? Jadi ayok kita melakukannya."

"Maaf, Dek ...."

Dada Yumna sontak berdenyut ngilu, mendengar kata maaf yang artinya suaminya itu menolak. Karena biasanya Ustad Yunus memang selalu mengucapkan kata itu saat dia ingin menolak sesuatu.

"Bukan saya nggak mau, tapi saya mules, Dek. Jadi nggak mungkin kita mandi bareng." Dia lalu mengusap perutnya, setelah itu langsung masuk dan menutup pintu meninggalkan Yumna.

Perempuan itu terlihat merengut sedih. Entah Ustad Yunus berbohong atau tidak, tapi sejauh ini Yumna kenal—pria itu adalah orang yang jujur.

Namun, meski begitu—tetap saja Yumna merasa sedih karena telah ditolak.

'Diajak mandi bareng aja kamu nolak, Mas, apalagi aku ajak bercinta,' keluhnya dalam hati.

Tok! Tok! Tok!

Kegundahan yang melanda di dalam hatinya seketika terjeda saat dimana Yumna mendengar suara ketukan pintu. Kemudian disusul oleh suara Umi Mae.

"Yunus! Yumna!" serunya setengah memekik.

"Iya, Mi!" Yumna gegas berlari kecil menuju pintu, lantas membukanya.

Ceklek~

"Mana Yunus, Nak?" tanya Umi Mae seraya melongok ke dalam, mencari-cari keberadaan anaknya.

"Mas Boy lagi mandi, Mi. Kenapa memangnya?"

"Oohh itu, ada Pak Cakra datang bertamu. Nanti bilang padanya saja, ya, Nak ... kalau Pak Cakra menunggu diluar."

"Pak Cakra itu siapa, Umi?" tanya Yumna.

"Beliau sih bilangnya Ayahnya Naya, Nak."

"Apa?! Ayahnya Naya??" Yumna sontak memekik dengan kedua mata membulat.

Mendengar nama Naya sungguh membuatnya terkejut dan membuat jantungnya berdebar kencang.

Naya ini dulunya pernah melakukan ta'aruf dengan Ustad Yunus, tapi sayangnya hubungan keduanya harus berakhir sebelum naik ke pelaminan lantaran Ustad Yunus tak mendapatkan restu dari kedua orang tua Naya.

Namun, Yumna tahu jelas jika Ustad Yunus pasti masih menyimpan rasa pada Naya. Begitu pun sebaliknya, yang malah memang secara terang-terangan pernah mengatakan masih sangat mencintai pria itu.

"Mau ngapain Ayahnya Naya ke sini, Umi? Dan apa dia datang bersama Naya juga??"

2. Tolong jangan lakukan itu

"Dia datang sendirian, Nak. Tapi kalau tentang tujuannya ... Umi sendiri nggak ...." Belum sempat Umi Mae meneruskan ucapannya, tapi Yumna sudah keburu keluar dari kamar dengan langkah cepat.

Lantaran penasaran dengan tujuan Ayah Cakra, Yumna pun memutuskan untuk langsung menemuinya.

"Bapak mau ngapain cari suamiku?" tanyanya to the poin, saat dia melihat seorang pria berumur duduk pada salah kursi plastik di teras depan rumah.

"Apa kamu istrinya Yunus?" Bukannya menjawab lebih dulu dari pertanyaan Yumna, Pria itu justru memberikannya pertanyaan balik.

"Iya, tapi Bapak datang mau apa?!" tanyanya sekali lagi dengan sedikit menekan. Aslinya kalau boleh jujur, ingin sekali Yumna langsung mengusir pria itu.

"Aku ingin bertemu Yunus."

"Iya aku tau, tapi alasannya karena mau apa?" geramnya yang akhirnya kesal.

"Kalau soal itu aku—"

"Lho Pak Cakra ...," sela Ustad Yunus yang baru saja datang dengan sedikit terkejut. Dia memakai kaos putih polos dan sarung hitam. Tubuh dan wajahnya terlihat masih basah. Sepertinya sehabis mandi langsung buru-buru keluar. "Ada apa, Pak? Dan Bapak tau darimana rumah saya?" tambahnya penasaran.

"Aku nanya orang yang berada di masjid, yang kebetulan masjid itu adalah masjid dimana kamu bekerja, Nus."

"Oohh gitu." Ustad Yunus mengangguk.

"Kedatanganku ke sini karena ada sesuatu hal yang ingin aku obrolkan denganmu, Nus. Tapi aku ingin kita bicara empat mata saja. Bisa, kan?"

Ustad Yunus langsung mengangguk, lalu menjawab, "Bis—"

"Nggak boleh!!" potong Yumna cepat yang entah mengapa mendadak perasaannya jadi tak tenang. Dia juga seperti mencemaskan suatu yang bahkan dia sendiri tidak tau itu apa.

"Dek, kamu jangan ngomong kayak gitu." Ustad Yunus menasehati istrinya, karena tidak enak pada mantan calon mertuanya yang terlihat sudah memasang wajah masam. "Walau bagaimanapun Pak Cakra itu orang tua dan dia juga tamu di sini. Jadi kamu harus menghargainya."

"Tapi aku perlu tau, Mas, tujuan Ayahnya Naya ke sini mau apa? Bagaimana kalau misalkan dia ingin—"

"Nak ... mending kita masuk dan buatkan kopi saja, yuk!" ajak Umi Mae yang langsung menarik tangan menantunya, kemudian mengajaknya masuk ke dalam rumah. "Umi akan buatkan kalian berdua kopi. Kalian mengobrol lah dulu," titahnya sebelum dia dan Yumna benar-benar sudah menghilang dari balik pintu.

"Yunus ...." Ayah Cakra perlahan berdiri dari duduknya. "Aku mau kita ngobrolnya cari tempat, jangan di sini. Di cafe atau restoran saja, yuk!" ajaknya yang terlihat bersemangat.

"Memang kenapa kalau di sini, Pak?" Ustad Yunus mengerutkan dahi.

"Nggak apa-apa. Cuma aku maunya di restoran saja, ayok!!"

Pria itu langsung menarik tangan Ustad Yunus, kemudian membawanya masuk ke dalam mobil. Ustad Yunus sendiri tampak begitu pasrah sekali diajak Ayah Cakra pergi menggunakan mobilnya. Dan sejujurnya dia teramat penasaran dengan apa yang ingin pria itu obrolkan.

"Lho ... ke mana Mas Boy?"

3 menit kepergian mereka, Yumna keluar dari rumah dengan membawa nampan yang berisikan dua cangkir kopi dan satu toples biskuit.

Itu untuk mereka, tapi justru dia tak melihat suaminya di sana.

"Mas! Mas Boy!!" panggilnya lalu menuju samping rumah. Yumna berpikir pria itu ada di sana, namun sayang tidak ada.

***

Di sebuah cafe mereka berada, duduk disalah satu meja dengan ditemani dua cangkir kopi hitam.

Suasana cafe itu pun tidak terlalu ramai, jadi cocok sekali Ayah Cakra pikir untuk tempat dimana dia bicara serius.

"Sebelumnya aku ingin minta maaf dulu padamu, Nus ... untuk awal pertemuan kita," ucap Ayah Cakra memulai obrolan.

"Kenapa harus minta maaf, Pak? Memang ada yang salah, ya?" Ustad Yunus terlihat tak mengerti.

"Secara tidak langsung aku seperti telah menghinamu, Nus. Dan aku menyesalinya."

"Oh yang tentang itu??" Ustad Yunus menatap lekat mata Ayah Cakra, lalu perlahan mengulas senyum. "Enggak masalah kok, Pak."

"Yunus ... kalau sekarang aku merestui hubunganmu dengan Naya, apa kamu bersedia menikah dengannya?"

"Menikah dengannya?!" Ustad Yunus sontak membelalakkan mata. Dia tampak terkejut dan ingin rasanya dia mencubit pipinya sendiri, karena berpikir ini adalah mimpi.

"Iya, Nus." Ayah Cakra mengangguk cepat. "Dan aku yakin ... kamu pasti masih sangat mencintai Naya, begitu pun sebaliknya."

"Tapi Bapak 'kan tau saya sekarang sudah punya istri. Saya juga sudah mengakhiri ta'arufan saya dengan Naya, Pak."

"Itu sama sekali nggak masalah, Nus!" balasnya cepat. "Aku juga nggak akan memintamu untuk menceraikan istrimu. Sekarang yang perlu kamu lakukan hanya menjadikan Naya istri keduamu."

"Aku nggak mau dimadu, Mas!!" teriak seseorang yang entah awal datangnya dari mana.

Ustad Yunus dan pria di depannya itu langsung terperanjat dari duduknya, lantaran kaget melihat Yumna yang tiba-tiba datang. Dia juga terlihat sudah menangis.

Firasat tidak enak diawal Ayah Cakra datang kini telah terungkap, saat dimana dia mendengar secara gamblang niat pria itu memintanya berbicara empat mata dengan suaminya.

Dan Yumna tidak mungkin akan diam saja.

"Tolong jangan lakukan itu, Mas! Aku mohon ...."

"Dek ... kok kamu bisa ada di sini?" tanya Ustad Yunus seraya berdiri.

"Mas nggak perlu tau aku bisa ada di sini! Intinya aku nggak mau dimadu!! Aku ingin jadi istri Mas satu-satunya!" tegas Yumna yang langsung memeluk erat tubuh Ustad Yunus.

'Ah sial!! Kenapa coba istrinya si Yunus pakai acara samperin ke sini?! Bisa gagal kalau begini ceritanya!' Ayah Cakra menggerutu dalam hati, lalu berdiri sambil menggertakkan giginya.

"Ayok cepat bilang sama Ayahnya si Naya, kalau Mas enggak mau berpoligami. Mas hanya akan menjadi suamiku satu-satunya!" titah Yumna memaksa.

"Tapi, Dek, saya—"

"Dih, Mas .... jadi Mas ingin berpoligami, ya??" Yumna langsung mendongakkan wajahnya, lalu menatap sendu sang suami dengan air mata yang masih berlinang. "Mas kok tega sih sama aku? Katanya Mas mencintaiku, apa rasa cinta Mas sekarang berkurang, ya? Hikkssss ... Mas jahat!!" tambahnya berteriak, tapi Yumna makin mempererat pelukan.

"Bukan, Dek! Bukan begitu maksud saya," balasnya, lalu mengelus punggung sang istri dan menatap kembali ke arah Ayah Cakra yang sedari tadi diam ditempat. "Maaf, Pak, saya nggak bisa. Dan kalau begitu saya permisi pulang sama istri saya," tambahnya pamit.

Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Ustad Yunus sudah lebih dulu pergi dari sana bersama Yumna.

Sebab tangis perempuan itu pun makin kencang, jadi tidak enak didengar pengunjung lain. Ustad Yunus tentunya tak ingin membuat kegaduhan ditempat orang.

'Dasar cengeng dan lebay! Kok mau sih si Yunus menikahi perempuan seperti itu,' batinnya sebal.

Drrttt ... Drrtttt ... Drrttt.

Ponsel Ayah Cakra yang berada di dalam kantong celana tiba-tiba bergetar. Saat diambil, ternyata ada sebuah panggilan masuk dari Noni—sang istri tercinta.

"Halo, Yah ... bagaimana? Ayah sudah berhasil bertemu dengan Yunus, kan?" tanyanya dari seberang sana.

"Sudah, Bun."

"Terus bagaimana? Yunus pasti mau, kan, menikahi Naya?"

"Ayah mau pulang, biar nanti Ayah ceritakan di rumah. Tapi itu gimana dengan kondisi Naya, Bun?"

...****************...

...Sekedar informasi kalau novel ini akan berlanjut dan dikontrak kalau pembacanya banyak dan masuk bab terbaik, ya, Guys 🙏...

...Karena Author nggak mau dirugikan di sini. Ditambah Author lihat... pembaca dari season pertama nggak semuanya mampir ke sini, padahal Author buat s2 'kan atas permintaan kalian juga 🥲...

3. Ingin punya anak

"Naya masih belum mau makan. Dia juga mengacak-acak kasur, Yah," jawab Bunda Noni, lalu meneruskan sembari menangis. "Tapi kalau Yunus nggak segera menikahi Naya ... kita sepertinya harus membawanya ke RSJ, Yah."

"Enggak perlu, Bun!" tegas Ayah Cakra. "Sekarang Bunda tunggu Ayah, Ayah akan secepatnya pulang ke rumah."

"Iya, Yah. Hati-hati dijalan."

Ayah Cakra langsung mematikan panggilan, kemudian memanggil pelayan cafe untuk membayar pesanan.

Setelah itu barulah dia melangkah keluar dari sana sembari tertegun dalam hati.

'Kalau tau begini ujungnya ... diawal aku nggak akan menolak lamaran Yunus,' batinnya frustasi.

***

"Deeekk ... udahan nangisnya."

Selama dalam perjalanan pulang menaiki mobil taksi, Yumna terus menerus menangis.

Diminta berhenti oleh Ustad Yunus pun nyatanya dia seolah tak mendengar. Jadi pria itu merasa bingung sendiri harus berbuat apa.

Dan disisi lain, seketika saja Ustad Yunus jadi mengingat momen pertemuannya tadi dengan Ayah Cakra.

Aneh sekali rasanya, mengapa pria itu tiba-tiba memintanya untuk menikahi Naya. Apalagi sampai menjadikannya istri kedua.

'Apa ada sesuatu yang terjadi sama Naya, ya?' batinnya berpikir.

Sepertinya tidak mungkin pria itu melakukan hal semacam itu jika tidak ada penyebabnya. Ustad Yunus pun tahu betul, bagaimana Ayah Cakra yang dulunya tidak menyukainya.

'Ah semoga saja nggak ada apa-apa. Ya Allah ... tolong lindungi Naya. Kalau misalkan dia sedang sakit tolong sembuhkan lah. Naya adalah perempuan yang sangat baik. Aku akan ikut bersedih jika melihatnya sakit,' batinnya berdo'a.

*

"Udahan, Dek, nangisnya. Ini sudah sampai rumah ... nggak enak kalau Umi tau," tegur Ustad Yunus dengan lembut, saat tak terasa akhirnya mobil taksi yang mereka tunggani berhenti di depan rumah.

'Memang kenapa kalau Umi tau?! Apa Mas takut? Mas tega sih bener sama aku,' batinnya kesal.

Setelah membayar ongkos taksi, Ustad Yunus lantas mengajak istrinya masuk ke dalam rumah. Dan bertepatan sekali dengan Umi Mae yang baru saja keluar dari dapur.

"Ehhh ... ternyata kalian pergi berdua? Umi kira ke mana. Tapi kenapa nggak pamit dulu?"

Saat Yumna berhasil menyusul Ustad Yunus, perempuan itu memang tidak pamit kepadanya. Jadi wajar Umi Mae bertanya demikian.

"Iya, Umi, Maaf," jawab Ustad Yunus. "Eemmm ... Kalau begitu aku sama Dek Yumna masuk dulu ke kamar, ya? Ini juga sudah mau Magrib."

"Ya udah. Tapi itu Yumna nggak kenapa-kenapa, kan, Nus?? Kok kayak nangis?" tanya Umi Mae yang memerhatikan menantunya.

Perempuan itu masih bersembunyi dibalik kaos suaminya. Pelukannya pun masih belum terlepas sama sekali.

"Dek Yumna hanya sedang salah paham padaku, Umi. Biar aku jelaskan padanya. Kami mau masuk dulu ke kamar, ya?"

"Ya udah sana." Umi Mae langsung mengelus rambut menantunya, kemudian membiarkannya masuk bersama sang anak. "Apa mereka ada masalah? Tapi semoga sih benar apa yang dikatakan Yunus benar ... itu hanya salah paham. Dan kira-kira ... Apa, ya, yang sempat Ayahnya Naya obrolkan dengan Yunus? Apa itu sesuatu yang penting?" Monolognya penasaran.

Umi Mae lantas berlalu keluar dari rumah, hendak menuju ke warungnya sebab ingin dia tutup.

"Sekarang kamu mandi, Dek, biar kita bisa sholat Magrib bareng," titah Ustad Yunus saat keduanya duduk di atas kasur.

Perlahan, kemudian akhirnya Yumna melepaskan pelukannya.

"Bukannya tadi Mas bilang kalau Mas mau jelaskan padaku, supaya nggak salah paham? Kok nggak langsung menjelaskan sekarang sih, Mas?" tanya Yumna menagih. Kedua tangannya itu langsung mengusap kedua pipinya yang basah.

"Oh iya, kamu nggak perlu salah paham dan berpikir seperti itu, Dek. Karena aku disini nggak ada niat untuk berpoligami."

"Seriusan, kan, Mas?" Meskipun sudah mendengar pernyataannya, nyatanya Yumna belum bisa percaya sepenuhnya.

"Serius lah, Dek. Tapi saya meminta syarat padamu. Apakah bisa?"

"Syarat??" Kening Yumna seketika mengerenyit. "Syarat apa, Mas?"

"Berhentilah ber-KB, karena saya ingin punya anak, Dek."

"KB?!" Yumna masih terlihat bingung. "Lho ... memang siapa yang KB, Mas?"

"Kok kamu nanya balik, sih, Dek?" Tatapan mata Ustad Yunus seketika menajam. Dia merasa tak puas dengan jawaban Yumna. "Kamu pikir saya nggak tau, ya, kalau selama ini kamu minum pil KB?"

Yumna sontak membulatkan matanya. Segera dia pun berlari menuju nakas untuk mengambil tas jinjingnya kemudian merogoh ke dalam.

Sepertinya apa yang suaminya maksud itu berhubungan dari benda di dalam tasnya.

"Apa Mas lihat pil KB yang ada di sini?" Yumna langsung menunjukkan selembar pil KB yang tak ada satu pil disana.

"Iya." Jawaban Ustad Yunus membuktikan kalau memang itu benar. "Selama ini kamu minum pil, kan, karena nggak mau punya anak dari saya?" tebaknya yang tampak kesal.

"Dih, Mas, bukan begitu kok." Yumna menggeleng cepat. Jangan sampai karena perkara ini hubungannya dengan sang suami kembali tak baik.

"Lalu??"

"Pil KB ini memang punyaku, dan aku pernah meminumnya. Tapi hanya sekali, Mas ... setelah kita berhubungan badan."

Yumna ingat, pil KB itu dibeli dan diminum dihari setelah keduanya melakukan malam pertama. Dan yang membelinya pun Nadia, asistennya. Tapi atas permintaan Yumna.

"Kita juga 'kan berhubungan badan cuma sekali, Dek."

"Iya, itu benar." Yumna mengangguk cepat. "Tapi aku nggak akan meminumnya lagi, Mas. Kan aku ingin memperbaiki rumah tangga kita."

"Kalau nggak akan meminumnya, terus kenapa masih kamu simpan?" Ustad Yunus terlihat tak percaya. Wajar saja karena dia sudah sering dibohongi, jadi tak mudah baginya untuk semudah itu percaya.

"Aku hanya lupa membuangnya, dan sekarang aku akan buang pil KB ini, Mas." Yumna langsung menuju tempat sampah yang berada dipojok ruangan, lalu melemparkan benda itu.

"Bagaimana bisa saya percaya kalau kamu nggak akan memunggutnya lagi, Dek?!"

"Apa Mas mau pil KB ini aku bakar?"

"Terserah."

"Ya udah aku bakar sekarang." Supaya Ustad Yunus percaya, Yumna akan langsung melakukannya.

Segera dia pun memungut benda itu, kemudian melangkah membuka pintu kamar.

"Mau ke mana?"

Pertanyaan dari Ustad Yunus seketika menahan langkah kaki Yumna. Dia juga langsung menoleh. "Kan aku mau bakar pil KB ini, Mas. Dan nggak mungkin juga aku membakarnya didalam kamar. Iya, kan?"

"Kalau misalkan sudah dibakar, tapi nanti kamu membelinya lagi ... itu bukannya akan jadi sia-sia saja, ya??" Tampaknya, Ustad Yunus masih belum percaya.

"Lho, siapa juga yang mau beli pil KB lagi, Mas?"

"Ya kamu, Dek. Saya 'kan nggak tau. Bisa saja kamu membelinya secara diam-diam."

"Enggak, Mas." Yumna menggeleng. "Aku nggak akan membelinya lagi."

"Bagaimana bisa saya percaya?"

"Lho, Mas ... jadi aku musti gimana dong supaya Mas percaya padaku?" Yumna jadi bingung sendiri, karena nyatanya pria itu masih tidak percaya padanya.

...Sabar, Yum 🙈...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!