NovelToon NovelToon

Bangkitnya Tuan Muda Lumpuh

Kesempatan Kedua

...⦆⦈⦇⦅...

“Kesepian ini bisa membunuhku secara perlahan.”

Laveron Mirabeth memandang sekitarnya yang sepi. Langit biru yang membentang sejauh mata memandang dan angin yang membelai rambut hitamnya.

Tempat ini bernama alam para dewa dan sudah menjadi tempat tinggalnya sejak Laveron terbunuh karena sihir dari seorang penyihir hitam bernama Destroy. Kini yang bisa dilakukannya hanyalah menikmati kesunyian yang ada.

“Laveron, apa kamu ingin hidup kembali?” Laveron menoleh ke arah seorang pria dengan rambut hitam dan mata emas yang mendekat ke arahnya.

Laveron mengerutkan kening dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, Tuan Aabai. Bohong jika aku tidak ingin hidup kembali.”

Seorang wanita dengan mata kuning dan rambut biru yang tergerai indah mendekat ke arah Laveron dan langsung merangkul bahu sang pemuda.

“Bagus. Kami akan memberikannya kepadamu. Ini juga bentuk penebusan rasa bersalah kami kepadamu.”

Laveron menatap wanita di sampingnya, Ochid. Seorang dewi yang mengambil wujud sebagai anggrek biru untuk penyamarannya.

“Lalu dunia seperti apa itu? Aku yakin itu bukan dunia asalku.”

Aabai menganggukkan kepalanya dan menata Ochid. Wanita itu melepaskan rangkulannya dari Laveron dan menjentikkan jarinya. Manik navy Laveron menatap layar yang muncul di depannya dan pulau-pulau yang terapung di udara.

“Saat mencari solusi tentang reinkarnasi dirimu. Kami menemukan serpihan jiwamu di dunia ini, Laveron. Itu adalah serpihan asli jiwamu sebagai Caron.”

Laveron tersentak dan menatap Aabai. Apa itu mungkin? Sebelum menjadi Laveron Mirabeth, dirinya hanya manusia biasa dengan identitas sebagai Caron Ajerta.

Lalu kecelakaan itu terjadi di dunia asalnya, membuat dirinya transmigrasi ke dalam novel dan menjadi Laveron Mirabeth.

“Saat kamu transmigrasi untuk pertama kalinya, jiwamu terpecah menjadi dua. Beberapa bagian keluar dari tubuh barumu sebagai Laveron Mirabeth dan menuju dunia lain.”

Laveron kembali menatap dunia baru yang berisi pulau-pulau terapung itu. Pygena. Itulah dunia baru dimana serpihan jiwa aslinya berada. “Lalu apa yang terjadi jika aku tidak mengambil serpihan jiwa itu?”

Aabai menatap Ochid. “Kamu mungkin … tidak bisa lahir lagi sebagai manusia. Kamu akan menjadi hewan atau kupu-kupu yang terbang bebas di langit. Tanpa identitas, tetapi tetap membawa ingatan saat menjadi manusia.”

Laveron mengerutkan keningnya. Itu cukup mengerikan. Membawa ingatan sebagai manusia, tetapi terjebak di dalam tubuh hewan.

“Kalian hanya membuang-buang waktu.”

Laveron menoleh saat mendengar suara lain di belakangnya. Ochid dan Aabai hanya diam saat melihat pria dengan mata coklat terang dan rambut merah dengan ujung perak menatap tajam mereka.

“Singkat saja, Laveron. Kamu harus mengambil kesempatan ini. Kumpulkan kembali serpihan jiwamu, agar kekuatan di dalam dirimu tidak hilang.”

Ochid berdecak kesal dan memukul pelan bahu pria tersebut. “Jelaskan dengan baik, Grein. Sebagai dewa semesta kamu seharusnya paham dengan hubungan sebab-akibat waktu.”

Grein berdecak kesal dan kembali menatap Laveron. Bagaimana caranya menyampaikan hal rumit dan penuh sejarah itu kepada pemuda di depannya.

“Pertanyaanku hanya satu dan hal itu akan mewakili semuanya. Kamu bilang kamu bersedia untuk hidup kembali, bukan?”

Laveron menganggukkan kepalanya dan menatap senyum kecil di wajah Grein. “Baik, yang perlu kamu lakukan hanyalah menutup matamu dan serahkan semuanya kepada kami.”

“Hei! Tunggu dulu, Grein! Bukankah ada ritual pemurnian jiwa dulu?”

Grein berbalik menatap Orchid yang membawa beberapa anggrek biru bersama bulu emas di tangannya.

“Apa itu perlu?” Aabai menganggukkan kepalanya, sedangkan Laveron hanya diam menatap interaksi ketiga dewa di depannya.

Ochid mulai menggumamkan mantra yang tak Laveron ketahui dan setelah wanita itu selesai mengucapkannya, bulu-bulu emas itu beterbangan bersamaan dengan lingkaran sihir berwarna merah yang muncul di bawah Laveron.

Laveron mendongak dan memandang ketiga dewa yang saling beradu mantra di depannya. Manik kuning Ochid bertemu dengan manik navy Laveron. “Kami para dewa semesta, merestui jiwa di depan kami untuk memulai kehidupan barunya.”

“Kami mengizinkan dirinya membawa berkah ingatan sebagai bekal untuk memulai kehidupannya.”

Aabai menatap Laveron dan menggerakkan tangannya. “Selamat, Laveron. Perjuangkan kehidupan barumu dan jangan sampai kematian datang menjemputmu.”

...***...

Laveron mengerutkan keningnya saat samar-samar mendengar samar-samar suara di dekat telinganya. Pemuda itu dengan malas membuka mata dan menatap lampu gantung yang berkilau di atas kepalanya. Laveron langsung bangkit dan kaget menatap sekitarnya.

Inikah dunia baru itu? Batin Laveron menyapu pandangannya.

“Tuan Muda Caron? Anda baik-baik saja?” Laveron menoleh dengan cepat saat mendengar seseorang kembali memanggilnya dengan namanya yang lain.

“Siapa? Aku?”

Pria dengan mata perak dan setelan jas berwarna coklat itu mengerutkan keningnya dan menyentil pelan dahi Laveron yang langsung berteriak kaget.

“Jangan main-main, Tuan Muda. Anda harus hadir makan pagi bersama nona muda hari ini. Apa Anda lupa? Apa ini sandiwara baru Anda karena tidak ingin bertemu nona muda? Saya tidak terima apa pun alasan Anda!”

Laveron menatap malas pria yang mengoceh di sampingnya. Pemuda itu mengerutkan keningnya saat tak bisa menggerakkan kakinya. Laveron segera menyibak selimutnya dan menatap kakinya yang baik-baik saja.

“Hei, kenapa kakiku tidak bisa digerakkan?” Pria dengan mata perak di samping Laveron mengerutkan keningnya.

Apa Tuan Muda amnesia? Apa terkena lemparan telur di kepala bisa membuat seseorang amnesia? Batin pria itu menghela nafas dan menarik kursi roda di sisi lain tempat tidur Laveron.

“Anda kecelakaan empat tahun yang lalu, Tuan Muda. Sejak saat itu kaki Anda lumpuh dan kekuatan Anda hilang. Anda berhenti memimpin perusahaan dan nona muda menggantikan Anda dan nama saya Veistar. Apa penjelasan saya sudah menghilangkan tanda tanya di kepala Anda?”

Pria yang cepat tanggap. Mari kita cari informasi lebih lanjut. Batin Laveron menganggukkan kepalanya dan segera menggeser tubuhnya ke kursi roda yang sudah disiapkan Veistar.

“Jadi, tahun berapa saat ini? Umurku?” Veistar tersenyum hambar dan menarik nafasnya panjang.

“Sekarang kita berada di tahun 2050 dan umur Anda 24 tahun. Apa Anda benar-benar amnesia, Tuan Muda? Hanya karena kepala Anda terkena lemparan telur?”

Laveron menoleh ke arah Veistar yang menatapnya penuh tanya. Alasan yang konyol memang, tapi dirinya tak punya pilihan lain. Amnesia adalah alibi terbaik dirinya sambil mengumpulkan informasi.

Laveron menganggukkan kepalanya, sedangkan Veistar menghela nafas dan membantu Laveron untuk mempersiapkan kebutuhan paginya.

Pemuda yang Laveron ketahui bertugas sebagai sekretaris dan pelayannya itu meninggalkan pakaian yang akan dirinya gunakan di dekat pintu.

Laveron menatap kursi rodanya yang otomatis bergerak dan menyesuaikan diri saat terkena air. Kursi roda itu mulai terpisah menjadi beberapa bagian dan menyisakan tempat yang menjadi tempat duduk Laveron. Laveron menatap pantulan dirinya dari cermin yang berada tak jauh darinya.

Fisik yang sama, mata navy yang bersinar terang dan juga rambut hitam legamnya. Laveron juga ingat dari kalimat Veistar bahwa dirinya punya kekuatan yang kembali tidak aktif semenjak kakinya lumpuh.

Laveron berusaha menggali ingatannya dan menemukan petunjuk lainnya. Sayangnya, satu-satunya hal yang bisa diingat hanyalah namanya.

“Jadi namaku tetap Caron di dunia ini? Caron Ajerta Lacrymos?” Laveron tertawa kecil menatap bayang dirinya.

Pemuda itu mengepalkan tangannya dan mengibaskan rambutnya yang basah oleh air. “Saatnya menjelajahi dunia baru!”

...⦆⦈⦇⦅...

Mencari Informasi

...⦆⦈⦇⦅...

Caron (Laveron) keluar dari kamar mandi dengan setelan jas hitam yang akan digunakannya untuk makan bersama. Veistar menatap Caron yang keluar dengan kursi rodanya.

Pria itu segera berjalan ke arah Caron dan membawa kursi roda pemuda itu keluar ruangan. Manik navy Caron memandang lorong di depannya yang dijaga oleh beberapa penjaga.

Mereka semua menundukkan kepala saat kursi roda Caron lewat, tetapi manik navy Caron bisa melihat dengan jelas ejekan yang terlontar dari mereka setelah Caron melewati mereka.

Heh. Jadi ini duniaku sekarang. Batin Caron tersenyum miring dan menyandarkan tubuhnya ke kursi roda di belakangnya. Sementara itu Veistar mengerutkan keningnya menatap betapa tenangnya Caron.

Tidak biasanya beliau setenang ini. Apa dia benar-benar amnesia? Batin Veistar menganggukkan kepalanya ke arah penjaga yang berjaga di depan pintu ruang makan.

“Kita masuk, Tuan Muda.” Caron menganggukkan kepalanya dan menatap pintu ruangan yang terbuka.

Manik navy Caron bertemu dengan manik coklat terang wanita yang duduk di atas kursi di meja makan itu.

“Selamat pagi, Nona Muda Canoa.” Wanita itu menganggukkan kepalanya saat Veistar menyapanya dan membawa Caron mendekat ke kursi di depannya.

Caron memandang wanita yang menjadi adiknya itu. Canoa Renjana Lacrymos. Nama yang mirip dengan nama adiknya dahulu.

Veistar menatap interaksi hening dan dingin kedua saudara Lacrymos itu. Pria itu menghela nafas dan langsung menghidangkan makanan di atas meja.

Canoa menatap Caron, nona muda keluarga Lacrymos itu mengerutkan keningnya menatap sikap tenang Caron dan kembali menatap Veistar.

“Ah itu, Tuan Muda tampaknya mengalami amnesia, Nona Muda.”

Canoa kembali menatap Caron yang makan dengan santainya, seolah pemuda itu sudah tak makan selama satu tahun. Sangat lahap dan tidak mencerminkan perilaku seorang tuan muda.

Apa yang sebenarnya terjadi? Batin Canoa tampak resah dan belum menyentuh makanan di depannya.

“Tidak perlu khawatir. Semua baik-baik saja.”

Caron menatap sang adik, Canoa. Wanita itu segera mengalihkan pandangannya saat manik navy Caron menatapnya intens.

“Baiklah. Jika terjadi sesuatu, jangan lupa untuk mengabariku, Veistar.”

Veistar yang berdiri di belakang Caron menganggukkan kepalanya, sedangkan Caron menatap Canoa yang berjalan keluar ruangan.  Mata navy Caron menatap sarapan Cona yang tersisa setengah.

Jika makan segitu dia akan kekurangan gizi. Batin Caron melirik Veistar yang berdiri di belakangnya.

“Ya? Ada apa, Tuan Muda?” Caron tersenyum kecil menatap kepekaan pelayan sekaligus sekretarisnya itu.

“Aku punya ruangan kerja di rumah ini, kan? Antar aku ke sana! Ada hal yang ingin aku tanyakan denganmu.”

Veistar menganggukkan kepalanya dan kembali mendorong kursi roda Caron, sedangkan para pelayan yang berada di sekitar mereka mulai berbisik akan perubahan sikap tuan muda mereka.

...***...

Veistar menatap Caron yang sibuk menatap peta dan buku-buku di depannya. Pria itu kemudian duduk di sofa di depan Caron dan menunggu instruksi dari tuan mudanya itu.

Caron mendongak dan menatap Veistar. “Aku butuh informasi.”

Veistar mengerutkan keningnya. “Informasi? Informasi seperti apa, Tuan Muda?”

“Semuanya. Apa yang sedang terjadi di dunia ini? Seperti apa situasi perusahaan yang dipimpin adikku dan hubunganku dengannya.”

Veistar terdiam saat menatap wajah serius Caron. Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kesampingkan sikap tidak peduli Caron bertahun-tahun sebelumnya, kini tuan mudanya itu berniat kembali sebagai keturunan Lacrymos.

Walaupun Veistar bingung dengan Caron yang melupakan hal-hal dasar dari dunia tempat mereka berada.

“Saya akan menjawabnya, Tuan Muda.  Yang pertama tentang dunia kita. Anda melihat bukan kalau pulau kita dan beberapa pulau lainnya terapung? Semua terjadi sekitar dua puluh tahun yang lalu. Saat itu ada virus erchi yang menyerang dunia dan umat manusia hampir kehilangan separuh populasinya.”

Caron menyimak dengan tenang penjelasan Veistar sambil minum teh yang sudah disediakan Veistar sebelumnya.

“Umat manusia yang tersisa mulai membangun camp pertahanan dan mencari cara untuk bertahan hidup. Saat itu manusia sudah terbagi menjadi tiga kepemimpinan. Keluarga Lacrymos yang fokus pada pertahanan , keluarga Flowlax yang fokus pada kemampuan fisik dan juga keluarga Engyna yang fokus di teknologi.”

Caron mengerutkan keningnya saat ingatan dari tubuhnya ini mulai terbuka. Beberapa ingatan tentang kehancuran dan serangan para mutan yang terinfeksi virus erchi mengalir di benaknya.

Jadi, jika mereka terinfeksi virus erchi itu … tubuh mereka akan menghijau dengan kesadaran seperti zombie? Dunia yang menarik. Batin Caron menatap Veistar yang terdiam.

“Jadi, karena itulah mereka pulau terapung ini hadir?”

Veistar mengangguk dan tertawa senang. “Benar. Sudah saya duga Anda memang pintar, Tuan Muda.”

Caron mengerutkan keningnya dan menatap Veistar yang masih tertawa. “Hah? Apa maksudmu? Jadi, selama ini aku bodoh?”

“Ya. Anda bertingkah seperti orang bodoh dan kehilangan jiwa. Anda marah-marah tak jelas dan bahkan hampir melukai nona muda.”

Veistar terus mengoceh tentang sikap buruk Caron, sedangkan pemuda dengan mata navy itu menghela nafas dan mengusap wajahnya.

Hah … betapa bodohnya aku di dunia ini. Batin Caron menatap Veistar yang tetap semangat mengoceh.

Pria itu segera menghentikan kalimatnya dan menatap wajah pasrah Caron. Veistar langsung bangkit dari duduknya dan bersujud di samping kursi roda Caron.

“Maafkan saya, Tuan Muda! Saya tidak bermaksud menjelekkan Anda, tapi itu memang fakta sih! Tapi jangan bunuh saya, Tuan Muda! Saya belum menikah!”

Caron hanya tersenyum pasrah mendengar kalimat Veistar.

“Hei, sudahlah! Kembali ke tempatmu, Veistar. Jelaskan tentang hubunganku dan Canoa.”

Veistar terdiam dan tampak berpikir. Ada keraguan yang terlihat jelas di wajah pria dengan mata perak itu.

“Saya harap setelah mendengar ini … Anda tidak membunuh saya, Tuan Muda.”

...***...

Caron menatap langit biru dari kamarnya. Pria muda itu menghela nafas saat kembali teringat dengan kalimat Veistar.

“Anda menjaga jarak dari nona muda, karena kehilangan kursi kepemimpinan di perusahaan.”

Kenapa diriku di dunia ini sangat bodoh? Batin Caron menghela nafas lelah.

Caron Ajerta Lacrymos adalah penerus utama dari keluarga Lacrymos. Saat kecelakaan yang menimpa keluarga Lacrymos empat tahun yang lalu, mereka kehilangan orang tua mereka.

Caron berhasil selamat, tetapi dengan kondisi yang lumpuh dan kekuatan telekinesisnya yang hilang, sedangkan sang adik Canoa Renjana Lacrymos juga sempat koma selama satu bulan.

Saat bangun, sang adik justru mendapatkan berkah kekuatan alam. Sejak itulah Caron menjaga jarak dari Canoa.

Hal itu sudah menjadi rahasia umum di kediaman Lacrymos. Kekuasaan membuat hubungan darah itu mengalami perpecahan dan Caron sendiri yang memutuskannya. Canoa tidak punya pilihan selain mengambil alih kursi kekuasaan keluarga Lacrymos saat Caron sendiri tak mampu mengurus dirinya.

“Aku harap … Abang tidak membenciku.”

Kalimat Canoa itu mengalir dalam benak Caron. Pria itu mengusap wajahnya kasar. Saat dulu dirinya mati-matian menyelamatkan sang adik dan menjaganya sepenuh hati, dirinya di dunia lain justru melakukan hal sebaliknya.

Manik navy Caron menatap jemari tangannya dan menatap sebuah mobil yang masuk ke halaman rumah mereka. Mata navy dan mata coklat terang itu kembali bertemu.

Caron menguntai senyum kecil di wajahnya membuat kaget  sosok Canoa yang baru saja pulang dari perusahaan itu.

Dia berubah? Apa mungkin karena lemparan telur itu isi kepalanya kembali pada tempatnya?

...⦆⦈⦇⦅...

Jangan lupa tinggalkan like dan komentar ya 🌺

Menjalin Komunikasi

...⦆⦈⦇⦅...

Caron yang sedang berada di taman mansion keluarga Lacrymos itu menatap dua pulau terapung di sekitarnya. Pygena adalah nama dari ketiga pulau terapung di sekitarnya.

Pulau tempat Caron tinggal diberi nama Pygena L dan dipimpin oleh keluarga Lacrymous yang menggunakan bendera biru. Pulau ini juga merupakan pulau terbesar dari tiga pulau lainnya.

Pulau dengan bendera merah yang tampak berkibar itu adalah Pygena F dipimpin oleh keluarga Flowlax, sedangkan pulau lainnya dengan bendera ungu adalah Pygena E yang dipimpin oleh keluarga Engyna.

Sesuai perkataan Veistar ketiga pulau ini diberi batas berupa ladang melati yang ditanam di sekeliling pulau. Transportasi yang digunakan pun adalah pesawat atau tidak sihir teleportasi. Hm … ini menarik. Batin Caron menatap pesawat yang terbang di atasnya.

Caron yang sibuk menatap pesawat di atasnya tak menyadari seseorang berdiri di belakangnya. Rambut hitam sepunggung itu tampak bergerak terkena angin di halaman. Canoa, yang baru saja pulang itu menatap Caron dengan pandangan ragu.

“Anda bisa berbicara dengannya, Nona Muda.” Canoa menoleh saat melihat Veistar berdiri di sampingnya.

Canoa menggelengkan kepalanya dan tersenyum sendu.

“Tidak perlu, Veistar. Biarkan saja … aku tidak ingin mengganggu waktu santai Abang. Lagipula jarang sekali bisa melihat Abang menikmati waktunya seperti ini.”

Canoa berbalik dan berjalan menuju kamarnya meninggalkan Veistar yang hanya diam menatap punggung Canoa.

Caron melirik Veistar yang terdiam di tempatnya. Dirinya mendengar percakapan keduanya dan hanya bisa diam.

Seburuk itukah sikapku? Hah … jika ingin hidup damai … hal pertama yang harus aku lakukan adalah  selesaikan konflik dengan Canoa! Batin Caron berbalik dan menggerakkan kursi rodanya ke arah Veistar.

“Ya, Tuan Muda?” Veistar kembali tersenyum saat Caron mendekat.

Mata navy Caron menatap serius Veistar yang masih setia menunggu perintahnya. “Aku butuh bantuanmu, Veistar. Siapkan semuanya tanpa banyak tanya!”

...***...

Canoa yang baru saja keluar dari kamarnya itu mengerutkan kening menatap kesibukan pelayan di sekitarnya. Wanita itu mendekat ke arah Aryl yang bertugas sebagai kepala pelayan di rumah mereka.

“Ah, sarapan akan segera siap, Nona Muda.”

Canoa mengerutkan keningnya menatap pria dengan mata emerald dan rambut coklat di depannya.

“Bukankah sebelumnya aku bilang tidak perlu siapkan makan malam untukku?”

Aryl Rounda tersenyum canggung dan melirik sekitarnya. “Tuan Muda Caron yang memintanya, Nona Muda. Kami diperintahkan untuk menyiapkan makanan yang banyak.”

Canoa terdiam dan menatap Aryl yang pamit hendak melakukan pekerjaannya.

Apa ini rencana baru abang? Apa lagi yang ingin abang lakukan? Batin Canoa resah dan hendak berjalan menuju kamarnya.

“Ah, kamu di sana, Canoa?!”

Canoa berbalik dan memandang Caron yang bergerak dengan kursi roda ke arahnya. Perasaan Canoa tampak campur aduk dan hal itu terlihat dari raut wajahnya.

Caron tentu saja menyadari semua hal itu. Mata navy Caron menatap sang adik yang mengalihkan pandangan secara perlahan.

“Apa kamu bisa menemaniku sebentar?”

Canoa menatap Caron dan menganggukkan kepalanya. Wanita itu segera mengikuti kursi roda Caron yang mampu bergerak sesuai kendali otak penggunanya.

Canoa ingat saat dulu dirinya memberikan kursi roda itu kepada Caron, pipinya langsung menjadi samsak dari kemarahan Caron. Rasa sakitnya masih terasa jelas oleh Canoa hingga sekarang.

Mata coklat terang Canoa menatap rambut hitam Caron dan melirik helai rambut hitamnya. Satu-satunya hal yang mengikat jelas hubungan mereka adalah rambut hitam khas keluarga Lacrymos.

Mata navy Caron adalah mata yang diturunkan dari kepala keluarga sebelumnya dan secara sah memastikan Caron sebagai penerus keluarga. Hanya saja, kecelakaan yang menimpa keluarga mereka menjadi titik balik semuanya.

Canoa masih ingat dengan pesawat yang mereka tumpangi saat itu. Tidak ada keanehan selain suara ledakan yang terdengar di bagian belakang pesawat. Canoa yakin itu adalah rencana musuh keluarga mereka yang menginginkan kejatuhan Lacrymos.

“Jangan lepaskan tanganku, Canoa!”

Canoa ingat Caron yang mati-matian menggunakan kekuatannya untuk menahan laju dirinya dan Canoa yang terus jatuh bebas menuju laut di bawah mereka.

Keduanya melihat dengan mata kepala sendiri, akhir hidup dari orang tua mereka yang terkenal ledakan di dalam pesawat. Canoa yang terkena cipratan d*rah dari orang tua mereka hanya bisa diam saat Caron terus menarik tubuhnya untuk menyelamatkan diri.

Canoa menatap jemari tangannya yang merindukan genggaman tangan besar dan hangat Caron.

“Apa yang kamu pikirkan?” Canoa tersentak dan menatap Caron yang tersenyum kecil ke arahnya.

Rasa rindu mekar di hati Canoa, tetapi wanita muda itu segera menepis perasaan di dalam hatinya. Canoa menatap sekitarnya dan menyadari dirinya berada di bagian atap mansion mereka.

Ada beberapa bunga dandelion yang hadir di sudut ruangan membuat Canoa tanpa sadar tersenyum kecil. Hal itu tidak luput dari perhatian Caron yang merasa puas dengan idenya.

Untunglah dirinya sempat mengingat bunga kesukaan Canoa. Bunga dandelion. Manik navy Caron menatap dandelion yang terbang terbawa angin.

“Aku minta maaf.” Canoa yang sedang sibuk menatap dandelion itu menoleh ke arah Caron yang berada di sampingnya.

Mata coklat terang Canoa menatap senyum sendu di wajah Caron.

“Untuk apa?” Canoa bersuara pelan dan menatap dandelion di depannya.

Caron melirik Canoa dan terkekeh. “Aku yakin kamu tahu yang aku maksud. Untuk semuanya, Canoa. Perlakuan dan perkataan kasar yang aku lakukan.”

Canoa menggigit bibirnya dan mengepalkan tangannya. “Apa ini rencana baru, Abang? Membuatku kembali berharap lalu setelah itu Abang kembali bersikap seenaknya? Permintaan maaf itu bukan permainan, Bang!”

Caron hanya diam dan menatap ke depan. Beberapa kenangan tentang sikapnya kepada Canoa berputar dalam benaknya. Salah satunya adalah dirinya yang menampar Canoa di depan para tamu keluarga Lacrymos.

S*alan! Aku b*doh sekali! Batin Caron mengusap wajahnya.

Caron melirik Canoa yang berdiri tenang di sampingnya. Pria itu menarik nafas dan memerintahkan kursi rodanya itu bergerak. Canoa menatap Caron yang berhenti di depannya dan kursi roda yang menghadap ke arahnya.

Canoa terdiam menatap ekspresi serius di wajah Caron.

“Aku tahu tidak mudah memaafkan semua sikap burukku, tapi aku bersungguh-sungguh. Canoa, hanya kamu keluarga yang aku punya sekarang. Maukah … maukah kamu memberikan kesempatan untukku?”

Caron mengalihkan pandangannya setelah mengucapkan kalimat tersebut. Rasa bersalah dan penyesalan memenuhi hatinya. Permintaan maaf adalah langkah awal untuk membuka dua hati yang sedang berkonflik.

Caron mendongak menatap Canoa saat mendengar suara tangis. Manik navy pria itu melebar menatap Canoa yang baru saja mengusap air mata di wajahnya.

“Abang tidak berbohong, kan? Abang tidak akan menjauh lagi?”

Caron tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. “Ya, aku berjanji. Aku tidak akan menjauh lagi, Canoa.”

Canoa tersenyum dalam tangisnya dan menatap Caron. “Bolehkah … bolehkah aku memeluk, Abang?”

Caron tertawa dan merentangkan tangannya. Canoa yang melihat hal itu segera berlari ke arah Caron dan memeluk tubuh tegap Caron di atas kursi rodanya.

Caron tersenyum dan mengusap helai rambut hitam Canoa sambil berbisik pelan. “ Terima kasih sudah memaafkanku, Canoa.”

Canoa menganggukkan kepalanya dan memeluk erat Caron.

“Aku ingin kembali mengurus semuanya, Canoa! Aku harap kamu bersedia membantuku!”

...⦆⦈⦇⦅...

Jangan lupa tinggalkan like dan komentar ya 🌺

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!