POV Santika Emiko berusia 9 tahun.
Hari ini aku pulang agak terlambat ke rumah setelah menjemput adikku, namun aku tidak menemuinya di tempat nya biasa bermain. Aku takut mamah marah padaku, jadi aku terus mencari adikku sampai malam menjelang.
"Kemana saja kamu?! Dasar anak tidak berguna! Seharusnya kamu menjemput adikmu dulu, kasian kan dia menunggu mu begitu lama" Bentak mama padaku. Mungkin mama berpikir aku bukannya menjemput adik tapi malah keluyuran. Padahal aku mencari adikku itu sampai aku tidak makan siang dan perutku sangat lapar sekarang.
Ini adalah hal biasa bagiku, di bentak, di maki, tak di akui, dan selalu harus mengalah. Awalnya, aku adalah anak yang paling di sayangi oleh kedua orang tuaku, paling di manja karena memang saat itu hanya ada aku. Tapi semua berubah semenjak kehadiran anak itu..
"Wlee, kakak kenak marah lagi. Makanya jangan keluyuran mulu" Dia adikku, Shakilla Anindya. Selama hampir enam tahun aku merasakan begitu manisnya kasih sayang sebuah keluarga, aku di manja, apapun yang aku inginkan di turuti. Namun semenjak kehadiran nya, aku tak di anggap lagi, aku... di lupakan. Jika kalian tanya apakah aku membencinya, jawabannya tidak. Aku masih menyayanginya walaupun dia selalu merebut semua milikku.
Sebenarnya semenjak mama mengandung Shakilla, aku sudah merasa mereka mengabaikan aku. Mereka sibuk dengan Shakilla yang bahkan belum lahir. Kasih sayang mereka berkurang, waktu mereka untukku berkurang, hingga aku akhirnya menjadi penyendiri dan pendiam karena percuma aku mencari perhatian mereka, mereka selalu mengacuhkan aku bahkan membentak ku karena aku terus mengganggu mereka.
Saat ini usia Shakilla adalah empat tahun. Dia begitu di manja oleh mama dan papa. Mereka bertiga sering berkumpul bersama, bermain, dan juga pergi berlibur bersama. Sedangkan aku? Saat aku ingin menghabiskan waktuku bersama mereka, mereka malah menyuruhku untuk masuk ke kamar dan belajar.
Mereka bilang aku anak yang jelek, tidak berguna dan bodoh. Bodoh? Apa mereka tidak tahu aku selalu mendapatkan juara umum di sekolah? Aku selalu ingin menunjukkan prestasi ku pada mereka, namun mereka acuh padaku. Jadi, aku menyembunyikan kepintaran ku ini.
Sampai ketika saat SMP aku bertemu Clara dan Mita. Kami mengikuti sebuah olimpiade bersama dengan mapel yang berbeda. Kami bertiga menang dengan hasil yang sangat memuaskan.
Mama dan papa baru mengetahui kalau ternyata aku ini jenius dari guru yang memberi tahu jika aku menang olimpiade. Mama dan papa begitu senang, mereka membanggakan aku di depan keluarga, tetangga dan teman karib mereka.
Semenjak itu mereka menuntut ku untuk menjadi lebih pintar. Mereka hanya ingin kepintaran ku bisa memenangkan lomba dan mereka akan menyombongkan ku di depan keluarga.
Di depan keluarga besar ku, mereka akan terlihat sangat menyayangiku, mereka berdua akan memperlakukan ku sama seperti Shakilla. Namun saat di rumah, mereka hanya menyuruhku untuk belajar, belajar dan belajar tanpa memperdulikan ku.
Hari ini saat aku kembali memenangkan sebuah lomba di SMP. Mereka mengambil piala dan piagam yang aku pegang dan langsung memotret nya... tanpa aku di sana.
"Bagus, tetap pertahankan prestasi mu. Jadilah anak yang membanggakan dan jangan buat kami malu" Ucap mama sinis. Hanya itu? Tidak adakah ucapan selamat atau perayaan atas kemenangan ku ini?
Lagi, papah kembali menyuruh ku belajar untuk lomba fisika beberapa Minggu lagi. Aku muak belajar... tapi, hanya itu cara agar mereka melirikku.
Beberapa bulan kemudian aku lulus SMP dan kembali mendapatkan juara. Aku menunjukkan nya dengan bangga pada kedua orangtuaku. Tapi mereka mengacuhkan aku dan hanya mengatakan 'bagus'. Tapi saat adikku mendapatkan ranking 20 di sekolah nya, mama begitu histeris. Bukan karena ia terkejut dengan adikku yang mendapat kan ranking 20 dari 22 siswa, tapi karena ia begitu bahagia saat anaknya mendapatkan ranking lebih tinggi dari dua siswa di kelasnya. Bukankah itu aneh? Seharusnya ia memarahi Shakilla yang tidak mau belajar hingga ranking nya sangat buruk. Tapi kedua orangtuaku malah mengadakan perayaan atas pencapaian Shakilla yang tak ada apa apanya denganku.
Aku bingung dengan sikap mereka yang mengacuhkan aku bahkan menganggap ku tak ada. Mereka lebih menyayangi Shakilla daripada aku. Semua yang Shakilla lakukan mau itu buruk atau baik, mereka akan mendukung nya. Apapun yang Shakilla inginkan, mereka akan berikan. Apapun hasil yang Shakilla dapatkan, mereka akan merayakan nya dengan penuh suka cita. Sedangkan aku hanya mengintip dari balik pintu kamar betapa senangnya mereka tanpa aku.
Pernah aku bertanya pada mama kenapa mereka tak adil padaku, tapi mama selalu acuh dan menganggap pertanyaan ku hanya angin lalu. Hingga aku menyerah untuk mencari jawaban itu.
Di abaikan dan tak di anggap membuatku lupa akan kasih sayang keluarga. Aku menjadi lebih pendiam dan penyendiri. Aku menjadi lebih mandiri karena aku sering melakukan semuanya sendiri. Aku bahkan menjadi pribadi yang buruk jika aku marah, aku pernah menyakiti seseorang sampai koma karena ia berani mengambil tas ku.
Tapi bersama kedua sahabatku, aku menjadi pribadi yang lebih baik. Aku bisa tertawa bahagia bersama mereka, bercanda tawa dan juga menghabiskan waktu bersama.
Sayangnya karena sifatku yang dingin dan terkesan kejam, tidak ada satu pria pun yang mau mendekati ku. Hal itu membuat ku tak pernah merasakan cinta dari seorang pria dan aku menjadi bodoh jika soal cinta.
Karena minder dengan segala kekurangan ku, aku juga menjadi enggan untuk mendekati seorang pria. Bahkan saat Alvan yang adalah teman kelasku saat di SMA menembak ku, aku menolaknya dengan dingin dan kejam. Bukan mau ku untuk bertingkah seperti itu, tapi memang aku tidak tahu cara menolaknya dengan baik.
Aku sudah mencoba untuk mengikuti saran Mita untuk melakukan kencan buta, tapi aku hanya diam saat kencan berlangsung dan membuat pria itu pergi meninggalkan ku.
Aku merasa kebahagiaan ku hanya ada pada sahabat sahabat ku. Bukan pada keluarga ku dan bukan pada seorang pria. Mungkin karena aku tidak mendapatkan cinta dari keduanya hingga aku menjadi batu jika sudah mengenai itu.
POV Author.
Santi yang baru lulus kuliah sudah mengirim CV kerja ke beberapa perusahaan, namun tidak ada kabar sampai sekarang.
Ia yang muak berada di rumah, memilih untuk ngekos di tempat yang masih berada di kota itu.
Setelah menata barang barangnya, Santi berencana untuk membeli makanan karena ia begitu lapar.
Tiba tiba ponselnya berdering saat ia sedang menunggu pesanannya.
"Apa?" Tanya nya pada penelpon itu.
"Barang lo ketinggalan nih. Bawa gih, merusak pemandangan gue aja" Ucap Shakilla sinis dan langsung mematikan sambungan nya.
Setelah pesanan nya jadi, Santi segera kembali ke kamar kos nya dan memakan makanannya seorang diri. Ini sudah biasa baginya karena di rumah pun dia masak dan makan sendiri.
Selesai makan, ia segera kembali ke rumahnya yang tak jauh dari tempatnya ngekos.
Ia masuk setelah mengucapkan salam dan langsung ke kamarnya untuk mengambil barang nya yang ketinggalan.
"Gak sopan banget kamu jadi anak! Bukannya cium tangan mamanya dulu atau apa, malah nyelonong aja" Cibir mamanya yang duduk santai di sofa. Ia memang tak terlahir di keluarga kaya, namun ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Maaf"
"Udah dapat kerjaan apa belum? Kamu harus balas budi sama mama karena udah merawat kamu. Kalau dapat gaji, bagi 50 persennya ke mamah" Ucap Mamanya membuat Santi yang akan keluar rumah, berhenti.
"Balas budi? Kalau begitu kenapa Shakilla tidak membalas budi juga?" Tanya Santi sinis.
"Dia tidak perlu balas budi karena ia masih terlalu muda. Kau sebagai kakak seharusnya membiayai kehidupan keluarga mu. Jangan jadi anak durhaka!" Santi merasa ibunya itu mulai membentak.
"Apa papa tidak bisa membiayai kalian lagi?...Baik, aku akan membiayai kalian, tapi aku lah yang akan menentukan berapa uang yang harus aku keluarkan. Jangan kalian pikir bisa memoroti ku" Ucap Santi menatap datar mamanya.
"Membiayai? Kau bahkan belum dapat pekerjaan" Ucap Shakilla ikut nimbrung. Ia memutar bola matanya malas dan duduk di samping mamanya.
"Aku akan dapat pekerjaan secepatnya"
"Karena aku kasian dengan kakak ku ini. Tidak apa kan jika aku ingin membantumu?" Melihat Santi hanya diam membuat Shakilla memilih untuk melanjutkan ucapannya saja.
"Ekhem, sekolah ku sedang membutuhkan guru matematika baru. Siapa tahu kau di terima"
"Aku akan melamar ke sana hari ini" Santi kemudian meninggalkan rumahnya. Bisakah di sebut rumah jika dia saja merasa tak nyaman di sana? Ia merasa asing dengan rumah dan keluarga yang ada di rumah itu.
Seperti ucapannya, Santi langsung melamar kerja di SMA itu... SMA tempatnya dulu bersekolah. SMA yang memiliki banyak kenangan bersama tiga sahabatnya, yaitu Clara, Mita dan Rena. Ia tidak menyangka akan bekerja di sana.
Santi baru bekerja beberapa Minggu, namun karena kinerjanya yang ternyata sangat bagus, kepala sekolah memintanya nya untuk menjadi wali kelas 12-A. Hari ini merupakan hari pertamanya menjadi wali kelas di kelas itu.
"Perkenalkan, saya Santika Emiko, wali kelas kalian yang baru menggantikan Bu Halimah sekaligus saya guru Matematika kalian" Santi berjalan mengelilingi ruangan kelas dan menatap tajam satu persatu muridnya.
"Selama kelas saya berlangsung, tidak ada yang boleh ribut, tak mengerjakan tugas yang saya berikan dan juga tidak boleh tidur"
Brak!
Santi menggebrak meja seorang siswa yang tertidur selama ia bicara tadi. Tentu itu membuat nya geram karena merasa tak di hargai. Ia semakin geram saat melihat siswa itu masih tertidur lelap.
Teman siswa itu mencoba untuk membangunkannya, namun tak berhasil.
"Ish, Ray bangun. Kebo! Bangun dong" Ucapnya menepuk lengan temannya itu.
"Apa-an sih, Ga. Jangan ganggu gue" Ucapnya menepis tangan Dirga.
Santi yang terlanjur geram menarik telinga siswa itu membuat siswa itu terbangun dan meringis kesakitan.
"Siapapun yang melakukan hal hal yang saya sebutkan tadi akan mendapatkan hukuman seperti ini atau hukuman lain yang akan saya siapkan. Jadi, siapa yang berani coba?"
Siswa siswi itu langsung menggeleng cepat saat Santi menatap mereka.
Santi melihat nama siswa itu di bajunya. "Baik Rayyan, temui saya di ruang guru saat jam istirahat"
Saat jam istirahat, dengan malas Rayyan mendatangi ruang guru. Ia duduk dengan wajah jengkel di depan Santi.
"Bersihkan ruang kelas sepulang sekolah" Perintah Santi.
Jelas, Rayyan menolaknya karena bukan dia yang piket hari ini. Tapi Santi mengancamnya dengan hukuman yang lebih berat. Mau tak mau, Rayyan harus menjalankan hukuman nya itu.
Saat bel pulang sekolah berdering. Rayyan baru membuka matanya karena ia selalu tidur di jam pelajaran yang tak ia suka. Berbeda dengan kakaknya yaitu Reyhan yang selalu tidur setelah bel pulang sekolah berbunyi, Rayyan malah tidur saat jam pelajaran berlangsung.
"Ray, lo gak pulang?" Tanya Dirga sambil menyandang tas nya.
"Gue di hukum sama guru nyebelin itu untuk bersihin kelas" Ucap Rayyan lesu.
"Kasihan banget sahabat gue yang satu ini" Laila mengacak rambut Rayyan dengan gemas.
"Tolongin gue, La" Pinta Rayyan memelas dengan wajah imutnya.
"Gue sih oke oke aja. Gak tau tuh kalau si Dirga"
"Ayolah, Ga, please. Atau lo mau di depak dari trio LDR?" Ancam Rayyan. Trio LDR adalah nama yang Rayyan berikan untuk mereka bertiga, yaitu Laila, Dirga dan Rayyan.
"Emangnya LDR bisa berdiri tanpa gue?" Tanya Dirga sombong. Tapi melihat Rayyan dan Laila menatapnya tajam, ia akhirnya mengalah dan membantu Rayyan untuk membersihkan kelas.
"Kalau sampai nilai ulangan gue turun, awas kalian berdua" Ucap Dirga menatap tajam Rayyan dan Laila.
"Iya deh, si paling pintar plus rajin belajar" Cibir Rayyan.
Pertemanan mereka bertiga sudah terjalin semenjak SD. Wajar mereka begitu dekat layaknya saudara. Laila adalah gadis yang cukup pintar, ceria, bar bar dan mood booster bagi Rayyan dan Dirga. Sedangkan Dirga adalah yang paling dingin, cuek, pintar dan paling rajin di antara mereka, tentu rajin dalam belajar. Dan Rayyan adalah yang paling manja dan kekanak kanakan, ceroboh, brandal sekolah dan juga agak bodoh.
Mereka mengerjakan hukuman itu bersama sama hingga rasanya bukan seperti hukuman, melainkan menghabiskan waktu bersama sahabat. Hukuman yang di penuhi canda tawa dan keisengan masing masing di antara mereka.
Santi tersenyum menatap mereka yang terlihat bahagia dari jendela kelas. Ia teringat dirinya dulu saat bersama tiga sahabat nya di kelas itu. Sama seperti mereka, bisa bercanda tawa dan melupakan beban kehidupan yang di alami masing masing.
"Aku pikir dia akan kabur, ternyata tidak" Santi melangkah kembali ke ruang guru. Rencananya ia tadi ingin melihat apakah Rayyan mengerjakan hukuman yang ia berikan atau tidak. Walaupun Rayyan terlihat seperti brandalan, ternyata dia bertanggung jawab juga.
Hingga bulan terus berlalu tanpa terasa. Santi melangkah cepat agar tak terlambat ke pernikahan sahabatnya, Clara. Ia segera duduk di samping Mita dan merebut jus yang ada di tangan Mita.
"Ambil sendiri dong, San" Kesal Mita. Santi memberikan kembali jus yang tinggal setengah itu kepada Mita.
Rayyan yang baru menyadari ternyata Laila adalah adik dari Clara yang adalah kakak iparnya, terus membuntuti gadis itu kemanapun.
"Lo gak ada kerjaan lain apa selain ngikutin kemanapun gue pergi?" Tanya Laila kesal.
"Ya elah La, emangnya kenapa? Lo gak seneng ternyata kita bakalan jadi iparan?" Tanya Rayyan namun Laila tak menggubris nya.
"Ketularan Dirga, lo? Kok jadi cuek sih?"
"Shhutt, jangan ganggu gue, Rayyan. Gue lagi mantau cogan nih"
Mendengar ucapan Laila membuat Rayyan menepuk keningnya sendiri. Gadis itu tak pernah berubah.
Rayyan menajamkan matanya saat melihat sosok yang sepertinya ia kenal.
"La, La, itu Bu Santi kan?" Tanya Rayyan sambil menepuk bahu Laila dan menunjuk Santi.
"Iya, dia itu sahabatnya kakak" Jawab Laila acuh.
"Guru nyebelin itu? Pasti kakak lo tersiksa punya sahabat galak kek gitu"
Selama Santi menjadi wali kelasnya, ia memang sering berurusan dengan Santi karena ia yang sering membuat masalah di sekolah dan Santi selalu menghukum nya dengan berat. Karena itu dia jadi tak suka dengan Santi dan menyebutnya menyebalkan.
"Dirga mana ya?" Laila celingukan mencari pemuda itu yang tak terlihat di acara pernikahan kakaknya.
"Mungkin dia gak datang" Sahut Rayyan acuh.
"Tapi dia bilang bakalan datang, kok" Ucap Laila gusar.
"Maaf gue terlambat" Ucap Dirga yang muncul di belakang mereka berdua.
"Darimana aja sih?" Ucap Laila kesal dan memukul lengan Dirga.
"Ada urusan. Oh ya Ray, lo jangan lupa datang malam Minggu ini di taman kota. Lo juga, La" Ucap Dirga. Rayyan mengangguk walau ia bertanya tanya ada acara apa di taman kota.
. . . . . . . . . . . .
Malam minggu telah tiba. Rayyan merapikan rambutnya di depan kaca dan memastikan penampilannya sudah oke.
"Mau kemana Ray?" Tanya Widya saat melihat putranya itu terburu buru turun dari tangga.
"Ada acara sama teman, ma. Rayyan pergi dulu ya, titip salam sama papa" Ucapnya mencium tangan Widya.
Rayyan melajukan motornya dengan semangat menuju taman kota. Jalanan itu serasa arena balap baginya membuatnya melaju dengan kecepatan tinggi.
"Kenapa begitu ramai?" Tanyanya saat melihat orang orang berkumpul di satu tempat.
"Apa ini yang di maksud Dirga? Aku pikir acara untuk kami bertiga saja" Ucapnya sambil memasuki taman.
Laila melambaikan tangan ke arahnya membuatnya menghampiri gadis yang terlihat sangat cantik itu. Ia selalu terpesona jika menatap gadis itu, tapi malam ini ia tidak bisa berkata kata lagi dan tatapannya hanya terpaku pada gadis di depannya yang terlihat lebih cantik dari biasanya.
"Apa gue cocok pake gaun ini?" Tanya Laila meminta pendapat Rayyan.
"Ray? Helo, Rayyan, lo gak kesambet setan kan? Kok dari tadi bengong?" Laila melambaikan tangannya tepat di depan wajah Rayyan.
"Ha? Eh, iya. Lo cantik kok. Btw, gaun nya dari siapa?" Tanya Rayyan gugup. Ia tahu Laila tak menyukai gaun seperti ini, ia lebih suka pakaian kasual.
"Dari Dirga. Bagus kan? Nah, itu orangnya!" Tunjuk Laila pada Dirga yang menghampiri mereka dengan setelan jasnya.
"Ada apa ini sebenarnya?" Tanya Rayyan yang merasa ada yang mereka sembunyikan darinya, atau lebih tepatnya mereka tak memberitahu nya. Dekorasi cantik ini, teman teman kelasnya yang ada di sini dan juga mereka berdua yang menggunakan pakaian serasi. Apa tujuan sebenarnya dari acara ini?
"Sebenarnya kami ingin memberi tahu lo lebih awal, tapi Laila bilang ingin memberi kejutan untuk lo. Jadi gue menyiapkan ini" Sahut Dirga.
"Kejutan?"
Tanpa menjawab pertanyaan Rayyan, Dirga menggandeng tangan Laila menuju tempat yang ia siapkan dengan begitu indah.
Semua temannya yang awalnya saling mengobrol, langsung terdiam saat Dirga sudah berdiri di tempat itu.
Rayyan menatap di antara keramaian. Perasaannya sudah was was. Ia takut apa yang di pikirkan nya benar.
Dirga mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya dan membukanya di depan Laila. Ia berlutut dan menyodorkan kotak itu pada Laila.
"Aku tahu aku bukan pria yang romantis. Aku kaku, cuek, dingin dan aku tahu aku memiliki banyak kekurangan untuk bisa pantas bersamamu"
Rayyan mundur beberapa langkah karena shock. Bersamamu? Ia kemudian menatap nanar kedua sahabat nya itu.
"Aku tahu awal aku menyatakan perasaan ku, aku tidak menyiapkan bunga atau dekorasi seperti ini. Karena itu aku ingin menyatakannya ulang dari awal"
"Laila, aku jatuh cinta padamu dari awal kita bertemu. Aku terus memikirkan mu sampai aku sulit tidur setiap malam. Dulu aku tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya, tapi sekarang aku sudah mendapatkan keberanian itu... I love you so much, Laila"
Suara tepukan tangan menggema setelah Dirga mengatakannya. Laila tersenyum bahagia, matanya tampak berkaca kaca. Dirga berdiri dan memasangkan kalung itu pada Laila.
Sedangkan Rayyan... Tidak ada yang tahu jika hatinya begitu hancur. Memang tidak ada persahabatan di antara pria dan wanita. Ia juga menyukai Laila dari kecil. Ia tidak menyangka Dirga juga menyukai Laila karena pemuda itu begitu pandai menutupi perasaannya.
Ia mencoba tersenyum, ia mencoba tegar di depan semua orang. Tidak ada yang boleh tahu jika hatinya sedang hancur.
"Bro, selamat ya" Ucap Rayyan memeluk dan menepuk punggung Dirga.
"Thanks"
"Udah berapa lama hubungan kalian jalan?" Tanya Rayyan.
"Sebulan" Jawab Laila tersenyum dan bergelayut manja di lengan Dirga.
Rayyan mencoba untuk terlihat baik baik saja di depan mereka berdua. Ia paksakan bibir nya untuk tersenyum, padahal hatinya begitu miris melihat keromantisan mereka. Ia ingin berteriak menyesali kenapa tak dari dulu dia menyatakan perasaannya pada Laila. Tapi semua sudah terlambat saat ia menyadari bahwa Laila sudah menjadi milik sahabatnya.
"Dih, kejam banget sih gak ngasih tahu gue" Ucap Rayyan cemberut.
"Sorry, kan udah gue bilang, gue mau ngasih kejutan buat lo. Ternyata gue juga di kasih kejutan sama Dirga" Balas Laila menatap mesra kekasihnya itu.
"Ya, lo berhasil buat gue terkejut. Kalian berhasil" Ucap Rayyan dengan mata berkaca-kaca. Ia mencoba menyembunyikan nya dari mereka. Bagiamana pun juga dia tidak akan sanggup untuk melanjutkan aktingnya di depan mereka untuk waktu yang lama.
"Kok nada lo kayak sedih gitu sih, Ray?" Tanya Laila mencoba menatap mata Rayyan yang terus menghindar.
"Ya jelas gue sedih karena kalian gak ngasih tahu gue lebih awal. Kan gue bisa bantu Dirga untuk menyiapkan ini"
"Eh, sekali lagi selamat ya. Sorry gue gak bisa lama, mama nelpon gue tadi. Kalian tahu sendiri kan gimana mama gue" Ucap Rayyan. Laila dan Dirga mengangguk paham dan membiarkan Rayyan meninggalkan acara mereka yang belum selesai itu.
Brrumm!
Motor Rayyan terus melaju bahkan saat lampu merah. Ia hampir kecelakaan, tapi beruntungnya tuhan masih sayang pada nyawanya hingga tidak mengambilnya.
"Sialan!" Teriaknya dari motornya yang masih melaju kencang.
"Andai gue duluan yang menyatakan perasaan gue. Pasti sekarang Laila sama gue, bukan sama Dirga. Gue emang pengecut karena takut untuk nyatain perasaan gue selama ini hingga gue keduluan oleh sahabat gue sendiri" Gumamnya, ia semakin menambah kecepatan motornya hingga seperti kilatan petir yang melewati jalan.
Entah ide dari mana atau ia yang memang terlalu sedih karena orang yang di cintai nya telah di miliki orang lain hingga membuatnya memilih mendatangi bar untuk melampiaskan rasa sedih dan sesalnya.
Entah sudah berapa gelas yang ia habiskan, namun yang jelas ia sudah mabuk parah. Meski begitu pun ia tetap meminta gelasnya di isi. Seorang wanita mendatangi nya dan mengisi gelasnya.
"Apa yang membuat mu ke sini anak manis?" Ucap wanita itu memperhatikan wajah Rayyan yang sangat tampan di usia mudanya.
"Jangan ganggu aku dan pergilah" Ucap Rayyan kemudian meneguk minuman nya.
"Hei, aku bisa menemani mu di sini. Apa kau tidak mau bersamaku anak manis?" Tanya wanita itu menggoda nya. Ia membelai pipi Rayyan dan menatap mata Rayyan yang menatapnya tajam.
Plakk
"Aku bilang pergi! Kau berani menyentuhku. Apa kau ingin mati?" Rayyan berdiri dan menatap tajam pada wanita itu yang tersungkur karena terkena tamparannya.
Beberapa pria merengsek maju menghajar nya karena sudah melukai wanita itu yang ternyata adalah pemilik bar.
Rayyan yang memang membutuhkan sesuatu untuk melampiaskan rasa sedih, kesal dan sesal di hatinya, dengan senang hati meladeni ke empat pria yang menghajarnya. Namun akibat ia yang mabuk parah, ia dengan mudah di kalahkan dan di usir dari bar.
Rayyan berjalan perlahan menuju motornya. Tapi ia bahkan tak tahu motornya yang mana. Dari pada pusing mencari motornya, ia memilih untuk jalan kaki saja.
Ia berjalan sempoyongan di tengah keramaian. Kepalanya terasa berat dan pandangannya mulai kabur.
Saat ia akan terjatuh, seorang wanita menangkap tubuhnya dan membawanya menjauh dari keramaian.
"Rayyan, kenapa kau bisa seperti ini? Astaga, kau mabuk?"
Saat ia akan terjatuh, seorang wanita menangkap tubuhnya dan membawanya menjauh dari keramaian.
"Rayyan, kenapa kau bisa seperti ini? Astaga, kau mabuk?"
"Kau siapa?" Rayyan memicingkan matanya agar ia bisa melihat lebih jelas siapa wanita di depannya.
"Aku Santi, wali kelasmu. Apa kau tidak sayang pada dirimu sampai mabuk mabukan?" Tanya Santi memegang bahunya.
Rayyan terduduk lemas. Santi pun ikut berjongkok saat melihat pemuda itu mulai menangis.
Santi panik, ia pikir Rayyan menangis karena ia yang sudah memarahi nya.
"Aku, aku terlambat. Aku pengecut. Sia sia selama ini aku berkorban untuknya"
Santi yang tak paham apa maksud Rayyan berkata seperti itu, memilih untuk mendengarkan saja.
"Andai aku lebih dulu menyatakan nya dari Dirga. Pasti Laila bakalan menjadi milikku. Tapi, apakah Laila akan menerima ku? Sudahlah, semua sudah terlambat. Aku hanya bisa melihat mereka bermesraan di depanku"
Santi mulai paham sekarang. Rayyan seperti ini karena patah hati saat ternyata Laila dan Dirga pacaran, padahal dia menyukai Laila. Hehh, cinta yang bertepuk sebelah tangan.
"Padahal aku menyukai Laila dari kecil. Aku sangat ingin bersamanya. Aku sudah mengorbankan semua untuknya. Dirga brengsek! Bisa bisanya dia menikung sahabatnya sendiri"
Santi hanya bisa geleng geleng kepala saat Rayyan terus memaki Dirga. Setelah menghentikan taksi, ia membawa Rayyan ke rumah Widya, ibunya Rayyan. Ia akan membahas Rayyan bersama Widya karena ia takut Rayyan sudah kecanduan alkohol.
Santi hanya bisa menghela nafas panjang saat Rayyan berpikir ia adalah Laila dan mulai mengoceh tak jelas. Anak ini tidak boleh di biarkan mabuk lagi kalau tidak, ia akan menjadi sangat cerewet.
Setelah taksi berhenti di depan kediaman Setya. Santi memapah Rayyan memasuki rumah.
"Astaga, Rayyan! Kenapa dengan dia?" Widya yang sedang menonton tv sambil menunggu suaminya pulang, langsung berlari menghampiri anaknya yang di papah Santi.
"Dia mabuk. Aku menemukan dia di jalan dalam keadaan seperti ini" Jawab Santi. Widya langsung membantu Santi untuk memapah Rayyan sampai kamar.
"Anak ini minta di beri pelajaran. Siapa yang mengajari nya mabuk? Awas saat ia sudah sadar nanti" Omel Widya, terkadang ia mencubit anaknya itu karena kesal.
Setelah merebahkan Rayyan di ranjangnya. Widya meminta Santi untuk menemani Rayyan sebentar karena ia harus menghampiri suaminya yang baru pulang dan akan membuatkan minum untuk mereka.
Santi melihat sekeliling. Kamar ini cukup rapi dan tertata dengan bagus. Ia mencari saklar lampu karena kamar itu hanya disinari cahaya bulan yang masuk dari jendela. Itu membuatnya sedikit tidak nyaman.
Saat tangannya meraba-raba dinding, tak sengaja kakinya tersandung kaki Rayyan yang menjuntai ke bawah hingga ia terjatuh tepat menimpa Rayyan.
Rayyan yang masih dalam keadaan setengah sadar, berpikir jika wanita yang menimpanya itu adalah Laila. Ia segera menarik pinggang wanita itu ketika ia hendak berdiri.
"Jangan pergi. Kau boleh menolak ku tapi jangan pergi meninggalkan ku"
Rayyan memeluk erat Santi dan memutar tubuhnya hingga ia sekarang yang menimpa Santi.
"Rayyan! Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan aku" Berontak Santi mendorong dada Rayyan, namun pemuda itu begitu kokoh hingga tak bergerak sedikitpun.
"Kenapa kau tidak peka jika selama ini aku menyukaimu? Kenapa juga harus Dirga yang menjadi pacarmu? Apa kau tahu aku begitu tersiksa saat kalian bersama? Apa kau tidak pernah menganggap ku sebagai pria?" Tanya Rayyan dengan wajah sendu.
"Rayyan, sadar! Ini aku, Santi, wali kelasmu, bukan Laila!" Ucap Santi, namun Rayyan seperti tak mendengar nya. Bagaimana pun juga ia harus membuat Rayyan sadar jika ia bukan Laila. Jika Widya melihat mereka dalam keadaan seperti ini, entah apa yang akan dipikirkan wanita itu dan lebih parahnya, apa yang akan dia perbuat.
Rayyan yang berada di bawah pengaruh alkohol, tanpa sadar mendekatkan bibirnya pada Santi dan mulai m*lumat nya.
Santi mencoba memukul Rayyan, namun pemuda itu seakan kebal terhadap semua pukulannya.
Rayyan menurunkan ciumannya pada leher Santi dan meninggalkan banyak jejak di sana hingga membuat Santi mendesah.
Rayyan membuka kancing baju Santi perlahan dan terus meninggalkan jejak di leher Santi.
"Rayyan, sshh" Santi memukul punggung Rayyan namun pemuda itu malah memegang tangannya dan meletakkan nya di atas kepala Santi. Tentu itu membuat tangannya sulit untuk bergerak.
'Anak ini benar benar gila. Aku tidak boleh terlena.. Aku harus mengehentikan nya'
Namun belum sempat Santi melakukannya, pintu tiba tiba terbuka dan menampakkan Widya dan Reza di sana.
Santi hanya bisa menutup matanya malu tanpa bisa berbuat apapun.
Widya hanya bengong melihat anaknya sedang mencumbu anak orang lain di depan matanya sendiri. Sedangkan Reza sampai mangap karena kelakuan anaknya yang tak pernah terpikir dalam otaknya.
•
•
"Rayyan, bisa kau jelaskan ini pada mama dan papa?!" Ucap Widya mengintrogasi Rayyan dan Santi di ruang tamu. Widya sudah menyadarkan Rayyan dengan menyiram wajah putranya itu dengan air es.
Rayyan menatap Santi yang terlihat terus menunduk. Ia berpikir kenapa saat itu Santi tidak melawannya dan hanya pasrah. Jika Santi melawannya, pasti tidak akan seperti ini jadinya.
"Ma, ini hanya salah paham. Ka_kami tidak melakukan apapun"
"Tidak melakukan apapun? Terus itu apa?" Tunjuk Widya pada leher Santi yang di penuhi noda merah.
"Sejak kapan kau pandai melakukan ini, ha? Pertama pulang dalam keadaan mabuk, kedua merepotkan guru mu sendiri dan ketiga kau hampir.. melakukan itu pada gurumu" Ucap Widya memegang keningnya yang terasa berdenyut. Kelakuan anaknya ini benar benar membuat nya sakit kepala.
"Kami tidak sampai melakukan lebih, ma. Percayalah" Ucap Rayyan membela dirinya terus. Ia memang ingat sedikit apa saja yang ia lakukan tadi pada Santi.
"Karena kami memergoki mu kan? Jika tidak, kau pasti akan melakukan lebih dari ini" Timpal Reza.
Rayyan tak bisa berkata kata lagi. Kedua orangtuanya terus menyudutkan nya.
"Begini saja, kalian menikah besok" Ucap Reza membuat Rayyan dan Santi terkesiap dan saling menatap.
"MENIKAH?!" Ucap mereka berdua.
"Mama setuju"
"Maaf om, tante. Sepertinya kami tidak perlu menikah. Rayyan tidak melakukan apapun padaku. Ya, tidak lebih tapi sungguh tidak perlu sampai menikah" Ucap Santi keberatan.
"Dia benar, ma. Aku terlalu muda untuk menikah, aku masih sekolah, ma. Lagian kami tidak melakukan lebih. Bukankah ini tidak adil?" Ucap Rayyan mendukung ucapan Santi.
"Tapi kau harus bertanggung jawab, Rayyan. Memang tidak lebih, tapi kau sudah menyentuhnya. Papa tidak mau tahu, kalian harus menikah besok. Tidak ada penolakan" Ucap Reza memberi keputusan. Rayyan tak bisa melakukan apapun lagi, jika papanya sudah seperti itu, maka tidak ada satupun yang bisa menggoyahkan keputusannya.
Santi hanya bisa menghela nafas. Ia tidak ingin menikah dulu, apalagi menikah dengan siswanya sendiri. Niatnya ingin menolong, kenapa jadi seperti ini?
"Santi, ini tidak apa kan? Kami hanya ingin bertanggung jawab" Ucap Widya memegang tangan Santi.
"Tapi tante_"
"Ini demi kebaikan kalian berdua. Lagian kau wanita yang baik, anggun dan pekerja keras. Aku yakin kau adalah yang terbaik untuk Rayyan, putraku" Ucap Widya membujuknya.
"Benar, kami akan mendatangi rumahmu besok untuk lamarannya" Ucap Reza menimpali.
Santi pulang di antar sopir pribadi Reza. Selama perjalanan wajahnya terlihat sendu memikirkan nasibnya setelah ini. Menikah? Hei, ayolah, bukankah itu terlalu berlebihan? Ia ingin menolak, tapi sangat sulit. Jika pun besok orang tua Rayyan akan melamarnya di depan orang tuanya, ia yakin orang tuanya akan menyetujuinya karena mereka gila uang. Saat mereka tahu Rayyan berasal dari keluarga kaya, mereka tak akan berpikir dua kali untuk menikahkan nya.
Setelah berterimakasih kepada sopir yang mengantarnya, Santi berjalan memasuki rumahnya. Ia sengaja tidak kembali ke kost-an karena orang tua Rayyan akan datang besok ke rumahnya. Tak lupa sebelum masuk ia memasang syal di lehernya agar tanda merah itu tak terlihat.
Tok tok!
Berkali kali Santi mengetuk pintu namun tak di buka juga. Mungkin mereka sudah tidur mengingat sudah jam satu malam.
Cklek
"Kau?! Kenapa datang malam malam? Mengganggu orang tidur saja!" Bentak mamanya.
Santi nyelonong masuk melewati mama nya. Ia terlalu lelah untuk berdebat dengannya, tenaganya terasa terkuras habis.
"Hei, jawab! Tunggu, kenapa kau memakai syal?" Mama nya menahan tangannya dan mencoba menarik syal yang menutupi leher Santi.
"Bukan apa apa" Santi melepaskan tangan mamanya kemudian masuk ke kamar.
. . . . . . . . .
Reyhan baru selesai mandi setelah malamnya ia dan Clara melakukan permainan panas. Ia tersenyum menatap istrinya itu yang masih tidur karena kelelahan. Ia berencana untuk membuat sarapan istimewa untuk istrinya.
Sehari setelah mereka menikah, Reyhan langsung memboyong Clara untuk bulan madu di Bali. Terhitung sudah seminggu mereka berada di sana.
Setelah membuat kopi untuk dirinya sendiri, Reyhan menatap keluar dari jendela. Pemandangan yang indah, sayang Clara masih tidur jadi tidak bisa melihatnya juga.
Reyhan mengangkat ponselnya yang berdering. Tak biasanya ibunya menelpon sepagi ini.
"Kenapa ma?"
"Bisa kau pulang lebih cepat Rey? Kau harus hadir di pernikahan adikmu"
"Pernikahan adik? Adik yang mana?" Tanya nya sambil menyeruput kopinya yang sangat nikmat.
"Adikmu siapa lagi kalau bukan Rayyan!"
Pruufft
"Rayyan menikah?!" Reyhan sampai menyemburkan kopinya sangking terkejutnya.
"Ceritanya panjang, kau datang saja, cepat. Pernikahan nya akan di langsungkan jam dua hari ini"
Reyhan segera membangunkan Clara dan mengajaknya pulang. Clara tak banyak bertanya karena ia melihat Reyhan yang begitu panik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!