Hai semuanya pembaca setiaku. Kali ini aku mencoba menulis cerita yang berbeda dari biasanya. Cerita ini bergenre fiksi modern.
Baca yuk, ramaikan karya recehku ini yang tidak seberapa. Terima kasih.
*
*
*
Satria seorang pria penjual ikan disiang hari dan dimalam hari ia menjadi kurir pengantar barang. Begitulah pekerjaan yang ia tekuni setiap hari.
Semua ia lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup glamor istrinya yang bernama Lusiana.
Lusiana adalah anak seorang konglomerat di kotanya. Tapi setelah menikah dengan Satria setahun yang lalu membuat hidupnya merasa dilanda kesialan terus menerus.
Bagaimana tidak? Satria hanya seorang pria miskin yang dijodohkan oleh kakek Lusiana dengan Lusiana sendiri.
Lusiana menolak keras perjodohan ini, tapi sang kakek tetap menikah mereka. Sepanjang pernikahan mereka, tidak pernah sekalipun Satria menyentuh istrinya. Tidur pun Satria harus di gudang belakang yang dijadikan kamar oleh Satria.
Sepertinya biasa Satria menjual ikan di pasar. Hari ini Satria sedang melayani pembeli, tapi tiba-tiba datang sekelompok preman membuat huru hara ditempat ini.
"Hei kamu!" tunjuk salah satu preman yang sudah bisa ditebak adalah ketuanya.
Satria menoleh, tapi tetap saja melayani pembeli. Merasa diabaikan, preman itupun marah.
Braak...
Preman menggebrak meja tempat Satria menjual ikan. Para pembeli pun ketakutan dan segera berlarian untuk menyelamatkan diri masing-masing.
"Kamu belum bayar uang pajak keamanan disini...." bentak preman itu.
"Maaf bos, saya betul-betul tidak punya uang," jawab Satria.
Ketua preman itu memberi kode kepada anak buahnya, tanpa menunggu perintah kedua kalinya anak buah dari preman itu segera menyeret Satria dan menghajar pria penjual ikan tersebut.
Buugh ... Buugh ... Buugh.... Tendangan pukulan Satria dapatkan dari preman tersebut. Satria yang memang tidak bisa berkelahi hanya bisa pasrah saat dihajar oleh preman tersebut.
Akhirnya wajah dan tubuh Satria lebam-lebam akibat dikeroyok oleh preman tersebut. Satria hanya bisa meringis menahan sakit. Tidak ada satupun yang berani menolongnya.
"Mari kita pergi," ajak ketua preman itu kepada anak buahnya.
Mereka berjalan dengan angkuh meninggalkan tempat itu dan Satria yang masih terkapar di tanah. Satria mencoba untuk bangkit, tapi tubuhnya terasa remuk karena dipukul dan ditendang dengan kuat.
Suasana pasar yang tadinya ramai, kini menjadi sepi karena mereka semua takut dengan preman tersebut.
"Biar bagaimanapun, aku harus tetap bertahan," gumam Satria.
Satria melanjutkan kembali berjualan ikannya. Para pengunjung pasar kini kembali ramai setelah para preman itu pergi.
"Ikan satu kilo dan langsung dibersihkan," pinta seorang wanita paruh baya.
"Baik Nyonya," jawab Satria tersenyum. Satria segera melayani pembeli dengan senang hati.
Satria seorang pria tampan yang baru berusia 27 tahun. Tapi ketampanannya tersebut tertutupi oleh penampilannya yang sederhana.
"Ini Nyonya, silahkan datang lagi," ucap Satria ramah. Setelah wanita itu membayarnya, wanita itu pun pergi.
"Saya mau cumi-cumi satu kilo," kata pembeli lain.
Kebanyakan pembeli adalah para wanita. Karena penjual di pasar ini kebanyakan pria tua, hanya Satria yang paling muda.
Jadi bisa disimpulkan kalau mereka suka melihat ketampanan Satria meskipun dengan pakaian sederhana.
Kemudian datang lagi pembeli lain. Sehingga penjual ikan yang lain merasa iri kepada Satria.
"Awas saja kamu, Satria," gumam pria paruh baya yang berada tidak jauh dari tempat Satria berada.
Pria paruh baya itu menelepon ketua preman tersebut. Dan mengatakan kalau Satria banyak mendapatkan uang dari hasil penjualan ikan tersebut.
Preman tersebut pun kembali datang untuk meminta uang kepada Satria. Preman itu langsung menggeledah barang-barang Satria dan mengambilnya.
"Jangan Tuan," Satria berusaha memohon agar uang itu tidak mereka ambil.
Tapi permohonan Satria tidak mereka gubris sama sekali. Sementara di meja yang tidak jauh dari meja Satria. Seorang pria yang tadi melapor tersenyum puas melihat uang hasil penjualan ikan Satria habis mereka ambil.
"Ahh, mengapa nasibku seburuk ini?" gumam Satria setelah para preman itu pergi.
Satria hanya terduduk lesu, uang nya habis diambil oleh preman dipasar ini.
"Sabar ya, Nak. Memang beginilah nasib kita sebagai orang rendah," ucap seorang pria yang ada di meja samping Satria.
"Iya Paman," jawab Satria lesu.
"Bagaimana aku menghadapi istriku nanti? Padahal uang itu aku kumpulkan dengan susah payah," batin Satria.
Satria menghela nafas berat. Lalu menutup gerainya. Ikan yang tersisa akan ia bagi-bagikan kepada orang miskin yang tidak mampu untuk membeli ikan. Dan sisanya lagi akan ia bawa pulang kerumah.
Satria mengendarai motor bututnya dan pulang ke rumah. Saat tiba dirumah, Satria disambut dengan omelan dari mertua dan juga istrinya.
"Mana uangnya?" tanya Lusiana.
"Maaf, hari ini semua uangku diambil oleh preman," jawab Satria tertunduk.
"Dasar tidak berguna...!" hardik Lusiana.
Satria hanya bisa terdiam, karena apa yang diucapkan istrinya itu adalah benar.
"Apa yang bisa kamu lakukan selain menyusahkan saja?" tanya Lusiana. Satria tidak bisa berkata apa-apa.
"Sana masak, aku sudah lapar," perintah Lusiana.
Begitulah keseharian Satria dirumah ini, hanya makian dan hinaan yang ia dapatkan dari keluarga istrinya itu dan juga istrinya sendiri. Satria sendiri bertahan hanya karena amanah dari sang kakek Lusiana.
Satria melakukan tugasnya dengan baik, seperti memasak dan mengemas rumah. Meskipun demikian, tetap saja ia dikatakan tidak berguna. Hanya karena dia miskin.
Setelah selesai memasak, Satria menghidangkan makanan tersebut diatas meja makan. Semua keluarga istrinya berkumpul untuk makan. Tapi tidak dengan Satria yang harus makan dilantai dapur tersebut.
Malam hari...
Satria harus kembali bekerja sebagai kurir pengantar barang. Dengan motor miliknya ia pun pergi. Satria harus bisa mengumpulkan uang untuk istrinya itu yang hidup dengan gaya glamournya.
Cuaca tidak mendukung ketika ini, langit tertutupi Awan hitam sehingga tidak ada satupun bintang yang terlihat di langit.
"Sepertinya akan turun hujan," gumam Satria. Satria sudah menyiapkan mantel hujan agar tidak kehujanan nantinya.
Dengan percaya diri, Satria mengantarkan pesanan pelanggan. Bukan hanya barang, bahkan makanan pun akan ia hantarkan.
Setelah mengantar pesanan pada alamat yang dituju, Satria berniat untuk pulang. Dan upahnya akan dibayar nanti setelah pekerjaannya selesai.
Saat ditengah perjalanan hujan pun mulai turun. Satria menghentikan motornya dan memasang mantelnya.
"Sepertinya hujannya akan lama," gumam Satria.
Satria melanjutkan perjalanannya, ia akan mengambil upahnya terlebih dahulu. Setelah itu baru ia akan kembali kerumah.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam saat ini. Tapi hujan belum juga berhenti, Satria mengerem mendadak saat melihat seorang pria tua tergeletak dijalan.
Satria segera turun dari motornya dan menolong kakek itu. Satria mengangkat tubuh kurus kakek itu kepinggir jalan dan tempat teduh agar tidak kehujanan. Tapi tubuh kakek itu sudah basah oleh hujan dan kakek itu terlihat kedinginan.
*
*
Pertama kali membuat cerita bergenre fiksi, rasanya sedikit sulit.
Dukung ya teman-teman para readers. Kalau ada saran atau kritik silahkan diutarakan. Tapi jangan terlalu pedas ya, soalnya aku gak terlalu suka pedas.
*
*
*
*
*
*
Satria menyelimuti tubuh kakek itu dengan mantelnya. Wajah kakek itu terlihat pucat meski tidak jelas terlihat oleh Satria.
"Kakek tidak apa-apa?" tanya Satria.
Kakek itu menggeleng, "Tidak, kakek cuma lapar."
"Sebentar ya kek," kata Satria.
Satria mengambil kotak makanan yang tadi diberi oleh pemilik restoran tempatnya bekerja. Tadinya setelah tiba dirumah baru ia akan memakannya. Tapi ada yang lebih membutuhkan dari dirinya.
"Ini kek," ucapnya sambil menyerahkan kotak makanan tersebut.
Pria tua itu makan dengan begitu lahap sehingga dalam sekejap makanan sudah berpindah keperut nya.
Satria tersenyum, "ternyata dia benar-benar kelaparan."
"Nak, kakek cuma punya ini," ucap pria tua itu menyerahkan kalung berbentuk naga.
"Tidak perlu kek, saya ikhlas," kata Satria.
"Ambillah, agar nanti kamu bisa mengingat kakek," kata pria tua itu.
"Baiklah kek," jawab Satria.
Satria pun memakai kalung tersebut, saat Satria menoleh ternyata kakek itu sudah menghilang. Satria panik mencari kakek tersebut, tapi tidak ia temukan.
Akhirnya Satria memutuskan untuk kembali kerumahnya, lebih tepatnya rumah mertuanya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, mereka sudah tidak heran lagi pada Satria mau pulang jam berapa? Yang penting pekerjaan rumah dan memasak harus siap.
Satria memegang liontin kalung tersebut yang berbentuk naga. Saat ia ingin melepaskan kalung tersebut ternyata tidak bisa.
Terpaksa Satria membiarkan kalung tersebut dilehernya. Seperti biasa, Satria mengerjakan pekerjaan rumah tersebut hingga selesai. Kemudian ia membuat sarapan untuk mereka semua. Setelah selesai barulah Satria beristirahat didalam gudang yang disebut kamar itu.
Satria kembali berjualan ikan, saat ini Satria berada di pelabuhan untuk membeli ikan segar. Uang upah semalam ia belikan ikan sebagai modal.
Meskipun sang istri anak konglomerat, tapi uang hasil Satria berjualan dan juga bekerja habis untuk istrinya foya-foya.
Sementara Satria hanya menurut saja, membantah sedikit maka caci maki dan hinaan dari keluarga mertuanya itu.
Setelah mendapatkan ikan, Satria langsung kembali ke pasar. Beruntung hari ini tidak ada preman pasar, jadi uang Satria aman.
Separuh untuk istrinya dan sisanya untuk modal usahanya. Begitulah seterusnya.
Malam ini Satria kembali bekerja seperti biasa, cuaca malam ini sangat bagus. Satria mendapatkan pesanan untuk mengantarkan barang kesebuah hotel. Entah barang apa yang mereka pesan. Satria hanya bertugas untuk mengantarkan nya.
Saat tiba di hotel yang dimaksud, Satria menemui resepsionis dan menanyakan kamar yang memesan barang tersebut.
Tapi siapa sangka, Satria malah melihat istrinya sedang berangkulan memasuki hotel tersebut.
"Lusi!" panggil Satria.
Kedua orang itu menoleh, dan Lusi tersenyum mengejek.
"Siapa dia?" tanya Satria.
"Dia kekasihku, dan kamu jangan ikut campur...." Bentak Lusi.
"Tapi aku suamimu, biar bagaimanapun kita sudah menikah," kata Satria.
"Lusi, tidak mungkin punya suami miskin kaya kamu," ejek sang pria. Pria itu bernama Ronald.
"Ayo sayang," ajak Lusi pada Ronald.
Mereka pun melanjutkan masuk kedalam yang sudah mereka pesan sebelumnya.
Satria pun melanjutkan mengantar pesanan pelanggan. Jujur hatinya sakit melihat istrinya bersama pria lain. Meskipun diantara mereka hanya sebatas istri diatas kertas.
Satria kembali setelah mengantarkan pesanan, hari ini ia pulang lebih awal dari biasanya. Karena pesanan tidak terlalu banyak.
Setibanya di rumah. Kedua mertuanya sudah menunggu di ruang tamu. Satria yang memang tidak terlalu baik dengan mertuanya pun ingin berlalu dari situ.
"Gak sopan kamu!" tegur Victor.
"Ayah," sapa Satria.
"Duduk, kami mau bicara!" Perintah ayah mertuanya.
Satria pun hendak duduk di sofa tapi suara Serina menghentikannya.
"Siapa yang menyuruh mu duduk di sofa? Duduk dilantai...!" Serina seperti Lusiana suka membentak.
Satria pun berpindah duduk dilantai, "apa yang ingin ayah bicarakan?" tanyanya.
"Aku ingin kau bercerai dengan putriku. Kau menantu tidak berguna," ucap pedas Victor.
"Tapi amanah kakek melarang aku untuk bercerai," jawab Satria.
"Orang tua itu sudah mati, besok kami akan urus perceraian kalian. Dan putri kami sudah menemukan orang yang lebih kaya," kata Serina.
"Aku tidak ingin bercerai," tegas Satria lalu bangkit dari duduknya dan kembali ke gudang.
"Dasar anak kurang ajar," maki Victor.
Satria tidak peduli lalu masuk kedalam kamarnya dan beristirahat. Satria tidak makan malam, karena ia tidak diizinkan.
Satria memegang liontin kalung tersebut dan menatapnya. Setiap kali Satria ingin melepaskan kalung tersebut, kalung itu tidak bisa melewati kepalanya. Seolah kalung itu hidup bisa mengecil dan membesar.
Satria pun merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, perutnya terasa lapar. kemudian ia mengeluarkan mie instan yang sudah ia siapkan didalam kamarnya.
Dan iapun kedapur untuk mengambil air panas, hanya itulah yang bisa ia makan.
Mengapa tidak ada pembantu? Jawabnya adalah. Pembantu di rumah ini semua dipecat sejak Satria menjadi menantu dirumah ini.
Setiap kali ia berpikir ingin bebas, tapi pesan kakek selalu terngiang-ngiang di telinganya.
'Jaga cucuku, jangan ceraikan dia kecuali kalau dia sendiri yang memintanya'
Satria menghela nafas, lalu memakan mie instan yang sudah matang. Kemudian ia pun tertidur. Baru kali ini Satria bisa tidur lebih awal.
Pagi hari...
Seperti biasa Satria pergi ke pasar untuk berjualan ikan. Tapi sebelum itu dia lebih dulu membeli ikan segar untuk dijual.
"Ikan Bu," kata Satria.
"Satu kilo ya," ucap ibu itu.
Dengan senang hati Satria melayani pembelinya. Hari ini ikan yang ia jual cepat habis. Jadi Satria bisa lebih santai.
Setelah mencuci meja dan tempat berjualan, Satria memutuskan untuk langsung bekerja mengantarkan barang.
Satria mengendarai motornya dengan santai, karena ia juga tidak terlalu terburu-buru. Satria mendapatkan pesanan mengantarkan barang pada sebuah perusahaan besar.
Saat tiba disana, penjaga keamanan melarangnya masuk. karena pakaiannya yang terlihat tidak layak bagi mereka orang kaya.
"Maaf, tidak sembarangan orang bisa masuk," cegah sekuriti tersebut.
"Saya hanya mengantar pesanan pada pemilik perusahaan ini, Tuan," jawab Satria.
"Melihat penampilanmu seperti ini, bisa saja kamu hanya ingin mencuri," kata sekuriti mengejek.
"Apa salah dengan pakaianku? Yang penting aku tidak tel****ng," jawab Satria.
Sekuriti mendorong tubuh Satria hingga terjatuh, kemudian Satria bangkit. Tapi sekuriti malah memukulinya dengan pentungan.
Satria tidak bisa melawan. Hingga ada mobil mewah yang datang, sekuriti pun berhenti memukulinya.
Keluar seorang pria dan seorang wanita dari dalam mobil tersebut. Dengan langkah anggunnya dia menghampiri Satria.
"Cepat tanda tangani surat cerai ini," perintah Lusiana.
Sementara sang kekasih sudah menyeringai senang, karena sudah berhasil membuat Lusiana bercerai dari suaminya.
Setelah itu dia akan mendapatkan wanita itu seutuhnya dan Ronald sudah punya rencana jahat untuk menyingkirkan Satria dan menghabisi nyawanya.
"Cepat kamu tandatangani," kata Ronald.
Satria pun menanda tangani surat cerai tersebut. Iapun sudah resmi bercerai dengan Lusiana.
Satria pun segera meninggalkan tempat itu. Dan tanpa sepengetahuan Satria, Lusiana menyuruh Ronald untuk menyingkirkan Satria.
*
*
*
*
*
*
Satria mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, tanpa ia sadari ada beberapa buah mobil mengikutinya. Saat tiba ditempat sepi, motor Satria di hadang oleh orang suruhan Ronald.
Satria pun segera menghentikan motornya. Dan segera turun. Kemudian datang lagi sebuah mobil menghampiri mereka.
Saat pintu mobil terbuka, keluar sebelah kaki jenjang dan mulus dengan mengenakan heels.
Satria mengerti sekarang, kalau dia dalam bahaya. Tapi saat ia menyadari semuanya sudah terlambat.
"Habisi dia!" perintah Lusiana.
Satria pun dihajar oleh orang suruhan Lusiana dan Ronald. Keduanya tertawa melihat Satria tidak berdaya. Wajahnya sudah tidak berbentuk dan jalannya sempoyongan.
Ronald mengeluarkan pisau dan berjalan mendekati Satria. Ronald menyeringai dan jleeb.
Pisau pun men*ncap di pe*ut Satria. Satria mengeluarkan darah sangat banyak. Jleeb... Sekali lagi Ronald men***am pe*ut Satria.
Bruuk... Satria terjatuh diatas tanah. Lusiana dan Ronald tertawa senang.
"Membusuk lah kau ditempat ini," ucap Lusiana.
Kemudian mereka semua pun meninggalkan tempat itu dengan tertawa senang. Satria berusaha menggapai apa saja agar dia bisa bertahan.
Tanpa diduga, darah mengalir mengenai liontin kalung yang Satria pakai. Seketika kalung tersebut pun mengeluarkan cahaya keemasan.
Sementara ditempat lain, orang-orang yang mempunyai tato naga dilengan nya merasa aura yang berbeda. Dan benar saja, semua tato dilengan mereka bersinar dengan warna keemasan.
"Raja naga telah bangkit...!" teriak pemimpin mereka. Seorang wanita cantik yang dijuluki Dewi perang.
"Bersiap semua untuk menyambut keturunan baru Raja naga!" perintahnya.
Mereka semua berbaris sebelum masuk kedalam mobil. Ratusan prajurit dan puluhan panglima perang pun bersiap-siap. Tapi tidak semuanya ikut.
Hanya panglima perang dan satu Dewi perang yang pergi. 10 mobil mewah pun melaju dijalan raya untuk menemui Raja naga.
Sementara Satria yang tadi sekarat, kini kembali normal seperti tidak terjadi apa-apa. Dan tubuhnya bersinar, kalung yang ia pakai menghilang dan berubah menjadi tato naga di kedua belah lengan tangannya. Satria merasa heran dengan situasi seperti ini.
Satria berdiri dan cahaya keemasan mulai meredup saat 10 buah mobil datang kepadanya.
Pemilik mobil tersebut pun berhenti didekat Satria. kemudian 30 orang panglima perang, dan satu Dewi perang keluar dari mobil.
"Hormat kami Yang Mulia," ucap mereka serentak sambil berlutut didepan Satria.
"Hei apa yang kalian lakukan?" tanya Satria.
"Maafkan kami Yang Mulia," ucap mereka serentak.
"Siapa kalian?" tanya Satria.
"Kami adalah prajurit setia Raja naga. Dan anda lah Raja naga baru kami," ucap Dewi.
Kemudian Dewi pun mengeluarkan kotak yang didalamnya berisi kartu tanpa batas. Serta sertifikat perusahaan, rumah, tanah dan banyak lagi aset lainnya.
"Apa ini?" tanya Satria.
"Ini semua adalah milik Raja naga. Karena Anda adalah Raja naga, maka semua ini adalah milik Anda, Tuan," ucap Dewi.
"Hmmm. kalian bawahan ku, berarti aku bisa memerintah kalian?" tanya Satria.
"Apapun itu, Yang Mulia," jawab Dewi.
"Baiklah, sekarang aku hanya akan mengambil ini, dan selebihnya kalian urus seperti biasa. Dan ingat jangan bocorkan identitasku," titah Satria.
"Siap laksanakan Yang Mulia," jawab mereka serentak.
"Jangan panggil aku Yang Mulia," tegas Satria.
"Baik tuan muda," jawab mereka serentak.
"Pergilah," perintah Satria.
"Baik tuan muda," Kemudian mereka pun pergi.
Satria masih seperti bermimpi, tiba-tiba saja hidupnya berubah menjadi seorang penguasa. Tapi dia akan tetap menyembunyikan identitasnya kepada siapapun. Satria meraba-raba tubuhnya, tidak ada luka, bahkan bekas luka pun menghilang.
Bahkan wajahnya 2 kali lipat lebih tampan dari sebelumnya.
Satria pun menaiki motor bututnya, ia akan mencari rumah terlebih dahulu dan akan membeli rumah untuk tempat tinggalnya nanti.
Satria pergi keperusahaan properti untuk membeli rumah yang cocok untuknya. Selama ini dia hanya hidup menumpang di rumah istrinya dan sekarang sudah menjadi mantan istri.
Satria memarkirkan motornya saat sudah tiba di perusahaan tersebut. Saat ingin masuk, Satria dihentikan oleh satpam penjaga perusahaan tersebut. Hanya karena pakaian nya koyak dibeberapa bagian. Satria sendiri tidak menyadari itu.
"Saya datang ke sini untuk membeli rumah," kata Satria kepada kedua satpam tersebut.
"Sadarilah dirimu, apa kamu tidak punya cermin?" tanya satpam mengejek Satria.
Satria melihat penampilannya dan kemudian ia menepuk keningnya sendiri. Satria pun mengurungkan niatnya untuk masuk. Lalu ia menaiki motornya dan berbalik arah ke mall untuk mencari pakaian.
Sesampainya di parkiran mall, Satria pun memarkirkan motornya. Dengan percaya diri Satria pun masuk kedalam mall.
Semua orang memandang jijik kepada Satria, karena melihat penampilan Satria seperti seorang gembel.
"Ih, gembel kok masuk mall," kata pengunjung 1.
"Iya nih, bikin jijik saja," jawab pengunjung 2.
Satria masih terus berjalan tanpa menghiraukan apapun yang mereka bicarakan. Kini Satria sudah punya kekuasaan dan uang.
Saat ia masuk kedalam sebuah toko pakaian, Satria malah diusir, karena orang mengira dia gembel. Tapi Satria tidak mempedulikan itu. Ia masih bersikeras masuk dan memilih pakaian yang ia inginkan.
Pelayan toko tidak ada satupun yang melayaninya. Karena melihat penampilan Satria.
Satria pun pergi ke kasir untuk membayar pakaian tersebut. tapi Satria malah diabaikan.
"Nona, saya mau bayar," kata Satria.
"Gak punya uang sok-sokan belanja baju mahal," cibir pelayan toko.
Satria hanya tersenyum, "gesek!"
Satria memberikan kartu hitam miliknya. Pelayan yang tadi meremehkan langsung melotot melihatnya. Tidak menyangka seorang yang dianggap gembel memiliki kartu hitam tanpa batas.
"Terima kasih tuan, silahkan datang lagi," ucap kasir sopan.
"Dimana ruang ganti?" tanya Satria.
"Mari ikut saya tuan," ajak pelayan yang tadi mencibirnya.
Satria pun mengikuti pelayan tersebut dan segera mengganti pakaiannya. Dan membuang pakaian lamanya.
Sebelum Satria keluar dari toko tersebut, Satria berkata, "lain kali jangan menilai orang dari penampilannya."
Kemudian Satria pergi dari toko tersebut. Pelayan dan yang lainnya merasa sangat malu setelah mendengar perkataan Satria.
Kemudian Satria kembali ke perusahaan property untuk membeli rumah. Saat tiba di perusahaan, satpam yang tadi tidak mengenalnya. Karena pakaian Satria berubah.
"Silakan Tuan," ucap satpam tersebut.
Satria pun masuk kedalam, beberapa orang memandang remeh terhadapnya. Meskipun Satria sudah berpakaian bagus, tapi terlihat seperti bukan seorang CEO. Karena Satria hanya berpakaian kemeja biasa.
"Selamat datang Tuan," sapa pramuniaga.
"Saya mau beli rumah," kata Satria.
"Mari Tuan lihat-lihat dulu," ajak Mey.
"Orang miskin dilayani," cibir seorang pramuniaga lainnya.
Tapi Mey tidak peduli, karena baginya pembeli harus dilayani. Tidak peduli mau membeli atau tidak.
"Saya mau yang ini," Satria menunjuk contoh rumah minimalis modern. Dengan harga terjangkau bagi orang menengah.
Satria sengaja memilih rumah seperti itu, karena dia juga tinggal sendiri.
*
Belum terbiasa menulis cerita bergenre seperti ini, jadi kurang menarik ceritanya.
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!