Hari itu adalah hari paling menyakitkan dalam hidupku. Perasaanku luluh lantah, hatiku di hancurkan, harapanku di patahkan, dan aku kehilangan tujuan hidupku .
Saat aku masih menangisi nasibku, Dia datang ke dalam hidupku. Waktu itu ku kira dia adalah penolong, nyatanya dia adalah seorang penipu ulung. Kukira dia penyembuh, ternyata dia justru menambah luka yang bahkan belum sempat sembuh.
***
Hai, namaku Meira Lestari. Orang-orang biasanya memanggilku Mei. Aku hanyalah gadis dari keluarga sederhana dan aku seorang anak tunggal. Dan Ini adalah kisah hidupku ..
Hari ini aku berangkat ke kantor dengan perasaan gugup. Bagaimana tidak, hari ini adalah ulang tahunku yang ke 22. Tapi pacarku tidak bisa di hubungi sejak semalam.
"Apa Rakri ga inget hari ulang tahunku, sejak semalam dia gak ada kabar," gumamku.
Rakri adalah pria yg sudah 2 tahun ini berpacaran denganku, dia pria yang baik dan penyayang.
Setidaknya itu yang aku rasakan selama menjalin hubungan dengan Rakri.
Aku hanyalah seorang staff biasa. Aku cukup beruntung bisa di terima bekerja di kantor ini karna aku hanya tamatan SMA.
Dulu aku sempat kuliah, karna bapaku sering sakit-sakitan, aku memutuskan berhenti dan mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga.
Bapa sempat tidak setuju, beliau ingin aku terus menuntut ilmu agar nanti aku bisa menjadi orang sukses.
Karna bapa mulai sering sakit, akhirnya beliau beberapa kali tidak bekerja. Dan ekonomi keluarga mulai terasa sulit.
Bapa hanya seorang buruh harian lepas, sedangkan ibuku bekerja di warung makan yang kebetulan adalah milik tetanggaku.
Akhirnya dengan terpaksa, bapa menyetujui keputusanku untuk berhenti kuliah dan mengizinkan aku bekerja.
Aku punya seorang sahabat sejak SMA yang bernama Rina. Dan sekarang kami bekerja di kantor yang sama.
Saat tiba di kantor, aku tidak melihat Rakri sama sekali, meja kerjanya kosong.
Mataku melihat sekeliling ternyata Rina juga tidak kelihatan batang hidungnya.
"Nin, Rakri sama Rina pada kemana,?" tanyaku pada Nina yang mejanya bersebelahan denganku.
"Ga tau mei, dari pas gue dateng juga mereka ga ada," sahut Nina.
"Apa mereka pada ga masuk ya, masa barengan gini," gumamku penasaran.
Aku mencoba menelpon Rakri, nomer nya aktif tapi tak kunjung di angkat. Dia kemana si ya ampun aku mulai merasa kesal.
Kemudian aku beralih menelpon Rina .
Tak butuh waktu lama akhirnya dia menjawab.
"Hallo Rin, Lo dimana? ko ga ada di kantor?"
"Iya mei gue lagi di kantin nih, kesini buruan!," sahutnya.
"Emang nya ada apa sih, eh Lo liat Rakri ga- Tuutt." Telpon terputus.
"Si Rina kebiasaan deh gue belom kelar ngomong udah di matiin."
Anak itu memang seringkali membuatku kesal, tapi dia sebenarnya sangat baik meskipun kadang menyebalkan. Langsung saja aku bergegas menuju kantin .
Saat tiba di kantin aku tidak menemukan siapapun disana.
Saat aku masih celingukan tba-tiba sebuah tangan menutup mataku dari belakang. Aku begitu mengenal milik siapa tangan yang lembut dan harum ini.
"Happy birthday sayang, maaf ya gak ngasih kabar dari semalam," bisiknya di samping telingaku.
Setelah mataku terbuka, aku menoleh dan melihat wajah tampannya sedang tersenyum sambil menyodorkan sebuket mawar merah.
Kuhirup aroma bunga kesukaanku ini, rasanya hatiku ikut berbunga-bunga saat ini.
Rakri juga memberikan sebuah kotak hadiah kecil dan aku bisa menebak apa isi di dalamnya.
Sebuah kalung yang sangat cantik.
"Sini biar aku pakaikan," ucapnya begitu lembut.
Aku begitu bahagia bisa mengenal Rakri di dalam hidupku. Laki-laki yang begitu aku cintai setelah bapaku.
Rina yang sejak tadi diam dan melihat dengan gembira akhirnya bersuara.
"Selamat bertambah tua mei ... sorry gue belom beli kado apapun soalnya gue baru inget kalo Lo ulang tahun hari ini," ucap Rina sambil cengengesan.
"Emang ya Lo tuh jahat banget ulang tahun sahabat sendiri aja lupa," sahutku sambil mengela nafas.
Rina hanya tertawa geli, aku sudah memahami sifat nya yang pelupa itu.
***
Hubunganku dan Rakri selama ini berjalan baik-baik saja. Aku mencintainya dan dia mencintaiku.
Harapanku hubungan ini bisa sampai ke pelaminan, meskipun aku tau nanti akan ada banyak rintangan kedepannya.
Meskipun aku dan Rakri sudah menjalin hubungan selama dua tahun, aku hanya baru sekali bertemu dengan mama nya. Sedangkan papa nya sudah meninggal sejak sebelum aku kenal dengan Rakri.
Rakri berasal dari keluarga yang cukup berada, dan aku sempat merasa takut akan ada tentangan dari mama nya. Aku bisa merasakan nya dari tatapan mata mama nya sejak awal pertemuan kami.
Namun Rakri terus berkata akan berusaha menyakinkan mama nya bahwa aku gadis yang pantas untuknya.
Sebenarnya aku cukup cantik, kulitku putih bersih, tubuhku ramping dan tinggi semampai. Hidungku mancung dan bibirku merah berbentuk love.
Tapi itu saja tidak cukup kan, banyak orang tua yang menginginkan pasangan untuk anaknya kelak harus sempurna dari segi apapun.
Aku adalah orang yang introvert, aku hanya memiliki beberapa kenalan dan teman, namun aku tidak terlalu dekat dengan yang lainnya.
Hanya Rina lah sahabat yang sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri. Dia tau semuanya tentangku karna kami selalu terbuka pada satu sama lain.
Di dunia ini aku paling tidak mau bertengkar dengan nya, karna jika kami bermusuhan, rasanya lebih menyakitkan ketimbang di putusin pacar haha.
Tapi ternyata dua-duanya sama-sama sakit jika kita di tinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai.
Karna Rina belum mempunyai pacar, dia lebih banyak menghabiskan waktu denganku dan menginap di rumahku.
Rakri juga tidak masalah jika kami sering kemana-mana bertiga meskipun hanya kadang-kadang.
Sampai akhirnya muncul gosip aneh di kantor, jika Rina dan Rakri mempunyai hubungan di belakangku.
Entah siapa yang menyebarkan gosip murahan itu, dan bodohnya aku sempat percaya dan marah pada Rina dan juga Rakri.
Kami bertengkar hebat, Rina terus menjelaskan bahwa gosip itu tidaklah benar dan hanya salah paham.
Aku mendiamkan nya beberapa hari dan rasanya sangat menyakitkan, orang-orang di kantor mulai berfikir jika kami akan memutuskan persahabatan.
Sampai akhirnya aku tau bahwa itu tidaklah benar, dan orang yang pertama menyebarkan gosip itu adalah salah satu rekan kerja yang tidak suka padaku.
Untungnya Rina memaafkan diriku dan kami akhirnya berbaikan, aku menangis tersedu-sedu karna karna takut kehilangan sahabat baikku.
Tapi justru Rina lah yang meminta maaf, karna mungkin dia salah jika masih menempel padaku meskipun aku sudah punya pacar.
Padahal aku tau dia hanya begini padaku, sedangkan saat tidak ada aku justru Rina tidak memperdulikan Rakri dan hanya berbicara seperlunya.
Sekarang aku takan melakukan kesalahan yang sama lagi, aku tak ingin kehilangan sahabat terbaikku di dunia ini.
Aku harus menjaga orang-orang yang aku cintai, meskipun takdir ternyata tidak berpihak kepadaku.
Saat pulang kantor, Rakri mengajaku untuk kencan. Kami berangkat menuju ke cafe yang biasa aku dan Rakri kunjungi.
Sepanjang perjalanan, di dalam mobil Rakri terus menciumi tanganku.
"Mei, aku sayang banget sama kamu ... jangan pernah tinggalin aku ya." Matanya begitu teduh saat menatapku.
"Aku juga sayang banget sama kamu Rakri, aku harap kita bisa segera nikah. Aku udah ga mau lagi pacaran lama-lama. Ibuku bilang, kapan kamu bakal ngelamar aku."
"Sabar ya sayang, aku juga lagi berusaha ngumpulin dananya. Aku mau semuanya dari hasil kerja kerasku tanpa minta bantuan orang tuaku," jawab Rakri lembut.
"Iya Rakri, kamu tau sendiri kan bapak udah sering sakit-sakitan. Katanya takut bapak keburu gak ada umur," ucapku pelan, air mata mulai berkubang di pelupuk mata.
Bapak ingin sekali melihatku menikah, beliau bilang biar nanti ada yang jagain aku kalau bapa udah gak ada.
Rakri memelukku erat dan mencium bibirku. Rasa hangat menjalar ke sekujur tubuhku dan perlahan-lahan aku mulai merasa tenang.
***
Setelah dari cafe, Rakri mengantarkanku pulang.
"Assalamualaikum, Bu Meira pulang."
"Walaikumsalam ... eh ada nak Rakri," sahut ibu.
Lalu Rakri mencium tangan ibu.
"Bapak kemana Bu ko ga kelihatan?"
"Oh si bapak lagi ke mesjid ikut sholat isya berjamaah, paling sebentar lagi juga pulang," jawab ibu.
"Ibu, mei, aku langsung pulang ya soalnya mama ku dari tadi nelponin terus," ucap Rakri.
"Loh ga mampir dulu nak? biasanya kan suka ngopi dulu bareng si bapak," tanya ibu.
"Engga bu, kayanya ada urusan penting. Salam buat bapak ya."
"Yasudah... hati-hati di jalan, sampaikan salam juga buat mama mu," kata ibu tulus.
Ya, ibu dan bapak ku sudah sangat menyayangi Rakri. Bahkan mengganggap nya sudah seperti anak nya juga.
Karna itu aku berharap bisa cepat menikah dengan Rakri agar kedua orang tuaku juga bahagia.
Malam itu aku tidak tahu, mungkin sesuatu yang buruk akan segera menghampiri hidupku.
**
Ketika Rakri sampai rumah, mama nya sudah menunggu di ruang tamu dengan raut masam.
"Darimana kamu baru pulang? pasti kelayaban sama perempuan itu!" cecar mama nya.
"Namanya Meira ma, lagian ada apa sih biasanya juga mama ga nelponin aku terus," sahut Rakri lesu.
"Pokonya keputusan mama udah ga bisa di ganggu gugat! kamu harus nikah sama Sheryl!"
"Dia itu anak temen mama dan papa kamu dari kuliah. Dia anak yg pinter, sopan, cantik dan attitude nya juga bagus. Dan tentunya berasal dari keluarga yang sederajat dengan kita!" tegas mama Rakri.
"Tapi ma, Rakri itu pacaran sama Meira udah 2 tahun dan aku sangat mencintainya. Aku cuma bakal nikah sama Meira."
"Kalau kamu ga mau nurutin perkataan mama, jangan anggap aku ini mama kamu lagi- aahh sakit ..." lirihnya sambil mencengkram dada.
Rakri panik dan segera menangkap mama nya yang hampir ambruk .
"Lebih baik mama mati menyusul papa mu daripada mama harus melihat kamu bersama perempuan itu!," ucap nya dengan tersengal-sengal.
"Maafin Rakri ma, jangan kaya gini. Aku cuma punya mama, aku bakal nurutin kemauan mama. Ayo kita ke rumah sakit dulu," ucap Rakri dengan penuh penyesalan.
Setelah ditangani dokter, akhirnya keadaan mama nya mulai membaik. Dokter kemudian berpesan agar jangan dulu membuat mama nya banyak fikiran hingga membuatnya stress.
Rakri termenung sambil menatap mama nya yang kini telah tertidur pulas. Pikiran nya menerawang jauh, entah bagaimana ia harus menyikapi masalah ini kedepan nya.
Di satu sisi hanya mama nya yang ia punya saat ini, tapi di sisi lain ia tak mungkin meninggalkan Meira.
Tiba-tiba sekelebat bayangan melintas di benak nya, mengingat sosok papanya yang yang tersenyum indah.
"Seandainya papa masih ada, mungkin papa akan merestui hubunganku dengan Meira dan bisa membujuk mama."
Papa Rakri memang sosok yang begitu dermawan, beliau tidak pernah memandang seseorang dari mana dia berasal atau dari penampilan nya.
Bahkan papanya lah yang selalu mengerti perasaan Rakri, yang selalu mendukung apapun pilihan anaknya.
Sayang nya tuhan memanggil nya lebih dulu, mengharuskan Rakri menggantikan sosok nya untuk menjaga mama nya.
***
Sebelum tidur, aku dan Rina saling bertukar pesan.
kami sering membicarakan hal-hal random meski hanya lewat chat.
Rakri juga tak menghubungiku lagi, jadi aku memutuskan untuk menghubungi Rina.
Dia selalu bercerita tentang orang-orang yang pernah menyukai nya, dan dia meminta pendapatku tentang beberapa hal.
Aku justru malah tertawa terpingkal-pingkal menanggapinya.
Bagaimana tidak, ternyata yang di bilang pernah menyukainya adalah tukang sayur yang biasa keliling di rumahnya, yang kebetulan masih bujang.
Selanjutnya adalah kasir mini market tempat ia sering membeli camilan, dan terakhir adalah anak teman papa nya yang masih di bawah umur alias bocil.
'Tega banget Lo mei ngetawain gua mulu'
'Hahaha, sorry Rin gue bercanda'
'Udah ah sana tidur, dasar sahabat jahat'
'jangan marah ya nanti cepet tua kaya nenek-nenek haha, selamat malam Rin'
Begitulah percakapan kami di chat, aku masih sedikit tertawa karna geli.
Rina juga berasal dari keluarga sederhana, tapi ia lumayan berada karna papa nya adalah pedagang kain yang mempunyai beberapa cabang.
Setelah lulus kuliah dia justru masuk ke kantor yang sama denganku dan berkerja bersamaku. Karna itu adalah keinginan nya, padahal dia bisa mendapatkan posisi yang lebih baik, tapi dia menolak.
Aku beruntung mempunyai teman seperti Rina, dan pacar seperti Rakri.
🍁🍁🍁
Pagi hari setelah mandi dan sarapan, Bapak sudah bersiap untuk mengantarkanku.
Beliau sedang memanaskan motornya di halaman, Ibu sedang menyapu sembari ngobrol bersama Bapak.
"Si Marni katanya udah ada yang lamar ya Pak," ucap Ibu membicarakan anak tetangga sebelah.
"Iya Bu, katanya ga lama lagi akan segera menikah," sahut Bapak.
"Si Rakri kapan ya pak bakal ngelamar anak kita," kata Ibu penuh harap.
"Sabar Bu, kita doa'kan saja semoga di permudah jalan nya," kata Bapak.
Aku hanya tersenyum mendengar obrolan mereka, aku segera menghampiri mereka.
"Ayo Pak, berangkat," ucapku.
"udah siap toh, kalau gitu pamit sama Ibumu."
"Mei sama Bapak berangkat ya Bu," ucapku sambil mencium tangan Ibu.
"Iya, hati-hati di jalannya, bawa motornya pelan-pelan aja ya Pak," ujar ibu.
Kamipun berangkat dan tak butuh waktu lama segera tiba di kantorku. Setelah mengantarku, Bapak juga akan pergi ke tempat kerjanya. Bapak saat ini sedang bekerja bangunan di sebuah proyek.
Padahal aku sudah meyuruhnya tidak bekerja lagi, biar aku saja yang bekerja. Tapi Bapak menolaknya dengan alasan itu adalah tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga meskipun penghasilan nya tak seberapa.
Di sisi lain, sudah beberapa bulan ini, mama nya terus menjodohkan nya dengan beberapa anak teman nya.
Hanya saja Rakri terus mengelak dan berkata belum siap menikah.
Rakri gusar bagaimana harus menjelaskan semua ini kepada Meira, dia sangat mencintai nya dan tak ingin melukai perasaan Meira sedikitpun.
Dia begitu dilema memikirkan kedua perempuan penting di hidupnya.
Sedangkan mama nya kekeh ga mau merestui hubungan nya dengan Meira saat tau kalau Meira hanya lulusan SMA dan berasal dari keluarga sederhana.
Beberapa Minggu berlalu, hubungan Rakri dan Meira berjalan seperti biasanya. Entah kenapa Rakri tidak mau menceritakan semuanya kepada Meira.
Siang itu tiba-tiba mama Rakri bersikap aneh, ia meminta ingin bertemu dengan Meira.
"Mama udah ga marah lagi kan, udah ga nyuruh aku putus sama Meira?" tanya Rakri tak sabar.
"Mama cuma pengen ngobrol aja, dia sama Mama juga baru sekali bertemu, kan? Mungkin mama emang belum terlalu akrab sama dia."
"Yaudah kalo gitu, gimana kalo kita makan malem bareng aja ma, Rakri yakin kalo udah akrab mama pasti suka sama Meira. Dia gadis yang baik ma," ungkap Rakri.
" Oke, lusa ajak dia."
Rakri sangat bahagia sampai melompat-lompat. Ia tak sabar ingin segera menelpon Meira.
Sedangkan setelah ia pergi, mama nya mulai tersenyum licik.
* * *
Saat sedang makan siang Rina bertanya padaku.
"Si Rakri ga masuk ya Mei?"
"Iya dia izin katanya mama nya lagi sakit," jawabku.
"Mei lo sering ketemu sama mama nya Rakri?"
"Engga Rin, telponan aja ga pernah," sahutku.
"Aneh ga sih, lo kan sama Rakri serius?" ucap nya sambil berfikir.
"Entalah Rin, sejak Rakri ngenalin gue sama mama nya, sampe sekarang ga pernah ada kabar lagi. Mungkin mama nya sibuk," ujarku pelan.
Padahal di dalam hati aku pun merasa gusar, aku ingin lebih akrab dengan mama nya Rakri. Tapi semenjak pertemuan pertama kami, aku merasa seperti ada jarak yang begitu jauh.
Malam itu ketika hendak bersiap untuk tidur, ponselku berdering. Ternyata Rakri yg menelpon.
"Sayang,, lusa kita makan malem ya sama mama," ucap Rakri.
Aku sedikit gugup mendengarnya, kemudian aku menjawab.
"Emang nya mama kamu udah sembuh?"
"Udah baikan ko sayang."
"Emang nya gapapa, kan mama kamu baru sembuh?"
"Gapapa ko sayang, mama juga udah setuju."
"Oh yaudah, mau makan malem dimana?"
"Di restoran Purnamarwan, nanti aku jemput ya."
"Oke, kalo gitu aku tutup telpon nya udah ngantuk nih," ujarku.
"Iya, dah sayang ... good night. Mimpiin aku ya hehe."
"I love you."
" Love you to."
***
Lusa pun tiba, aku sedang bersiap-siap sambil menunggu Rakri.
Aku berkutat dengan make up mengikuti riasan ala-ala wanita Korea yang saat ini sedang tren.
Riasan soft yang natural namun aku terlihat begitu cantik. Bukan nya aku kepedean, karna orang-orang bilang aku sudah cantik dari sana nya, di poles sedikit saja sudah perfect.
Saat tiba di restoran mama Rakri sudah menunggu.
Aku bergegas dan memberi salam.
"Assalammualaikum Tante, maaf udah bikin Tante nunggu," ucapku sambil mencium tangan Mama Rakri.
"Ya, saya juga baru sampe ko," jawab Mama Rakri.
Akhirnya kami mulai makan dan mengobrol.
Saat selesai makan, Rakri pamit ke toilet sebentar meninggalkanku berdua dengan Mama nya.
Aku merasa sedikit canggung, tapi tak lama Mama Rakri mulai membuka suara.
"Saya udah tau semuanya tentang kamu, saya harap Rakri bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik daripada kamu." Mama Rakri menatap kearahku dengan intens.
Jantungku berdegup kencang, sedikit sesak mendengar perkataan Mama nya Rakri.
"Maaf Tante, saya memang berasal dari keluarga miskin. Tapi saya yakin bisa jadi istri yang baik buat Rakri," jawabku.
"Hah ... kamu pikir dengan wajah cantik aja udah cukup? Rakri butuh wanita yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa membantu karirnya," pekik Mama Rakri.
"Tapi Tante, saya sama Rakri saling mencintai dan akan melengkapi satu sama lain. Saya juga bakal berusaha bantuin Rakri sekuat tenaga," lirihku.
"Halah! saya ga peduli soal cinta-cintaan kalian berdua. Saya ingin yang terbaik untuk anak saya dan itu bukan kamu!"
Aku hanya terdiam dan tak menjawab apapun. Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku, rasanya sakit sekali. Aku buru-buru mengusap nya sebelum Rakri kembali.
Aku bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa sampai Rakri mengantarku pulang.
Mama nya juga sempat mengancamku agar tak memberi tahu Rakri apa yang kami bicarakan.
***
Setelah pulang, aku langsung masuk ke kamar kemudian meringkuk dan mulai menangis. Aku berusaha meredam suaraku agar ibu tak mendengarnya.
Jangan sampai ibu tahu alasan aku menangis, cukup aku yang merasakan sakit ini. Aku tahu jika ibu nanti akan terluka jika mengetahui apa yang terjadi.
Pagi itu aku bangun dengan mata bengkak. Aku terpaksa menggunakan sendok yg dingin dan menempelkan nya ke mataku.
Cara itu aku melihatnya dari drama Korea yang sering ku tonton, dan hasilnya cukup lumayan mengurangi bengkak yang sudah seperti di sengat tawon ini.
Saat sarapan ibu menegur ku dan memperhatikan wajahku.
"Mei, gimana semalem makan sama mama nya Rakri? Itu juga mata mu kenapa, kaya habis nangis?"
"Lancar ko Bu, kita juga ngobrol-ngobrol. Kalo soal mata mungkin Karna semalem tidur terlalu larut hehe," jawabku dengan sedikit berbohong.
"Jangan di biasain tidur terlalu malam Mei, nanti kamu sakit," ucap Ibu.
"Iya Bu, bapak sudah berangkat kerja ya?"
"Sudah, barusan tadi bapa mu pergi."
"Yaudah mei juga berangkat ya Bu."
"Iya, Ibu juga sebentar lagi mau ke warung. Hati-hati mei."
Hari ini bapak harus berangkat pagi-pagi dan tak bisa mengantarku, karna itu aku harus naik angkutan umum. Aku sampai di kantor dengan lesu, rasanya aku tak ingin masuk kerja setelah kejadian semalam.
Tapi jika aku beralasan sakit justru akan membuat Rakri khawatir.
Aku juga tidak bercerita kepada Rina, biasanya aku selalu curhat padanya.
Entalah sekarang rasanya aku lelah pada diriku sendiri.
Aku bersikap senormal mungkin ketika bertemu Rakri. Meskipun perasaanku kacau, aku yakin Rakri akan memperjuangkan ku sepenuh hati.
Kami akan terus berjuang bersama sampai akhir, tak perduli seterjal apa jalan di depan. Aku akan terus menggenggam tangan nya sampai tuhan yang melepaskan.
Sialnya aku tak tahu, tak akan lama lagi tuhan benar-benar akan melepaskan genggaman itu.
Saat sedang makan siang, Rina mulai menyadari sikapku, sedangkan Rakri berada bersama teman nya di tempat merokok.
"Mei ada apa? Cerita aja sama gue," ucapnya.
"Ga ada apa-apa ko Rin, gue cuma kurang tidur jadi nya sedikit lesu," ujarku.
"Lo harus sering minumin vitamin mei, biar ga gampang sakit."
"Iya Rin, makasih udah perhatiin gue."
"Yaudah kita balik yu ke ruangan."
"Iya ayo," jawabku kemudian kami kembali ke dalam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!