Hari itu pak de ku tak bisa mengantarku ke kost karena kerja pagi. Pak de bekerja sebagai satpam di salah satu rumah sakit ternama di kota ini. Begitupun kakak sepupuku Lia. Ia bilang sedang tidak enak badan. Aku bingung harus berangkat dengan siapa. Sedang aku masuk kerja shift 2 jam 2 siang. Jam menunjukan pukul 11. Tapi belum ada tanda-tanda ada yang mau mengantarku. Bisa saja aku naik ojek online, tapi aku takut dengan banyaknya kasus kriminal akhir-akhir ini. Apalagi jalan menuju tempat kerjaku adalah sawah dan perkebunan. Rawan begal. Selain itu aku juga bisa lebih menghemat uang jika diantar. Maklum, aku ini adalah anak rantau yang menumpang tinggal di rumah pak de ku. Tapi biar begitu mereka tetap memperlakukanku dengan sangat baik. Tidak membedakan aku dengan anggota keluarga yang lain.
"Minta antar Adit saja" kak Lia memberi saran.
"Tapi ga enak kak, masa iya gak ada angin ga ada hujan tiba-tiba minta antar. Takut dikira ada maunya" kataku.
Adit adalah teman sewaktu kita SMP dulu. Satu kelas, tapi tak akrab hanya sebatas kenal saja.
"Coba saja dulu, siapa tau dia mau".
"Baiklah, aku coba kirim pesan dulu".
Aku mencoba menghubunginya lewat pesan whatsapp. Untung kemarin habis reuni kita bikin grup chat. Jadi lebih mudah menemukan kontak mereka. Biarpun malu setengah mati, aku tetap mencoba mengirim pesan demi kelancaran kerjaku. Binggo dia mau mengantarku .
"Alhamdulillah".
"Bagaimana, apa Adit mau mengantarmu?"
"Iya mau kak, aku siap-siap dulu ya".
"Ya sudah sana".
"Tapi Adit bilang tak tahu rumah kita kak?"
"Masa, bohong itu. Dulu kan dia juga pernah kesini waktu kerja kelompok".
"Hhhhhmm entahlah..
Aku yang sudah beres bersiap duduk di teras. Menunggu kabar dari Adit. Karena chat terakhir dia bilang sudah on the way.
"Kak, Adit bilang sudah sampai di depan RS"..
"Lahh, kenapa di sana ngga ke rumah saja? ayok kakak antar, nanti kamu terlambat"
"Ngga tau tuhh.."
"Budhe, pamit yaa.. "
"Ehh, jadi berangkat sekarang? Sama siapa?"
"Jadi budhe, sama Adit"
"Adit siapa?"
"Itu, temen SMP dulu mah" sambung kak Lia.
"Temen apa temen" Nenek menyahut dari dalam.
"Temen nek, kami dulu satu kelas". Jawabku.
"Hati-hati Yanti, nanti kalau sudah sampai kabarin budhe yaa.."
"Siap budhe.."
Aku ganti salaman ke nenek Asih.
"Pamit ya nek, assalamu'alaikum.."
"Iya, waalaikum salam. Awas lho nanti jatuh cinta.."
"Iiiiihh apaan sih nenek..."
Mereka semua sontak menertawakan ku.
"Ada-ada saja nenek ini" ujarku dalam hati.
Nenek Asih adalah nenek kandung kak Lia dari budhe yang juga tinggal bersama kami satu atap.
Aku memanggilnya nenek karena mereka sekeluarga memang tidak membedakan antara aku dan kak Lia ataupun kak Sena. Apa yang kak Lia punya, aku pasti punya. Kak Lia beli sepatu, aku juga dibelikan. Kak Lia beli tas sekolah, aku pun sama. Begitu terus dari dulu hingga sekarang. Usia kita memang beda dua tahun, tapi kami satu angkatan karena dulu dikampung aku telat daftar sekolah saat SD.
Kak Sena adalah anak sulung dari pak de juga budhe ku. Sekarang dia sudah lulus kuliah. Sedang bekerja di salah satu Supermarket di kota ini. Menempati posisi Manager membuatnya lebih sibuk sekarang. Hingga kadang aku terombang-ambing begini kalau habis weekend. Tidak ada yang mengantar kembali ke kost. Hufftt..
Canggung itu yang aku rasakan saat aku berhadapan kembali dengan nya.
"Katanya sakit, ko bisa antar sampai sini?" Adit berujar setelah mematikan mesin motor nya. Kak Lia hanya nyengir cengengesan.
"Kasihan Yanti kepanasan".
"Aku pamit ya kak, "
"Iya, hati-hati dijalan. Jangan ngebut ya Dit, titip Yanti."
"In sya Allah selamat sampai tujuan."
Adit menyalakan mesin motor kembali. Melaju membelah jalanan. Motor antik yang jarang anak muda jaman sekarang mau menaiki nya. Aku yang takut jatuh memilih berpegangan pada jaket nya. Aku terus membuang muka ketika mata kami saling bertubrukan dikaca spion.
Setelah sampai, aku langsung ke kamarku untuk berganti pakaian. Sedang Adit duduk menunggu diteras depan. Saat aku keluar dari dalam kamar, mataku langsung tertuju pada Adit yang tengah memainkan ponsel sambil merokok. Adit mengenakan kaos putih, jaket hitam, juga celana jeans ketat hitam. "Ganteng" ucapku. Tapi hanya dalam hati. hihihi
"Ayok aku sudah selesai."
"Ayo, kamu sudah beres?" Adit segera mematikan rokok yang sedang dihisapnya itu.
"Hm"
Adit mengantarku kembali, ke depan gerbang tempat kerjaku.
"Terima kasih sudah mengantarku sampai sini, hati-hati dijalan ya."
"Sama-sama".
Aku berdiri menunggu Adit menyalakan mesin motornya. Tapi hanya diam.
"Ngapain masih disini, sana masuk".
"Aku tunggu kamu jalan dulu"
"Kamu masuk saja dulu, nanti aku pulang"
"Hahaha baiklah.."
Aku berjalan pelan menuju gerbang, Adit masih diam di motornya. Setelah mendekati gerbang, barulah terdengar suara mesin motor menyala.
"Hahahaha lucunya" Aku tertawa sendiri seperti orang gila.
Sampai di loker, aku bertemu Cinta yang juga sedang menyimpan tas nya.
"Kenapa kamu, senyum-senyum begitu?" Sapanya.
"Eh Cinta, kamu udah dateng. Ga papa lagi seneng aja" hehe aku jawab sambil cengengesan.
"Alah jangan bohong kamu, lagi kasmaran ya. Cieee.. punya pacar"
"Apaan sih, ngga ya Cinta.. dah yuk masuk, sebentar lagi bel"
"Asiiik ada yang jadian nih, pajak pajak"
"Astagfirullah.. aku hanya bisa menggeleng melihat Cinta yang terus menggodaku. Bahkan saat briefing pun, Cinta masih saja bisik-bisik. Masih untung tidak ditegur atasan karena ulah Cinta.
Selesai briefing kita langsung ke Line masing-masing. Aku dan Cinta kebetulan satu Line. Partner yang oke cinta tuh. Dia yang kerja serba gercep bisa mengimbangi aku yang lambat. Aku bisa menyamakan cara kerja dia yang santuy tapi gercep begini juga gara-gara dia. Awalnya aku kesulitan, tapi karena ketelatenan dia mengajariku tiap hari aku jadi terbiasa.
"Tteettt.." bel istirahat ashar berbunyi. Aku dan Cinta segera mengantre wudhu untuk sholat. Waktu istirahat ashar tidak banyak, hanya lima belas menit. Cinta yang selesai lebih dulu buru-buru memakai sepatu nya.
Yuuk buruan, sebentar lagi bel bunyi lagi"
"Iya duluan saja, masih ada waktu 3menit. Aku ambil minum dulu"
"Oke..."
Tepat saat aku kembali ke Line, bel masuk berbunyi. Kami melanjutkan pekerjaan hingga adzan Maghrib. Aku dan Cinta tidak langsung wudhu, tapi antre mengambil makan lebih dulu. Barulah selesai makan kita mengambil wudhu untuk melaksanakan kewajiban kita sebagai umat muslim.
Aku dan Cinta bisa dibilang satu frekuensi karena lebih memilih makan yang disediakan kantin daripada makan diluar. Sama-sama menghemat demi kebutuhan keluarga yang sedikit banyak nya harus kita bantu. Cinta yang harus membiayai adiknya sekolah. Sedangkan aku yang harus mengirim uang ke kampung.
Bukan hanya di kampung, tapi pak de ku juga setidaknya mendapat bagian, karena aku selama ini tinggal bersama keluarga nya tanpa menuntut apapun. Apalagi kadang pak de yang selalu menutupi biaya sekolah ku jika ayah dan ibuku telat mengirim uang.
Pukul 08.00 malam, Cinta mulai menguap.
"Bu, ngantuk nihh.."
" Apa. Mau kopi? Tanyaku.
" Ngga ah, kita gosip aja bu"
"Astagfirullah Cinta..."
"Hehehe gosipin kamu yuuk bu"
"Tuhh kan, mulai nihh.."
"Gimana.. gimana.. kamu udah jadian bu? "
"Apaan sihh ngga bu, aku tuh tadi minta antar aja.."
"Eciieee diantar siapa bu? temen apa pacar?"
" Temen bu, dia tuh temen aku waktu SMP dulu"
"Nama nya siapa bu? Spill dikit lahh, he"
"Huaaaa kepo banget yaa kamu ini. Ganti topik yuk. Gimana kalo dibalik, aku yang kepoin kamu hhm hhmm?" Aku serang balik sambil menaik turunkan alis. Hahaha. Cinta langsung kelabakan.
"Eh jangan dong. Ya udah deh, aku tanya sekali lagi ya. Kamu beneran temenan aja bu sama dia, ga ada pacaran pacaran?"
"Beneran bu aku cuman temenan aja sama dia.."
Menyebalkan. Cinta terus saja mencecar ku sepanjang bekerja. Aku jawab sekedar nya saja, penting aku jadi melek ngga ikutan ngantuk. Begitu saja terus sampai bel pulang.
"Yuuk bu keluar.."
"Yuk, aku ambil Tumbler dulu sebentar"
"Bu, kamu mau diantar ngga?"
"Ngga lah bu, aku jalan kaki saja kan deket "
"Oke deh, kamu berani kan bu?"
"Berani bu, kan masih banyak orang yang lalu lalang"
"Beneran yaa, aku duluan nih"
"Iya bu, tenang saja. Aku mau cari makan dulu nih laper. Lagi kan anak-anak juga masih banyak yang nongkrong cari makan".
"Ya sudah, aku duluan ya. Kamu hati-hati bu sudah malam. Takut. Langsung pulang kalau sudah".
"Siaaapp.. daahhh..." Khawatir nya sudah seperti mamah ku saja Cinta ini. Hmm
Cinta pulang dengan mengendarai sepeda motor nya. Sedang aku melanjutkan langkah mencari makan. Malam begini biasa nya ada nasi goreng, nasi pecel, sama nasi uduk. Tapi seperti nya aku ke warteg saja minta telor ceplok sama si Ibu. Kalau nasi goreng satu porsi aku pasti tidak habis. Mubazir kalau terbuang.
"Neng, baru nyampe?"
"Eh iya teh, teteh sudah dari tadi ya?"
"Belum lama, teteh juga lagi ngaso dulu ini"
"Kalau begitu mari teh, saya ke kamar dulu"
"Mangga neng.."
Aku tersenyum melewati teh Yeni yang sedang istirahat di teras. Membuka pintu kamar, aku segera melepas sepatu dan membawa nya ke dalam. Bukan takut hilang sepatu nya diluar, tapi biasanya jadi kotor karena terinjak penghuni kost yang lain.
Gerah seharian bekerja, aku memutuskan mandi terlebih dahulu . Biarpun sudah malam aku tetap mandi air dingin supaya segar. Karena jika tak mandi bukan hanya badan yang lengket dan gatal, tapi tidur pun jadi tidak nyenyak.
Selesai urusan mandi dan makan, aku membuka hp melihat chat yang masuk.
"Astagfirullah" Aku lupa mengabari budhe tadi siang. Banyak chat juga panggilan tak terjawab dari mereka sejak sore tadi. Aku buru-buru mengirim pesan kalau aku sudah sampai tadi siang tanpa kendala. Kalau menelpon mereka pasti sudah tidur.
Tadi siang karena buru-buru aku tidak sempat mengabari mereka. Saat Maghrib juga waktunya mepet. Semoga besok pesan nya terbaca. Jadi mereka tidak khawatir lagi.
"Tok.. tok.. tok... neng"
Aku terjengkit kaget ada yang ketok pintu malam-malam begini.
"Neng, ini teh Yeni" suara nya mulai memelan.
"Huhhh aku kira siapa"
" Iya teh, kenapa? tanyaku.."
"Ini... maaf ya malam-malam begini teteh ganggu istirahat kamu"
"Ga papa teh, kebetulan aku juga belum tidur kok baru selesai makan. Ada apa teh?"
" Begini.. teteh sebenernya ga enak neng mau bilangnya.." Dari raut mukanya teh Yeni terlihat ragu.
"Teteh mau pinjam uang neng, 200 ribu. Teteh sudah tidak punya pegangan sama sekali buat jajan anak-anak besok"
"Hehehe" Aku hanya diam manggut-manggut. Bingung mau jawab apa.
"Neng kan tahu sendiri, kita belum gajihan. Siapa tahu gitu, neng punya simpanan. Neng kan masih sendiri belum punya anak kaya teteh. Apalagi anak teteh banyak" Tambah nya lagi.
"Aduh, gimana ya teh. Saya juga buat pegangan sampai akhir bulan ini. Gajihan kemarin sudah saya kirim ke kampung". Jawabku enggan mengiyakan permintaan nya itu.
Bukannya aku tidak mau menolong, tapi aku sendiri juga benar-benar untuk bekal jajan sampai akhir bulan ini.
"Begini saja neng, teteh pinjam 200 ribu, tapi untuk bayar kontrakan eneng bulan depan. Jadi nanti awal bulan neng tinggal bayar sisanya. Itung-itung nyicil neng".
"Baiklah kalau begitu. Mudah-mudahan uang saya cukup sampai akhir bulan ya teh".
"Terima kasih ya neng. Tapi neng jangan bilang ke emak kalau teteh pinjam uang yah"
"Kenapa memang nya teh?"
"Soalnya kalau uang kontrakan emak yang ambil teteh suka ngga dikasih"
"Oohh begitu.." Jawabku cengengesan sambil menggaruk rambut yang tak gatal.
Aduh, bagaimana ini masa aku harus berbohong sih. Bagaimana nanti kalau emak tanya? Huuhhh sudahlah. Aku segera mengunci pintu kembali. Merebahkan badanku di atas kasur. Mencoba menutup mata, tapi tak bisa. Kenapa ya? Aku membuka hp kembali. Melihat chat dari sore yang belum sempat terbaca. Menscroll ke bawah.
"Lahh kok lihat profil si Adit sih, wahhh ga bener ini"
Aku kebingungan sendiri kenapa bisa sampai melihat profil nya Adit.
"Astagfirullah.. masa aku suka sama Adit sih. Jangan-jangan aku mulai suka lagi seperti yang dibilang si Cinta. Waahh parah sih ini, masa iya aku suka. Ngga.. ngga bener ini. Aku harus segera tidur. Bismillahirrahmanirrahim..."
Seminggu setelah kejadian hari itu berlalu. Weekend kali ini aku dijemput kak Lia sepulang kuliah. Kuliah jurusan pendidikan agama Islam semester 4. Jadwalnya pulang sore, jadi bisa sekalian jemput aku di tempat kost. Aku sebenarnya pulang kerja itu jam 3 sore. Tapi kak Lia selesai mata kuliahnya jam 5 sore. Jadilah aku menunggu sambil bersih-bersih kost juga mandi. Lumayan kan, nanti sepulang dari rumah pak de kamarku sudah bersih.
"Neng, ngga mudik?" Tanya emak.
"Eh mak, mudik kok ini lagi nunggu dijemput. Sambil bersih-bersih kamar dulu mak"
"Ooohh iya, rajin kamu ya?"
"Ah ngga, ini mumpung ada waktu saja mak"
Emak langsung duduk di depan pintu kamarku.
"Oh tidak, jangan-jangan emak mau tanya uang kontrakan lagi" gumamku dalam hati. Aku langsung menyusul duduk setelah membuang sampah.
"Emak lagi santai ya?" Tanyaku memulai obrolan.
"Iya neng, sambil jaga cucu yang sedang bermain. Tuh, main mobilan dipinggir jalan neng. Takut ada motor ngebut emak tuh kalau ngga ditungguin neng"
"Iya mak, saya juga ngeri liat yang ngebut gitu, takut nabrak orang". hiiiiiii
" Eneng bulan ini belum bayar kontrakan ya? Maaf ya, emak tanya duluan. Bukan nya mau menagih, tapi ini sudah telat lebih dari seminggu neng" Nah kan sudah ku duga, pikirku.
"Begini mak. Sebenarnya aku sudah bayar kontrakan kemarin tepat waktu. Teh Yeni yang ambil kesini mak"
"Loh kok teh Yeni, kan biasanya ke emak?" Tanya nya sedikit kaget karena biasa nya tidak begini.
"Sebenarnya.. seminggu yang lalu teh Yeni kesini pinjam uang. Dua ratus ribu mak. Katanya untuk jajan anak-anak. Terus teh Yeni juga bilang, ini untuk bayar kontrakan saja neng. Nanti awal bulan tinggal bayar sisanya. Makanya kemarin aku tidak bayar ke emak, karena sisanya juga sudah diambil sama teh Yeni mak" Jelasku panjang lebar.
"Kok gitu ya, buat apa neng teh Yeni pinjam uang? Kan si aa kerja, teh Yeni juga kerja. Masa iya masih kekurangan uang?"
"Wah kalau itu saya kurang tahu mak. Yang penting saya bayar. Toh bayar nya juga ke yang punya kontrakan. Pikirku begitu mak"
"Kalau begitu salah neng, kontrakan ini kan untuk simpanan emak.."
"Maaf mak, kalau masalah itu saya kurang paham. Jadi sebenarnya saya harus bayar ke siapa nanti?"
"Ke emak saja neng. Kontrakan ini kan punya emak. Teh Yeni hanya mantu"
"Iya mak, kalau begitu nanti untuk bulan depan saya bayar ke emak"
"Ya sudah, emak permisi dulu neng. Terima kasih ya sudah jawab jujur. Kalau eneng tidak bilang pasti akan jadi kebiasaan seperti ini terus. Nanti akan emak diskusikan bersama keluarga bagaimana baik nya. Maaf ya, sudah ganggu waktu nya".
"Iya mak, tidak apa-apa"
Aku jadi berfikir yang tidak-tidak tentang teh Yeni. Bukan nya su udzon, tapi di tempat kerja memang sudah tidak aneh lagi tentang kabar miring teh Yeni.
Belum sempat aku menutup pintu, kak Lia datang dari arah depan. Senyumku melebar.
"Assalamu'alaikum.."
"Waalaikumsalam ayo kak masuk dulu. Mau langsung pulang apa istirahat dulu sebentar?" Tanyaku.
"Istirahat dulu ya capek aku. Mau tiduran dulu sebentar".
"Oke."
"Mau minum dong, haus banget ini diperjalanan"
"Ya Allah, sampai lupa ngga nawarin minum. Mau air putih atau mau aku pesankan es kak?"
"Air putih saja dulu. Tapi pesan es juga boleh" Hihihi jawab nya cengengesan.
"Huuu roman-roman nya bau yang tidak beres nih?"
"Katanya habis gajihan, bolehlah traktir bakso"
Seperti biasa, kak Lia memang begitu kalau tau aku gajihan. Tak apa, selagi masih ramah dikantong pasti aku kabulkan.
"Boleh, nanti saja ya sekalian jalan pulang. Sekarang es saja dulu, lagi kan ngga ada yang jual bakso nya".
"Oke. Nanti aku kasih taju tempat makan bakso yang enak". Katanya.
"Jangan yang mahal-mahal.."
"Iya.. iya.. tenang saja.."
Aku mulai curiga kalau dia sudah ngajak makan ke suatu tempat. Nyata nya pas pulang bukan hanya beli bakso. Tapi juga segala tetek bengeknya. Tidak enak kalau pulang habis gajihan tapi dengan tangan kosong. Aku membeli martabak kesukaan pak de, sekalian menu makan malam nya aku beli untuk kita makan bersama.
Yang penting mereka bahagia, aku tak masalah. In sya Allah rejeki datang dari arah mana saja.
"Wah bawa apa ini Yanti?" Sambut pak de di depan pintu.
"Bawa martabak kesukaan pak de, sekalian aku juga beli untuk makan malam. Sudah pada makan belum?"
"Belum, baru nenek tadi yang makan duluan. Ngga kuat kata nya".
"Ya sudah nanti kita makan bareng.."
"Iya.."
"Yanti, sudah sampai kamu? Sehat?"
"Sudah budhe, alhamdulilah sehat.."
Aku masuk ke dalam kamar setelah makan dan ngobrol bersama mereka. Nyaman. Enak rasanya kembali ke kamar ini. Biarpun bukan rumah sendiri, tapi aku sudah menganggap mereka layaknya keluarga sesungguhnya. Bagian dari hidupku, yang tidak mungkin aku lupa. Tanpa mereka aku tidak mungkin bisa seperti sekarang ini.
Di rumah ini ada dua lantai. Lantai atas ada dua kamar. Satu kamar untuk aku dan kak Lia. Satunya lagi untuk kak Sena. Sedangkan dilantai bawah ditempati pak de dan budhe juga nenek.
Meskipun satu kamar aku dan kak Lia tetap beda kasur. Aku lebih nyaman menggunakan kasur lipat khusus untuk satu orang. Daripada satu kasur dengan kak Lia tapi ujung-ujungnya tidur dilantai gara-gara gaya tidurnya yang tidak beraturan.
Saat adzan subuh terdengar aku langsung bangun. Mengambil wudhu dilantai bawah kemudian sholat. Kebiasaan kami setelah sholat subuh langsung menyiapkan sarapan di dapur. Semua turut membantu. Tidak ada yang tidur lagi.
Aku mengambil ponsel ketika ramai terdengar suara chat masuk. Ternyata dari grup reuni SMP. Mereka sepakat akan pergi ke taman kota malam ini. "Aduhh.. aku dengan siapa ya?" batinku. Karena bestiku sudah pasti dengan pasangan mereka masing-masing.
"Klunting.." Pesan dari Adit? Ngga salah? pikirku..
Setengah penasaran aku membuka pesan dari Adit.
"Yanti, apa kamu mau pergi juga malam ini?"
Haahh beneran ini si Adit? Ya sudah aku jawab saja.
"Ingin nya sih gitu, tapi aku belum ada teman untuk tebengan. Kamu kan tau sendiri aku tidak bisa bawa motor".
"Ya sudah kamu bareng aku saja, gimana?"
"Beneran? Ngga ngerepotin? Nanti kalau ada yang marah gimana?"
"Ngga lah, aku juga belum ada teman nya. Memang nya yang mau marah siapa? Aku belum punya pacar"
"Boleh deh kalau gitu, nanti langsung ke rumah saja ya"
"Oke.."
Benar saja, saat berkumpul hendak berangkat mereka sudah membonceng pasangan nya masing-masing. Termasuk kak Lia. Hanya aku dan Adit yang status nya masih teman. Tidak apa, yang penting aku bisa jalan-jalan sekedar melepas penat saat kerja.
Mereka yang berpasangan terus saja menggodaku dan Adit supaya kami jadian. Lucu sekali mereka ini, seenaknya saja menjodohkan orang. Tapi benar, sejak saat itu aku jadi sering berkirim pesan dengan Adit. Bahkan yang antar jemput aku dari kost juga Adit. Apa iya kami saling jatuh cinta?
Karena sudah terbiasa, aku dan Adit pun sering pergi jalan berdua. Tidak ada status pacaran. Tapi kami saling nyaman. Hingga suatu weekend Adit menjemput ku ke kost kemudian ke rumah pak de. Adit langsung mengantarku sampai depan rumah.
"Terim kasih ya sudah mengantarku, kamu langsung pulang saja".
"Itu ada pak de mu, aku masuk dulu sebentar"
"Haaaaa.." Aku melongo. Bisa-bisanya Adit langsung nyelonong masuk dan menyalami pak de juga teman nya yang sedang ngobrol di teras. Aku bahkan mati-matian menahan malu di depan pak de karena diantar oleh seorang lelaki. Tapi Adit malah dengan santainya menyapa mereka. Duduk disana, turut bergabung mengobrol bersama mereka.
Ini pertama kalinya aku terlihat datang diantar lelaki oleh pak de. Bukannya belum pernah, tapi biasanya mereka hanya mengantar sampai ujung gang saja. Tidak ada yang berani mengantarku langsung, karena takut akan pak de yang terkenal galak.
Tak lama setelah Adit dan pak Pur pulang, pak de menyusul masuk. Kami sedang berkumpul di depan TV dengan anggota lengkap.
"Tadi itu siapa Yanti?" Nah kan, mulai wawancara nih. Huaaa bagaimana ini?
"Teman pak de, nama nya Adit. Yang waktu itu sempat mengantarku ke kost karena pak de sedang kerja pagi.."
"Calon tuh pak.." Kak Lia mulai nyeletuk.
Aku benar-benar cengo mendengarnya. Sedang kak Sena malah tertawa lebar. Menyebalkan. Ini pasti akan dijadikan bahan olok-olok oleh mereka.
"Ya sudah, berarti mulai sekarang yang antar jemput Yanti ganti Adit ya pak?" Kak Sena ikut menyahut.
"Kok Adit. Tetap kak Sena lah.." Aku menjawab protes, tapi pak de hanya tertawa terkekeh.
"Memang nya kenapa kalau Adit Yanti? Dia baik lho orang nya. Sopan lagi, tadi saja dia ikut mengobrol bareng pak Pur. Pak Pur juga mengakui"
"Pak de kan baru sekali ini bertemu, masa iya langsung bilang baik. Kita kan belum tahu juga dia yang aslinya seperti apa pak de.."
"Lha.. ya sudah pasti baik. Buktinya saja tadi dia berani terang-terangan antar kamu. Coba kalau yang lain, paling juga sampai ujung gang antarnya" Sindir pak de..
Aku tau sebenarnya pak de sudah tau kalau aku selama ini diantar oleh teman lelaki jika pak de dan kak Sena berhalangan mengantarku. Makanya pak de bisa bilang begitu.
"Padahal Adit suka lho pak sama Yanti, tapi Yanti ngga mau" Kak Lia mulai mengompor-ngompori.
"Idih, sok tau. Memangnya kak Lia tau dari mana?"
"Kalau orang nya baik dan bertanggung jawab, kenapa ngga? Nanti pak de yang bilang sama Adit"
"Bener tuh pak, padahal Adit sudah lumayan mapan lho. Si Yanti saja yang b\*\*o menyiakan lelaki sebaik Adit"
"Memangnya Adit kerja dimana?"
"Itu lho pak, salah satu perusahaan bonafit di kota ini.. Katanya gengsi karena Adit kurang ganteng. Padahal apa coba kurangnya si Adit. Dia baik, bertanggung jawab, kerja juga sudah mapan. Ganteng itu relatif Yanti. Kamu nya saja yang kurang bersyukur. Buktinya saja selama ini dia antar jemput kamu selalu oke kan. Dia rela tanpa pamrih. Dan tanpa menuntut balik apa-apa"
"Haduh.. kompor kak Lia makin panas ya"
Kali ini bukan kak Sena saja yang tertawa lebar, tapi mereka semua.
"Tidak boleh seperti itu Yanti, kalau dia memang serius sama kamu, kenapa ngga? Yang penting dia itu baik, sopan, bertanggung jawab, juga sayang sama kamu. Toh pekerjaan nya sudah mapan. Ganteng itu bonus. Jangan mempermainkan perasaan orang Yanti, berterus terang saja kalau memang kamu tidak suka. Jangan menaruh harapan pada orang lain, kasihan"
"Iya pak de.."
Huh belum-belum aku sudah kena sidang begini..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!