*****
Bab 1
Malam minggu kelabu. Puspita, gadis itu, duduk termangu menanti Adit yang belum juga datang. Satu jam lebih dia duduk di teras sendirian. Sementara ayah dan ibunya sudah tidur duluan.
Puspita sudah beranjak hendak masuk rumah ketika tiba-tiba mendengar suara motor Adit. Puspita duduk kembali sambil melihat Adit turun dari motor dan membuka pintu gerbang sendiri. Lalu mendorong motornya memasuki halaman.
"Maaf ya, Pit. Aku datang terlambat. Kamu sudah menunggu lama, ya?" Adit bertanya sambil mengulurkan tangan menyalami Puspita.
"Lihat aja sekarang udah jam berapa!" Puspita menjawab dengan nada ketus.
"Jangan ngambek gitu, dong! Boleh aku duduk? Kalau nggak boleh aku langsung pulang, nih!" ancam Adit. Tetapi dirinya hanya berniat menggoda Puspita.
Puspita semakin jengkel. "Pulang aja sekarang!" suruhnya.
"Udah nunggu lama, bukannya tanya kabar malah mau langsung pulang," lanjut Puspita sambil cemberut.
"Loh, aku kan cuma bercanda, Sayang. Masa sih belum dikasih minum mau pulang? Aku kan kangen juga sama kamu," rayu Adit. Hati Puspita mulai lunak.
"Kamu tambah cakep deh kalau lagi marah gitu," lanjut Adit.
Puspita yang semula ngambek langsung ceria mendengar kata-kata rayuan Adit.
"Ya udah aku mau bikin minum dulu."
Tanpa menunggu komentar Adit, dia langsung masuk rumah.
Puspita ke dapur menyeduh kopi hitam kesukaan Adit. Lalu keluar lagi membawa secangkir kopi panas. Dilihatnya Adit sedang membaca chat WhatsApp.
"Dari siapa?" tanya Puspita penuh selidik. Adit terlihat kaget.
"Ini ... Jaka nyuruh aku ke rumahnya sekarang juga," jawab Adit sambil memasukkan ponsel ke tas pinggangnya.
"Jaka? Aku nggak yakin tuh kalau Jaka yang chat. Jangan-jangan dari Jessica, ya!" sindir Puspita sambil meletakkan gelas kopi itu di depan Adit. Tatapan matanya curiga terhadap Adit.
"Beneran, Pit. Jaka lagi ada masalah sama bosnya. Dia ngajak aku ke rumah si bos suruh bantu ngomong," kelit Adit sambil berdiri.
"Ya udah aku cabut dulu ya, Pit!" pamit Adit sambil menyalami Puspita.
"Jadi kamu nggak minum dulu kopinya?" tanya Puspita kecewa.
Adit memasang wajah bersalah.
"Aduh! Maaf benget, Pit. Jaka nyuruh cepetan keburu bosnya tidur. Lagian kopinya masih panas juga, kan?"
"Ya udah, kali ini aku maklum. Tapi kalau ketahuan ternyata kamu ke rumah Jessica, pokoknya aku nggak ada ampun!" ancam Puspita.
Adit berdiri tegak. Dia tangannya tertekuk melakukan pose hormat. "Siap, Bos!"
Tanpa menunggu jawaban Puspita, Adit berbalik dan pergi. Puspita memandang kepergian Adit meskipun hatinya kecewa.
Sudah menunggu lama, sudah bikin kopi, eh nggak diminum juga! gerutunya dalam hati.
Menelan semua kekecewaannya, Puspita membawa lagi kopi yang masih penuh itu masuk.
Hari sudah larut, kedua orang tuanya juga sudah istirahat. Setelah menyelesaikan keperluan pribadinya, Puspita beranjak tidur.
Entah berapa lama waktu yang sudah terlewat, Puspita terbangun. Dia merasa gelisah. Dia berusaha memejamkan mata, tetapi pikirannya terus melayang entah ke mana.
Karena terus kepikiran, Puspita membuka ponselnya. Dia khawatir sesuatu yang buruk sedang menimpa orang terkasihnya.
Ketika dia membuka ponsel, wajah Puspita menjadi pucat. Tangannya bergetar hingga ponselnya terjatuh. Dia keluar dan mengetuk pintu kamar orang tuanya.
"Ayah, Yah! Ibu!" teriak Puspita panik.
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Terlihat wajah Hardiman dan Nirmala seperti kebingungan.
"Ayah, anterin Pita ke rumah sakit, Yah! Tolong anterin Pita," rengek Puspita.
Hardiman tampak terkejut lalu bertanya, "Kamu sakit?"
"Bukan, Adit yang kecelakaan!" jawab Puspita panik.
Diantar oleh sang ayah, Puspita menuju ke rumah sakit. Setibanya di sana, Hardiman langsung pulang karena istrinya di rumah sendirian.
Puspita bergegas memasuki ruangan di mana Adit dirawat. Ketika membuka pintu dilihatnya wajah Adit penuh dengan balutan kain perban. Hanya mata dan mulutnya yang masih terlihat. Itu pun ada bekas luka di bibir dan pelipis matanya.
Puspita mendekati Adit, lalu membisikkan kalimat di telinga Adit. "Kenapa semua ini bisa terjadi, Sayang. Aku nggak nyangka kalau kamu ke rumah Jessica," ucap Puspita lirih.
Adit tidak menjawab, tapi kemungkinan telinganya mendengar semua kalimat Puspita. Dari sudut matanya terlihat air mata yang menetes deras. Dia merasa sangat menyesal telah membohongi Puspita.
Mestinya kemarin malam Adit tidak meninggalkan Puspita yang sudah lama menunggu dirinya. Tetapi dia justru berkencan dengan Jessica setelah pamitan pada Puspita mau menemui Jaka.
Nahas, motor Adit menabrak mobil box yang diparkir di pinggir jalan raya ketika mau mengantar pulang Jessica. Mereka baru saja makan malam untuk merayakan ulang tahun Jessica.
Jessica yang terpental hanya mengalami luka di kaki dan memar-memar di beberapa bagian tubuhnya. Benturan di kepala hanya membuat pusing beberapa menit. Beruntung dia menggunakan helm. Kedua lengannya dirasakan sedikit pegal. Tapi masih mampu mengambil ponsel di dalam tas lalu menelepon Jaka yang saat itu sedang berada di luar kota.
Malam itu juga Jaka meluncur ke rumah sakit dan mengurus administrasi Adit. Setelah dilakukan prosedur penanganan di ruang IGD selama delapan jam lalu Adit dipindahkan ke ruang rawat inap.
Sengaja Jaka tidak langsung memberitahu Puspita karena masih ada Jessica yang ikut mengurusi di ruang IGD.
Setelah Jessica pulang dan Adit sudah berada di ruang perawatan, Jaka baru menghubungi Puspita.
Menjelang pagi Puspita baru sampai di ruangan Adit. Setelah menceritakan peristiwa kecelakaan yang dialami Adit kemudian Jaka pamit pulang.
***
Sudah sehari semalam Puspita menjaga Adit sendirian. Dia memperhatikan perkembangan Adit sambil bolak-balik melihat dan mendekati tubuh Adit.
Beberapa kali Adit mengerang kesakitan sehingga membuat Puspita tidak bisa tidur.
Pagi hari, saat mata Puspita masih mengantuk dan hendak memejamkan mata tiba-tiba Puspita mendengar suara pintu diketuk.
"Silahkan masuk!" seru Puspita sambil berdiri. Dia mengira yang datang suster yang merawat Adit. Ternyata dugaannya salah.
Seorang wanita cantik membuka pintu. Puspita memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Puspita langsung menebak bahwa yang datang adalah Jessica.
"Kamu Jessica, kan?" tanya Puspita sambil matanya menyelidik ke wajah Jessica. Dia teringat obrolan lewat WhatsApp di ponsel Adit yang bernama Jessica.
"Loh, kok tau nama saya! Kamu siapa?" Jessica balik bertanya.
"Apa urusan kamu tentang siapa saya? Ngapain kamu datang ke sini!" bentak Puspita sambil matanya menatap tajam Jessica.
"Ayo kita keluar!" lanjut Puspita sambil menarik tangan Jessica keluar ruangan.
"Saya mau jenguk pacar saya, kok!" protes Jessica sambil melepas tangan Puspita.
"Kita bicara di luar, jangan di depan orang sakit!" bentak Puspita sambil menyeret tangan Jessica.
Tiba-tiba muncul Jaka di depan pintu.
"Kalian jangan ribut di depan Adit yang lagi sakit. Sana selesaikan di luar biar saya yang jaga Adit!" perintah Jaka sambil menutup pintu.
Puspita dan Jessica berjalan cepat menuju ruang tunggu.
"Apa kamu bilang tadi, pacar Adit?" tanya Puspita yang duduk duluan.
"Memangnya kamu nggak tau Adit pacar saya?" Jessica balik bertanya.
"Oh, jadi bener kamu Jessica yang niat merebut Adit dari saya?"
"Plak!"
******
Bab 2
Setelah Jessica pergi Puspita masuk ke ruangan kembali. Dia menginterogasi Jaka tentang siapa Jessica sebenarnya.
Puspita begitu shock ketika mendengar penjelasan Jaka. Sementara laki-laki itu dengan semangatnya membakar perasaan Puspita.
"Kita lanjut ngobrol di luar aja, yuk!" ajak Jaka sambil keluar ruangan. Keduanya lalu duduk di kursi tunggu.
"Sebenarnya aku tau dari dulu tentang hubungan Adit dan Jessica, Pit. Tapi aku nggak tega mau cerita sama kamu," terang Jaka sambil memperhatikan reaksi Puspita.
"Aku kecewa sama kamu, Jak! Kenapa baru sekarang cerita semua ini."
Puspita tidak mampu membendung air matanya.
"Kamu kan sahabatku dari dulu, Jak. Jauh sebelum kenal Adit. Harusnya lebih berpihak sama aku. Tapi kenapa malah menutup-nutupi hubungan mereka? Kenapa kamu harus membela Adit?" tanya Puspita beruntun.
"Waktu pertama kali kalian jadian, aku mau ngomong sama kamu, kalau Adit bukanlah laki-laki yang baik." Jaka semakin membongkar keburukan Adit.
"Di kampus dia memang jadi idola meskipun nggak punya prestasi. Dia hanya pandai merayu perempuan," lanjut Jaka.
"Itu juga kamu sangat salah, Jak! Kenapa nggak mengingatkan aku sejak awal sebelum aku terlanjur mencintai Adit," sesal Puspita.
Puspita menyalahkan Jaka. Dia menatap tajam ke arah Jaka sambil menyeka air matanya.
"Iya aku minta maaf, Pit. Aku ngaku salah. Aku cuman nggak mau menghalangi usaha Adit buat dapetin kamu." Jaka berusaha baik di mata Puspita.
"Terus setelah aku tau semua ini, aku harus gimana sama Adit?" tanya Puspita dengan suara lirih. Nyaris tidak terdengar oleh Jaka.
"Terserah kamu, Pit. Yang penting aku mohon kalau mau bahas semua ini, tolong jangan sekarang. Kondisi Adit belum memungkinkan untuk menyelesaikan masalah ini," bujuk Jaka.
"Entahlah, Jak. Dilematis." Puspita merasakan kegalauan yang luar biasa.
Di satu sisi Jaka merasa ada celah dirinya untuk masuk ke hati Puspita.
Sebelum kenal Adit memang dirinya sudah menaruh perasaan cinta pada Puspita. Mereka bersahabat sejak SMA. Hanya saja dia tidak berani mengungkapkan perasaannya yang sudah lama dipendam.
Sementara persahabatannya dengan Adit dimulai ketika pertama kali masuk kuliah dan satu fakultas.
Tetapi Jaka lebih duluan lulus dan langsung mendapatkan pekerjaan.
Bertahun-tahun persahabatan Jaka dan Puspita tidak pernah ada masalah. Tetapi pada akhirnya Puspita lebih memilih Adit yang sangat agresif untuk mendapatkan cinta Puspita.
Jaka berusaha mengalah untuk sementara waktu. Dia punya keyakinan suatu saat nanti akan mendapatkan cinta Puspita.
Sekarang, di hadapan Puspita Jaka membeberkan hubungan cinta Adit dan Jessica.
Dirinya berharap setelah mendengar rahasia mereka Puspita akan memutuskan Adit.
Tapi Puspita belum menunjukkan kemarahannya pada Adit sekalipun dia merasa kecewa. Mungkin karena pemuda itu masih terbaring sakit sehingga Puspita belum bisa melampiaskan kemarahannya.
Beberapa saat Puspita dan Jaka saling diam. Lalu Jaka berpamitan pada Puspita yang masih terlihat kecewa berat.
"Aku pulang dulu ya, Pit. Kamu jagain Adit sampai sore nggak apa-apa nanti aku ke sini lagi setelah urusan pekerjaan selesai," pamit Jaka sambil menyalami Puspita.
"Iya," jawab Puspita singkat.
Setelah Jaka berjalan keluar rumah sakit, Puspita masuk ke ruangan lagi. Pikirannya mulai kacau. Dia dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit. Memutuskan hubungan pada saat Adit masih kondisi sakit parah atau melanjutkan dengan berusaha menyingkirkan Jessica yang telah merusak hubungan cintanya dengan Adit.
Puspita memandang wajah dan seluruh tubuh tunangannya itu. Setelah berpikir keras, perasaannya lebih kuat untuk mempertahankan hubungan. Semua karena rasa cinta yang begitu besar terhadap Adit.
Dia akan lebih semangat menjalani kisah cintanya bersama Adit. Harapannya setelah sembuh nanti Adit akan segera menikahinya.
Suatu saat nanti aku akan menemukan kebahagiaan bersama Adit tanpa rintangan lagi meskipun saat sekarang masih harus mengatasi urusan Jessica, gumamnya.
Tangan Puspita mengusap lembut kepala Adit sambil melihat matanya yang sedikit terbuka.
"Kamu cepat sembuh ya, Sayang?" bisiknya pelan di telinga Adit.
Sebelum melihat reaksi Adit tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!" jawab Puspita sambil berdiri.
"Eh, Tante. Silahkan masuk. Tante sendirian?" sapa Puspita begitu melihat tante Siska, mamanya Adit yang datang. Lalu menyalami dan mencium tangan tante Siska.
"Iya, papanya Adit lagi ada tugas keluar kota," jawab tante Siska yang langsung mendekati Adit.
"Ya Tuhan! Adit anakku ... kenapa bisa begini, Nak!" jerit tante Siska sambil menangis. Lalu mencium pelan pipi Adit. Dia terlihat shock melihat putra kesayangannya terbaring dalam kondisi parah.
"Sabar, Tante. Kita memang tidak menghendaki musibah ini terjadi," hibur Puspita. Tante Siska menyeka air matanya.
"Kamu yang semangat ya, Nak? Mama akan menjagamu sampai sembuh," bisik tante Siska. Adit pun mendengar suara mamanya. Butiran air mata jatuh membasahi kain perban.
"Dari kemarin Adit nggak bisa ngomong, Pit?" tanya tante Siska sambil memandang Puspita.
"Belum bisa, Tante. Tapi menurut dokter yang menangani sudah ada perkembangan baik," jelas Puspita meyakinkan.
"Syukurlah. Sebenarnya dari kemarin Tante mau langsung ke sini, tapi nggak ada jadwal penerbangan karena cuaca buruk." Tante Siska menarik kursi lalu duduk di dekat kepala Adit.
"Nggak apa-apa, Tante . Yang penting Adit sudah langsung tertangani secara medis," jelas Puspita.
Dia lalu duduk di samping Tante Siska.
"Terima kasih ya, Pit. Kamu sudah menjaga Adit," ucap Tante Siska sambil memegang bahu Puspita.
"Sama-sama, Tante!" jawab Puspita sambil menaruh kedua telapak tangannya di paha tante Siska.
Keduanya terlihat akrab. Puspita yang biasanya hanya mengobrol lewat telepon sangat bahagia bisa bertemu langsung dengan calon mertuanya.
Hanya sebentar Puspita duduk, lalu bangkit mengambil botol minuman di kulkas dan menawarkan pada tante Siska.
"Silahkan minum, Tante!"
"Terima kasih, Pit!" ucap Tante Siska sambil menerima botol minuman tersebut.
"Maaf saya tinggal keluar sebentar, Tante. Saya mau cari makan dulu," pamit Puspita.
"Iya, Pit. Ini uangnya," kata tante Siska sambil mengambil uang di dompetnya.
"Ng ... nggak usah, Tante. Saya ada, kok!" tolak Puspita ketika Tante Siska menyodorkan uang. Lalu dia keluar.
Ketika baru berjalan beberapa langkah dari pintu, Puspita berpapasan dengan seorang gadis manis berusia sembilan belas tahunan. Saat menengok ke belakang dilihatnya gadis tersebut masuk ke ruangan Adit. Tetapi Puspita tetap meneruskan langkahnya ke warung makan.
Sepuluh menit kemudian dia kembali dengan membawa kantong plastik berisi makanan. Ketika mau membuka pintu Puspita berpapasan lagi dengan gadis yang bernama Tissy itu. Dia baru saja menjenguk Adit.
"Eh, maaf!" ucap Puspita. Dirinya hampir menabrak Tissy.
"Oh. Nggak apa-apa," jawab Tissy.
"Jadi ini pacarnya kak Adit?" lanjut Tissy sambil pergi.
*****
Bab 3
Dua minggu Adit dirawat di rumah sakit. Puspita shock ketika mengetahui kekasihnya tidak bisa berjalan lagi. Benturan keras di kepala Adit menyebabkan gangguan fungsi otak dan mengakibatkan kelumpuhan.
Adit yang akhirnya dirawat jalan entah sampai kapan bisa sembuh kembali. Mau tidak mau Puspita harus menerima kenyataan itu.
Orang tua Adit masih terikat dengan kontrak kerja, mereka belum bisa pulang untuk merawat Adit. Kini Adit tinggal bersama sepupunya.
"Ayo makan dulu, Kak. Udah siang, kok! Nanti habis makan terus minum obat," ucap Tissy, adik sepupu Adit.
Mata Adit hanya melirik Tissy pertanda mengiyakan. Mulutnya membuka sedikit lalu Tissy mulai menyuapkan bubur sumsum yang sudah dingin.
Sementara Puspita yang menyaksikan adegan itu mulai membayangkan jika kelak menjadi istri Adit dan ternyata kondisi Adit tidak bisa pulih kembali, mungkinkah dirinya mampu menjalani semua itu dengan kesabaran.
"Maaf Kak, bisa nggak Tissy minta tolong," kata Tissy sambil menghampiri Puspita.
"Iii ... iya, De. Bisa, kok!" jawab Puspita sedikit gelagapan.
"Kak Pita lanjut nyuapin kak Adit, ya? Tissy mau ke dapur dulu," ucap Tissy sambil menyodorkan mangkuk bubur yang tinggal sedikit.
"Baiklah, De. Sini Kak Pita lanjutin," jawab Puspita sambil meraih mangkuk dari tangan Tissy.
"Ayo buka mulutnya, Sayang!" suruh Puspita sambil mengarahkan sendok ke mulut Adit yang menatapnya lekat.
Adit menitikkan air mata. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Bisa jadi dia menyesali telah membohongi Puspita. Atau mungkin merasa sudah merepotkan Puspita dan membuat kecewa dengan kondisinya sekarang.
"Udah, kamu jangan nangis, dong! Semua ini harus dijalani dengan tegar," jelas Puspita sambil mengusap air mata Adit.
"Satu suapan lagi, ya?" Puspita menyuapkan sendok terakhir sambil tersenyum penuh kasih sayang
"Udah selesai, Kak?" tanya Tissy sambil membawa sepiring pisang goreng.
"Udah, nih!" jawab Puspita.
"Yuk, tinggal Kak Pita makan pisang goreng," ajak Tissy sambil meletakkan piring di meja.
"Oke!" Puspita duduk lalu minum teh manis yang sejak tadi belum sempat diminumnya.
"Kamu mau lanjutin ke mana kalau lulus nanti, De. Sekarang udah kelas tiga, kan?" tanya Puspita sambil menggigit pisang goreng yang masih sedikit panas.
"Iya betul, Kak. Rencananya sih, mau ke UNY ajalah. Ambil pendidikan aja biar bisa jadi generasi bapak, hehe." Tissy menjelaskan penuh keyakinan.
"Baguslah! Kita samaan, dong," timpal Puspita lalu menceritakan pengalaman kuliahnya.
Tissy mendengarkan sambil membayangkan dirinya tengah menikmati bangku kuliah. Lalu dia pun berbagi cerita masa-masa SMA-nya.
Mereka asik mengobrol sampai lupa harus menidurkan Adit di tempat tidur.
"Aduh, Kak! Kelupaan nih waktunya Kak Adit tidur!" seru Tissy sambil bangkit.
"Oh, iya. Yuk Kak Pita bantuin." Puspita mengikuti Tissy menuju tempat tidur Adit. Keduanya lalu memindahkan Adit dari kursi roda.
***
Di luar terdengar suara motor yang kemudian berhenti di halaman. Jaka masuk setelah mengucapkan salam.
"Eh, ada Pita. Udah lama kamu, Pit?" tanya Jaka.
"Udah, sejak pagi tadi. Silahkan duduk," jawab Puspita sambil duduk juga.
"Gimana kondisi Adit, udah banyak perkembangan?" tanya Jaka sambil melihat ke arah Adit yang tidur dekat ruang tamu.
"Alhamdulillah, udah mulai doyan makan," terang Puspita.
Tissy yang datang membawa air minum langsung menawarkan pada Jaka.
"Silahkan minum teh manis angetnya, Kak!" Sambil meletakkan gelas di meja Tissy melirik ke arah Jaka. Jantungnya berdegup kencang saat beradu mata dengan Jaka.
"Terima kasih, adik manis," ucap Jaka sambil tersenyum pada Tissy.
Senyuman yang sangat manis. Ya, sangat manis, hingga madu pun tidak bisa mengalahkannya.
Ya Tuhan, senyumannya manis banget. Diabetes manggil-manggil ini mah, gumam Tissy dalam hati. Lalu meninggalkan Jaka dan Puspita.
Dia masuk ke kamarnya dengan hati berbunga-bunga. Sambil tiduran dia membayangkan kejadian yang baru saja dialami. Mendapat senyuman termanis dari Jaka.
Sejak Adit dirawat di rumah Tissy, beberapa kali memang Jaka datang menjenguk. Bahkan yang mengantar pulang ke rumah Tissy dari rumah sakit adalah Jaka.
Sejak pertama kali bertemu Jaka itulah Tissy merasakan getaran aneh dalam hatinya. Sepertinya benih-benih cinta mulai tumbuh dalam hatinya. Untuk pertama kali dia merasakan cinta pada seorang laki-laki.
Andaikan kak Jaka mengungkapkan perasaan yang sama padaku, aku pasti akan langsung menerimanya, gumamnya. Dia berharap dalam waktu dekat Jaka akan menembaknya.
_Tok tok tok!_
Tissy terkejut mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya.
"De Tissy, kak Jaka mau pamitan tuh!" seru Puspita dari luar kamar. Buru-buru Tissy bangun dan keluar kamar.
Jaka yang sudah berdiri di dekat pintu langsung menyalami Tissy begitu Tissy mendekat.
"Kak Jaka pulang dulu ya, Adik Manis!" pamit Jaka sambil tersenyum.
"Baiklah, Kak. Hati-hati di jalan ya, Kak. Jangan ngebut, loh!" pesan Tissy lalu mencium punggung telapak tangan Jaka. Dadanya sesaat bergemuruh. Hampir saja dia tidak bisa mengendalikan perasaannya.
"Siap!" Jaka menunjukkan kedua jempolnya pada Tissy. Lalu menyalakan mesin motornya dan langsung tancap gas.
Saat membalikkan badannya hendak ke kamar kembali Puspita menghadangnya.
"Hayo, De Tissy cinta sama kak Jaka ya!" goda Puspita sambil menunjuk ke arah muka Tissy yang memerah karena merasa malu.
"Ah, nggak kok!" jawab Tissy sambil duduk. Dia tidak jadi masuk kamar. Lalu Puspita ikut duduk di hadapan Tissy.
"Ketauan tuh! Kak Pita kan liatin reaksi De Tissy kalau lagi deket sama kak Jaka," seloroh Puspita yang membuat Tissy semakin tersipu malu.
"Masa sih, Kak! Ketauan Tissy suka sama Kak Jaka, gitu?" tanya Tissy dengan gaya centilnya.
Sebenarnya dia menyukai Jaka bukan karena Jaka terlihat kaya dengan sering menggunakan mobil mewahnya atau motor gede yang bernilai ratusan juta. Tissy melihat dari kesederhanaan penampilan dan tutur kata Jaka. Juga dari senyum manisnya itu loh!
Tissy kaget dari lamunannya ketika Puspita menjawab.
"Iya, dong!" tandas Puspita dengan nada menggoda.
"Ah, Kak Pita jahat!" Tissy melempar bantal kursi ke arah Puspita.
"Eits, nggak kena!" Puspita menghindar dari lemparan bantal Tissy.
"Ambil tuh bantalnya!" suruh Puspita.
"Iya deh, kak!" Tissy ogah-ogahan mengambil bantal lalu meletakkan kembali di kursi.
"Tissy mau mandiin kak Adit dulu ya, Kak!" lanjutnya sambil jalan menuju tempat tidur Adit.
"Yuk! Kak Pita bantuin." Puspita mengikuti langkah Tissy.
Keduanya mulai membantu Adit yang akan dimandikan. Tissy mendorong kursi roda Adit ke kamar mandi. Sementara Puspita berjalan di belakangnya sambil membawa pakaian ganti.
Sebelum masuk kamar mandi, tiba-tiba mereka mendengar suara seorang perempuan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum!" Tissy dan Puspita saling berpandangan.
"Wa'alaikum salam!" jawab Puspita sambil berhenti melangkahkan kaki.
"Ada tamu siapa ya, Kak?" Tissy bertanya sambil mengunci kursi roda.
Tanpa menjawab pertanyaan Tissy, Puspita segera menuju pintu. Dia sangat terkejut setelah membuka pintu.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!