“Kamu gimana sih....” Teriak seorang wanita cantik.
“Ma..maaf.” Balas seorang pria muda pekerja kantoran.
“Aduh kalau begini, gimana aku bisa bayar cicilan, sana cari kerja, di pecat bukan masalah.” Teriak wanita itu.
“Iya sayang, maaf.”
Pria muda itu keluar kembali dari apartemen lusuh miliknya, dia melangkah gontai menelusuri jalan. Kepalanya terasa pening, sebab dia baru saja di pecat dari perusahaan yang memperkerjakannya. Pria itu berjalan sampai ke taman dan duduk di salah satu kursi taman, beberapa anak kecil datang mengejeknya.
“Wah buntung....” Ujar salah seorang anak sambil menunjuk pria itu.
“Iya buntung.” Tambah anak di sebelahnya yang ikut ikutan menunjuk.
“Eh tidak boleh gitu, ayo anak anak jalan. Maaf ya, permisi.” Ujar seorang ibu yang mendorong anak anak itu untuk melanjutkan jalan kakinya.
Pria itu tidak menjawab, dia hanya tersenyum getir. Setelah ibu itu pergi, dia menoleh melihat sebelah kemeja lengan panjang yang tidak ada isinya, benar, pria itu adalah penyandang disabilitas, dia hanya memiliki sebuah lengan, namun dia bukanlah cacat sejak lahir. Setelah melihat lengannya, dia menoleh melihat ke atas,
“Aku harus bagaimana sekarang, aku tidak punya apa apa lagi, Yume membutuhkan uang untuk bayar cicilan.” Ujar nya dalam hati.
Dengan susah payah, dia mengeluarkan smartphone nya dari saku dan meletakkan smartphonenya di paha. Dia mulai membuka situs situs lowongan pekerjaan, karena sudah putus asa, apapun dia klik tanpa membaca deskripsi nya terlebih dahulu. Selagi asik menekan nekan smartphone nya, tiba tiba sebuah telepon masuk.
Dia melihat telepon itu dari mertuanya, wajahnya langsung berubah, dengan tangan gemetar dia mengangkat teleponnya,
“Heh Asahi, kamu benar benar keterlaluan ya, Yume baru saja selesai telepon mama, dia menangis bercerita kamu di pecat lagi sampai dia pinjam uang sama mama untuk memenuhi kehidupan kalian, kamu itu benar benar tidak tahu diri ya. Sudah ceraikan saja Yume, kasihan anak itu harus bersama kamu seumur hidup.” Teriak mertua perempuan nya di telepon.
“Aku sedang mencari pekerjaan baru mah, selama ini aku masih ada tabungan yang cukup untuk membiayai aku dan Yume sekaligus bayar kontrakan.” Ujar Asahi.
“Kamu benar benar tidak tahu malu ya, kamu tahu kan keluarga kami seperti apa ? kami pemilik perusahaan, sejak menikah sama kamu, Yume jadi sengsara, lagipula, kontrakan apartemen kamu itu milik keluarga kita kan, jangan sok kamu. Untung kalian belum punya anak, mama menyesal punya menantu seperti kamu tahu ga.” Teriak ibu mertua tanpa mengerem lagi.
“Ma sudah ma, biar aku yang bicara.” Terdengar suara seorang laki laki yang terkesan sombong di belakang mertuanya.
Asahi tentu saja mengenal suara laki laki yang sombong itu sebab suara itu milik kakak iparnya,
“Halo Asahi, gini ya, aku jelaskan, Yume barusan telepon nangis nangis katanya kamu di pecat lagi, apa bener ?” Tanya nya.
“Be..bener aniki (kakak).” Jawab Asahi gelagapan.
“Jangan panggil aniki, aku bukan aniki mu, lalu gimana rencana mu ? menyerah begitu saja ?” Tanya pria itu dengan sombongnya.
“Tidak, aku sekarang sedang di luar mencari pekerjaan.” Jawab Asahi.
“Kamu itu bodoh apa gimana ? cari pekerjaan itu mudah, tinggal klik beres, ah iya lupa, kamu buntung sih ya, cari kerja yang untuk orang buntung dengan gaji gede dong, gini aja, mama papa dan aku sudah sepakat, kalau sampai minggu depan kamu belum dapat pekerjaan, kita minta kamu ceraikan Yume, kalau kamu menolak tahu sendiri akibatnya, kami tidak segan segan menempuh jalur hukum.” Ujar pria itu.
Asahi diam saja, wajahnya sudah menjadi merah padam karena dia bingung harus bicara apa dan amarahnya sudah sampai ke ubun ubun.
“Baik, aku mengerti.” Dengan suara gemetar, Asahi menjawab nya.
“Ok, aku anggap kamu sudah paham, sekarang jalan sana, cari kerja.....tuut...tuut.”
Telepon di tutup, Asahi menyimpan smartphone nya di dalam saku celananya, tangannya masih gemetar, dia tertunduk untuk menelan semua emosinya, air matanya sedikit keluar dari pelipis matanya karena menahan malu dan marah nya. Setelah dia kembali tenang, Asahi berdiri dan berjalan pulang sambil berharap lamaran lamaran yang sudah dia masukkan ada hasil nya.
Ketika sampai di apartemen, Asahi melihat Yume yang sedang duduk sambil menonton televisi di ruang tengah. Yume sama sekali tidak menoleh melihatnya datang apalagi menyambutnya. Asahi yang sudah terbiasa dengan sikap istrinya, melangkah masuk ke dalam kamar, dia duduk di meja sambil terus mnemandang smartphone nya berharap dia cepat mendapat panggilan pekerjaan.
“Ding dong.” Terdengar suara bel unitnya berbunyi, dia mendengar langkah kaki Yume yang berlari ke arah pintu dan membuka pintunya, kemudian dia mendengar suara langkah Yume kembali masuk ke dalam. Dengan perlahan, Asahi berdiri dan berjalan ke pintu kamarnya, dia membuka sedikit pintu kamarnya dan melihat Yume sudah kembali duduk di sofa sedang menikmati makanan yang sepertinya baru saja di antar ke unitnya.
“Gruyuuuk.” Perutnya berbunyi karena lapar, tapi dia sama sekali tidak berani keluar dari kamar, dia hanya bisa melihat Yume yang sedang makan dan memegang perutnya. Setelah itu, dia kembali duduk di kursi di depan meja dan kembali memandangi smartphone nya. “Ding dong.” Bel kembali berbunyi, sekali lagi terdengar suara langkah kaki Yume yang berlari ke arah pintu.
Tiba tiba pintu kamarnya di buka, Yume masuk membawakan sisa makanan yang baru saja dia makan ke dalam dan meletakkan nya di meja. Tanpa bicara apa apa, dia kembali keluar tanpa menutup pintu, Asahi berdiri dan menutup pintunya, sekilas dia melihat Yume membeli makanan jenis yang berbeda sekali lagi dan sedang melahapnya sambil menonton televisi.
“Berapa banyak dia beli makanan ? oh benar juga, dia baru pinjam dari mamanya.” Ujar Asahi di dalam batinnya.
Dengan perlahan dia menutup pintunya dan kembali ke meja, karena perutnya berbunyi sekali lagi dan kebetulan ada makanan di meja, tanpa berpikir lagi dia menyantap makanan nya dengan hati yang sedih. Dia terus bertanya tanya, kenapa sikap Yume berubah terhadapnya dan sangat berbeda dari sikap awalnya. Asahi sudah mengenal Yume sejak masih duduk di bangku smp dan alasan lengan Asahi harus di amputasi juga berhubungan dengan Yume.
Semua terjadi ketika Asahi dan Yume berumur 14 tahun, mereka kebetulan satu sekolah dan saat itu, Asahi tidak mengetahui latar belakang keluarga Yume yang sebenarnya adalah konglomerat pemilik perusahaan yang sedang booming kala itu.
Ketika sekolah mereka sedang mengadakan outing, Asahi kebetulan satu grup sama Yume yang terkenal cantik dan populer di sekolah. Banyak pria yang mendekatinya, tapi tidak Asahi, dia tahu diri karena merasa dirinya adalah seorang anak yatim piatu yang di asuh oleh paman dan bibinya dan penampilannya yang seperti kutu buku kurang pantas berada di sebelah Yume. Dia menyingkir dari para siswa yang mengerubungi Yume bagai lebah dalam satu grup nya.
Namun ketika hendak menyebrang sungai, guru pembimbing outing menghentikan mereka karena sungai yang sedang bergolak sehingga menutupi jembatan yang hanya terbuah dari susunan papan. Grup Asahi menunggu dengan tenang di tepi sungai, banyak siswa pria yang ingin menunjukkan kejantanan nya di hadapan para gadis dengan nekat bermain main di tepi sungai walau sebenarnya berbahaya.
Asahi yang sebenarnya juga menaruh hati kepada Yume hanya duduk di tempat yang jauh dan melihat Yume dari kejauhan yang sedang tertawa tawa di hibur oleh para siswa. Kemudian seorang siswa mengajak beberapa siswi putri termasuk Yume untuk ikut merasakan sensasi berdebar debar di tepi sungai ketika sungai sedang begolak. Ternyata kejadiaan naas pun terjadi, gelombang sungai yang besar datang dan menghantam tepi sungai.
Semua nya berteriak dan berpegangan, setelah selesai, mereka tidak melihat Yume ada di antara mereka. Asahi yang duduk agak jauh dan terus memperhatikan Yume, menyaksikan Yume tercebur ke sungai dan terseret arus, dia langsung berdiri kemudian berlari ke tepi sungai. Rasa suka terhadap Yume dan rasa takut tidak bisa melihat Yume lagi, membuat Asahi nekat melompat masuk ke sungai.
Setelah terombang ambing oleh derasnya aliran sungai, akhirnya dia berhasil menyusul dan meraih Yume yang sudah lemas, tapi mereka berdua tetap hanyut terbawa aliran sungai yang deras. Ketika melewati celah dua batu besar yang sangat sempit, dia menarik tangan Yume dan berbalik, tangannya masuk ke dalam celah sempit itu, dia merasakan sakit yang luar biasa, tapi dia bersyukur karena mereka berdua berhenti karena terganjal batu tempat tangannya yang terjepit itu.
Lebih dari satu jam keduanya berada di sungai dan terus di hantam arus, Asahi sudah tidak merasakan lagi rasa sakit di tangannya dan seluruh tubuhnya menjadi lemas, tangan sebelahnya terus berusaha mendekap Yume dengan erat di bantu oleh kedua kakinya. Lalu sensei dan para penduduk yang menetap dekat lokasi perkemahan mereka menolong mengevakuasi Asahi dan Yume yang sudah tidak sadarkan diri dan melepaskan tangan Asahi yang terjepit di antara batu.
Para sensei langsung menghubungi orang tua Yume dan paman dari Asahi, mereka membawa keduanya ke rumah sakit, namun naas bagi Asahi, diagnosa dokter mengatakan kalau syaraf di tangan Asahi sudah hancur dan untuk menyembuhkannya membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Akhirnya dengan berat hati dan karena tidak mau membebani paman nya, Asahi mengambil opsi kedua yaitu mengamputasi tangannya.
Semenjak itu, kehidupan Asahi tidak sama seperti sebelumnya, banyak siswa pria di sekolahnya yang mencibir dirinya karena menganggap dia sok pahlawan di hadapan Yume yang merupakan idola angkatan mereka. Tidak sedikit dari mereka yang membully Asahi dan memukulinya. Bahkan para guru dan orang tua Yume menyalahkan Asahi atas kejadian yang menimpa Yume.
Bukan hanya dari keluarga Yume, sikap paman dan bibi Asahi pun menjadi berubah karena Asahi yang sok pahlawan menolong Yume dan membuat orang tua Yume jadi menekan mereka karena meminta ganti rugi. “Harusnya biarkan saja dia mati.” Ujar paman nya kepada Asahi.
Lalu karena tidak tahan tinggal di rumah itu, Asahi minta di pindah keluar kota tempat kotanya menetap sekarang dan meneruskan sma di sana. Pamannya mengabulkannya, dia rela membiayai sekolah Asahi, namun Asahi harus mencari penghasilan sendiri untuk biaya hidupnya.
Dengan terseok seok, setiap pulang sekolah Asahi bekerja sampai malam hanya demi memenuhi kebutuhannya, sampai Yume akhirnya pindah dan masuk ke sekolahnya. Yume melarikan diri dari rumah dan menyusul Asahi atas bantuan dari nenek nya yang ternyata satu kota dengan Asahi. Setelah tinggal bersama sampai lulus kuliah, mereka memutuskan menikah, namun setelah neneknya meninggal, sikap Yume terhadap Asahi mulai berubah total.
Dia berubah seakan akan membenci Asahi dan ingin berpisah dengan nya, dia juga memutuskan untuk kembali ke keluarganya dan membuat Asahi menjadi seorang menantu yang tidak di inginkan di dalam keluarganya. Sejak itu, caki maki dan tuduhan tuduhan yang tidak masuk akal terus di tujukan kepada Asahi dari papa mertua, ibu mertua dan kakak iparnya (end flashback).
Setelah selesai makan, Asahi keluar dari kamar untuk mandi, namun ketika dia keluar, Yume sudah tidak ada di ruang tengah, di meja hanya ada secarik kertas bertuliskan, “Aku pergi sama teman temanku.”
“Pergi sama teman teman ? jam segini ?” Tanya Asahi dalam hati sambil membaca note nya.
Keesokan paginya, Asahi terbangun, dia duduk di atas tempat tidurnya, “Krrrk....krrrk.” Terdengar suara Yume di sebelahnya yang masih mengorok tidur. Asahi melihat Yume masih mengenakan pakaian pergi nya kemarin yang dia sendiri tidak tahu punya siapa pakaian yang di pakai istrinya, sebab dia tahu Yume tidak memiliki pakaian yang serba terbuka seperti yang sedang di pakainya sekarang.
“Dling.” Sebuah pesan masuk ke smartphone Yume yang berada di sebelah nya. Tanpa sengaja Asahi melihatnya, isi pesannya, “Nanti malam kita keluar lagi ya, sayang.” Asahi mengucek matanya memperhatikan benar atau tidak pesan yang dia lihat itu. Dia juga melihat siapa pengirim nya,
“Ito-senpai (senior) ? dia masih berhubungan dengan Ito-senpai ?” Tanya Asahi dalam hati sambil melihat Yume yang tertidur.
Ito adalah seorang senior ketika Asahi dan Yume masih kuliah, dia selalu mendekati Yume dan selalu menjelek jelekkan dirinya karena dirinya berlengan satu dan miskin. Ito memang anak dari ceo perusahaan yang mengelola restoran berantai yang tersebar seantero negeri, kehidupannya selalu glamor dan sering bergonta ganti pasangan.
Asahi masih berusaha berpikir positif, dia turun dari tempat tidurnya dan menyelimuti tubuh Yume, kemudian dia keluar kamar sambil melihat smartphone nya, berharap ada panggilan pekerjaan walau baru sehari. Asahi membuatkan sarapan untuk dirinya dan Yume menggunakan sebelah tangannya, walau hanya roti tawar isi daging asap dan telur rebus, baginya sudah cukup mewah dan mudah di buat.
“Huaaaah.” Yume keluar dari kamar, dia melihat Asahi yang duduk di meja makan dan langsung membuang wajahnya ke arah lain kemudian duduk di sofa sambil melihat smartphone nya,
“Kamu masih berhubungan dengan Ito-senpai ?” Tanya Asahi.
“Kenapa memangnya ? Bukan urusan mu kan ?” Tanya Yume ketus.
“Tentu saja urusanku, kamu kan tahu Ito-senpai orangnya seperti apa.” Jawab Asahi dengan nada sedikit tinggi.
“Hah ? kamu marah ? cari kerja dulu sana, baru boleh marah.” Balas Yume ketus.
“Tapi kenapa kamu masih menghubungi dia ?” Tanya Asahi.
“Terserah aku, aku bosan di rumah, aku ingin keluar.” Jawab Yume.
“Iya, tapi kenapa sama dia.” Balas Asahi lagi.
“Kamu berisik ya, aku mau pergi.” Yume berdiri dan berjalan masuk kembali ke kamar kemudian menutupnya dengan membanting pintu.
Karena yang melihat Yume marah ketika dia menegurnya, Asahi menutup wajahnya menggunakan tangannya, nafsu makannya mendadak hilang, dia berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Setelah selesai, dia keluar dari rumah tanpa pamit kepada Yume yang tidak keluar lagi dari kamar. Dia berjalan keluar dari apartemennya, banyak tetangga yang bergosip melihat dirinya ketika dia melewati mereka.
Tanpa memperdulikannya walau dia mendengar apa yang di bicarakan dan menusuk hatinya, dia terus berjalan mempertebal telinganya. Sepanjang jalan dia terus memperhatikan smartphone nya, tapi tidak ada satupun pesan yang masuk. Tiba tiba teleponnya berbunyi, dia melihat paman menelponnya,
“Halo Asahi.” Sapa pamannya.
“Halo ossan (paman), tumben telepon aku ?” Tanya Asahi.
“Iya, kamu apa kabar ?” Tanya paman.
“Baik baik saja paman, ada apa menelpon ku ?” Tanya Asahi.
“Begini, ossan kan sedang mencicil mobil untuk keperluan kerja, tapi bulan ini lagi ada kendala di pekerjaan, boleh tidak ossan pinjam uang, tidak besar kok, hanya segini (menyebutkan jumlahnya).” Jawab paman.
“Hah, aku tidak punya uang segitu ossan.” Balas Asahi.
“Tolonglah Asahi, ossan hanya kali ini saja minta bantuan mu, kamu kan punya mobil, bisa tidak di gadaikan dulu, nanti ossan yang tebus.” Ujar paman.
“Mobil ku sudah di jual, ossan. Aku sekarang tidak pakai kendaraan, lagipula waktu itu yang pakai mobil bukan aku, tapi Yume. Ossan kan tahu aku tidak bisa menyetir.” Balas Asahi.
“Atau kamu pinjam sama mertua kamu, ayolah Asahi bantu ossan.” Ujar paman.
“Tidak bisa, ossan. Aku tidak bisa pinjam ke mertua, kan ossan tahu hubungan aku dan mereka tidak baik karena kejadian dulu.” Balas Asahi.
“Jadi kamu tidak mau menolong, ossan nih. Kamu sudah lupa ya, yang membesarkan kamu ossan dan obasan.” Balas paman mulai sedikit kencang.
“Loh kok gitu, aku benar benar tidak bisa menolong saat ini ossan, aku tidak bohong.” Ujar Asahi membela diri.
“Baiklah, mulai hari ini kamu tidak usah pakai nama belakang ku lagi, kita putus hubungan....tuuut...tuuut...tuuut.” Telepon di putus.
“Loh kok gitu ? ossan.....ossan.” Ujar Asahi.
Dia menutup teleponnya, kepalanya menjadi semakin pusing, dia ingin menolong pamannya, tapi memang saat ini dia tidak bisa. Asahi tertegun sambil melihat smartphone nya. Tiba tiba smartphone nya berbunyi dan dia mengangkatnya,
“Ossan ?” Tanya Asahi yang tidak melihat siapa penelponnya.
“Maaf, apa benar ini dengan tuan Yamishiba Asahi ?” Tanya suara seorang wanita di telepon.
“Iya benar, maaf, aku pikir ossan ku, maaf ini dengan siapa ?” Tanya Asahi sambil melihat nomor yang tertera di layar dan tidak dia kenal.
“Apa benar anda memasukkan lowongan pekerjaan di tempat kami ?” Tanya wanita itu.
“Um....aku tidak tahu juga, tapi memang semua yang ada di situs lowongan itu aku masukkan, nama perusahaannya apa ?” Tanya Asahi.
“Itu tidak penting, anda adalah pelamar kami satu satunya, setelah mempelajari cv anda, kami mengundang anda untuk langsung bekerja pada kami, gaji yang kami tawarkan adalah (menyebutkan angkanya).”
“Hah...benarkah, gajinya besar sekali, tapi apa anda tidak salah nih ? aku hanya memiliki sebelah tangan seperti yang ku tulis di cv ku, apa tidak masalah ?” Tanya Asahi dengan hati berdebar debar.
“Tidak salah dan tidak masalah, baiklah, saya akan mengirimkan pesan untuk alamat lokasi kerja anda dan peta alamat nya, mohon besok datang jam 9.00, terima kasih, semoga hari anda menyenangkan....tuuut...tuuut.” Telepon di tutup.
Asahi tertegun, wajah yang sebelumnya terlihat suram, langsung di penuhi senyuman yang lebar dan berseri seri,
“Aku harus segera pulag dan memberitahu Yume.” Ujarnya dalam hati.
Asahi langung berbalik dan berlari pulang dengan perasaan berbunga bunga. Namun ketika sampai di depan apartemen, dia melihat sebuah mobil sedan yang cukup mewah dan hanya ada pengemudi mobil di dalamnya. Karena berpikir bukan urusannya, dia melangkah naik untuk menuju ke dalam unitnya sebab hatinya sedang senang. Ketika tangannya sudah memegang handle pintu, dia mendengar suara orang yang sedang berbicara di dalam.
Langsung saja dia membuka pintu dan menerobos masuk, dia melepas sepatu kemudian berjalan ke ruang tengah yang ternyata kosong, tapi dia melihat pakaian Yume yang di pakainya berserakan di lantai, kemudian dia mempertajam telinganya dan mendengar suara dari kamarnya, dengan perlahan dia mendekati kamarnya, tangannya memegang handle pintu dengan gemetar, dia menelan salivanya untuk mempersiapkan diri. “Blak.” Asahi membuka pintunya.
Matanya langsung membulat, dia melihat istrinya yang hanya memakai pakaian dalam sedang berciuman mesra dengan seorang pria bertubuh besar yang sudah setengah telanjang di atas tempat tidurnya. Asahi mengenali pria itu,
“Yume ? kenapa Ito-senpai ada disini ?” Tanya Asahi.
Mendengar pertanyaan Asahi, Ito terlihat kaget tapi Yume langsung menenangkannya, kemudian Yume bangun dan berdiri, dia menghampiri Asahi,
“Ke..kenapa dia di sini Yume ?” Tanya Asahi lagi.
Tangannya sudah mengepal dan gemetar karena emosinya sudah memuncak sampai melewati batas maksimal.
“Kenapa ? karena aku mengundangnya, masalah ? tentu tidak kan, kamu sendiri siapa yang menyuruh pulang hah ? cari kerja sana.” Jawab Yume.
“Blaaar.” Kepala Asahi meledak, dia langsung mendorong pundak Yume dengan sebelah tangannya, tapi Ito berdiri mengahampiri Asahi kemudian langsung mendorong Asahi keluar dari kamar dan tersenyum sinis memandangnya.
“Jangan sentuh Yume ku.” Ujarnya di hadapan Asahi.
“A...apa ? kamu bilang apa Ito-senpai ? Yume mu ? aku suaminya senpai....” Teriak Asahi.
“Lalu kenapa kalau kamu suaminya, memang kamu bisa memberi Yume apa ? di ranjang pun susah dengan tangan yang hanya satu itu hahaha.” Ejek Ito.
“Keterlaluan kamu senpai....” Teriak Asahi.
Dia langsung menerjang maju, tapi apa daya, tenaganya kalah kuat dari pria bertubuh besar bernama Ito di depannya dan dia malah terpental jauh ke belakang menghantam meja di ruang tengah. Asahi bangkit perlahan, dia melihat Yume hanya melihat nya saja dan tidak menolongnya sama sekali, malah Yume bertanya pada Ito apa Asahi menyakitinya atau tidak. Hati Asahi benar benar hancur, akhirnya sesuatu yang sudah dia simpan lama keluar dari mulutnya.
“Kamu keterlaluan Yume, aku menjadi buntung seperti ini demi kamu.” Teriak Asahi.
Yume terdiam, dia membuang wajahnya menoleh ke arah lain sambil melipat tangan di dadanya,
“Ya, aku tahu, makanya aku bertanggung jawab menikahi mu, tapi sekarang sudah dong, bebaskan aku.” Ujar Yume.
Bukannya sadar, Yume malah memojokkan Asahi dengan mengatakan Asahi adalah anak yatim piatu yang tidak punya apa apa dan dia menikahi Asahi hanya karena merasa hutang budi di tambah kasihan tanpa ada rasa cinta sama sekali. Asahi yang mendengar perkataan istrinya langsung menunduk, air matanya sudah tidak keluar lagi karena amarahnya sudah melewati puncaknya, dia memaksakan dirinya berdiri walau tubuhnya terasa sakit sekali.
Dengan tertatih, dia berjalan masuk ke kamarnya melewati kedua orang yang masih setengah telanjang di depan kamar, dia mengambil tas dan mengisi tas itu dengan pakaiannya, setelah selesai, dia berjalan keluar dari apartemen tanpa menoleh sedikit pun kepada Yume dan Ito yang sedang merangkulnya sambil tersenyum melihat dirinya keluar.
Asahi dengan gontai berjalan tanpa arah, kepalanya benar benar pening dan tidak bisa berpikir sama sekali. Wanita yang dia cintai dari sejak smp sampai dia rela mengorbankan satu lengannya, tidak menghargai dan tidak mencintainya sama sekali. Perkataan Yume yang mengatakan kalau dia menikah dengan Asahi hanya untuk balas budi benar benar menusuk dan mengoyak hati Asahi. Air matanya mengucur dengan deras.
Dia benar benar merasa bodoh selama ini menahan caci maki mertua dan kakak iparnya dan teman teman Yume yang sering mecemoohnya. “Dling.” Sebuah pesan masuk ke dalam smartphone nya. Dia berhenti dan mengambil smartphonenya dengan susah payah di dalam kantung celananya sampai menaikkan kaki sebelah, dia membuka pesan nya. Pesan itu berisi alamat tempat dia harus datang besok jam 9 pagi. Matanya terlihat memiliki semangat kembali, dia membersihkan air matanya menggunakan lengan bajunya,
“Yume, lihat aku, aku pasti akan berhasil. Aku tidak akan kembali padamu.” Ujar nya dalam hati.
Asahi melangkah menuju ke sebuah hotel kapsul yang rencananya untuk tempat dia bermalam malam ini dan besok dia akan pergi menuju ke pekerjaan barunya.
Keesokan harinya, jam 7 pagi, Asahi berdandan rapi di kamar mandi bersama yang berada di hotel kapsul, dia mengenakan jas dengan dasi di tolong oleh petugas hotel. Rambutnya terlihat klimis, wajahnya terlihat penuh percaya diri. Asahi berjalan ke halte bis untuk menuju tempat kerjanya yang baru. Setelah di dalam bis, Asahi duduk di barisan paling belakang.
Tiba tiba, “Dling.” Sebuah pesan masuk, dia merogoh sakunya dan meletakkan smartphone nya di paha. Dia membuka pesannya, ternyata yang masuk adalah sebuah pesan suara dan sebuah pesan tertulis di bawahnya,
“Begitu sampai lokasi, putar pesan suaranya.”
Hanya itu isi pesan tertulisnya, walau hatinya senang, dia mulai sedikit curiga dengan isi pesan singkat yang misterius itu. Namun karena pikirannya terisi nilai gaji yang akan dia dapat dan bisa mengantarnya kepada kesuksesan, membuat Asahi mengabaikan suara hatinya yang hanya berbunyi sekali kali saja.
Setelah sampai, dia turun dari bis. Asahi sedikit heran karena di depannya bukanlah perkantoran melainkan perumahan dan lokasinya sedikit di luar kota, dia menelusuri jalan di depannya mengikuti titik kordinat yang ada di peta. Setelah dia berhenti persis di titik, Asahi menoleh dan matanya langsung membulat, dia memastikan sekali lagi titiknya dan alamatnya.
“Benar nih di sini, ga salah nih ?” Tanya nya.
Di depannya adalah sebuah pemakaman yang nampak seperti pemakaman keluarga besar. Asahi berusaha menghubungi telepon yang kemarin menelponnya tapi nomor tersebut ternyata tidak terdaftar. Hatinya mulai bertanya tanya, pikirannya mulai kembali ke jalurnya, walau gaji yang di tawarkan sangat menggiurkan dan bisa menjadi tiket untuk menunjukkan dirinya kepada Yume dan keluarganya, namun kalau pekerjaan nya tidak jelas seperti ini, dia lebih baik menolaknya.
Ketika dia mau berbalik, tiba tiba smartphone nya berbunyi, dia langsung mengangkatnya,
“Halo.”
“Silahkan anda putar pesan suaranya....tuut...tuut...tuut.”
“Hah...apa ini maksudnya, aku malah jadi takut kalau seperti ini.” Pikir Asahi sambil melihat smartphone nya.
Tapi rasa penasaran nya akhirnya mengalahkan pikiran warasnya, dia membuka pesan suaranya dan mendengarkan nya, terdengar suara seorang wanita, Asahi mendekatkan lagi telinganya untuk mendengarnya dengan jelas.
“Masuk ke dalam pemakaman, berjalan lurus tanpa belok, ambil koper di balik nisan ke empat.” Begitulah isi pesan itu.
“Aduh, apa ini, jangan jangan aku di jebak lagi.” Isi pikiran Asahi ketika mendengar pesannya.
Asahi malah menjadi semakin penasaran dan rasa takutnya langsung kalah, dia melangkah masuk ke dalam pemakaman, dia mengikuti arahan untuk berjalan lurus dan berhenti di makam ke empat, kemudian dia melongok ke belakang nisan dan ternyata benar ada koper disana. “Dling.” Sebuah pesan lagi masuk ke dalam smartphone nya. Dia langsung membukanya dan ternyata masuk sebuah pesan suara lagi,
“Ambil kopernya dan ganti pakaian anda.” Isi pesannya.
Dengan sedikit rasa takut, Asahi mengambil kopernya, dia meletakkan koper di atas nisan dan membukanya,
“Huh ?”
Di dalam koper itu ada satu setel jas bagian atas, Asahi mengambil pakaiannya, tapi setelah itu, matanya membulat karena di bawah pakaian itu ada beberapa kantung plastik berisi bubuk putih dan sebuah pistol.
“Hah apa ini.....” Teriak Asahi di batinnya.
Belum sempat dia bertindak, tiba tiba pemakaman itu langsung di kepung oleh polisi yang mengacungkan pistol ke arah dirinya.
“Jangan bergerak, angkat tangan dan diam di tempat.” Teriak seorang polisi.
Asahi yang pasrah mengangkat sebelah lengannya, wajahnya mendadak pucat, dia langsung menyesal karena datang ke tempat itu. Seorang detektif paruh baya yang memakai long coat berwarna hitam maju menghampiri Asahi, dia memeriksa isi koper yang berada di atas batu nisan kemudian mengambil sebuah kantung plastik berisi bubuk putih.
“Sesuai laporan, transaksi nya akan di lakukan di pemakaman ini, tangkap dia.” Ujar detektif itu kepada seorang polisi.
“Tu..tunggu, aku tidak tahu apa apa, aku di sini untuk bekerja, aku tidak mengerti.” Teriak Asahi membela diri.
“Silahkan sampaikan pembelaan anda di kantor, anda di tangkap karena menjual narkoba. Bawa dia.” Ujar sang detektif.
“Aku tidak bersalah, aku tidak tahu apa apa, aku hanya mau bekerja.” Teriak Asahi.
Para polisi tidak mendengarkan teriakan Asahi, mereka memborgol lengan Asahi yang hanya sebelah dan membawanya ke dalam mobil. Selain itu, mereka juga menyita smartphone nya dan identitasnya. Karena percuma membela diri sebab dia tertangkap tangan di lokasi yang katanya akan di laksanakan transaksi narkoba, akhirnya dia pasrah,
“Aku memang bodoh, kenapa aku tidak berpaling saja tadi, tapi biarlah, toh aku juga sebenarnya sudah tidak ada harapan hidup.” Ujar nya dalam hati.
Air mata Asahi mulai membasahi wajahnya, dia merasa bodoh sekali bisa masuk ke dalam perangkap seperti ini. Bukannya membaik, dia malah terjerumus ke suatu hal yang tidak pernah dia bayangkan sama sekali. Tapi hal tidak terduga pun terjadi, Asahi bingung karena dirinya di bawa semakin jauh dari kota.
“Pak, kita mau kemana ?” Tanya Asahi.
“Diam, jangan banyak tanya.” Jawab sang detektif.
Asahi pun diam kembali, dia hanya menoleh melihat kemana dirinya akan di bawa pergi oleh orang orang yang tidak dikenalnya dan mengaku sebagai polisi. Tak lama kemudian, mobil yang di tumpangi Asahi berbelok masuk ke dalam sebuah komplek perumahan yang besar dan masih dalam tahap pembangunan yang sepertinya terbengkalai.
Melihat lokasi tempat dia di bawa, Asahi sudah pasrah, mungkin dia akan di habisi di tempat itu pikirnya. Mobil terus berjalan melewati komplek sampai pada akhirnya sampai di sebuah rumah kuno tradisional yang di pagari oleh bambu dan dinding yang tinggi. Mobil berhenti di depan gerbang, pintu gerbang terbuka sendiri dan mobil kemudian masuk ke dalam.
Setelah berhenti di depan pintu utama, detektif itu menyuruh Asahi turun dari mobil, tentu saja Asahi terpaksa menurutinya karena tidak ada pilihan lain. Dua orang pelayan paruh baya berpakaian kimono menyambut sang detektif dan Asahi, mereka mengantar keduanya ke dalam. Asahi dapat melihat bagian dalam rumah yang terlihat bersih dan rapi dengan lantai kayu. Kedua pelayan itu membawakan dua pasang selop untuk di dalam rumah.
Sang detektif melepas sepatunya dan memakai selopnya, seorang pelayan buru buru mengambil sepatunya. Kemudian sang detektif membuka long coat yang di pakai nya, kemudian dia memberikannya pada seorang pelayan.
“Ayo masuk.” Ajak sang detektif kepada Asahi.
“I..iya, kita dimana pak ?” Tanya Asahi.
“Sudah kubilang jangan banyak tanya.” Jawab sang detektif dengan nada tinggi.
“Ma..maaf.” Jawab Asahi takut.
Dia langsung membuka sepatunya dan memakai selopnya, kemudian berjalan masuk bersama sang detektif yang menarik rantai borgolnya. Mereka berjalan masuk memutari rumah yang sangat luas itu sampai akhirnya sampai di sebuah kamar berdaun pintu dua.
Sang detektif mendorong pintunya dan mengajak Asahi masuk ke dalam, Asahi melihat dirinya berada di sebuah ruang kerja yang penuh dengan rak buku, sebuah sofa dan sebuah meja kerja di ujung ruangan. Ada seseorang yang sedang duduk di balik meja kerja sambil membelakangi pintu dan melihat lukisan besar di depannya.
“Dia sudah datang ojousama.” Ujar sang detektif.
“Ah...bagus, gimana ? lulus ?” Tanya seorang gadis.
“Lulus, dia mengikuti arahan kita dan tidak berkata macam macam ketika di tangkap.” Jawab sang detektif.
“Bagus.”
Tiba tiba kursi berbalik, Asahi melihat seorang gadis cantik yang usianya mungkin di bawah dirinya sedang duduk sambil menopang dagunya di atas meja kerja. Wajah gadis itu sangat menawan, rambutnya yang hitam dan lurus jatuh kebawah terlihat halus berkilau, namun Asahi bergidik melihat tatapan tajam gadis itu kepada dirinya. Tiba tiba gadis itu tersenyum sinis,
“Asahi-oniisan, usia 23 tahun, lahir tanggal 27 April, benar kan ? selamat datang di klan Jinguji, mulai hari ini kamu akan bekerja sebagai asisten ku.” Ujarnya.
“Huh.” Lutut Asahi langsung gemetar, alasannya dia tahu kalau klan Jinguji itu adalah keluarga yakuza tertua dan terbesar yang di segani menguasai dunia bawah bahkan kepolisian saja takut mendengar nama nya. Asahi juga mendengar desas desus kalau berurusan atau bekerja dengan klan Jinguji, harus bersiap siap merelakan kehidupannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!