Malam hari di kota Berlin, federal Jerman...
"Zhe, sepertinya aku suka senior Duke." Zheren tampak terkejut dengan pengakuan Stecy, ia lalu merengut kesal, giginya beradu dengan keras.
"Bisakah kamu membantuku mendekatinya Zhe? kalian kan berteman." Stecy melanjutkan
Zheren kembali merengut, ia lalu memalingkan wajahnya yang kini terlihat kesal. Bola matanya bergilir setiap mendengar kata demi kata dari mulut Stecy yang terus membicarakan sosok Duke.
"Apa yang membuatmu tertarik padanya? Dia pria brengsek yang suka pamer Ch1mp0." Zheren balas dengan tatapan bosan.
Hatinya yang kini terasa teriris ia sembunyikan melalui tampangnya yang terlihat menyebalkan. Bagaimana tidak, Stecy satu-satunya gadis yang berhasil mencuri hati Zheren sejak pertama kali mereka bertemu.
"Kamu tidak sopan! Senior Duke bukan orang seperti itu!" Stecy membantah, kesal dengan komentar Zheren yang tidak berdasar.
Tentu tidak terima, ucapan kotor Zheren benar-benar diluar dugaan.
"Kamu bicara seolah-olah kamu yang paling mengenalnya." Zheren beringsut mendekat, hingga dahi mereka saling bersentuhan. "Apa yang membuatmu tertarik padanya? Hm?" Ia terus menekan hingga Stecy terdorong mundur.
"A-aku.. " Stecy terdiam, terperangkap dalam tatapan Zheren. Raut wajah pria itu terlihat dingin bahkan kilat tajamnya membuat Stecy menggigil.
"Stecy.. kenapa kamu tertarik padanya? " Lagi-lagi pertanyaan itu keluar dari mulut Zheren, ia perlahan menurunkan wajahnya hingga bibir mereka hampir bersentuhan.
Debaran hebat di dada Stecy membuat ia menahan napas. Aroma maskulin yang menguar dari tubuh Zheren memenuhi indera penciumannya, wajah tampan Zheren yang terlihat seperti pangeran di negeri dongeng memanjakan indera penglihatannya.
"K-karna.. Dia pintar. " Lirih Stecy, ia lalu mendorong tubuh Zheren, tapi pria kekar itu tidak bergeming.
"Hanya karna itu? Aku bahkan lebih pintar darinya. " Zheren kembali menekan, membuat gadis polos itu tersudut. Ia dengan intens menatap mata coklat Stecy yang memancarkan kepolosan dari hatinya.
"D-dia juga tampan. " Ucap Stecy dengan napas tercekat, kedua lututnya gemetar, lalu kedua telapak tangannya yang berada di dada Zheren mulai berkeringat dingin.
Zheren berseringai nakal, ia lalu memegang tangan Stecy yang kini berada di dadanya. "Apa aku tidak lebih tampan darinya? Kupikir aku ratusan kali lebih tampan dari si Duke."
Napas Stecy benar-benar tercekat, bahkan menghirup udara saja terasa sulit. Tapi untungnya, suasana ambigu itu berakhir karna fokus Zheren teralihkan pada sebuah berita di layar kaca. Berita itu menampilkan sosok pria berbalut perban yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit.
'Kembali dengan topik hangat tentang Korban kebrutalan Stewardzario ***'
'Lagi-lagi Gangster misterius Stewardzario membuat kekacauan. Kini korbannya adalah pemilik perusahaan besar, tuan Riberywon. Beliau mengatakan Stewardzario datang dengan beberapa anak buahnya dan mengacaukan meeting perusahaan. Beberapa rekan kerjanya bahkan harus segera dilarikan ke rumah sakit karna luka tembakan yang cukup dalam. '
'Dan yang lebih mengejutkan, Stewardzario mengatakan sesuatu pada tuan Riberywon sebelum pergi. Jadi tuan, apa yang Stewardzario katakan padamu?'
"D-dia.. " Riberywon mulai bicara, terlihat beberapa lapis perban yang tertempel di wajah dan tubuhnya.
"Dia mengatakan bahwa dia akan menghancurkan semua perusahaan besar di kota ini. " Ucap Riberywon, tubuhnya gemetar terlihat penuh tekanan.
'Jadi seperti itu ***'
Dari ekor matanya, Stecy melirik Zheren yang tengah duduk disampingnya dengan tegak, raut wajahnya yang dingin terlihat menelisik setiap ucapan Mr. Riberywon. "Zhe? Sepertinya kamu sangat tertarik pada berita tentang si Gangster misterius yang lagi naik daun itu.. " Ucap Stecy yang menyadarkan lamunan Zheren.
"Ah, umm.. mungkin. " Saut Zheren, ia lalu berbalik menatap Stecy.
"Ya.. dia memang menarik banyak perhatian. Karna sosoknya yang masih jadi misteri, membuat ia memiliki sebutan aneh. "
"Sebutan aneh apa Sty? " Tanya Zheren penasaran.
"Pembu-nuh berdarah dingin. " Jawab Stecy lugas.
Zheren tertegun, ia lalu memalingkan wajahnya dari Stecy yang terlihat melasikan. Bagaimana tidak, nadanya saja terdengar seperti pembawa cerita horor.
"Apa kau percaya?" Zheren kembali bertanya, sambil memawang wajah polosnya.
"Percaya apa? Stewardzario Pembu-nuh? Emm.. Entahlah, aku tidak tau pekerjaan Gangster itu apa saja. "
Zheren terkekeh geli, tak kuasa menahan betapa lucunya Stecy saat ini. Ia lalu berbalik dan kembali menatap gadis bermata redup itu. "Kenapa kau sangat lucu Sty, aku tidak tahan."
"Aku serius Zhe, kenapa kamu malah tertawa? " Stecy menilik kesal dengan sikap Zheren yang terasa meledek.
"Maaf.. aku tidak bermaksud begitu. " Zheren menepuk kepala Stecy yang setinggi pundaknya, lalu menarik lembut dagu Stecy, membuat wajah gadis polos itu sedikit mendongak.
"A-ada apa? " Stecy termangu, bola mata coklatnya yang redup menatap lurus manik mata hitam Zheren.
Zheren menggeleng pelan, ia lalu kembali melepas Stecy. Tidak kuat dengan tatapan yang terasa menusuk dalam di hati Zheren. "Aku harus pergi sekarang, selamat malam. " Zheren lalu beranjak dari duduknya, mengambil ponsel yang dari tadi terus bergetar karna banyak pesan masuk.
"Kemana Zhe? " Tanya Stecy yang ikut berdiri.
"Apa kau tidak takut terus berada sedekat ini denganku? Bagaimana jika aku melakukan sesuatu padamu? " Tanya balik Zheren
"Itu tidak mungkin, aku sudah mengenalmu sangat lama dan aku percaya padamu sejauh ini. "
Zheren berseringai kecil kala ia mendengar jawaban penuh kepolosan Stecy, ia lalu kembali menepuk kepala gadis polos itu. "Aku pergi Sty.. " Sepertinya hobi Zheren memang menepuk kepala seorang gadis.
"Tunggu, " Stecy menarik sedikit lengan kemeja panjang putih polos yang Zheren kenakan untuk menghentikan langkah kaki Zheren yang terburu-buru.
"Ada apa? " Zheren menoleh
"Diluar hujan, bawa ini bersamamu. " Stecy merogoh laci yang terletak di samping Sofa, lalu mengeluarkan payung lipat miliknya.
Zheren terkesiap kala ia melihat warna mencolok dari payung yang masih terlipat di tangan Stecy. "Y-yang benar saja Sty, kau yakin menyuruhku memakai payung itu? "Zheren mengernyit, lalu matanya yang dingin seketika membola.
"Aku cuman punya payung ini Zhe, memang kenapa dengan motif bunga? Asalkan bisa melindungimu dari hujan dan topan, bukankah tidak penting dengan motif? Lagian ini hanya bunga sakura. " Ya, motif bunga. Berpadu dengan warnanya yang juga feminim yaitu pink, benar-benar berbanding terbalik dengan aura Zheren yang terlihat mendominasi.
Zheren balas mengernyih kecil, "Baiklah nona egois, kupinjam payungmu. " ia lalu mengambil payung bermotif sakura itu dan bergegas pergi.
"Mimpi indah Sty.. "
Clack
Pintu apartemen itu tertutup, menutupi sosok pria kekar berambut hitam legam yang tengah berlalu.
Sementara itu Zheren, terlihat Gentle karna tanpa ragu benar-benar memakai payung dengan warna mencolok ditengah hujan. Berjalan melewati banyaknya orang yang tengah berkerumun di bawah payung. Semua wanita bahkan pria tersipu melihat seorang pria beringas yang berteduh dibawah bunga sakura.
"Jadi populer itu benar-benar merepotkan."
Ia berjalan dengan sepatu yang terbuat dari kulit buaya berwarnakan hitam pekat. Meski berkali-kali terciprat air, sepatu Zheren tetap terlihat Elegan.
Berpadu dengan mata yang sedingin kutub utara, Meski tertutup payung feminim, aura pria mahal dari sang Zheren masih sangat terlihat.
"Bos disini..!" Pekik seorang pria yang tengah berdiri di samping mobil sport berwarna hitam legam.
Mobil itu terparkir di bangunan gelap, dengan sedikit cahaya lampu yang memudar. Itu bukan tempat parkir melainkan sebuah gudang terbengkalai.
Zheren berbalik, menatap pria dengan setelan jas hitam juga terlihat kekar itu, lalu mendekat. "Mikro, apa yang kau lakukan disini? Dan siapa yang berani-beraninya mengirimiku pesan terus menerus?!" Kesal Zheren, ia lalu melipat payung penarik perhatian itu dan masuk kedalam mobil.
"Itu saya bos, apa bos tidak membaca pesannya? " Tanya Mikro sambil ikut masuk.
"Tidak, aku tidak yakin itu pesan yang penting." Zheren kembali memawang wajah bosan.
Mikro menghela nafas panjang sebelum ia kembali berucap. "Stive dan yang lain berhasil menangkap satu bawahan Blisterz, itu pesan yang saya kirim bos. "
"Apa?!" Zheren terperanjat, ia lalu memegang pundak Mikro yang duduk di kursi pengemudi, "Kenapa tidak bilang dari tadi?!"
Seketika pundak Mikro mati rasa. Hanya dipegang saja sudah terasa kejatuhan batu besar. "S-saya kan sudah kirim pesan dari tadi bos. "
"Tunggu apa lagi, ayo jalan!"
"Baik bos. " Mikro lalu menyalakan mesin dan melajukan mobil secepat mungkin karna tahu bosnya pria yang sangat tidak sabaran.
...***...
Zheren sampai disebuah bangunan bertingkat yang terletak diujung kota. Memiliki gang sempit yang gelap, terlihat tidak terjamah satupun manusia.
Saat ia sampai, sebuah gerbang langsung dibuka oleh beberapa pria kekar berjas hitam. Mereka begitu menakutkan, tubuhnya yang kekar seakan masih terlihat meski terbalut jas tebal.
"Selamat datang bos. " Mereka menunduk dan membiarkan pria muda dalam mobil itu lewat.
Mobil Zheren berhenti tepat di halaman, dan lagi-lagi beberapa pria berjas hitam menghampiri untuk membuka pintu mobil sport miliknya.
Pria muda itu turun sambil mendongak sombong. Ia yang hanya berbalut kemeja putih berlengan panjang langsung diselimuti mantel hitam yang disiapkan anak buahnya.
"Dimana? " Tanya Zheren sambil menghisap cerutu gurkha black dragon
"Dilantai lima bos. " Jawab salah satu anak buah Zheren yang membantu menyalakan pemantik.
Zheren berjalan memasuki lift, menyusuri lorong dengan mata yang menyorot tajam bak mata elang.
"Selamat datang bos. " Disetiap jalan yang Zheren lewati, ia terus mendapat sapaan.
Sampai ia akhirnya tiba di lantai lima, terlihat Stive yang sedang menahan pria asing di kursi kayu.
"Bos, selamat datang. " Ucap Stive sambil datang menghampiri Zheren
"Jadi kau Stewardzario? Tampangmu boleh juga. " Ucap pria yang diduga bawahan Blisterz
"Siapa yang mengizinkanmu bicara? " Zheren mendekat, lalu menekan perut pria yang tengah terikat itu dengan kakinya.
"Ugh.. " Pria itu merintih
"Jadi, dimana Blisterz? " Tanya Zheren tidak sabar.
"Kau pikir aku pria yang mudah? Aku ini cukup setia. " Pria itu balas dengan seringai angkuh
"Haa? Kau pikir aku pria yang lembut? Aku juga cukup kasar. " Zheren mendekatkan wajahnya sambil balas menyeringai kecil.
Pria itu bergidik sejenak, "Aku tidak takut padamu. " Ucapnya percaya diri.
Jawaban singkat dari pria itu seketika membuat emosi Zheren memuncak. Ia sendiri tipe pria yang tidak suka banyak bertanya. Memiliki kepribadian buruk dan emosi yang mudah tersulut. Itulah sosok asli Zheren.
"Stive!" Zheren memberi isyarat, lalu Stive mengangguk paham
Blam sebuah pukulan mendarat di pipi sebelah kiri
"Jawab! " Bentak Stive
"Tidak. "
Blam kini ditimpa sebelah kanan
"Jawab! "
"Tidak. "
Stive menarik rambut pria itu, lalu menodongkan sebuah pistol tepat di lehernya, "Jawab atau ma-ti? "
"Ma-ti. "
Pria itu tetap bungkam meski nyaris kehilangan nyawanya. Ia terlihat begitu santai menanggapi sosok Stive yang kini terlihat begitu mengintimidasi.
"Cih.. Bajingan keras kepala." Decih Zheren, ia lalu mendekat dan menjauhkan Stive dari pria itu.
"Jawab atau cerutu ini akan menempel di matamu. " Ia mendekatkan cerutunya pada wajah si tahanan, membuat Pria itu gemetar hebat. Ia lebih takut pada sebuah cerutu dari pada sebuah pistol hitam legam.
Pria itu tetap diam meski pelupuk matanya terus berair. "Masih tidak mau buka mulut? Sepertinya cerutu memang kurang. " Zheren melanjutkan.
Sheesh..
"Arrghh.. Arrghh.. "
Cerutu Zheren mendarat tepat di lengan pria itu yang terikat di sandaran tangan.
"Dimana Blisterz?! " Bentak Zheren, matanya melebar dengan urat di rahang yang mulai mengeras, kerutan dalam muncul diantara alis, dan bahkan urat tebal pun muncul di dahi.
"A-aku tidak akan menjawab. " Lagi-lagi pria itu menolak untuk buka mulut. Ada bekas air mata kering di matanya yang basah. Bibirnya yang kering terbuka tak berdaya dan menghembuskan napas pendek.
"Haa.. Kau benar-benar membuatku kesal setengah ma-ti. " Zheren mengangkat rambutnya yang terurai sambil mendongak kesal. Raut wajahnya tidak berubah.
"Ku katakan sekali lagi, aku setia pada tuanku. " Saut pria itu sambil ikut mendongak menatap Zheren. Keberaniannya itu patut diacungi jempol.
Zheren kembali menatap tajam pria itu, membuang cerutu yang sudah tidak menyala karna tekanan di lengan sebelumnya. "Stive, ambilkan aku sarung tangan. "
"Baik. " Stive mengangguk dan pergi. Tidak butuh waktu lama ia kembali dengan sarung tangan hitam milik Zheren.
"Ini bos. " Stive menyodorkannya, lalu Zheren dengan cepat mengambilnya.
Sarung tangan itu terpasang rapih di lengan kekar Zheren. Ia kemudian memegang wajah pria itu dan mulai membuka paksa mulutnya.
"Apwa yang kwa- Khk.. "
Jari telunjuk dan jari tengah Zheren masuk dengan kasar. "Ugh.. khk.. " Wajah pria itu seketika memerah karna sulit bernafas. Keringat mulai bercucuran di wajahnya yang gemetar.
"Jawab atau kuro-bek mulutmu. " Senyuman devil Zheren tunjukan, terlihat lebih menakutkan dari devil sekalipun.
Zheren memegang mulut bagian atas dan bawah pria itu yang terbuka, seakan benar-benar berniat mero-beknya. Tapi hal itu memang sudah terniat dalam pikirannya, karna sifatnya yang memang diluar nalar manusia.
Hal itu tentu membuat pria tersebut merintih, tidak berani berontak tapi berharap Zheren bisa melepasnya. "B-bwaiklah Akwu akan menjawab. " Pria itu akhirnya membuka mulut.
Zheren sontak terkejut, ia tidak menyangka hanya dengan sedikit ancaman bisa membuat pria itu takut. Ya, siapapun bisa takut jika mulutnya hendak di ro-bek.
"Ayo katakan, dimana Blisterz?"
"D-dia.. berada di negara--"
Dorr
Sebuah peluru tiba-tiba menembus kaca dan tepat mengenai kepala pria yang hampir memberikan Zheren petunjuk penting.
"Sialan! Kalian semua turun, dan jangan biarkan ada orang asing yang berhasil masuk. " Titah Zheren, ia dengan cepat berlari menuju atap seorang diri, berniat mencari sumber dari peluru yang tiba-tiba lepas itu.
Sesampainya Zheren di atap gedung, terlihat senapan tanpa sniper di atap gedung lain yang juga menjulang.
"Bajingan mana yang berani main petak umpet disini? " Zheren mulai berfokus pada senapan di hadapannya, menodongkan pis-tol miliknya dan mulai menembak.
Bang!
"Kena kau!" Ia menyeringai kecil setelah ia berhasil mengenai secuil jas pria yang tengah bersembunyi.
"Apa kau bawahan Blisterz juga? Jika benar, kau harus bertanggung jawab dan jadi pengganti pria yang kau tembak tadi. " Pekik Zheren, ia mulai melompat dari satu atap ke atap yang lain.
"Hup.. "
"Masih tidak mau keluar? padahal aku tau kau sembunyi disana. " Zheren mulai mendekat pada sebuah tembok tempat sniper itu menyembunyikan dirinya.
Srett..
Sebuah plot twist, sniper tersebut tidak bersembunyi tapi memancing Zheren untuk mendekat. Lengan kiri Zheren yang diselimuti mantel tebal tiba-tiba tersayat sebilah pi-sau.
"Ugh.. " Zheren merintih, ia dengan cepat menahan da-rah yang mulai membasahi bajunya.
"Haha.. Mr. Stewardzario, senang bertemu denganmu. Aku tidak menyangka ternyata gangster misterius yang menduduki posisi teratas itu sebodoh ini. " Ucap sniper tersebut. Ia lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memulai panggilan.
"Bos, Stewardzario sudah saya lumpuhkan. " Ucapnya pada seorang pria asing di telpon. Nada bicaranya terdengar percaya diri, seakan benar-benar melihat Zheren terkapar tak berdaya.
"Haa.. bikin malu saja, siapa yang lumpuh disini? " Zheren mendekat, merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan kotak cerutu.
Ctak..
Menyalakan pemantik besi dan mulai menghisap cerutu dengan aroma khas milik Zheren.
"Kau.. " Sniper itu mulai waspada, menjulurkan tangan yang memegang sebilah pi-sau lalu perlahan mundur.
"Beraninya kau melukai tangan seorang seniman." Ucap Zheren sambil mengernyit kesal. Ia menatap tangan kirinya yang kini masih mengeluarkan da-rah.
"Haa.. Siapa yang peduli dengan tangan kotormu. " Sniper itu balas mengernyih kecil.
Drit.. Dritt..
Ditengah-tengah pertengkaran yang memanas, ponsel Zheren malah bergetar.
"Siapa yang berani menelponku disaat begini?" Zheren merogoh saku celananya dan mulai melihat pemilik panggilan tersebut. "S-Stecy?! " ia terperanjat kala melihat gadis pujaannya tiba-tiba menelpon.
"Apa ini? Apa terjadi sesuatu padanya? Apa ada penyusup yang masuk ke apartemennya? " Batin Zheren bertanya-tanya. Tidak biasanya Stecy memulai panggilan duluan.
Ia kemudian mengangkat panggilan tersebut tanpa peduli pada Sniper yang masih berdiri tepat dihadapannya.
"Halo Sty, ada apa? "
"Zheren, kau meninggalkan dompetmu disini." Jawab Stecy dari sebrang telpon.
"Ah.. benarkah? Aku akan mengambilnya besok. "
Sret..
Lagi-lagi Zheren terkena sayatan dibagian lengan kanannya, "Shh.."
"Z-Zhe ada apa? " Tanya Stecy
"Aku.. Itu.. "
Blam..
Sebuah pukulan dari lengan kanan Zheren tepat mengenai pipi kiri pria Sniper, "Ugh.. " Ia merintih
"Z-Zhe? " Stecy mulai khawatir
Blam..
Lalu ditimpa sebelah kanan, "Huk.. "
"Zheren? Hei.. apa yang terjadi? "
"Stecy.. Aku terluka.. ada preman yang berusaha mengambil dompetku disini.. "
"Dompet? Tapi dompetmu ada padaku kan? " Stecy kembali bertanya
"M-maksudku dia mencoba mengambil ponselku, ini menakutkan.. " Ucap Zheren membual.
"Haa? Apa itu pacarmu? Hei nona, apa kau tidak tau siapa sebenarnya pacarmu ini? Dia seorang--" Belum sempat pria sniper itu menyelesaikan ucapannya, Zheren dengan cepat melepas pukulan tepat di perut bagian atas.
Buk..
Lalu disusul ten-dangan di bagian dada. Duakk.. Seketika sniper itu terpental beberapa cm.
"Ugh.." Ia kembali merintih sambil berguling di tembok.
"Stecy, aku akan menelponmu lagi nanti. "
"Aku akan memanggil polisi untukmu Zhe, dimana kamu sekarang? "
"Itu tidak perlu, aku baik-baik saja. "
Clack..
Panggilan diakhiri oleh Zheren, matanya melebar dengan urat di rahang yang kembali mengeras. "Berani sekali kau bicara pada gadisku. "
"Gadis polos mana yang kau tipu? Benar-benar gadis menyedihkan. " Sniper itu balas dengan seringai kecil. Ia perlahan bangun, meski sedikit terhuyung ia memaksakan diri untuk tidak tumbang.
"Ambil senapanmu. " Titah Zheren
"Apa kau mengajakku baku tembak? Kau yakin bisa selamat? " Lagi-lagi sniper itu menunjukan seringai angkuhnya.
"Sombong sekali." Zheren lalu mengambil senapan tersebut dan melemparnya tepat ke arah Sniper. "Ambil itu. "
"Oke. " Sniper itu mengambil senapan miliknya yang tergeletak, menodongkannya pada Zheren yang tengah bersantai sambil menghisap cerutu.
Zheren ikut menodongkan Pistol hitam legamnya pada si sniper, membuang cerutu yang ia nikmati beberapa detik lalu.
"Siapa yang ma-ti, dia yang kalah. "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!