Perkenalkan namaku Dewa Kurnia Sejati teman temanku biasa memanggilku Deka, hanya mbah uti ku (nenek ku) yang memanggilku Dewa.
Aku dibesarkan disalah satu kampung penghasil garam dan udang terbesar disalah satu kabupaten di Jawa Timur.
Mbah uti ku sangat menyayangiku mengingat aku adalah cucu satu satunya, aku tak tau apakah aku mempunyai kakung atau tidak karena aku tak pernah mendengar mbah utiku menyebutnya, mbah utiku hanya pernah sekali menceritakan tentang orang tua ku ketika aku menginjak kelas 6 SD, dia bilang ibuku meninggal saat melahirkanku dan ayahku pergi entah kemana.
Suatu hari seperti biasa aku sedang menjaga tambak udang milik salah satu juragan yang paling kaya dikampungku. Aku tak melanjutkan kuliah dan memilih bekerja karena aku kasihan pada mbah utiku, aku tak tega melihat fisiknya yang renta terus berjualan keliling kampung hanya untuk membiayai sekolahku.
Sejak aku bekerja ditambak udang ini tiga tahun lalu aku meminta mbah utiku dirumah saja, menjaga warung sembako yang aku dirikan untuknya, untung mbah utiku nurut. Impianku adalah selalu melihatnya tersenyum, bahagiaku adalah ketika dia bilang "Berangkat kerjanya hati hati jangan lupa berdoa." kata itu menjadi mantra tersendiri buatku jiwaku terasa tenang ketika wanita tua yang menurutku kecantikanya tak luntur ini mengucapkanya.
"Dewa sudah siang bangun, bocah kok seneng banget turu." bagiku omelanya adalah senandung merdu penyejuk hati, aku senang mendengarnya kadang kadang aku malah sengaja membuatnya mengomel, menurutku dia sangat cantik dan lucu jika begitu, kembali dia mengulang omelanya.
"Dewa, gek ndang (Cepetan) keburu ketinggalan shubuh." tambahnya, aku malah tersenyum didalam selimut.
"Yoh bocah." kembali dia mengekspresikan kekesalanya, dijewernya telingaku jika kesabaranya sudah hampir habis.
"Aaaaaa, bentar ti (mbah uti) Dewa masih ngantuk ni lima menit ya." tawarku.
"Kae wis setengah enam, mau bangun jam berapa ha?" ucap nya sambil mengacungkan centong nasi menunjuk ke arah jam dinding.
Semakin senang aku menggodanya.
"Sebentar dong pacarku." godaku.
"Pacarku pacarku sama utinya kok godain wae, udah sana mandi sholat." mbah utiku kembali mengomel, aku pun menuruti kemauanya mengingat waktu subuh hampir habis.
Kulangkahkan kakiku menuju dapur karena kamar mandi dirumah kami bedekatan dengan dapur, kucium pipinya dari belakang dia pun terkejut, sebelum kena pukulanya aku pun segera kabur dan bergegas masuk kamar mandi.
"Ooo bocah nakal." umpatnya, aku pun tak perduli dan masih setia menggodanya.
Selesai mandi dam sholat aku pun menghampirinya di dapur, dia yang masih asik memasak tak tau jika aku sudah dibelakangnya, kupeluk tubuh gemuknya.
"Dewa kamu itu wis gede wis perjaka masak sama uti masih gamblok (memeluk manja)." ucap nya sambil mengelus lenganku.
"Biarin Dewa suka, ti laper." ucapku sambil mengerakan pelukanku.
"Duduk sono habis sarapan bantu uti ambil dagangan dulu ya." pinta uti.
"Siap ratuku." jawabku.
Uti pun memberiku sepiring nasi goreng dan dua potong tempe.
"Dikit amat ti." godaku, dia mau memukul kepalaku dengan sendok yang dipegangnya.
"Ampun sayang gitu aja marah." godaku lagi sambil mengangkat tanganku keatas sedikit condong untuk melindungi kepalaku dari pukulanya.
"Badan udah bongsor gitu mau makan banyak banyak, nanti kalau gemuk ga ganteng lagi mau." jawab nya.
"Ya kan habis ini mau ngangkatin garam ti makan nya harus banyak biar kuat, kalau kuat dapet duitnya banyak." jawabku asal.
"Duit itu ga jamin kamu seneng, yang penting iklas ngejalani hidup nanti rejeki bakal dateng sendiri ga usah ngeluk terima aja apa yang Allah kasih," nasehat utiku selalu merdu didengar, pas banget rasanya ketika masuk kedalam sanubariku.
"Nggih utiku yang cantik." jawabku sambil tersenyum lebar.
"Wis dimakan baca doa dulu."
"Siap sayang." Uti tak menghiraukan aku lagi, dia memilih kedepan dan membuka warung sembako kami.
Sesuai permintaanya tadi aku pun segera mengeluarkan motorku untuk mengambil dagangan nya di pasar, beberapa kebutuhan pokok warga desa tersedia diwarung utiku, jika pagi ada agen sayur sayuran yang mengantar berbagai sayuran untuk mengisi warung kami, kami hanya perlu memberikan uang saja.
...
Siang itu ketika aku hendak membeli pakan udang aku melihat seorang anak perempuan berseragam SMA sedang mendorong motornya, aku pun tak sampai hati ahirnya aku berhenti dan bertanya, aku berniat membantunya jika dia mau.
"Assalamualaikum dek." sapaku.
"Waalaikumsalam." jawabnya lirih.
"Motornya kenapa dek?" tanyaku.
"Sepertinya bensinya habis mas, aku lupa ngisi." jawabnya.
"Ooo."
Aku pun memarkirkan motorku berdekatan dengan motornya, untungnya di jok motorku selalu ada selang kecil yang ku gulung untuk berjaga jaga jika keadaan darurat gini, mengingat pom bensin sangat jauh dari kampun kami, ku buka tangki motornya dan motorku, kumasukan selang kecil itu ditangki motorku lalu mulai kusedot kuat kuat agar bensin dimotorku mengalir dan bisa pindah dimotornya.
Setelah setengah bensin motorku pindah kemotornya kuangkat selang kecil itu dan segera menutupnya agar berhenti mengalir, setelah kurasa cukup aku pun memintanya untuk menyalakan motornya.
Bersyukurnya motornya tak rewel lagi.
"Alhamdulilah bisa nyala mas." ucapnya sambil tersenyum lebar, cantik banget jujur ini membuat jantungku bergetar
"Heh iya." jawabku gugup.
"Makasih banyak ya mas, berapa saya mesti bayar?" tanya nya.
"Ga usah dek, mas iklas kok."
"Beneran mas?"
"Iya."
"Wah, sekali lagi makasih banyak ya mas."
"Iya lain kali diperiksa dulu sebelum jalan." ucapku.
"Kemarin barusan aku isi mas, iki mesti mamasku yang ngabisin dia suka gitu." gerutunya, mendengar dia mengerutu mengingatkanku pada utiku, kenapa kalian kaum perempuan suka mengomel sih heran deh.
"Oo, ya udah jalan gi." suruhku.
"Makasih, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawabku, dia pun segera pergi meninggalkanku.
"Aaahhhh kenapa aku bodoh sekali ga nanya mananya." gumam ku.
"Semoga bisa ketemu lagi ya gadis." doaku.
**IMPIAN DEKA
Bersambung**...
"Ka jalan yuk." ajak Anton teman Deka.
"Kemana?" tanya Deka.
"Temenin aku cari cewek." jawab Anton sambil bercanda.
"Gayamu kayak berani aja deketin cewek."balas Deka.
"Serius iki, Andik sama Wawan udah disana mereka nungguin kita katanya mau ngenalin kita sama cewek, ayolah Ka ga enak lama lama jomblo."Anton memang terkenal tak bisa hidup tanpa ngomongin cewek dilingkungan pertemanan mereka padahal kalau udah ketemu wujud ceweknya auto dia diem seribu bahasa.
"Ah malas lah." jawab Deka.
"Wis to ayo, Cantik bener iki bocah." Anton masih memaksa.
"Emang kamu udah pernah ketemu?" tanya Deka.
"Pernah lah sering malahan, Andik sering buntutin dia kalau pulang sekolah." jawab Anton.
"Anak sekolah?" tanya Deka.
"Iya, wis ta lah Ayo gantio baju." Anton mendorong tubuh Deka agar masuk kedalam rumahnya.
Deka pun menuruti kemauan sahabatnya, setelah berpamitan dengan mbah utinya dia pun pergi dengan motor butut kesayanganya.
Sesampainya di pasar malam tempat mereka bertemu janji Deka agak sedikit terkejut karena gadis yang dimaksud sahabat sahabatnya adalah gadis yang dia tolong beberapa minggu yang lalu.
"Ka sini aku mau kenalin kamu sama adek temenku." panggil Wawan.
Deka dan Anton pun segera mendekati teman nya.
"Vit, kenalin ini teman aku nama nya Deka, yang ini Anton." ucap Wawan
"Desvita mas." Desvita mengulurkan tangan nya pada Deka.
"Deka."
"Anton."
Selesai bersalaman mereka pun berbicang bincang sambil menikmati wahana dipasar malam tersebut, Wawan dan Andik sudah berpencar karena mereka sudah jalan sama pacar masing masing karena mereka juga sengaja mau mendekatkan Deka dan Desvita yang menurut mereka cocok, tentu saja Deka tak menyianyiakan kesempatan ini, Anton merasa kelelahan menjadi obat nyamuk Deka dan Desvita ahirnya dia pun pamit duluan.
"Vit udah punya pacar belum?" tanya Deka langsung to the poin.
"Belum mas, ini aja masih SMA." jawab Desvita.
"Mau ga jadi pacar mas?" tanya Deka malu malu.
"Dih baru juga kenal." jawabnya lagi.
"Ga papa kita lebih saling mengenal lagi." tambah Deka.
"Tapi janji ga minta macem macem ya mas."pinta Desvita.
"Iya mas ga akan macem macem mas janji."
"Baiklah kalau gitu kita Vita mau kita lebih saling mengenal." jawab Vita tanpa ragu.
"Makasih ya Vit." Deka melirik wajah kekasihnya.
"Sama sama mas."
"Ini udah malem Vit ayo pulang." ajak Deka dia pun menurut.
"Ayo mas."
"Aku anter ya."
"Vita sama mamas tadi jalanya biar Vita tunggu mamas Vita aja didepan pintu." jawabnya.
"Ya udah ayo mas temenin." ucap Deka, dia masih belum menggandeng pacarnya meski udah jadian, Deka memilih berjalan membuntuti Vita seolah menjaganya saja.
"Mas kok mamas ku lama ya, apa dia udah pulang?" tanya Vita takut soalnya hari sudah mulai larut.
"Ya udah Vit aku anter aja."
"Beneran mas ga papa."
"Iya rumah kamu dimana."
"Dibelakang masjid besar itu "
"Ooo deket dari sini, marilah aku antar." Ahirnya Deka pun mengantar Vita pulang, begitu sampai rumah Vita Deka sedikit minder ternyata kekasihnya anak orang ada melihat rumahnya paling besar diantara rumah rumah disekelilingnya.
"Makasih ya mas."
"Sama sama Vit."
"Vita masuk dulu, Assalamualaikum.
"Eh Vit tunggu dulu."
"Apa mas?"
"Kamu belum kasih nomer handphone kamu ke aku?"
"Oh iya lupa." Vita tersenyum manis padanya, Deka memberikan ponselnya pada Vita, Vita pun pengetik nomer ponselnya di ponsel Deka.
"Vit kamu mau ga janji sama aku."
"Janji apa mas?"
"Jagain semua buat aku sampai aku siap nglamar kamu."
"Dih jauhnya mikir, baru juga kenal masak udah mikir sampai sana." ucap Vita.
"Aku ga mau main main dalam sebuah hubungan Vit." tambah Deka.
"Insya Allah ya mas."
Deka pun tersenyum, Vita melambaikan tangan nya dan langsung masuk kerumahnya.
Deka pun ahirnya pulang setelah selesai mengantar Vita dengan selamat, perasaan nya begitu berbunga bunga, pertemuan tak sengaja hingga doa yang dia ucapkan kini menjadi kenyataan, malah dia dikasih lebih langsung bisa macarin tu cewek idaman.
Deka membuka pintu pagar rumahnya dengan pelan agar tak membangunkan mbah utinya, Deka mencuci tubuhnya kemudian bersiap untuk tidur, diambilnya ponsel yang dia taruh dimeja kecil dekat ranjangnya, dia mengirim pesan chat pada kekasihnya bawasanya dia sudah sampai rumah, Vita belum tidur rupanya dia pun membalas chat itu segera.
Bagai mendapat durian runtuh hati Deka sangat bahagia, dia berjanji dalam hatinya dia akan membuat Vita bahagia denga kerja kerasnya.
**IMPIAN DEKA.
Bersambung**....
Tak terasa sudah satu tahun Deka dan Vita menjalin hubungan hingga saat ini hubungan mereka baik baik saja, tanpa Vita ketahui
diam diam Deka sudah menyiapkan rumah untuk mereka tinggali jika mereka menikah nanti. Bahkan mbah uti saja tak tau soal itu, Deka berani mengambil perumahan yang dekat dengan perumahan milik orang tua Vita dia berfikir nantinya Vita ga terlalu jauh jika ingin berkunjung atau ada masalah darurat dia langsung saja bisa datang hanya dengan berjalan kaki.
Deka memang tak mampu membeli rumah itu secara kes, dia memilih berhutang pada bosnya dan mencicil dengan gajinya, bos nya yang sangat percaya dengan kinerja Deka pun tak ragu, dia pun memberikan pinjaman itu pada Deka bahkan sang bos juga mendukung penuh niat Deka untuk berinvestasi dengan properti mengingat bos Deka adalah marketing diperumahan itu maka keinginan Deka untuk memiliki rumah disana menjadi lebih mudah.
Malam itu seperti biasa, seperti pasangan muda mudi lain nya mereka pun keluar untuk sekedar makan dan nongkrong dilapangan, disana banyak muda mudi yang juga membawa pasangan mereka tak terkecuali dengan Deka dan Vita.
Menurut Vita Deka adalah pemuda yang sangat baik dia sangat menjaga kehormatanya bahkan sejauh ini mereka belum melakukan sesuatu yang melanggar aturan, jika bertemu paling mereka hanya bercanda atau Vita akan bercerita hari harinya disekolah atau Deka yang kadang lelah dengan pekerjaanya.
"Mas, Vita udah lulus Vita mau pamit pergi kuliah ya, bapak udah daftarin Vita kuliah di Malang." ucap Vita.
"Oo bagus itu dek tapi jaga diri kamu baik baiknya jagain semua buat aku." pesan Deka.
"Siap mamasku, minggu depan Vita udah mulai kuliah mas." ucap nya.
"Kita bakalan jauhan dong hehehe."
"Ga papa kan mas?" tanya Vita sedikit takut.
"Ga papa sayang mas malah seneng kamu mau ngejar cita cita kamu, yang penting jangan lupa sama aku." ucap Deka.
"Enggak mamas aku bakal jagain semua buat kamu, mas juga ya." ucap Vita.
"Janji," Deka memberikan jari kelingkingnya pada Vita, Vita pun menyambutnya. tanpa mereka sadari ternyata disekeliling mereka sudah sepi, Deka mengangkat dagu Vita dan meminta ijin menciumnya.
"Vit boleh ga mas minta cium." Vita merasa terkejut tapi juga seneng deg deg an gimana gitu Vita pun mengangguk tanda memberi Deka ijin, Deka mengecup kening Vita ini adalah pertama kalinya mereka melakukan itu, tak sampai disitu Deka pun mencium harum pipi kekasihnya, terahir dia mendaratkan bibirnya kebibir Vita, sungguh sensasi yang luar biasa, gemuruh didada mereka masing masing sungguh tak terelakan, Ini adalah pengalaman nyata Vita pertama kali biasanya dia hanya melihat adengan romantis ini lewat film Korea yang dia tonton, dia membuka sedikit mulutnya memberikan celah untuk Deka memangutnya, benar saja sensasinya sekarang sungguh luar biasa wajahnya menjadi panas dingin, Vita mencoba membalas pangutan itu meski pelan tapi terasa sungguh indah, Deka melepaskan ciuman nya mereka saling menatap malu.
"Makasih." ucap Deka sambil mengelap bibirnya, Vita hanya tersenyum dan mengelap bibirnya dengan malu.
"Kita pulang yok mas."
"Ayok." jawab Deka.
Mereka tak menyadari bahwa bapaknya Vita menyuruh orang untuk membuntuti mereka, kecurigaan bapak Vita ternyata benar bahwa anaknya berpacaran dengan pemuda kampung yang menurutnya tak pantas bersanding dengan putrinya.
Bapak Vita sudah berkacak pinggang diruang tamu, dia terlihat marah mendengar laporan dari orang suruhanya.
"Suruh pemuda itu menghadapku." perintahnya.
"Baik pak." jawab orang suruhan bapak Vita, orang itu pun menunggu didepan pagar rumah Vita sampa Vita dan Deka datang.
Vita turun dari rumah Deka dan orang itu pun segera mendekati mereka.
"Mas, bapak mau ngomong sama sampean (kamu)."
"Oo nggih pakde (Oo iya paman)." jawab Deka, dia pun berani karena merasa tak bersalah. Deka tak mau mengindari apapun yang ada didepanya, mbah uti nya selalu mengatakan padanya jangan pernah menghindari masalah jika tak ingin menambah masalah, ketika mereka masuk kerumah hawa dingin menyerang sanubari mereka.
"Masuk kamar kamu." bentak bapak Vita pada Vita sekatika nyali mereka berdua menjadi ciut.
" Sini kamu pemuda miskin." Deg hati Deka berasa kena tamparan keras, Deka tetap menguatkan hatinya dan berjalan mendekati orang tua kekasihnya.
"Apa kalian pacaran?" tanya bapak Vita.
"Nggih pakde ( iya paman)." jawab Deka jujur, dia tak mau menutupi apapun sekarang.
"Berani sekali kamu." hardiknya.
"Maaf pakde." ucap Deka berusaha meredam emosi orang tua kekasihnya.
"Berapa usiamu?"
"21 tahun pakde."
"Kuliah apa kerja?"
"Kerja pakde."
"Sudah ku duga pemuda miskin sepertimu mana mampu kuliah, apa pekerjaanmu?" penghinaan yang menyakitkan memang, tapi tak ada gunanya mundur toh dia sudah sampai sini.
"Saya kerja di UD jaya pakde." jawab Deka.
"Kamu buruh tambak?" tanya bapak Vita.
"Benar pakde." jawab Deka gugup.
"Berani sekali kali mendekati anaku heh, kamu tak tau siapa aku ngaca mas ngaca kamu siapa putriku siapa, mana mungkin aku mau kasih anaku sama pemuda miskin sepertimu." ucapnya sungguh menyakitkan hati, Deka merasa jantungnya seperti tertusuk pisau beberapa kali, perih sangat.
"Tapi saya cinta sama Vita pakde, saya pasti akan berusaha membuatnya bahagia." jawab Deka penuh percaya diri.
"Heh cinta."
"Memangnya kamu punya apa mau meminang anak saya."
"Pekerjaanmu apa?"
"Penghasilanmu berapa?"
"Yakin kamu bisa mencukupi kebutuhanya."
Kali ini Deka tak bisa menahan lagi tamparan orang tua kekasihnya, dia pun masih berusaha mendapat restu dari orang tua Vita dengan janjinya.
"Saya akan berjanji membahagiaakan Vita semampu saya pakde."
"Semampu mu kamu bilang, aku tak percaya pergilah dan jangan pernah kembali aku tak butuh janjimu ingat jangan pernah temui putriku lagi kamu dengar, dia lebih berharga dari harga dirimu." jeduwwweeerrrr ucapan terahir Bapak Vita sungguh mampu membangunkan sisi lain dari seorang Deka, tanpa pamit dia pun segera keluar dari rumah neraka itu.
Hancur hatinya, kecewa pasti tapi dia bisa apa toh apa yang diucapkan orang tua Vita adalah kenyataan hidupnya, dengan emosi yang berkecambuk didadanya ahirnya Deka pun melajukan motornya untuk segera pulang dan menenangkan diri yang dia butuhkan saat ini hanyalah pelukan mbah utinya.
**IMPIAN DEKA.
Bersambung**....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!