NovelToon NovelToon

The Queen Of Blood

Episode 1: Binatang Hasil Buruan

Rumania, 1459.

BRAKKK

Daun pintu terbanting, terbuka ke dalam.

Datang berbagai kawanan orang dengan ambisi penuh amarah, lengkap membawa senjata yang berada di tangan mereka, menerobos paksa memasuki rumah seorang wanita yang sedang sibuk melakukan pekerjaannya. Wanita itu di percaya sebagai ahli pengobatan di desa ini.

“Tangkap wanita itu!” Seru salah seorang warga dengan obor di tangannya dan bara api yang menyala di atasnya.

Wanita itu langsung terlonjak, terkejut dengan apa yang tengah dihadapinya saat ini. Para manusia yang masuk melalui pintu belakang rumah wanita itu, menerobos ke dalam rumahnya tanpa izin, menyergap dan hendak menyerangnya. Sebelum peristiwa ini hadir secara tiba – tiba, dirinya tengah fokus dengan pekerjaannya. Wanita itu sedang melakukan penelitian dalam meracik obat. Aktivitasnya terpaksa terhenti.

“Apa yang sedang kalian lakukan… Keluar dari rumahku!” Perintah wanita itu dengan jari telunjuknya yang mengarah ke pintu.

Sudah sejak lama para warga mencurigai tabiat wanita itu. Sebenarnya dirinya hanyalah wanita biasa yang selalu membantu dan menolong banyak warga sekitar di tempat tinggalnya.

Dengan keahlian dan kecerdasan yang dimilikinya dalam membantu menyembuhkan penyakit, membuat sebagian besar warga masyarakat memuja atau bahkan menyembahnya. Dirinya sampai disebut sebagai tangan kanan dewa. Asklepios adalah sebutan yang sangat tepat bagi wanita itu. Kecerdasannya akan ilmu pengetahuan di bidang sains dan medis menjadikan wanita itu pantas mendapatkan gelar tersebut.

Bahkan dirinya pernah berhasil mengusir wabah penyakit yang melanda tempat tinggalnya dan menyembuhkan sebagian besar masyarakat yang terjangkit penyakit dari wabah tersebut.

Ada juga yang menyebut wanita itu aneh karena dianggap terlalu berbeda.

Selain dari masyarakat yang memujanya, juga banyak dari sebagian masyarakat tidak menyukai kehadirannya. Kecantikannya, yang dapat meresahkan banyak pria, terutama para pria beristri. Awalnya semua itu bukan menjadi masalah, sampai rumor yang telah beredar di telinga masyarakat menyuarakan, jika wanita itu menjadi faktor utama terpecahnya sebuah rumah tangga.

Seluruh perbuatan baiknya seakan lenyap dan kini hanya menyisakan rumor perbuatan buruknya yang sebenarnya belum terungkap kebenarannya.

“Dasar kau penyihir… Lenyaplah dari dunia ini!” Seru salah dari warga dengan sebuah parang berada di tangannya.

“Aku bukan penyihir!” Seru wanita itu, membalas.

“Keberadaanmu hanya akan menjadi mala petaka bagi kami!” Salah seorang warga yang membawa tongkat kayu di tangannya. Warga yang baru saja bersuara tadi adalah seorang wanita.

Warga menyebutnya sebagai penyihir, gelar baru yang baru saja mengikat wanita itu. Pada era ini, kecerdasan yang berbekal ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah senjata mematikan. Niat hati ingin menolong justru malah menjerumuskannya masuk ke dalam lembah jurang yang tak berdasar. Hanya kematian yang dapat membebaskannya beserta jiwanya yang murni.

Kedua bola mata wanita itu terbelalak. Dirinya sangat ketakutan dengan aksi masyarakat yang menyerang dirinya.

Berbekal meja panjang di balik tubuhnya, wanita itu menyandarkan kedua tangannya guna memberikan pertahanan dari berat tubuhnya.

Tanpa berlama lagi para warga menyeret paksa wanita itu kemudian mengikat kedua tangannya beserta kedua kakinya. Rintih wanita itu yang sama sekali tak dihiraukan. Wanita itu diperlakukan bagai seorang binatang hasil buruan dan dirinya hanya bisa pasrah. Percuma melawan, tetap tidak akan bisa menang melawan banyak orang.

Wanita itu diarak dan digiring kemudian mengikat tubuhnya di bawah tiang gantungan eksekusi mati. Pada zaman ini, hukuman eksekusi mati dengan memenggal kepala menjadi sebuah hukum mutlak yang telah ditetapkan oleh raja.

Namun, warga tidak memudahkan kematian wanita itu hanya dengan memenggal kepalanya. Warga berniat membunuhnya dengan hasil dari temuan wanita itu sendiri. Sebuah ramuan yang warga juga tidak tahu dengan jelas, racikan apa itu.

“Lepaskan!! Aku bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi…” Pinta wanita itu

memohon

“Diam kau penyihir. Ini akan menjadi akhir dari riwayatmu!” Setelahnya, tangan kasar itu mendarat keras di bagian sisi wajah wanita itu.

Salah seorang warga itu menyuguhkan sebuah cawan yang sudah berisi cairan berwarna merah seperti darah ke mulut perempuan itu. Baunya menguar, anyir disertai busuk seperti darah binatang.

Cairan berwarna merah seperti darah itu memanglah darah. Wanita itu sedang meneliti sebuah penyakit yang pernah menjadi wabah besar yang sempat menyerang tempat tinggalnya itu. Dirinya sedang melakukan penelitian mutasi genetik dari darah seekor binatang buas yang terkena penyakit rabies.

Wanita itu tidak bisa menolaknya. Sekeras apa pun dirinya menutup mulutnya, salah seorang warga itu terus mencengkeram rahangnya agar mulutnya terbuka lebar, hingga dapat secara leluasa memasukkan seluruh cairan kental tersebut ke dalam mulut wanita itu.

Sempat wanita itu memuntahkannya, tetapi, terus dijejalkannya. Semakin wanita itu memuntahkannya, para warga menjejalkannya lebih banyak masuk ke dalam tenggorokannya. Wanita itu terbatuk dan tersedak. Tenggorokannya terasa penuh, bersekat, hingga napasnya seakan tersendat.

Salah seorang wanita menarik kasar rambutnya dan membuat wanita itu mendongak kemudian di jejalnya lagi cairan tersebut ke dalam mulut wanita itu sampai tandas.

Setelah di teguknya habis, wanita itu mengeluarkan buih yang sangat banyak dari mulutnya. Sepertinya, tenggorokan wanita itu sudah tidak dapat lagi menelannya.

Para warga masih tidak melepaskan ikatan tangan dan kakinya. Wanita itu dibiarkannya, dalam kondisi tubuhnya berdiri terikat di bawah tiang gantungan.

Setelah beberapa saat tidak ada lagi tanda kehidupan dari wanita itu, tubuhnya di lepaskan dari tiang gantungan dan kemudian para warga melepaskan ikatan tangan dan kakinya.

Mayat wanita itu di masukkan ke dalam sebuah peti mati setelah di dandani mengenakan gaun serba hitam dan terdapat renda putih di lehernya. Kemudian berbondong – bondong mengangkat dan menaruhnya di sebuah kastel tua yang letaknya di atas bukit, di ujung perbatasan desa tersebut.

“Kita tinggalkan saja jasad penyihir ini di sini!” Seru seorang warga yang kemudian meninggalkan peti mati wanita itu yang kemudian diikuti oleh warga yang lain.

Bisa dikatakan, wanita itu tidak wajar ketika menjemput ajalnya. Jiwanya yang harus menerima perlakuan tidak adil, membuatnya diselimuti oleh dendam. Selain kematian yang tidak wajar, warga yang juga tidak mengizinkan jasad wanita itu terkubur atau bahkan memberikannya prosesi pemakaman dengan layak.

Tengah malam, tiba – tiba saja hujan disertai badai. Seekor kucing hitam tanpa sopan santun melangkahi peti mati wanita itu bersamaan dengan kekuasaan langit mengeluarkan suara gemuruh petirnya yang dengan kehendaknya dapat menyambar.

Sepasang penglihatan yang dapat menembus ke dalam peti mati tersebut, melihat kondisi jasad wanita itu. Sekelebat, jari tangan yang baru saja sedikit bergerak. Apakah karena kematiannya baru saja terjadi sehingga terdapat syarafnya yang masih berfungsi. Ataukah jasad wanita itu akan berubah menjadi mayat hidup. Sesungguhnya premis terakhir hanyalah sebuah fiksi belaka. Satu hal yang perlu diingat, bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk terjadi.

Episode 2: Dia telah kembali

Roma, 1992.

Derap langkah kaki mengantarkan seorang laki – laki yang sudah beberapa tahun di tahbiskan untuk menjadi seorang pastor, melewati lorong yang terlihat seperti lorong istana kerajaan. Setiap dinding terhias dengan terpajangnya lukisan dari petinggi keuskupan terdahulu beserta dengan jajarannya. Di langit lorong terdapat lampu kristal menggantung, selain sebagai penerang juga sebagai penghias. Di sepanjang lantai lorong, membentang karpet merah.

Knop pintu teraih hingga daun pintu terdorong membuka ke dalam. Setelahnya, terlihat ruangan dengan ornamen klasik dan arsitektur ruangan yang terbilang dapat menyimpan nilai sejarah yang cukup tinggi.

“Senang melihatmu kembali,” ucap pria paruh baya yang mengenakan busana tidak berbeda dari seorang laki – laki yang di peluknya. Busana yang dikenakannya berupa jubah lengkap dengan kolar yang melingkar di leher. Bedanya, pria paruh baya itu juga mengenakan amik dan kalung salib sebagai penyempurnaan identitas berpakaiannya. Pria paruh baya itu adalah seorang Uskup.

Laki – laki itu melerai pelukannya seraya berkata, “Tidak luput dari kuasa-Nya, dapat berjumpa kembali denganmu,” katanya sembari tersenyum.

Pria paruh baya itu mempersilahkan laki – laki itu untuk duduk di sofa panjang yang menghadapnya. Hendak mengajaknya untuk bercengkerama

“Bukan tanpa tujuan, memanggilku untuk kembali pulang, bukan?!” Tanya pastor muda itu.

“Bagaimana perjalananmu, pastinya cukup lelah mengelilingi Amerika seorang diri untuk memenuhi tugas mulia,” pria paruh baya itu menuangkan teh ke cangkirnya dan juga menuangkannya untuk tamunya.

“Aku menganggapnya bukan tugas, melainkan kewajiban. Rasa lelah… Sungguh aku hampir tidak memikirkannya,” pastor muda itu terkekeh pelan setelahnya.

Pria paruh baya itu berdiri mengambil sebuah buku bersampul coklat yang terlihat sangat kuno dari salah satu rak buku yang berada di belakang tubuhnya. Sepertinya buku tersebut telah ada sejak peradaban Nabi Idris. Dia memberikan buku itu kepada pastor muda.

“Kau memang masih cukup muda sebagai pastor yang melakukan eksorsisme. Tapi, prestasimu dalam menangani hal itu, lebih dari cukup untuk meyakinkan kami, memberimu tugas yang lebih besar,” ucap sang Uskup.

Yohanes telah melakukan praktik pelepasan, tidak kurang dari total sepuluh orang dengan berbagai identitas iblis yang merasuki. Perjalanannya mengelilingi benua Amerika, tidak lain adalah bertujuan untuk melakukan eksorsisme dan melakukan perburuan iblis.

Pastor muda itu meletakkan kembali cangkirnya setelah mencicipi manisnya teh yang telah disuguhkan untuknya, kemudian meraih buku yang diberikan oleh sang Uskup. Pastor muda itu membuka buku tersebut dan membacanya sekilas. Buku itu lebih mirip seperti kitab.

“Dia telah kembali!” Ucap sang Uskup yang sukses menginterupsi sang pastor muda menghentikan aktivitas bacanya terhadap buku tersebut.

Kedengarannya memang cukup mengagetkan pastor muda itu. Dirinya memikirkan dia yang dimaksud oleh sang Uskup.

“Dia?!” Ucap sang pastor muda. Dia menutup kembali buku tersebut dan meletakkannya di atas meja.

“Ramalan menunjukkan kebenarannya,” ucap sang Uskup. “Malaikat kegelapan, dewa kematian,” sang Uskup menajamkan sorot matanya, menatap pastor muda.

Pastor muda itu meneguk salivanya dan sedikit mengerjapkan kedua matanya, setelah mendengar kata Malaikat kegelapan.

“Kami telah sepakat mempercayakan tugas besar ini kepadamu,” sang Uskup menyambung kalimatnya.

“Bukankah aku masih terlalu dini untuk mengambil tugas besar ini. Akan sangat terhormat jika Pater yang lebih berpengalaman dariku, mengambil alih,” ucap pastor muda itu.

“Yohanes, ini bukan perkara senior atau junior. Kesepakatan dari hasil perundingan yang matang, telah memilihmu untuk mengemban tugas besar ini. Bukankah, ini menjadi salah satu kewajiban, seperti yang kau katakan…”

Yohanes terkekeh lirih, “Aku merasa belum cukup pantas untuk menerimanya.”

“Apakah ada hal yang memberatkanmu? Atau, kau sengaja menghindarinya?”

Yohanes menghela napasnya dan sedikit menundukkan kepalanya seraya menyatukan kedua telapak tangannya.

“Amerika belum seluruhnya kusinggah. Masih banyak negara di Amerika yang harus dikunjungi untuk dilakukan penyucian,” balasnya.

“Jika itu yang menjadi alasanmu, bukankah seharusnya kau tidak menolak tugas besar ini. Tugas ini merupakan bagian dari misi penyelamatan. Biarkan tugasmu mengelilingi Amerika diambil alih oleh rekan yang lain. Kau… Fokus untuk mengurungnya kembali,” ucap sang Uskup.

Yohanes memilik untuk menyetujuinya, menjalani misi eksorsisme adalah salah satu kewajiban bagi dirinya. Menyelamatkan umat Tuhan, dengan melakukan pengusiran roh jahat dalam diri manusia.

Sang Uskup menepuk pundak Yohanes, “Kami yakin, kau dapat melakukannya,” Yohanes tersenyum. Dalam dirinya, telah berjanji akan menuntaskan dalam mengemban tugas besar ini. Tidak akan mengecewakan kepercayaan yang telah diberikan.

“Kami akan hadirkan rekan yang akan ikut bersamamu dan membantumu,” sambung sang Uskup.

“Biarkan seorang rekan itu menggantikan tugasku, berkeliling Amerika…”

“Kau tidak keberatan bertugas seorang diri?” Tanya sang Uskup yang mengkhawatirkannya.

“Sepanjang perjalanan, aku akan menemukannya sendiri. Rekanku…” Balas Yohanes.

“Kau yakin dengan itu?”

“Aku yakin,” tatapan penuh keyakinan dari pastor muda itu.

Sang Uskup memberinya kepercayaan penuh. Terpaut rasa bangga akan Yohanes. Seorang pastor yang masih berusia muda namun semangatnya yang tak gentar dalam mengemban tugas. Rasa takut, pasti ada. Bagaimanapun juga, seorang pastor tetaplah manusia yang juga sangat perlu perlindungan dari Tuhan.

Menjalani misi eksorsisme bukan tergolong tugas yang mudah. Yohanes harus menghadapi perlawanan yang diberikan oleh roh jahat dengan kekuatannya yang sudah pasti di atas rata – rata. Tidak hanya nyawa, keimanannya pun menjadi pertaruhan.

Iblis, merupakan salah satu makhluk yang tidak dapat terlihat hanya dengan penglihatan biasa. membutuhkan level kepekaan spiritual untuk dapat melihat wujud aslinya.

Bukan hanya wujud asli dari iblis yang akan dihadapi oleh Yohanes, melainkan bentuk iblis yang telah menyerupai manusia.

Tipu muslihat iblis menjadi lebih jelas terlihat, jika direpresentasikan menggunakan kecerdasan yang manusia miliki. Cukup sulit, ketika prosesi penumpasannya. Manusia biasa yang harus menganggung dosa besar akibat terperdaya oleh rayuan iblis. Menjadikannya tentara yang memimpin dan mempersilahkan para iblis merasuki manusia untuk menghancurkan sistem pertahanan keimanan manusia.

Sang Uskup kembali memeluk Yohanes. Dalam hatinya, berdoa. Keselamatan selalu menyertainya dan selalu berada dalam lindungan Tuhan.

Yohanes menyiapkan segala bentuk kebutuhannya selama perjalanan. Pastor muda itu akan menuju ke sebuah daerah bagian utara Semenanjung Balkan dan berbatasan dengan Laut Hitam. Terdapat sebuah desa di sana.

Batinnya yang penuh keyakinan akan mengantarkannya sampai ke tujuan. Mungkin dari sanalah, titik awal perjalanannya di mulai.

Menuju ke tempat tujuan membutuhkan waktu perjalanan yang cukup lama. Dengan menaiki kereta, membutuhkan waktu selama delapan belas jam untuk sampai. Perjalanan yang cukup melelahkan.

Yohanes masih belum tahu pasti dari wujud dia yang dimaksudkan oleh sang Uskup. Ingin meluapkan seluruh tanya yang ada dalam benaknya, Yohanes kembali membuka dan mempelajari apa yang tertulis di buku yang sempat sang Uskup berikan kepadanya.

Episode 3: Misi Khusus

Suara peluit penjaga stasiun dengan bel kereta api yang baru saja sampai di tempat tujuan, terdengar sama. Beberapa saat setelah kereta itu berhenti para penumpang turun dari gerbong kereta mereka.

Yohanes turun dari gerbong pertama kelas eksklusif, membawa tas koper jinjingnya. Kedatangannya telah disambut oleh seorang laki – laki yang berusia tidak jauh di bawahnya.

Laki – laki itu merentangkan kedua tangannya, menyambut Yohanes yang melangkah ke arahnya.

“Selamat datang, Pater Yohanes…” Sambutnya.

Mereka berpelukan. Yohanes seraya bertanya, “Bagaimana kabarmu, Ares?” Tanya sang pastor.

“Tentu saja, baik,” ucapnya sembari melerai pelukan itu.

“Bagaimana perjalananmu… Menyenangkan? Melelahkan?” Otak Ares penuh tanya.

Sang pastor mengangguk, “Cukup menyenangkan,” balas Yohanes dengan santai.

Dengan kereta kuda, Ares mengantarkan Yohanes ke tempat yang akan menjadi lokasi tujuan dan tempat singgahnya selama di Transylvania.

Transylvania menjadi destinasi pertamanya dalam menjalankan misi mulianya. Sebuah tempat yang belum pernah terpikirkan. Namun, bisikan hatinya yang mengantarkan Yohanes untuk pergi ke negeri yang masih banyak menyimpan misteri itu.

“Sudah sangat lama, sebelum kita berjumpa lagi, Pater Yohanes,” kata Ares sembari menarik tali, agar kudanya berlari sedikit lebih cepat.

Yohanes terkekeh pelan, “Terdengar asing, ketika kau memanggilku dengan gelarku,” tukasnya, bercanda. “Umur kita hanya berselisih lima tahun. Kau boleh memanggilku kakak, sama seperti dulu kau memanggilku,” sambungnya dengan nada bercanda.

“Panggilan itu sudah sangat lama, sebelum kau ditahbiskan menjadi seorang pastor,” balas Ares dengan nada sedikit santai.

“Kenapa kau tidak menggunakan nama baptismu?” Tanya Yohanes, mengalihkan pembicaraan.

“Aku ingin di panggil dengan nama lahirku. Karena itu akan mengingatkanku pada mendiang ibuku. Beliau yang memberiku nama,” pungkas Ares.

Ibu Ares sudah sangat lama meninggal dunia. Saat itu, Ares masih berusia tujuh tahun. Sang ibu meninggal ketika menjalani proses eksorsisme. Iblis yang menguasai jiwanya jauh lebih kuat, sehingga sang ibu tidak sanggup menerima siksaan yang dihadirkan oleh iblis yang bertengger di dalam tubuhnya.

Yohanes mengangguk setelah sebelumnya menghela napasnya.

“Jadi apa yang memutuskanmu untuk menetap di kota ini?” Tanya Yohanes lagi.

“Tidak ada. Langkah kakiku yang memintaku untuk berhenti di sini,” Ares menoleh sebatas bahu dan melirik Yohanes.

“Kau tidak memberiku kabar ke mana kau pergi. Tiba – tiba saja, kau sudah meninggalkan Italia,” balas Yohanes.

“Setelah kejadian itu, aku sudah berniat untuk pergi meninggalkan Italia. Hanya saja, memerlukan waktu untuk memastikan kapan aku benar – benar pergi,” seketika Ares mengingat kejadian silam yang membuatnya trauma.

Ares meninggalkan Italia ketika umurnya menginjak tiga belas tahun. Kematian sang ibu yang dalam kondisi mengenaskan, menciptakan trauma besar dalam dirinya. Sejak kecil, Ares tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Dirinya hanya memiliki seorang ibu. Setelah wanita itu meninggal, Ares sangat terpukul.

Ares dan Yohanes lahir di kota Roma. Sejak kecil mereka sering menghabiskan waktu bersama. Ares sudah seperti adik bagi Yohanes. Bahkan setelah kepergian Ares, mereka sempat saling bertukar kabar melalui surat.

“Apakah tujuanmu menetap, karena mengetahui keberadaanku di sini?” Tanya Ares, setelahnya. Pertanyaan Ares sukses menciptakan tawa kecil di ujung bibir Yohanes.

“Setelah aku tahu kau menetap di Transylvania, aku sangat ingin mengunjungimu. Tapi, waktu belum mengizinkanku untuk pergi.”

Sudah sejak beberapa tahun ke belakang Yohanes mengetahui jika Ares menetap di Transylvania. Tetapi, dirinya baru sekarang mengunjungi Transylvania.

“Lalu?” Tanya Ares, memastikan.

“Tujuanku datang dan menetap sementara di sini, karena ada kewajiban yang harus kujalani,” kata Yohanes.

“Kewajiban?!” Tanya Ares dengan kerutan dahinya akibat dari dia menautkan kedua alisnya.

“Ada misi khusus yang harus kuselesaikan,” lanjut Yohanes dengan akhir kalimatnya.

Kuda Jantan itu berhenti, tepat di depan sebuah gereja. Ares turun dari kereta kudanya yang kemudian di susul oleh Yohanes. Kedatangan mereka disambut oleh seorang pria paruh baya yang juga bergelar sama seperti Yohanes. Bahkan para biarawati dan staf gereja juga hadir untuk menyambut kedatangannya.

“Yohanes…” Sambut sang Pastor.

“Pater Eugenius…” Balas Yohanes dan mereka saling berpelukan. Sesaat setelahnya saling melerai pelukan mereka.

Eugenius memperkenalkan Yohanes kepada seluruh biarawati dan staf yang hadir menyambutnya. Juga kepada seluruh staf pengurus Gereja.

“Setelah mendengar kabar kau akan datang... Kami semua sangat bersuka cita,” ucap Eugenius.

“Senang mendengarnya. Semoga kehadiranku, dapat membantu banyak selama di sini,” tukas Yohanes.

“Kami semua berharap, kedatangan Pater Yohanes akan mendatangkan kejadian baik dan menjadikan semua kondisi menjadi lebih baik,” ucap Eugenius. “Ares akan membantu semua kebutuhanmu selama di sini,” sambungnya.

Yohanes mengangguk, “Terima kasih Pater Eugenius.”

Seluruh biarawati, staf gereja dan Eugenius kembali dengan aktivitasnya, sementara Ares menemani Yohanes untuk berkeliling dan sekaligus mengantarkannya ke tempat yang akan menjadi penginapannya.

“Sejak kapan kau menjadi pengurus di gereja ini?” Tanya Yohanes.

“Aku hanya membantu merawat dan menjaga kebersihan gereja ini,” Ares menghela napasnya. “Sudah sangat lama. Sejak pertama kali menginjakkan kakiku di tempat ini. Kehidupanku dimulai kembali setibanya di tempat ini,” lanjutnya.

“Dan sejak saat itulah, aku mendengar keberadaanmu di sini…” Yohanes menyambung kalimat Ares.

“Apakah kau akan memimpin jemaat di sini?” Tanya Ares.

“Jika diizinkan,” balas Yohanes, langsung. Ares mengangguk. “Kau tinggal di biara gereja ini?” Tanya Yohanes.

“Tidak. Aku tinggal di sebuah gubuk kecil tidak jauh dari sini,” balas Ares langsung.

“Apakah kau sudah menikah?” Tanya Yohanes, sensitif. Keakraban mereka tidak menghalangi untuk mempertanyakan hal tersebut.

Ares tersenyum dan menggeleng, “Aku belum menginginkannya. Saat ini, aku ingin fokus untuk melayani Tuhan,” ucapnya.

Yohanes menepuk pundak Ares dan berkata, “Aku bangga padamu.”

Seketika Yohanes mengingat sesuatu yang baru saja terpanggil dari memori otaknya.

“Kau kehilangan rosariomu?!” kata Yohanes ketika melihat Ares yang sudah tidak lagi mengenakan rosario di lehernya. Dirinya baru menyadari hal tersebut. Rosario tersebut adalah pemberian dari Yohanes.

Ares langsung menjamah lehernya, “Ah… Maaf Pater, aku benar – benar kehilangannya. Waktu itu, aku sedang menolong wanita tua yang kehilangan perhiasannya, terjatuh ke dalam danau. Ketika aku membantu mendapatkannya, aku kehilangan rosarioku,” ungkap Ares.

“Tidak apa – apa. Aku akan mendapatkannya lagi untukmu,” kata Yohanes.

Yohanes meneruskan langkahnya dan kemudian berhenti mendadak. Yohanes berbalik badan dan menatap Ares penuh kekesalan.

“Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk memanggilku kakak?!”

Ares terkekeh lirih, “Apakah aku diizinkan untuk memanggilmu seperti itu?” Ares sedikit takut, jika itu merupakan tindak tidak sopan terhadap seorang Pastor.

“Aku mengizinkannya. Kau boleh memanggilku pater, hanya ketika misa sedang berlangsung,” Yohanes mempersembahkan senyum simpulnya menatap Ares.

Kemudian mereka melanjutkan langkah mereka. Setelah selesai berkeliling gereja, Ares mengantarkan Yohanes ke sebuah rumah yang menjadi tempat singgahnya. Lokasinya tidak jauh berada di belakang bangunan tempat peribadatan tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!