NovelToon NovelToon

Pernikahan Hangat

Prolog

Melyndya Ayudya Utami.

Seorang gadis muda sederhana. Di usianya yang memasuki angka 20 tahunan, Ia belum pernah mengenal apa itu cinta. Selepas kuliah, Mely memilih berkerja sama membuka sebuah Wedding Organizer di kota metropolitan dengan sahabatnya Bela.

Di kota itu, takdir akan mempertemukan dirinya dengan seorang pria. Seorang pria dewasa yang kelak akan menjadi suaminya.

Abas Morata Bautista.

Seorang pria dewasa mapan dan tampan, namun tidak kunjung menikah. Ketika usianya menginjak 35 tahun sang Mama memburu dirinya dengan pertanyaan, " Kapan Menikah?"

Namun Abas lebih memilih hidup membujang karena sakit hati pernah gagal menikah. Sang pengantin wanita kabur meningalakan dirinya saat hari pernikahan tiba.

Bagaimana cerita Mely yang belum pernah mengenal cinta bertemu dengan sosok pria dewasa yang telah patah hatinya?

Tin.... tin.... tin... Suara klakson mengema dimana-mana.

"Kenapa semua orang pada tidak sabaran banget sih?" gerutu Mely dalam hatinya.

Siang yang panas, ditambah kemacetan yang panjang. Semua orang mulai meluapkan emosi mereka. Kepala mereka seakan mendidih di bawah sinar matahari yang terasa membakar. Hampir setiap pengendara membunyikan klakson kendaraan mereka. Semua terlihat tidak sabar di bawah lampu merah yang belum berubah warnanya. Mely nampak santai di atas motornya. Udara panas dan kemacetan sudah jadi hal biasa baginya.

Beberapa saat berlalu, lampu merah yang menyala sekian menit berubah menjadi hijau. Dan jalanan pun kembali lancar. Di siang yang terik ini, Mely mempunyai urusan di luar kantor. Ia memiliki janji bertemu dengan klien. Setelah sampai di sebuah kafe tempat mereka janjian. Mely memarkir motor matic kesayangannya. Motor yang selalu menemani kemanapun ia pergi.

Mely pun masuk ke dalam kafe, Ia memilih tempat duduk yang menurutnya sangat nyaman. Tempat duduk di pojokkan yang jauh dari suara-suara ribut dari pengunjung yang kebanyak adalah kalangan remaja.

Beberapa saat pun berlalu, sudah dua gelas minuman yang Mely habiskan. Tapi kliennya tidak kunjung datang.

"Hampir satu jam kok belum datang, ah mungkin terjebak macet atau kendaraanya mogok," pikiranya di dalam hati.

Entah sudah berapa kali Ia melirik jam yang ada di tangannya, sang klien belum juga datang. Sudah satu jam lebih, Ia pun memencet nomer telpon kliennya tersebut.

"Halo," ucap Mely. Hanya kata hallo yang dapat Mely ucapkan, karena selanjutnya telpon sudah terputus. Pantang menyerah, Mely kembali menghubungi nomer tersebut.

"Nomer yang anda hubungi sedang sibuk, tekan satu untuk meninggalkan pesan." Hanya suara operator yang terdengar. Mely berusaha rileks, mengambil napas dalam dalam, ia berusaha tetap tenang.

"Tenang Mel, mari kita coba lagi," ia berusaha menyemangati diri sendiri. Satu kali, dua kali, sampai ke tujuh kali akhirnya usaha Mely membuahkan hasil, terdengar kembali suara ibu ibu di ujung telpon.

"Maaf Bu, saya sudah ada di tempat yang kita sepakati dan sudah satu jam lebih saya menunggu ibu." Belum selesai Mely bicara, Si ibu sudah memotongnya.

"Nanti kita sambung lagi, saya sedang di kantor polisi."

Tut Tut Tut... Suara sambungan telpon terputus. Gagal bertemu dengan klien, Mely langsung menuju meja kasir. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya dan membayar pesanannya tadi.

Ia keluar kafe dengan lesu. Sampai di parkiran Mely memakai helm dan menghidupkan motornya. Panas yang terik, Mely melaju dengan pelan. Ia kembali kekantornya. Sesampainya di kantor Mely sudah dihadang oleh atasannya.

"Gimana hasilnya?" tanya Bela.

Bela adalah Bos sekaligus teman Mely. Mereka adalah sahabat sejak masih duduk dibangku kuliah. Selepas kuliah, mereka berdua memiliki mimpi memiliki usaha sendiri. Sampai pada satu titik, Mely dan Bela memutuskan berhijrah ke ibu kota. Mereka berharap mimpi mereka bisa terwujud di Kota metropolitan ini. Tapi nyatanya mimpi Mely dan Bela tak semudah itu untuk diwujudkan.

Mereka memulai usaha benar dari nol. Untuk sewa tempat usaha mereka harus patungan. Mely terpaksa menjual mobil hadiah dari kakeknya dan Bela rela menjual apartment pemberian ayahnya.

Dengan modal seadanya. Akhirnya mereka berdua bisa membuka kantor WO. Dengan lika liku yang tentunya tidak akan mereka lupakan.

"Belum ada hasil Bel," jawab Mely singkat. Bella mengrenyitkan dahinya.

"Sepertinya klien kita lagi ada kendala, jadi tunda saja dulu," tambah Mely.

"Oh.. Ya sudah, eh nanti malem kamu ikut aku ya Mel," ucap Bela sambil menekan telpon, sepertinya ia sedang menghubungi seseorang.

"Kemana?" tanya Mely.

"Acara temenku, peragaan busana. Kebetulan dia sedang memamerkan beberapa rancangan gaun pengantin terbaru. Siapa tahu ada yang cocok untuk calon klien kita, hitung hitung nambah koleksi usaha kita Mel," terang Bella.

"Iya, aku ikut deh," jawab Mely menyangupi tawaran Bela.

Udara panas ketika siang sudah berganti sedikit hangat. Matahari sudah tidak berani terang terangan menyengat manusia. Ia sudah damai di ujung barat sana. Senja yang mengantung menemani kepulangan Mely. Ia tinggal tidak jauh dari tempat kerjanya.

Mely menyewa sebuah rumah sederhana. untuk ditempati seorang diri, rumah itu tergolong lumayan. Dengan taman kecil di halaman depan dan ayunan dari kayu di samping garasi.

Ia baru pindah ke rumah ini, sebelumnya Mely tinggal bersama Bela. Karena merasa tidak ingin selalu bergantung pada sahabatnya, Mely memilih pindah dan mencari rumah kontrakan sendiri. Meski Bela sudah menganggap Mely seperti saudara sendiri, tapi perasaan tidak enak itu selalu menganggu pikiran Mely. Ia sebisa mungkin tidak ingin menyusahkan orang di sekitarnya. Ia bertekat ingin berdiri di kakinya sendiri. Ia merasa sudah banyak merepotkan Bela.

Begitulah, akhirnya Mely tinggal di rumah ini sendirian. Meski kadang merasa kesepian. Mely berhasil mengusir rasa sepinya dengan menyibukkan diri. Kerja dan kerja hanya itu yang ada dalam hatinya. Sampai pacar saja Mely tidak punya. Bukan karena jelek. Dilihat dari jauh sudah kelihatan cantiknya.

Dilihat dari pribadinya, tidak ada yang kurang, siapa yang mengenalnya pasti akan jatuh hati. Pembawaanya yang kalem, senyum yang tulus dan tatapan yang teduh dapat dipastikan banyak pria menginginkannya. Tidak terasa, hari sudah malam. Mely yang dari tadi asik dengan laptopnya, buru- buru ke kamar mandi. Ia hampir lupa akan janjinya.

"Jam berapa ini, wah gawat! bisa panas nih telinggaku dengerin Bela ngomel gara-gara aku telat," gumamnya dalam hati.

Satu jam berlalu, Mely sudah memakai dress yang cantik berwarna hitam, Ia padu padankan dengan clutch berwarna emas. Rambut panjangnya sengaja ia gerai. Ia memakai riasan yang dirasa pas untuk acara tersebut.

ting tung.... ting tung.... Terdengar suara bel rumah Mely.

"Iya sebentar." Teriaknya.

Ting tung.... ting tung...

"Iya Bel," Mely setengah berlari menuju pintu depan.

"Lama bener Mel," protes Bela.

"Aku tadi hampir lupa, sama janji kita. Jadi ini tadi buru buru banget," jawab Mely.

"Ya sudah, Ayo berangkat!" ajak Bela.

Bela mengendarai mobilnya melaju kencang membelah jalanan di tengah malam. Beberapa saat kudian, Mereka sudah sampai di tempat. Sebuah gedung yang cukup besar untuk peragaan busana.Sekarang Mely dan Bela sudah terlihat duduk manis di kursi tamu undangan. Nampak beberapa kali mereka bisik bisik, membahas beberapa gaun yang menarik perhatian mereka berdua. Tidak terasa, waktu pun berlalu. Malam sudah berada pada puncaknya. Sesekali Mely melirik Bela yang tengah asik mengobrol dengan teman temannya.

"Udah, jam berapa ini. Duh Bella.. Ayo pulang dong," jeritan hati Mely.

Entah merasa atau memang punya ikatan batin. Bella pamit sama temen temennya.

Tapi salah satu dari mereka tidak mengijinkan Bela meninggalkan mereka.

"Nanti aja lah Bel, jarang-jarang kita bisa kumpul gini. Ayolah kita party sampek pagi untuk hari ini... Please," ucap salah seorang teman Bela sambil mengandeng tangannya.

"Duh, gimana ya. Gue enggak enak nih sama sahabat gue. Dia anak rumahan." Bela mencoba ngeles dan menjadikan Mely sebagai alasannya.

Sebenarnya Bela juga tidak suka dengan acara diluar pesta selain untuk kerja. Hanya saja, ini salah satu cara Bela menjalin hubungan agar usahanya bisa terus jalan. Ia harus pintar membangun hubungan bersama rekan bisnisnya. Baginya banyak teman banyak rijeki. Tapi kalau harus pesta sampai pagi, rasanya ogah deh batin Bela. Mela pun mendekat.

"Ayo pulang, sudah malam juga nih."

"Iya, tadi aku sudah coba pamit Mel. Gak enak kan kalau pergi tanpa bilang-bilang." Jawab Bela

"Terus?" tanya Mely.

"Gini deh, kita ikut pesta mereka bentar saja. Tidak lebih dari satu jam. Setelah itu kita pulang," bujuk Bela.

"Oke, tidak lebih dari satu jam ya," Mely sudah pasrah.

Selepas dari acara peragaan busana. Mereka semua pergi bersama ketempat pesta. Seperti yang teman - teman Bela rencanakan. Pesta sampai pagi, semuanya sudah sampai di sebuah Klab Malam. Beberapa diantara mereka sudah langsung terjun ke lantai dansa. Sudah mulai mengoyang goyangkan tubuh mereka mengikuti musik yang dj mainkan. Sedangkan Mely dan Bela, mereka seperti merasa salah memilih kamar. Kalau bisa menghilang, Mely dan Bela ingin menghilang begitu saja.

"Bel, tidak nyaman banget nih. Pulang yuk." Bujuk Mely.

"Sama Mel, aku juga merasa tidak nyaman banget. Tapi mau bagaimana, terlanjur nyemplung." Jawab Bela sambil nyengir.

Bela sendiri merasa risih. Coba kalau bukan rekan bisnis dan teman temannya, mending Ia tidur di rumah. Merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk.

"Bel, aku ke toilet dlu ya," Mely ingin ke kamar kecil.

"Mau aku anter gak?"

"Apa'an sih?" Mely melempar sedotan ke arah Bela, merasa sebal dengan gurauan sahabatnya.

Suasana di toilet wanita saat ini begitu sepi. Namun Mely tidak sengaja mendengar obrolan dua orang wanita di balik bilik toiletnya.

" Kamu jangan sampai lupa ya kasih obat ke minuman pria itu," ucap wanita pertama.

"Tapi kak, aku takut kalau ketahuan," jawab wanita kedua.

"Jangan ceroboh, kalau sampai gagal. Bisa habis nasib kita," kata wanita pertama lagi.

Setelah dua orang wanita itu pergi, Mely segera mengikuti mereka dari belakang. Tanpa Mely sadari, ada seseorang yang misterius dan berpakaian serba hitam yang juga mengintai dirinya. Mely tidak tau, kalau bahaya sedang mengincar dirinya juga saat itu.

Bersambung

Rasa Ingin Tahu

Tanpa disadari Mely, ada pria misterius yang memperhatikan gerak geriknya sedari ia masuk dalam toilet wanita. Bermula dari rasa ingin tahu Mely setelah mendengar rencana jahat dari bilik toilet, ia mengendap mengikuti dua orang wanita tersebut. Di belakang Mely sendiri ada sosok pria Misterius berpakai serba hitam mengikuti dirinya. Ia mengintai Mely dari jauh. Pria misterius itu, tidak ingin rencananya gagal. Dia adalah dalang dari rencana yang akan dilakukan dua orang wanita di dalam toilet tadi.

Dia adalah Bima. Pria misterius yang ingin menjebak seseorang di sebuah Klab Malam. Targetnya adalah seorang pengusaha besar. Dia adalah Abas, pengusaha yang terkenal bertangan dingin. Bima memiliki dendam pribadi pada sosok Abas.

Abas merupakan pimpinan perusahaan besar. Ia mengambil alih perusahaan keluarga setelah sang Ayah dinyatakan meninggal dalam sebuah insiden kecelakaan. Sebuah tragedi yang menghancurkan hidup keluarganya.

Kini ia memilih tinggal di sebuah apartment mewah jauh dari sang Mama tinggal. Ia merasa jauh lebih bebas tinggal sendirian. Tanpa adanya pertanyaan-pertanyaan yang menggangu dari sang Mama. Di usianya saat ini, Mama selalu memaksanya untuk mengakhiri Masa lajang. Sang Mama selalu bertanya, kapan dia akan menikah?

Abas sangat malas, menangapi pertanyaan dari Mama. Bukan karena Abas tidak laku atau tidak mau. Ia tampan dan mapan. Namun karena sebuah tragedi, Abas memilih hidup membujang selamanya.

Dulu sosok Abas sangat berbanding terbalik dengan Abas saat ini, semua bermula sepuluh tahun silam. Ketika Abas telah siap mengakhiri masa lajangnya, sang pengantin wanita tiba tiba menghilang. Moment penting dan sakral bagi kedua mempelai serta kedua keluarga hancur begitu saja.

Menurut keterangan orang yang sempat berpapasan dengan mempelai perempuan.

Ada yang menuturkan, bahwa sang calon pengantin Abas keluar lewat pintu samping. Dia kabur, masuk ke sebuah mobil berwarna hitam dan melaju dengan kencang. Entah pergi kemana, tidak ada yang mengetahuinya.

Semua CCTV pun sudah diperiksa. Namun sia sia saja, tidak ada jejak yang tertinggal. Sampai saat ini, luka itu sangat membekas di hati Abas. Banyak wanita yang mendekatinya. Ia tolak dengan mentah mentah. Begitupula dengan para sekertaris yang satu persatu ia pecat karena mencoba merayunya dengan terang terangan. Abas memecat semuanya.

Hingga beberapa tahun silam Abas sudah tidak lagi gonta ganti sekertaris. Karena sekertaris yang terakhir dinilai Abas tidak genit dan Abas merasa sekertarisnya kali ini tidak akan mencoba merayunya. Karena saat ini sekertaris Abas seorang laki-laki, Fadir namanya.

Bukannya Abas homo, tapi Ia sangat risih jika para wanita mulai mencoba dekat dekat padanya. Memamerkan rok pendek dan berpakai ketat mereka. Abas sangat tau, mereka yang mendekatinya karena tertarik dengan hartanya. Tertarik dengan uangnya, dengan tampangnya. Ya.. Abas meski memasuki usia 35 tahun lebih. Wajahnya tetap menawan. Dadanya yang bidang, tinggi diatas rata rata, bulu mata yang lentik. Itu sebagian kecil dari pesona seorang Abas. Terlepas dari sifat angkuh dingin dan arogan, Abas adalah dambaan banyak wanita. Kini kembali dalam Klab Malam. Di sana Abas sedang duduk berdua dengan sekertarisnya.

Hari ini abas bener-benar lelah dan marah dengan Mamanya. Bagaimana tidak, tanpa seijinya, Mama mengatur makan malam bersama dengan keluarga Pak Bondan. Pak Bondan adalah rekan kerja Ayahnya semasa beliau hidup. Mama hendak menjodohkan Abas dengan putri Pak Bondan. Entah ini perjodohan yang keberapa kali bagi Abas.

Mama sudah menyiapkan makan malam dengan sangat sempurna. Mulanya ia menelepon Abas. Mengajak makan malam bersama di luar, dari awal Abas sudah ingin menolak, tapi Mama terus memaksa.

"Ayolah Abas, Mama ingin makan dengan mu, rasanya lama sekali kita tidak makan malam bersama," pinta Mama, ia mencoba merayu putranya.

"Abas sibuk Ma, lain kali saja." Tolak Abas.

"Iya, sudahlah, kamu memang gak pernah sayang Mama. Kerja kerja hanya itu yg kamu tahu. Enak masih ada Papa, untuk sekedar makan Mama ada temennya." Mama pura pura memelas dan mengeluarkan air mata buaya untuk mengelabui abas.

"Oke oke, Mama sms alamatnya. Nanti aku datang." Tidak mau drama Mama semakin panjang. Abas menyangupi permintaan sang Mama.

Mama seneng sekali di ujung telpon, setelah berhasil membujuk Abas dengan sandiwara palsu. Ganti ia membujuk Alysa putri Pak Bondan agar mau ikut makan bersama. Singkat cerita mereka berempat, Abas beserta Mama dan Alysa bersama Ayahnya makan bersama. Dari raut muka Abas, pria itu terlihat sedikit memendam rasa jengkelnya. Ia merasa dibodohi oleh Mama kandungnya.

Sampai pada bincang-bincang sesudah makan, Mama memancing persoalan pernikahan di depan Pak Bondan dan Alysa, dengan sejurus alasan. Abas minta ijin dari sana. Ia beralasan ada masalah penting yang harus dia handle. Meskipun memang benar-benar ada sesuatu yang penting tapi di luar urusan perusahaan. Ada sms dari nomor baru yang masuk ke handphon Abas.

"Aku melihat Evi," begitulah isi pesan singkat yang masuk dalam telpon gengamnya.

Tanpa rasa curiga, Abas meminta orang itu memberi alamat. Akhirnya sampailah Abas di sebuah Klab Malam. Itu hanya akal akalan Bima. Ia mencoba menjebak Abas dengan mengirim informasi palsu.

Berkali-kali Abas membolak mbalikan handphonenya. Ia mencoba menghubungi nomor yang tadi. Tapi sial, nomor tersebut sudah tidak aktif lagi. Merasa sudah dikerjai, Abas pun mencengkram gelas yang ada di tangannya. Ia merasa lelah, muak dengan semuanya. Hanya Fadir yang mampu mengatasi emosi Abas.

Tak lama berselang. Dua wanita yang akan menjebak Abas atas suruhan Bima sudah bersiap siap, yang satu duduk mendekati Fadir dan yang satu lagi mendekati Abas. Tanpa mereka sadari, wanita suruhan Bima mencoba memasukkan obat dalam minuman Abas. Aksi mereka hampir gagal karena Mely berniat mendekati mereka.

Saat kaki Mely baru akan melangkah. Mulut Mely dibekap dengan kain yang sudah di semprot obat bius sebelumnya. Mely yang semula berniat menolong Abas. Kini nasibnya sendiri tidak tertolong. Ia jatuh pingsan ditangan Bima. Orang jahat yang memiliki dendam membara pada Abas. Mely dibawah ke dalam sebuah ruangan, Ia masih pingsan tidak sadarkan diri.

Sedangkan Bela, mencari kesana kemari. Dimanakah sahabatnya itu menghilang,

Bela mencari tahu, satu persatu temannya Ia ditanyai. Tapi tidak ada jawaban yang memuaskan. Beberapa malah ngacau tidak karuan, membuat Bela meradang.

" Mungkin temenmu ketemu sama cowok Bel, langsung deh ke hotel. Lupa sama kamu."

"Hemmm, kamu pikir temenku seperti kalian semua?" gerutu Bela.

Setelah beberapa saat, Bela memutuskan pulang. Karena Ia juga sudah terlalu capek banget. Mana handphon Mely sama sekali tidak bisa dihubungi. Dia berusaha positive thinking, mungkin Mely pulang duluan. Itu yg ada dibenak Bela. Kembali ke kamar tempat Mely disekap. Mely masih dengan kondisi yang sama. Ia dibaringkan di sebuah tempat tidur yang cukup besar dengan keadaan tidak sadar.

Sedangkan di Klab Malam, Fadir sudah hampir mabuk karena ulah wanita suruhan Bima. Berbeda dengan Abas, ia masih bisa menguasai tubuhnya sendiri. Karena Abas tidak ingin disentuh oleh wanita, minuman yang telah dimasuki obat pun baru Ia minum sedikit. Tidak sampai habis seperti sekertarisnya.

Di tempat lain, setelah selesai mengunci perempuan yang hampir mengagalkan rencananya. Bima kembali mengintai Abas. Kali ini Bima tidak sendiri, Ia membawa beberapa bodyguard dengan perawakan yang sangar.

Karena gagal membuat Abas mabuk, akhirnya beberapa bodyguard suruhan Bima mendekati Abas, salah satu dari mereka menyuntikkan obat bius pada Abas. Seketika Abas bangkit dan kaget karena ada yg menusuk jarum suntik padah tubuhnya. Entah kadar bius yang terlalu tinggi atau apalah, beberapa detik Abas langsung pingsan. Sedangkan sekertarisnya Fadir sudah pingsan dari tadi mendahului bosnya..

Bersambung

Bertemu Takdir

Malam itu Abas dibawah oleh orang orang suruhan Bima tanpa perlawanan sedikit pun. Karena kondisi Abas kala itu sudah tidak berdaya, ia sudah tidak sadarkan diri akibat bius yang merasuki tubuhnya. Sedangkan Fadir , mereka meninggalkannya begitu saja di sana. Abas dibopong masuk kedalam sebuah kamar. Dia dimasukkan kedalam kamar bersama Mely yang sebelumnya telah pingsan duluan.

Mely masih lemah tak berdaya, ia masih tidak sadarkan diri. Begitu juga dengan Abas. Bima memandangi dua orang di depannya. Ia menatap sebal pada dua manusia di hadapannya, rencananya hampir saja gagal. Rencana Bima awalnya ingin menjebak Abas, dengan membuatnya mabuk dan menjebaknya bersama wanita bayaran. Ia ingin memvidio dan memotret saat Abas bersama orang suruhannya.

Akan tetapi rencananya kini gagal. Gara-gara Mely yang mencoba mendekati Abas di klab malam tadi. Ia merasa perlu memberi pelajaran bagi Mely yang ikut campur dengan urusannya. Akhirnya, Bima menyuntikkan sesuatu pada tubuh Mely begitu pula pada Abas.

Rupanya Bima memiliki rencana lain, berbeda dengan rencana sebelumnya. Ia ingin merusak citra Abas. Kali ini ia benar ingin merusaknya. Ia merasa Abas pantas mendapatkan sesuatu yg memalukan. Dari sini kita bisa lihat senyum liciknya Bima mulai keluar.

Beberapa jam berlalu. Mely dan Abas sama sama tersadar. Namun keduanya belum sadar sepenuhnya. Mereka masih dalam pengaruh obat yang telah Bima berikan. Mely mengedipkan matanya. Dalam hati ia bertanya-tanya.

"Aku ada dimana?"

"Siapa, laki laki ini?"

"Mengapa dia tidur di atas ranjang yang sama denganku?"

"Ada apa denganku, kepalaku terasa pusing."

"Tubuhku rasanya panas sekali."

Begitulah pertanyaan dari dalam hati Mely saat ini. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dia tanyakan. Ia masih merasa pusing dan hanya mampu mengejapkan matanya.

Berbeda dengan Abas, karena efek obat tadi, Abas kini berhalusinasi. Ia merasa gadis di sampingnya adalah Evi. Ya.. pengantin Abas yang telah kabur sepuluh tahun silam.

Abas terus menatap Mely. Tidak terasa butiran air mata perlahan menetes di pipi laki laki dingin ini. Ia merasa perasaan yang campur aduk dihatinya. Rasa rindu, rasa benci, kehampaan kecintaanya pada Evi bercampur jadi satu malam ini. Abas masih terus menatap, menatap dengan tatapan sayu. seakan Ia berbicara.

"Aku merindukanmu."

Rindu yang dalam, rindu yang kelam. Batin Abas. Melihat pria di depannya meneteskan air mata, Mely mencoba mengangkat tangannya. Ia mencoba mengusap wajah yang sedih itu, wajah yang membuat iba bagi siapa yang menatapnya.

Belum sampai menyentuh wajah Abas, tangan Mely yang mengantung di udara ditangkap oleh Abas. Keduanya hanyut dalam perasaan masing-masing. Abas masih melihat Mely sebagai Evi kekasih hatinya yang lama pergi.

Dipandanginya Mely, terus menerus. Seakan akan ia takut Evi akan meninggalkannya lagi.

Abas mendekat, ia menarik tubuh Mely. Memeluknya dengan erat. Dan entah mengapa, dengan tubuhnya yang masih lemah. Mely membiarkan saja tubuhnya tengelam dalam dekapan Abas.

Perasaan apa ini. Hangat dan nyaman.

begitulah pikiran Mely. Namun tanpa mereka sadari, di sepanjang sudut ruangan kamar. Bima telah memandang kamera. Tanpa Mely dan Abas sadari. Mereka sedang direkam.

Dari ruang pengintaian, kita dapat lihat. Bima tersenyum dengan liciknya.

"Malam yang panjang akan dimulai," ucap Bima dengan begitu dendam.

Sementara itu, di kamar Mely dan Abas masih bergelayut dengan perasaan masing-masing. Mely sudah merasah panas di sekujur tubuhnya. Sedangkan Abas, Ia hampir tidak bisa menahan beban kerinduan yang selama ini ia pendam. Rindu yang dibalut benci mengalahkan semuanya.

Rasa cintanya lebih besar dari luka yang diderita. Tidak apa-apa, asal kau kembali Aku tidak apa-apa. Itulah perasaan Abas saat ini. Asal Evi kembali bersamanya, semuanya tidak masalah. Ia ingin menebus hutang rindu selama ini dengan Evi. Perlahan ia menyentuh dagu Mely dan sampai saat ini. Didalam benak Abas, gadis di depannya adalah pengantinnya yang kabur dahulu sepuluh tahun silam. Mely pun tidak menolak tiap Abas menyentuhnya. Mungkin karena reaksi obat. Mereka berdua benar benar masih dalam pengaruh obat.

Perlahan-lahan Abas mendekati bibir Mely. Disentuhnya bibir Mely yang mungil itu. untuk sesaat Mely tidak membalas. Mely merasa asing dengan sentuhan semacam ini. Tapi apa daya, semua berjalan di luar kesadaran Mely. Ia merasa tubuhnya terbakar. Ia merasa menikmati ketika Abas menyentuhnya. Perlahan ia membalas ciuman Abas, merasa Ada balasan disetiap aksinya. Abas mulai mencium lebih dalam. Hingga Mely dibuat susah bernafas, Abas meluapkan segala kerinduannya. Semua yang menumpuk ia curahkan malam ini.

Dari dalam ruangan yang lain, Bima tersenyum kecut. Ia memilih meninggalkan ruang perekaman. Rasanya ia tidak tahan melihat dua insan bermesraan. Jiwa jomblowannya meronta. Masih terlihat jelas, Rona sendu dimata Abas. Meski dia telah mencium seluruh wajah Mely. Ia masih belum yakin, mungkin gadis di depannya nanti akan menghilang saat ia bangun nanti.

Abas dengan perasaan yang berkecamuk didalam hatinya. Perlahan menurunkan resleting Mely. Sedikit sadar apa yang akan terjadi padanya. Mely segera bangun.

Namun Abas memengang pergelangan tangannya. Dengan kesadaran yang dipaksakan, dengan sedikit kesadaran yang tersisa. Mely mengibaskan tangan Abas.

Ia berjalan sempoyongan, melihat kesana kemari. Sampai ia menemukan sebuah pintu.

Mely membuka pintu kemudian menguncinya dari dalam. Abas merasa sangat terluka untuk kedua kalinya. Merasa penolakan untuk keselian kalinya. Abas merasa sangat marah. Mata senduh itu berubah menjadi merah menyala. Bukan menyiratkan kerinduan lagi. Tapi rasa kecewa dan marah. Mely menyalakan shower, dengan gaun yang masih melekat di tubuhnya. Mely membiarkan seluruh tubuhnya terguyur air.

"Sadar Mel, sadar Mel," ucap Mely lirih, ia mencoba membangkitkan kesadarannya. Sementara di ujung pintu. Abas menukul-mukul pintu kamar mandi.

"Keluar kamu, keluar sekarang. Cepat keluar atau aku dobrak!" teriak Abas dan suara pukulan tersebut berhasil membuat Mely sadar perlahan. Guyuran air rasanya sedikit membuat dirinya sadar. Karena merasa dirinya tidak aman, Mely mencoba membiarkan saja laki laki itu berteriak teriak. Toh pintunya sudah dikunci pikir Mely.

Tapi, Mely salah. Beberapa saat kemudian pintu kamar mandi sudah terbuka. Abas berhasil mendobraknya. Abas memandang Mely dengan pandangan penuh Kemarahan. Seakan Mely berbuat dosa yang sangat besar, seakan Mely membuat kesalahan fatal kepada dirinya.

"Kemana, mata sayu itu. Kemana perginya laki laki berparas sendu denganku tadi?"

Begitulah pertanyaan dibenak Mely.

Karena saat ini, yang ada di hadapannya adalah manusia yang sama tapi dengan sorot mata yang jauh berbeda. Sorot kebencian. Mely sampai mundur terpojok di dalam kamar mandi ketika Abas perlahan mendekatinya.

Abas menyeret paksa Mely untuk keluar.

Mata Mely kesana kemari mencari pegangan, Mencari sesuatu untuk bisa ia jadikan pegangan. Karena saat ini, dia benar-benar merasa sangat takut berhadapan dengan pria di depannya. Setelah berhasil mendapat pegangan, Mely menguatkan pegangannya. Ia merasa takut sekali berada di dekat Abas. Baginya Abas saat ini seperti singa yang kelaparan yang siap memangsa Mely hidup hidup.

"Ya Tuhan, apa ini? Ayah ibu Mely takut," suara Mely lirih.

Karena pegangan Mely yang sangat kuat. Abas mendekati Mely. Ditatapnya gadis itu dalam dalam. Keduanya berada tepat di bawah shower yang menyala deras. Sederas perasaan yang berkecamuk di dada Abas. Guyuran air membuat perlahan Abas sadar, meski tidak sadar sepenuhnya. Setidaknya Abas sudah sembuh dari halusinasinya. Abas memandangi wajah Mely lekat-lekat.

"Kamu bukan Evi, siapa kamu?" tanya Abas, dengan nada tinggi. Mely yang masih shock, tubuhnya masih gemetar ketakutan hanya bisa nangis. Air mata dan air shower jadi satu.

"Siapa kamu sebenarnya, aku tanya, jawab?"

suara Abas masih dengan nada yang sangat tinggi.

Lagi-lagi Mely tidak bisa menjawab. Bibirnya rasanya terkunci rapat. Sepertinya tidak punya tenaga untuk mengeluarkan suara. Merasa pertanyaannya tidak kunjung dijawab. Abas mengoyangkan tubuh Mely, dengan kasar ia melontarkan pertanyaan yang sama.

"Kamu siapa?"

Bukan jawaban yang diperoleh Abas. Melainkan tubuh Mely yang jatuh merosot kedalam pelukannya. Mely jatuh pingsan dalam pelukan Abas.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!