NovelToon NovelToon

Mas Suami I Love You

Chapter 01

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh. Hay, semua ... Welcome to my story☺️✨

Sebelumnya aku mau bilang terima kasih karena kalian sudah mau mampir untuk membaca cerita ini (Mas Suami I Love You ), tapi alangkah lebih baiknya kalian juga memberikan vote dan comment ya ... it's a support for me.

~Ambil baiknya buang buruknya~

Happy Reading🖤

******

Pukul 01.30 WIB.

Tin tin!

Seorang wanita mengklakson mobilnya beruntun, menunggu gerbang dibuka oleh penjaga rumah dengan tidak sabaran. "Sial! Kemana sih, ini Pak Hadi?"

Tin tin tin!

"Iya iya sebentar!" tampak seorang pria paruh baya berumur 40 tahunan membuka gerbang dendang tergesa-gesa. "Non Ayesha? Baru pulang non?" ucapnya sedikit terkejut mendapati kalau anak majikannya lah yang berada di dalam mobil tersebut.

"Ck, gak bisa lihat pake mata ya? Orang baru pulang juga! Buruan bukain gerbangnya pak! Saya mau masuk!" ucapnya ketus.

Pak Hadi kemudian bergegas membuka lebar gerbang yang menjulang tinggi tersebut, membiarkan sang nona masuk ke dalam. Ucapan pedas Ayesha jelas tidak berpengaruh apa-apa bagi orang-orang yang berkerja di rumah Farhan Al-Fatih, sebab sudah terbiasa juga karena mereka tahu bahwasanya sebenarnya sang nona aslinya sangatlah ramah dan baik. Hanya salah pergaulan saja.

Ayesha memarkirkan mobilnya di garasi dengan hati-hati. Setelah memastikan mobil terkunci, ia langsung menuju ke rumah. Suasana di rumah terlihat gelap remang-remang. Jelas, lagian siapa yang akan bangun jam segini selain Pak Hadi dan temannya yang berjaga di pos depan.

Sebenarnya kepala Ayesha terasa pusing saat ini. Dia tidak sengaja minum di tempat balap tadi saat merayakan kemenangan sang kekasih pada pertandingan balapan tadi. Ayesha jelas tahu resiko jika ia pulang malam begini, ditambah lagi tadi saat pergi dia tidak mendapatkan izin sama sekali. Pastinya akan memicu kemarahan dari sang ayah.

Tak.

"Ayesha!"

Baru saja Ayesha hendak menaiki anak tangga, suara Farhan sudah terdengar menyapa telinganya. Tubuh Ayesha membeku.

'Ish! Kenapa Papa belum tidur, sih?!'

Ayesha menggerutu dalam hati. Sebelum membalikkan badannya, ia menghembuskan napas dalam. Lalu menatap sang ayah sembari tersenyum manis. "Eh, Papa? Belum tidur, Pa?" Ayesha merutuk dalam hati setelah mengucapkan kalimat bodoh tersebut.

Farhan menatap putri satu-satunya itu datar. "Bagus anak perempuan pulang malam-malam seperti ini?"

"Pa ... please, deh aku kan cuma pergi nonton orang balap doang. Bukannya ke club, masa dimarahin juga, sih?"

"Astaghfirullah Ayesha, kamu pikir pergi ke tempat itu aman hah?! Kalau sampai polisi datang ke sana atau saat perjalanan pulang terjadi sesuatu sama kamu gimana? Satu lagi, kamu memang nggak ke klub, tapi kamu tetap minum, kan?!" Farhan membuang napas kasar.

"Pa aku udah besar! Aku bisa jaga diri aku sendiri! Papa nggak perlu khawatir berlebihan gitu, deh! Lagian minum juga aku tau batasannya, nggak sampai bikin aku mabuk."

Farhan beristighfar dalam hati. Jangan sampai emosinya terpancing. Ia kemudian mengambil napas dalam sebelum kemudian berkata, "Melihat sikap kamu seperti ini, sepertinya keputusan Papa sudah benar untuk menikahkan kamu."

Ucapan Farhan tersebut membuat mata Ayesha seketika membola tidak percaya. Menikah? Tidak!

"Apa Papa bilang? Menikah? Nggak Pa! Aku nggak mau! Papa kenapa sih, dikit-dikit bahas nikah. Aku gak mau Pa! Aku cuma mau bebas kaya orang-orang, kenapa Papa nggak bisa ngerti, sih?!" ucap Ayesha emosi.

"Papa egois tau nggak!" Setelah mengucapakan itu, Ayesha langsung menaikki anak tangga dengan cepat, tak peduli dengan teriakan Farhan yang menggema di bawah sana.

"Papa belum selesai bicara Ayesha!"

Farhan memijit pelipisnya pelan dengan mulut terus menggumamkan istighfar. "Astagfirullah." Farhan menghela napas berat.

****

Pukul 09.35 WIB.

Seorang pemuda baru saja keluar dari ruang sidang. Sidang akhir yang menentukan apakah tahun ini ia akan wisuda atau harus mengulang skripsi kembali.

Ia keluar dari ruangan itu dengan senyum tipis terukir di wajahnya sembari mengucapkan hamdalah. Sidang pagi ini berjalan dengan lancar, ia juga dinyatakan lulus dalam sidangnya. Mungkin dalam Minggu ini, Arafka akan sibuk dalam mempersiapkan persiapan lainnya untuk wisuda.

Arafka Aldiansyah Pratama adalah sosok pemuda yang cerdas, baik, dan juga berwajah tampan. Karena ketampanannya, ia terkadang sering menerima barang-barang dari para wanita yang ia sendiri tidak mengetahui siapa pengirimnya atau bisa disebut istilah secret admirer. Memiliki pengagum rahasia.

"Kak Rafka."

Arafka menghentikan langkahnya, ia membalikkan badan, menatap orang yang berdiri tidak jauh di depannya. "Emh ... maaf kak, ini ada titipan buat kakak." Wanita itu mengulurkan coklat yang sudah di ikat dengan pita kepada Arafka. Jangan lupakan surat yang terikat oleh pita.

"Dari siapa?"

"Maaf kak, saya tidak tau. Dia cuma menitipkan ini kepada saya, sepertinya bukan anak dari fakultas ini."

Arafka terdiam sejenak. Semua yang ia dapat selama ini rasanya seperti sebuah teror yang berkelanjutan. Arafka tidak nyaman dengan itu. Ia menghela napasnya.

"Emh ... kalau begitu saya pamit dulu, kak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalaam."

Arafka menatap coklat beserta surat yang ada di tangannya. Ia lagi-lagi menghela napas, lalu memasukkan coklat itu ke dalam saku celananya. Arafka kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Namun langkahnya kembali terhenti ketika handphonenya terdengar berdering.

"Assalamu'alaikum, halo, Bunda?"

"...."

"Iya udah selesai. Kenapa, Bun?"

Arafka mengerutkan dahinya ketika bundanya mengatakan ada sesuatu yang penting dan harus dibicarakan segera. "Bisa, Bun. Aku pulang sekarang."

"...."

"Ya udah, Bun, aku tutup dulu, ya. Assalamu'alaikum." Setelah mendapat balasan. Arafka memutuskan panggilan, ia kembali memasukkan handphonenya ke dalam saku celananya. Lalu bergegas untuk pulang.

****

Terkadang cinta itu datang tanpa diharapkan. Datang tanpa mengerti maksud dari semua itu. Seringkali cinta datang pada waktu yang salah, mencintai yang seharusnya dilakukan dengan cara yang baik dan benar, tapi malah banyak orang zaman sekarang yang salah mengartikan cinta itu sendiri. Cinta adalah salah satu definisi terdalam dalam perasaan seseorang. Mencintai adalah fitrah setiap manusia, tapi bukan berarti dengan cinta, seseorang bisa melakukan sesuatu yang bathil (buruk).

Ayesha duduk termenung di atas ranjangnya. Sungguh, ucapan papanya semalam terngiang-ngiang di pikirannya. Bahkan dia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bagaimana kalau benar papanya akan menikahkannya? Apa dia benar-benar akan dijodohkan? Kalau begitu siapa yang akan jadi suaminya? Ais! Memikirkannya saja sudah membuat kepala Ayesha pusing.

"Ck! Gak mungkin Papa nikahin gue sekarang, ogah banget gue harus nikah sama orang yang gak dikenal. Lagian, ish masa Papa masih percaya sih sama perjodohan?"

"Argh! Bisa gila gue lama-lama kalau begini! Pokoknya gue harus cari cara, enak aja main jodoh-jodohin. Dikira gue gak laku kali ya?" Ayesha lagi-lagi berdecak kesal.

Drrtt drrtt drrt

Pandangannya beralih pada handphone di atas nakas. Sudah dari semalam benda persegi tersebut berbunyi namun karena moodnya sedang tidak baik, handphone  tersebut dia abaikan begitu saja.

"Ayesha! Astaga lo ya suka banget bikin gue khawatir! Gimana semalam? Lo nekat pergi juga? Sekali-kali lo dengerin omongan gue kek! Suka banget bikin orang khawatir." 

Belum sempat Ayesha membuka suara, orang di seberang sana sudah mengomel duluan. Ayesha memutar bola matanya malas. "Gue gak suka diatur. Okelah kalau Papa milihin jurusan kuliah gue, tapi buat pergaulan sorry gue gak mau dibatasi. Lagian apa salahnya sih kalau gue mau bebas? Kan gak ngerugiin siapapun."

"Ayesha–Ya Allah gemas banget gue sama lo! Bokap Lo ngelarang jelas ada sebabnya. Kalau aja lo keluar buat pengajian gak mungkin juga kali dilarang, ini anak cewe pergi ke tempat balap, minum, siapa yang gak ngelarang coba? Lagian lo mikir nggak sih, Om Farhan gitu karena khawatir sama lo, takut lo kenapa-kenapa. Yang rugi juga kan lo, kalau sampai terjadi sesuatu yang gak diinginkan."

"Udah ah! Pusing gue lama-lama. Dari pada Lo ngomel-ngomel gak jelas gitu, mending kerjain deh tugas lo! Jangan sampai lo ditendang dari kampus." Tanpa mau mendengar balasan, Ayesha langsung mematikan panggilannya.

"Ayesha an– astaghfirullah ... sabar Ray, sabar."

*****

Jangan lupa divote, like komen and follow.

Syukran Jazakallahu Khairan [^_^]

Chapter 02

Pukul 20.05 WIB.

Ayesha berlari dengan cepat menuju pintu dengan kepala sesekali menoleh ke belakang. Setelah dirasa aman, Ayesha menekan kenop pintu dengan gerakan cepat.

Ceklek.

Ayesha terlonjak kaget saat ia mendapati 3 orang asing berada di depan rumahnya. Yang jelas, Ayesha belum pernah bertemu dengan ketiganya sebelumnya.

Masih dengan keterkejutan, netra Ayesha tanpa sengaja bertemu tatap dengan netra tajam milik seorang lelaki. Mata itu menyorot tajam ke arahnya, tatapan itu seakan-akan mengatakan kalau dia adalah maling yang baru saja ketauan mencuri sesuatu. Ayesha berdecak.

Sedangkan lelaki itu berusaha menutupi keterkejutannya dengan memasang ekspresi datar. Jujur saja, ia benar-benar tidak menyangka dengan baju kurang bahan yang perempuan itu kenakan.

Terdiam sejenak. Seorang wanita paruh baya kemudian membuka suara.

"Assalamu'alaikum."

"Kumsalam," jawab Ayesha acuh.

Wanita itu hanya menggeleng pelan mendengar jawaban dari calon menantunya itu. "Ini yang namanya Ayesha, ya?" tanyanya basa-basi. Padahal tanpa bertanya pun dia sudah tahu.

Ayesha yang masih fokus kepada lelaki di depannya mengalihkan pandangan, menatap wanita setengah baya yang terlihat cantik dengan balutan gamis dan juga jilbab panjangnya. Ayesha menduga dia adalah ibu dari lelaki yang ada di depannya.

"Ya," jawab Ayesha singkat. Ia bersedekap dada melihat penampilan wanita itu yang hampir sama dengan sang mama.

"Maa syaa allah, calon mantu kita cantik banget, ya Pa," ucap wanita itu sembari tersenyum menatap suaminya yang tampak mengangguk mengiyakan.

Ayesha membolakan matanya. Apa-apaan wanita di depannya ini? Calon menantu? Cih, jangan harap!

"Maaf, Tante. Tapi saya udah punya pacar," ucap Ayesha. Ia kemudian menelisik penampilan lelaki di hadapannya dengan tatapan meneliti. "Lagian ... anak Tante bukan selera saya banget."

"Anda fikir anda adalah selera saya?" Sahut Arafka sinis.

Pertanyaan itu sontak membuat Ayesha menatap lelaki di depannya dengan tatapan tajam. Sedetik kemudian, Ayesha mengibaskan rambutnya. "Ya jelas, dong! Siapa sih yang nggak suka sama cewe cantik kaya gue?" ucapnya dengan sangat percaya diri.

"Saya."

Ayesha melototkan matanya. "Lo buta apa gimana, sih?!"

Arafka menyorot datar ke arah Ayesha, sebelum berkata, "Saya tidak buta. Saya tau apa yang saya lihat adalah benar. Karena cantik di mata saya adalah wanita yang mampu menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah."

"Jadi Lo pikir gue wanita murahan, gitu?!" tanya Ayesha nyolot.

"Saya tidak bilang begitu. Tapi yang harus anda tau, penampilan anda saat ini sama saja merusak kehormatan seorang wanita sebagai muslimah. Cantiknya wanita adalah wanita yang tertutup. Wanita yang mampu menjaga Izzah dan marwahnya. Wanita yang mampu menahan dirinya dari perbuatan buruk. Apalagi berpacaran."

"Raf udah," lerai Alifa sembari memegang lengan sang anak. Arafka menghela napasnya dalam.

Sedangkan Ayesha, ia melayangkan tatapan tajamnya ke lelaki itu. Saat akan membuka suara, handphonenya tiba-tiba berdering membuat Ayesha segera mengangkatnya.

"Halo? Kamu udah selesai belum, by. Aku udah di depan, nih." Suara di ujung telepon membuat Ayesha melihat jam tangannya. Ia berdecak kesal saat jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat 20 menit.

Ayesha menatap lelaki di depannya dengan tajam. Ini semua karena dia.

"Eh, iya by. Maaf, maaf. Aku udah selesai kok. Tunggu bentar, ya, aku keluar. Miss you, by," ucap Ayesha sembari memutus sambungan telepon.

Saat Ayesha hendak melangkah pergi dari sana. Suara papanya terdengar menginterupsi. "Mau kemana kamu Ayesha?"

Gagal.

Satu kata itu yang terbayang di kepala Ayesha. Semuanya gagal, dan itu semua karena lelaki di depannya.

****

Ayesha duduk dengan dengan malas. Matanya sedari tadi tidak lepas dari lelaki yang ada di seberangnya. Semakin menatap lelaki itu, Ayesha semakin dibuat kesal.

"Papa kalau ada janji sama client sebaiknya jangan di rumah!"

"Dek." Fia berusaha menegur sang putri yang berada di sampingnya. Mulut Ayesha memang tidak bisa dikontrol, kalau dia tidak menyukai sesuatu. Refleks saja, semuanya langsung keluar.

"Mereka bukan client papa," ucap Farhan.

Ayesha memutar bola matanya malas. Sebenarnya ia sudah sangat jengah berada di sini. Coba tadi tidak perlu meladeni, pasti ia sudah berada di tempat balap sekarang.

"Iya. Bukan rekan kerja papa, tapi calon mertua aku. Gitu?"

"Nah, itu kamu tau," jawab Farhan.

Spontan mata Ayesha melotot. "Ck, enak aja. Nggak mau banget aku punya suami kek ni cowok. Yang ada nggak punya masa depan yang cerah nantinya."

Ucapan Ayesha membuat Fia menyentuh lengan sang anak.

"Jangan gitu, dek." Ayesha tidak menghiraukan.

"Maaf. Tapi menurut saya jika anda menikah dengan saya, saya bisa memastikan anda akan bahagia hidup bersama saya." Arafka menyahut tiba-tiba. Mulutnya sudah tidak tahan lagi untuk menjawab ucapan yang terlontar dari mulut pedas Ayesha.

"Dih, ogah banget gue. Dari pada nikah sama Lo, lebih baik gue nikah sama Abang penjual bakso depan kompleks, noh!" Jawab Ayesha nyolot.

"Oh ... jadi, anak Papa mau jadi istri ke-3 si Abang itu?" ucap Farhan tiba-tiba. Ayesha membuka mulutnya tak percaya. "Oke deh, nanti papa coba tanyain sama si Abangnya, mau nggak sama putri papa."

Ucapan Farhan sontak membuat mata Ayesha melotot. Kenapa dibawa serius?! Sedangkan Arafka mengulum bibirnya.

"Y-ya! Itu lebih baik daripada sama dia!" Ayesha menunjuk ke arah Arafka membuat sang empu menaikkan sebelah alisnya.

Ayesha berdecak kesal.

"Gue tabok juga Lo lama-lama! Bikin kesel sumpah!"

"Udah, dek. Depan calon suami sama mertua nggak boleh gitu," tegur Farhan.

"Papa bercanda mulu deh, dari tadi."

Farhan mengeryit, "siapa yang bercanda? Papa serius."

"Astagfirullah! Papa niat banget jodohin Ayesha sama ni cowok? Nggak mau ah!"

"Papa nggak minta persetujuan dari kamu. Mau atau nggak, semuanya tetap pada keputusan yang telah papa tentukan."

Ayesha berdecak kesal mendengarnya. Tanpa kata, ia beranjak pergi meninggalkan ruang tamu. Ayesha melangkah cepat menaikki undakkan tangga menuju kamarnya.

"Dek!"

Fia menghela napasnya. Ia menoleh ke arah Farhan saat tangannya terasa digenggam oleh sang suami. Farhan tersenyum sembari mengusap punggung tangan Fia. Farhan jelas tahu apa yang dikhawatirkan istrinya itu.

Farhan kemudian menatap Arafka dengan serius. "Boleh saya bertanya beberapa, hal?" tanyanya yang diangguki Arafka dengan tersenyum.

"Apa alasan kamu menerima perjodohan ini? Sementara perjodohan ini terjadi tidak memaksa kamu untuk menerima, dalam artian lain, boleh menolak."

Arafka tersenyum tipis. "Karena saya mendapat jawaban dari istikharah saya beberapa hari kemarin yang membuat saya yakin untuk menerima perjodohan ini."

"Apa kamu benar-benar yakin?" tanya Farhan lagi.

Dengan mantap, Arafka berkata. "Insha Allah, saya yakin."

Farhan menghela napasnya. "Pikirkan baik-baik Raf. Putri saya bukan orang yang baik. Bahkan jauh dari ketaatan." Ia tidak ingin jika nanti setelah menikah, hubungan keduanya tidak berjalan dengan baik.

Arafka tahu, karena sebelum menerima perjodohan, semua sifat Ayesha yang kedua orangtuanya tahu sudah diceritakan kepadanya. Ayesha memang belum menjadi wanita muslimah sesungguhnya. Tapi bukan berarti tidak bisa berubah, kan?

Tanggung jawab seorang lelaki yang sudah menjadi suami sangat besar. Tanggung jawab imam kepada makmum dalam menjalankan rumah tangga yang perjalanannya akan dibawa ke mana. Dalam kemaksiatan, atau pahala. Kehidupan indah di surga atau malah kebalikannya hidup sengsara di neraka. Dan Arafka juga tahu, kalau menikah dengan seorang wanita yang tidak dicintai itu susah. Namun bukan berarti tidak bisa.

"Insha Allah, saya siap menerima semua prilakunya, maupun itu baik ataupun buruk saya akan bertanggung jawab sepenuhnya atasnya nanti. Menjaganya dari bahaya, dan saya akan membimbingnya dengan syariat, agar dia menjadi wanita yang lebih baik lagi."

Farhan mengangguk-angguk, mendengarnya. Sebuah pertanyaan kembali dilayangkan kepada Arafka. "Tapi, jika kamu menemukan wanita yang lebih baik dan sempurna dari putri saya bagaimana, apa kamu akan meninggalkannya?"

"Insha Allah, tidak akan." Arafka menjawab dengan tegas.

"Kenapa? Coba berikan alasannya."

Arafka tersenyum, sebelum kemudian ia menjawab. "Tidak ada alasan bagi saya untuk meninggalkannya jika permasalahannya di situ. Sebab, jika saya sudah menjatuhkan pilihan, Insha Allah itu adalah pilihan terakhir saya. Dan saya memiliki prinsip, menikah hanya sekali dalam hidup, sebisa mungkin saya akan menghindari perbuatan yang diperbolehkan oleh syari'at namun sangat dibenci oleh Allah. Dari kecil saya sudah diajarkan untuk memuliakan wanita agar tidak bertindak seenaknya."

"Saya juga percaya, Allah menciptakan sepasang manusia untuk saling melengkapi satu sama lain, karena tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Saya siap menerima semua konsekuensi yang akan saya dapat setelah menikah nanti Insha Allah, saya ikhlas dalam menerima dan menjalaninya."

Farhan tersenyum mendengarnya. Rasanya ia tidak salah pilih pendamping untuk sang anak.

"Alhamdulillah," ucap Farhan.

Ia kemudian menatap Rizal. "Gimana, Zal, udah siap jadi besanan?" ucapnya sembari terkekeh.

"Siap dong!" jawab Rizal sembari terkekeh kecil.

Fia dan Alifa hanya tertawa kecil melihatnya. Di dalam hati, Fia terus berdo'a semoga ini adalah yang terbaik untuk anaknya. Tidak ada yang membahagiakan selain kebahagiaan Ayesha, kebahagiaan putrinya adalah satu-satunya yang Fia inginkan. Dan Fia juga yakin, Arafka adalah pemuda yang tepat, Fia yakin Arafka bisa membimbing Ayesha untuk menjadi muslimah yang sesungguhnya.

...-TBC-...

Chapter 03

Ayesha membanting pintu kamarnya dengan kasar.

"Arrggh! Dasar cowok aneh! Orang cantik, imut, lucu gini masa nggak suka?" Ayesha menggerutu dengan kesal.

Mengela napas pelan, ia kemudian berjalan mendekati meja rias, lalu menatap pantulan dirinya di dalam cermin sembari menangkupkan kedua tangannya di pipi. "Perfect Ayesha, lo cantik. Banget malah!" ucapnya memuji diri sendiri sembari tersenyum manis. Namun sedetik kemudian kekesalan kembali menghampiri dirinya. "Tau ah!" kesalnya.

Ayesha menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Rasa kesalnya saat ini mampu membuatnya melupakan rencana awal yang sebelumnya ingin keluar dari rumah.

Baru kali ini ada cowok yang mengatakan dia tidak cantik. Padahal tidak tahu saja kalau Ayesha ini primadona, banyak cowok yang suka, mau yang mana tinggal pilih ya walaupun tidak ada satupun yang mampu membuatnya jatuh hati kecuali satu orang, yaitu Riza. Pacarnya sekarang.

****

Belum habis kekesalan Ayesha pada sang ayah. Pagi ini kekesalannya bertambah. Bagaimana tidak, niat awal ingin keluar dari rumah dengan alasan kuliah malah gagal. Lantaran Dimas–bodyguard yang diperkerjakan oleh Farhan untuk mengikutinya.

Dimas, pemuda yang berusia 27 tahun itu baru saja menyelesaikan pendidikan S2 jurusan management di Singapura. Bodoh. Itu yang ada dipikiran Ayesha. Dimas yang notabene-nya berasal dari kalangan menengah ke atas dan juga merupakan pewaris tunggal. Belum lagi pendidikannya yang tinggi. Seharusnya dia lebih memilih perkerjaan yang lebih baik daripada berkerja hanya menjadi seorang bodyguard.

Mobil yang dikendarai oleh Dimas itu melaju dengan kecepatan standar. Mungkin fokusnya terlihat pada jalanan di depannya. Namun ekor matanya selalu melirik pada Ayesha yang duduk di belakang melalui kaca spion. Wajah wanita itu tampak masam. Mungkin memang sedang kesal.

Beberapa menit kemudian. Mobil yang dikendarai oleh Dimas itu berhenti tepat di depan gerbang kampus Ayesha. Wanita itu tanpa kata langsung keluar. Jangan lupakan bantingan pintu yang sangat kuat.

Brak!

"Astagfirullah," ucap Dimas sembari mengelus dada. Ia menghela napas panjang. Menghadapi Ayesha memang butuh ekstra kesabaran.

****

Ayesha duduk saat ini duduk di salah satu kursi untuk mengikuti kelas pagi ini. Kalau saja tidak dalam pengawasan mungkin dia sudah cabut dari tadi. Tak lama kemudian seorang dosen lelaki muda memasuki kelas sembari mengucap salam. Orang-orang tampak antusias menjawabnya terlebih kaum hawa.

Muhammad Aydan Athalla adalah seorang dosen yang mengajar di fakultas management. Lelaki itu termasuk ke dalam salah satu list dosen muda ganteng yang banyak diincar oleh para mahasiswi. Sayangnya meski banyak yang mengode, Aydan tak pernah tampak memberikan respon yang diharapkan. Aydan terlahir dari keluarga agamis, menjaga jarak dari lawan jenis yang bukan mahramnya tentu sangat penting bahkan wajib untuk dilakukan.

Aydan mendudukkan dirinya di kursi yang telah disediakan. Ia kemudian menatap para mahasiswanya sebelum kemudian berkata, "Ada yang tidak mau mengikuti pelajaran saya?" ucapnya sembari menatap semua mahasiswanya. "Saya beri waktu lima menit untuk segera keluar."

Ayesha mulai jengah mendengarnya. Tanpa disuruh pun dia pasti akan keluar kalau saja tidak ingat dengan ancaman sang papa. Jelas Ayesha tidak mau menikah dengan lelaki tidak jelas.

"Baik, sepertinya tidak ada yang ingin keluar, kalau begitu kita mulai pembelajaran sekarang," ucap Aydan setelah waktu yang diberikan berlalu.

Aydan memulai pembelajarannya, menjelaskan materi dan memilih kosa kata yang mudah dicerna oleh para mahasiswanya. Aydan bukan tipe dosen yang acuh terhadap pemahaman yang dimiliki oleh mahasiswanya. Dia tahu tidak semua orang yang memiliki otak encer, dan materi yang tidak dipahami akan sulit untuk dilanjutkan. Aydan pernah menjadi mahasiswa, ya walaupun otaknya bisa dibilang sangat encer, cepat tanggap. Tapi Aydan selalu memposisikan dirinya sebagai orang yang sedikit sulit memahami materi ketika dia mengajar.

Sampai pada akhirnya tiba di penghujung waktu. "Ada yang tidak paham?" tanya Aydan setelah panjang lebar menjelaskan. Ia menatap para mahasiswanya sebelum kemudian matanya menatap pada satu sosok mahasiswa yang terkenal sering membuat ulah. Lagi dan lagi Aydan harus menghadapi orang yang sama. Ayesha kini dengan santai merebahkan kepalanya di atas meja dengan buku sebagai penutup. Namun tidak menjadi penghalang untuk melihat apa yang sedang wanita itu lakukan. Panjang lebar Aydan menjelaskan materi, wanita itu malah asik tidur di jam pelajarannya.

Dalam hati Aydan bergumam. 'Ya Allah kuatkan lah hati saya agar tetap bersabar,' ucapnya.

Aydan menghela napas dalam. "Baiklah jika tidak ada yang ditanyakan. Silahkan istirahat," ucap Aydan mempersilahkan keluar.

Ia segera membereskan peralatan yang digunakannya untuk mengajar tadi. Para mahasiswa tampak berhamburan keluar. Mungkin karena suasana riuh orang-orang, Ayesha terbangun sembari mengucek matanya. Ia melihat sekitar, sadar sudah waktunya keluar, Ayesha membereskan buku-bukunya lalu beranjak hendak keluar. Namun baru saja akan melewati dosen yang dielu-elukan oleh para mahasiswa itu langkah Ayesha terhenti ketika mendengar suara sang dosen.

"Kamu," ucap Aydan membuat Ayesha refleks membalikkan badannya. Menatap Aydan penuh tanya. "Ke ruangan saya sekarang!" titahnya tegas. Tanpa mau mendengar bantahan, Aydan beranjak keluar dari sana. Meninggalkan Ayesha yang saat ini membuka mulutnya melihat Aydan.

"Ish! Dasar dosen nyebelin!" gerutunya kesal.

****

Seperti apa yang dikatakan oleh Aydan tadi, Ayesha kini sudah berada di ruangan pria tersebut. Tidak berdua, ada dosen lain juga. Saat ini Ayesha menatap Aydan dengan kesal, apa-apaan pria itu? Setelah memanggil Ayesha ke ruangannya, pria itu malah sibuk dengan lembar di hadapannya. Mengabaikan Ayesha yang sudah duduk dari beberapa menit yang lalu.

"Bapak kalau sibuk nggak usah sok-sokan pake manggil segala," sindir Ayesha. Namun Aydan hanya menatapnya sejenak sebelum kembali fokus pada tumpukan kertas yang ada di hadapannya. "Ish!"

Aydan membaca beberapa lembar kertas. Lalu meletakkan lembar kertas tersebut pada tempatnya. Ia menatap ke arah Ayesha. "Apa tidak bosan berurusan dengan dosen setiap hari?" tanya Aydan. Wanita di hadapannya ini terlalu bebal untuk di nasehati.

Ayesha tertawa sinis. "Bosan lah pak, makanya kalian nggak usah manggil saya terus, siapa yang nggak bosan coba datang ke sini terus," ucapnya.

"Lalu, kenapa kamu selalu membuat ulah di setiap mata pelajaran?"

Ayesha memutar bola matanya malas. "Saya nggak pernah membuat kesalahan. Lagian orang tidur itu wajar, apalagi ngantuk nggak boleh ditahan, pak."

"Benar, tapi saya rasa tidak mungkin kamu ngantuk setiap hari. Memang dasarnya kamu yang tidak serius ingin belajar," ucap Aydan.

"Kalau iya, memang kenapa? Dari awal, kan saya memang udah nggak niat."

"Astaghfirullah, sebenarnya apa niat kamu kuliah, Ayesha?" Aydan memijit pelipisnya pelan. Spesies orang macam Ayesha benar-benar membuat pusing. Satu yang diucapkan, dua yang dijawab.

...-TBC-...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!