Jam dinding yang terdapat pada lobi di sebuah perusahaan baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Masih terlalu pagi sebelum jam masuk kantor tiga puluh menit lagi.
"Selamat pagi, pak." sapa seorang wanita dengan ramah kepada pak satpam yang berjaga di pintu masuk.
"Pagi juga, mbak Naya." balas pak satpam sambil membukakan pintu untuk wanita itu.
Kanaya Prasanti yang sering di panggil Naya berumur dua puluh lima tahun. Seorang wanita yang ceria dan ramah kepada semua orang. Sudah dua tahun bekerja di Perusahaan Awan Jaya Otomotif.
Naya tinggal bersama ayahnya yang merupakan seorang pensiunan PNS. Ibunya sudah lama meninggal dunia. Naya memiliki pria yang dicintainya bernama Candra. Mereka sudah empat tahun menjalin hubungan. Bahkan sudah bertunangan dan bulan depan rencananya akan menikah.
Hari ini Naya sengaja datang lebih cepat dari biasanya karena pagi ini Naya akan mengikuti pak Damar yang menjabat sebagai wakil direktur pergi ke pabrik untuk melihat langsung perakitan mobil keluaran terbaru perusahaan mereka.
Naya yang sedang fokus merapikan meja kerjanya terkejut ketika tiba-tiba seseorang sudah berdiri di depannya.
"Astaga. Bapak mengejutkan ku." Naya memegang dadanya yang berdetak dengan cepat.
Bagai mana tidak terkejut di saat suasana yang sepi di ruangan ini tiba-tiba sang atasan muncul di depannya tanpa bersuara sama sekali. Bahkan derap langkah dari sepatunya juga tidak terdengar. Padahal di ruangan itu cukup hening.
"Kau sudah siap ? kita pergi sekarang." perintah Damar.
"Baik, pak." Naya menganguk sambil mengambil tas dan mengikuti atasannya itu keluar ruangan.
Damar Arsen Mark adalah putra dari Kurniawan Ferdian Mark, CEO Awan Jaya Otomotif. Pemilik perusahaan tempat Naya bekerja sekarang. Orangnya selalu terlihat serius. Berbicara yang penting-penting saja dan jarang sekali tersenyum. Untung saja wajahnya tampan. Jika tidak pasti akan terlihat sangat menyeramkan.
Selama dua tahun bekerja dengan Damar membuat Naya hafal bagaimana sifat dan cara kerja atasannya itu. Orangnya disiplin dan tegas. Karena itu hari ini Naya datang lebih pagi sebab Damar akan lebih awal jika akan pergi rapat atau bertemu klien atau meski hanya mengunjungi pabrik.
Biasanya Damar pergi bersama asistennya, Boby. Namun hari ini Boby izin karena menemani sang ibu melakukan cuci darah di rumah sakit. Jadi memang Naya yang akan selalu menggantikan tugas Boby.
Sepanjang perjalanan menuju pabrik suasana hening di dalam mobil. Meskipun Naya seorang yang ramah, tapi tetap saja ia merasa sungkan dengan atasannya itu.
Tepat pukul tujuh tiga puluh, mobil Damar memasuki area pabrik. Bersamaan dengan karyawan pabrik yang sedang berbaris melakukan absen finger print.
Damar dan Naya masuk dari pintu khusus. Sebelum melihat langsung perakitan mobil, mereka lebih dulu menemui kepala pabrik dan beberapa orang pengawas.
Kepala pabrik membawa Damar untuk melihat sebuah mobil keluaran terbaru yang sudah siap di rakit untuk di periksa. Naya menyerahkan sebuah tablet kepada Damar untuk membandingkan mobil tersebut dengan gambar desain yang aslinya.
Damar sangat teliti mengecek satu persatu bagian mobil. Bahkan sampai pada bagian terkecil sekali pun.
Hampir dua jam Naya mengunggu Damar baru selesai dengan pekerjaannya. Kemudian atasannya itu menyerahkan kembali tablet itu kepada Naya.
"Apa kau lapar ?" tanya Damar yang melihat Naya sejak tadi hanya diam.
"Tidak, pak." jawab Naya sambil menggeleng cepat.
Padahal sebenarnya ia memang sudah lapar. Tadi pagi Naya hanya sempat memakan sepotong roti karena ia buru-buru untuk berangkat ke kantor.
Selesai memeriksa mobil yang sudah jadi, Naya mengikuti Damar ke area perakitan di mana mesin-mesin besar bergerak secara otomatis membuat kerangka mobil.
Awalnya semua berjalan dengan lancar seperti biasa sampai tiba-tiba terdengar sebuah suara ledakan yang cukup keras yang berasal entah dari bagian mana dan membuat seluruh pergerakan mesin berhenti. Terlihat percikan bunga api di beberapa bagian. Seketika semua orang yang ada di dalam pabrik itu jadi panik. Namun para pekerja pabrik yang memang sudah mendapatkan simulasi dan pelatihan segera berlari teratur menuju pintu keluar.
Kepala pabrik dan pengawas langsung sigap melindungi Damar dan Naya. Tanpa sadar Damar menarik tangan Naya. Mereka yang saat itu sedang berada di lantai dua bergegas turun untuk menuju pintu keluar. Karena semua orang terlalu panik sampai tidak ada yang menyadari jika sebuah kerangka mobil yang hampir siap dirakit terlepas dari penyangga. Kerangka mobil yang hanya tertahan seutas kabel berayun kencang sebelum akhirnya terhempas ke bawah.
"Awas !" pekik seorang yang melihat benda itu melayang.
Seorang pengawas langsung mendorong tubuh Damar dengan kuat agar tidak tertimpa kerangka mobil itu dan membuat pegangan tangan Naya terlepas.
Damn!!! suara keras kerangka mobil menghantam lantai.
Damar selamat tapi sayangnya malah Naya yang tidak selamat.
"Naya !" jerit Damar ketika melihat tubuh wanita itu berada di bawah tumpukan besi.
Naya dan seorang pengawas laki-laki yang tertimpa kerangka mobil langsung di larikan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.
*
Dua orang pria yang berbeda generasi tergesa-gesa mendatangi rumah sakit. Mereka langsung menuju ke ruang operasi setelah mendapatkan informasi jika pasien yang bernama Kanaya Prasanti sedang menjalani operasi.
"Kita hanya bisa menunggu di sini om sampai Naya selesai operasi." ujar pria muda yang memakai setelan jas sambil memeluk pundak pria tua di sampingnya.
Pria tua itu baru saja mendapatkan kabar dari perusahaan jika putrinya mengalami kecelakaan kerja. Pria yang biasa di panggil Pak Budiman yang merupakan ayah dari Naya langsung menelpon Candra, tunangan Naya dan di sinilah mereka sekarang.
Damar yang sedang duduk di kursi tunggu langsung menoleh ketika nama Naya di sebut. Namun Damar hanya diam dan memperhatikan kedua orang itu. Mungkin mereka adalah keluarga Naya. Ayah dan tunangannya. Batin Damar.
Tak hanya mereka yang menunggu di depan ruangan operasi, seorang wanita yang berumur sekitar empat puluhan dan seorang remaja laki-laki juga ada di sana. Keduanya merupakan istri dan anak dari pengawas yang juga korban dari kecelakaan itu yang juga sedang menjalani operasi.
Dua jam kemudian pintu ruangan operasi dibuka. Beberapa orang perawat mendorong brangkar dimana tubuh Naya yang tidak sadarkan diri terbaring di sana. Pak Budiman dan Candra segera berdiri dan mengikuti perawat yang akan membawa Naya ke ruang rawat inap.
Sementara itu Damar juga ikut berdiri tapi hanya diam di tempat sambil melihat Naya dari jauh. Damar tidak ikut ke ruang rawat Naya. Pria itu memilih untuk menemui dokter yang tadi melakukan operasi pada Naya.
"Dokter, bagai mana keadaan Kanaya ?" tanya Damar begitu mereka masuk ke ruangan dokter.
"Pasien mengalami benturan yang keras pada bagian punggung dan tertimpa beban yang berat sehingga menyebabkan cedera pada tulang belakang." kata dokter sambil menunjukkan hasil ronsen milik Naya.
"Kemungkinan pasien akan menderita paraplegia atau kelumpuhan pada ke dua kakinya." lanjut dokter pria yang sudah tidak muda lagi.
Seketika Damar terdiam mendengar penjelasan dari dokter. Jujur dia sangat terkejut dan tidak menyangka keadaan Naya jadi sangat parah.
"Apa lumpuhnya masih bisa di sembuhkan ?" tanya Damar.
Sebagai atasan sekaligus anak pemilik perusahaan, Damar harus bertanggung jawab pada karyawannya. Apa lagi kejadian itu terjadi di lingkungan kerja.
Dokter senior itu menghela napas berat mendengar pertanyaan Damar. Selama lebih dari dua puluh tahun menjalani profesinya, dokter spesialis bedah saraf itu tentu sangat tahu separah apa kelumpuhan yang di alami oleh Naya.
Setelah jam makan siang Damar kembali ke perusahaan. Banyak yang harus ia kerjakan.
"Apa yang terjadi Dam ?" suara Awan mengalihkan Damar dari pekerjaaan yang sedang ia lakukan.
Awan mengambil tempat duduk di sofa yang ada di ruangan Damar sebagai wakil direktur.
"Polisi masih menyelidiki penyebab ledakan, pa." jawab Damar sambil memijit keningnya.
"Lalu bagai mana dengan korbannya ?" tanya papa Awan lagi.
Sebagai pemilik perusahaan Awan memang sudah mendapatkan laporan tentang kejadian di pabrik. Tapi dia tetap ingin bertanya kepada Damar karena putranya itu berada di tempat kejadian dan menyaksikan itu secara langsung.
"Seorang pengawas dari pabrik mengalami patah tulang kaki sebelah kiri dan Naya yang kemungkinan mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya." jawab Damar sesuai apa yang dokter katakan kepadanya.
"Ya Tuhan. Papa tidak menyangka bisa separah itu." Awan mengusap wajahnya kasar.
Naya salah satu karyawannya yang begitu disiplin dan ulet dalam bekerja. Sayangnya harus mengalami nasib buruk.
"Secepatnya kau urus santunan untuk mereka dan berikan perawatan yang terbaik." perintah Awan sebelum keluar dari ruangan Damar.
Sebagian besar urusan perusahaan memang Awan menyerahkan kepada putra sulungnya karena nanti pun ia akan menyerahkan perusahaan ini kepada Damar. Sedangkan Revan, putra keduanya lebih tertarik menjadi dosen seperti ibunya dari pada mengurus perusahaan dan Aulia putrinya yang paling bungsu itu masih sekolah SMA dan bercita-cita untuk menjadi dokter.
*
Di rumah sakit.
Menjelang sore Naya mulai mengerjabkan mata setelah hampir lima jam tertidur akibat efek bius saat operasi.
"Naya." suara pak Budiman memanggil putrinya.
Pria tua merasa lega karena putri satu-satunya akhirnya sudah sadar.
"Ayah." lirih Naya menoleh ke arah Pak Budiman yang duduk di samping tempat tidur.
"Syukurlah kau sudah sadar. Jangan banyak bergerak dulu." kata Pak Budiman ketika melihat Naya yang berusaha untuk bangun.
"Sakit, ayah." rengek Naya yang merasakan sakit di seluruh tubuhnya.
Wanita yang berusia dua puluh lima tahun itu sampai mengeluarkan air mata karena rasa sakit yang mendera tubuhnya. Naya memang cengeng dan manja pada sang ayah di saat sakit meskipun sudah se dewasa ini.
"Iya. Ayah tau. Naya sabar ya, ayah akan panggilkan perawat." Pak Budiman mengusap kepala Naya dengan sayang untuk menenangkannya layaknya menenangkan anak kecil.
Beberapa saat kemudian dua orang perawat datang memeriksa Naya dan memberikan suntikan obat pada infusnya untuk mengurangi rasa sakit.
Pukul lima sore, Candra yang baru pulang kerja langsung datang ke rumah sakit.
"Mas Candra." Naya tersenyum melihat pria yang ia cintai datang dengan membawa sebuket bunga.
Pak Budiman langsung berdiri untuk memberikan Candra duduk di samping Naya.
"Om sebaiknya om pulang dulu istirahat. Biar saya yang menjaga Naya." kata Candra karena tahu calon ayah mertuanya itu sejak pukul sepuluh pagi tadi menjaga Naya.
"Tidak apa-apa. Om akan istirahat di sini saja." tolak Pak Budiman yang masih sangat mengkhawatirkan putrinya.
"Makan ya. Aku suapi." pujuk Candra dengan lembut.
Makanan di meja ujung tempat tidur masih utuh itu artinya Naya belum makan. Candra kemudian menggeser meja itu mendekat. Pria itu mulai membuka makanan.
"Mau makan ini atau makanan yang lain ? aku akan carikan." tanya Candra lagi. Takutnya Naya tidak mau makan makanan dari rumah sakit.
Candra memang begitu mencintai dan sangat perhatian kepada Naya.
"Tidak usah. Yang ini saja. Mas pasti capek baru pulang kerja." kata Naya yang tidak mau menyusahkan kekasihnya.
Candra lalu mengambil makanan itu dan mulai menyuapkan pada mulut Naya sambil tersenyum. Selain cantik, Naya juga sangat pengertian dan penuh kasih sayang. Candra sangat beruntung karena akan memiliki istri seperti Naya.
Di tengah kehangatan Candra yang sedang menyuapi Naya tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar rawat Naya. Sontak saja mereka berdua mengalihkan pandangan ke arah pintu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!