NovelToon NovelToon

Martial Of Dragon

Eps. 1 — Bai Liluo

Kemunculan pasukan Ras Demon secara tiba-tiba berhasil mengguncangkan dunia persilatan, dengan membawa ratusan ribu pasukan mereka, ras tersebut membuat dunia diliputi kekacauan.

Ras Demon adalah ras yang paling berbahaya diantara ras lain, mereka adalah sumber dari segala kejahatan, kehancuran, serta malapetaka yang ada di dunia.

Sebagai salah satu ras terkuat, Ras Demon memiliki kekuatan yang besar, umur yang panjang serta teknik darah mereka yang mematikan.

Hanya beberapa ras yang bisa menandingi Ras Demon seperti Ras Peri, Ras Naga, dan Ras Elf.

Tidak ada yang lebih membahagiakan Ras Demon selain ingin menguasai sebuah dunia dan membawanya ke dalam kerusakan. Ras Demon adalah ras yang sebaiknya dimusnahkan di alam semesta ini.

Di salah satu era, pasukan Ras Demon yang entah muncul dari mana mendatangi sebuah peradaban.

Kemunculan mereka adalah ingin menguasai peradaban tersebut namun ras-ras yang tinggal di sana tidak tinggal diam saja.

Berbagai ras yang sudah menjadi seorang ahli beladiri memilih untuk melawan dari pada merelakan tanah air mereka.

Melihat peradaban itu tidak mau menyerah akhirnya Ras Demon memilih jalan untuk berperang.

Di salah satu era tersebut untuk pertama kalinya semua ras saling bersatu, tidak peduli mereka dari ras manapun semuanya bergabung membentuk aliansi untuk melawan pasukan Ras Demon.

Ras Demon membawa ratusan ribu pasukannya sementara aliansi berbagai ras membawa jumlah dua kali lipat dari mereka. Kekuatan Ras Demon memang sangat kuat tetapi Aliansi Ras mempunyai keunggulan dalam hal jumlah.

Peperangan besar tak bisa dibendung lagi, dalam waktu yang singkat Ras Demon dan aliansi ras bentrok dan saling bertukar serangan.

Peperangan tersebut tercatat sebagai peperangan paling mengerikan di era dunia persilatan, aliansi berbagai ras itu mengerahkan semua yang mereka miliki secara habis-habisan, mengorbankan tenaga, kekuatan, bahkan nyawa.

Raja Demon yang waktu itu memimpin pasukan Ras Demon menghadapi pendekar tingkat tinggi dari kalangan berbagai ras.

Pertarungan Raja Demon dan ratusan ahli beladiri tingkat tinggi berlangsung sengit, Raja Demon membunuh banyak pendekar di pertarungan tersebut.

Salah satu ahli beladiri dari bangsa manusia yang menyadari begitu kuatnya Raja Ras Demon akhirnya mengubah keputusannya, mereka harus menyegel Raja Demon tersebut dibandingkan membunuhnya.

Penyegelan Raja Demon dilakukan dengan susah payah, mengorbankan banyak pendekar tingkat tinggi tetapi akhirnya mereka berhasil melakukannya.

Raja Demon tersegel dalam sebuah penjara nirvana lalu ditenggelamkan ke dalam inti bumi.

Pendekar tingkat tinggi yang menyegel Raja Demon itu mengatakan bahwa segel itu tidak bersifat selamanya, akan ada suatu waktu dimana segel tersebut melemah dan Raja Demon keluar dari penjaranya.

Melihat Raja mereka dilumpuhkan, pasukan Ras Demon yang tersisa memilih kabur dan menyelamatkan diri.

Pasukan Ras Demon bersembunyi di dalam kegelapan, mereka tidak terlihat lagi selama waktu yang panjang seolah ras mereka tidak pernah ada di dunia.

Peperangan besar itu sudah menjadi sejarah yang kuno hingga ribuan tahun berlalu, kini berbagai ras sudah mempunyai konflik dan masalahnya sendiri, biarpun demikian sejarah itu akan tetap terkenang di benak para ahli beladiri sampai kapanpun.

***

"Kakek, terimakasih telah merawat Liluo selama ini..."

Bai Liluo kecil berjongkok di sebuah gundukan tanah yang kini salah satu ujungnya terdapat batu nisan. Setelah dua bulan berbaring sakit di tempat tidurnya, akhirnya hari itu kakeknya meninggal dunia.

Anehnya Bai Liluo tidak menangis ataupun merasa sedih, ia hanya berpikir hidupnya tidak akan sama lagi sepeninggal kakeknya.

Saat masih balita, Bai Liluo tinggal menyendiri bersama kakeknya disebuah gunung terpencil yang disebut Gunung Suci.

Gunung Suci berjarak sangat jauh dari pemukiman manusia, gunung itu dikelilingi hutan rimba yang luas serta dihuni oleh berbagai hewan buas berbahaya.

Bai Liluo menghabiskan hidupnya dengan bertani dan berkebun, ia menanam segala jenis buah dan sayuran di ladangnya.

"Kakek aku harus pergi, sudah saatnya aku bekerja lagi."

Bai Liluo memberikan penghormatan terakhir kali di makam kakeknya sebelum beranjak dari sana.

Bai Liluo yang masih berusia 7 tahun mengambil cangkul di gudang samping gubuknya lalu kemudian memulai mencangkul di ladangnya, seperti yang dikatakan kakeknya sebelum meninggal, dia harus menanam banyak tanaman agar bisa bertahan hidup.

Ladang pertanian yang ditinggalkan kakeknya sangat luas, karena di sana hanya mereka yang hidup berdua membuat Bai Liluo bebas menanam sayurannya dimana pun yang ia mau.

Hari itu Bai Liluo berhasil menanam beberapa sayuran seperti kubis, wortel, serta kentang. Sesudah pekerjaan selesai ia mendapati hari sudah mulai gelap.

"Piuh... Kakek pasti bangga jika melihatku bekerja keras hari ini." Bai Liluo menyeka dahinya yang berkeringat namun senyuman lebar terukir di wajahnya.

Bai Liluo kemudian menaruh cangkulnya kembali sebelum pergi ke sebuah sungai tak jauh dari gubuknya tinggal, disinilah biasanya Bai Liluo dan kakeknya mandi dan mendapatkan air minum.

Selepas membersihkan diri Bai Liluo mengisi perutnya yang mulai keroncongan, dia memasak sup kentang untuk makan malamnya.

Selain diajarkan cara bertani Bai Liluo juga mempelajari keahlian memasak oleh kakeknya.

Sebelum meninggal, Kakek Bai Liluo memang menyimpan banyak makanan untuk keperluan cucunya, setidaknya makanan itu bisa bertahan selama setahun penuh.

Malam semakin larut, Bai Liluo biasanya akan tertidur sesudah makan malam tetapi hari ini ia tidak merasakan kantuk sedikitpun, mungkin karena pikirannya yang dipenuhi banyak ingatan terutama tentang kenangan ia bersama kakeknya, bagaimanapun mulai sekarang ia akan tinggal sendirian disini.

Bai Liluo menatap langit dari bingkai jendela gubuknya. Di Gunung Suci, langit malam akan terlihat jelas, jutaan bintang yang berkelap-kelip sangat indah serta rembulan yang menggantung malu-malu di balik gumpalan awan.

Bai Liluo memandangi keindahan tersebut dengan tenang dan penuh kedamaian saat tiba-tiba ia melihat sebuah kilasan cahaya dari langit turun dengan cepat.

Kilasan cahaya tersebut seperti bintang yang jatuh, ia mendarat di ladang pertanian yang sebelumnya di cangkul oleh Bai Liluo.

Bai Liluo terkejut, ia buru-buru keluar untuk melihatnya.

Sebuah kawah besar sudah terbentuk karena bintang jatuh itu, Bai Liluo berpikir itu adalah benda langit seperti yang dikatakan kakeknya namun perkiraannya jauh meleset.

Saat Bai Liluo sampai di sana, ia dikejutkan dengan seorang gadis yang sudah terbaring di tengah-tengah kawah tersebut.

Gadis itu dalam kondisi terluka parah, beberapa bagian tubuhnya mengalami luka dalam yang cukup serius.

Jika situasinya tepat Bai Liluo mungkin akan terpana oleh kecantikan gadis itu namun keadaannya tidak memungkinkan ia memikirkan hal demikian.

"Kau tidak apa-apa?" Bai Liluo mendekati gadis itu dengan khawatir.

Bai Liluo pernah ke kota saat bersama kakeknya untuk menjual hasil panen, ia tidak sepenuhnya terisolasi oleh dunia luar dan pernah bertemu beberapa orang salah satunya adalah manusia berjenis perempuan.

Perlahan mata gadis itu melirik ke arah Bai Liluo, mulut gadis itu yang sudah dipenuhi darah berusaha mengucapkan sesuatu yang terdengar seperti rapalan mantra.

Tak lama setelah gadis itu menyelesaikan gerakan bibirnya, sebuah api hijau tiba-tiba keluar dari tubuh gadis itu sebelum melayang dan masuk ke dalam tubuh Bai Liluo.

Semuanya terjadi begitu cepat, Bai Liluo menjadi panik lalu buru-buru memeriksa tubuhnya. Bai Liluo bernafas lega ketika tubuhnya tidak berlubang, api hijau itu menembus tubuhnya tanpa melukai dirinya.

Saat Bai Liluo melihat ke arah gadis itu lagi ia menemukan tubuh gadis tersebut mulai bercahaya keemasan. Tidak lama kemudian tubuhnya mulai pudar, berubah menjadi serbuk cahaya indah yang kemudian terbang ke atas langit.

Dalam waktu sekejap, tubuh gadis itu sudah menghilang, menyisakan Bai Liluo seorang diri yang kebingungan dengan apa yang dilihatnya.

Eps. 2 — Nona Ratu

Tiga tahun berlalu semenjak kepergian kakeknya, Bai Liluo masih tetap menyendiri di Gunung Suci dan mengurusi ladang pertaniannya.

Bai Liluo tidak memikirkan gadis yang jatuh dari langit itu sesudah sebulan berlalu, ia memilih menyibukkan dirinya untuk bercocok tanam.

Usia Bai Liluo kini sudah menginjak 10 tahun, fisiknya tampak berkembang lebih cepat dari usia seharusnya. Bai Liluo memiliki perawakan seperti seseorang yang sudah berumur 15 tahun, tubuhnya berotot, fisiknya terlihat gagah.

Entah mungkin setiap hari ia hanya makan sayur dan buah atau karena tubuhnya yang sejak kecil sudah bekerja keras untuk mengurusi ladang sehingga pertumbuhan fisiknya begitu cepat.

Bai Liluo menjalani kehidupan bertaninya seperti biasa, ketika selesai bekerja ia akan pergi ke makam kakeknya, sekedar melapor tentang pekerjaannya atau agar kakeknya tidak kesepian.

Setiap panen tiba, Bai Liluo tidak menjual hasil panen tersebut ke kota seperti yang biasa dilakukan kakeknya. Bai Liluo memilih menyimpan dan memakan hasil panennya sendiri sehingga dalam kurun waktu tiga tahun tersebut ia tidak pernah meninggalkan pegunungan.

Di suatu pagi yang cerah, saat Bai Liluo keluar rumah membawa cangkul tiba-tiba sekujur tubuhnya bersinar kehijauan.

"Ini... Apa yang terjadi..." Bai Liluo terkejut melihat tubuhnya yang bercahaya, sinar hijau itu semakin terang hingga akhirnya menyelimuti tubuhnya.

Bai Liluo berpikir bahwa semua ini karena dirinya terlalu banyak makan bayam pagi itu sehingga berdampak pada tubuhnya tetapi beberapa detik kemudian ia menyadari bahwa dugaannya salah.

Dari tubuh Bai Liluo keluar sebuah bola cahaya berwarna kehijauan, Bai Liluo harus menutupi matanya untuk melihat bola cahaya tersebut karena menyilaukan penglihatannya.

Bola hijau itu perlahan membesar dan semakin membesar sebelum kemudian membentuk bingkai pintu gerbang.

Bai Liluo terpana, ia pernah melihat pintu gerbang di kota ketika bersama kakeknya namun baru kali ini ia melihat gerbang yang berwarna emas.

Gerbang itu mempunyai ukiran seekor mahluk yang bersayap, berkaki empat, dengan tanduk di kepalanya. Ukurannya sangat besar dan dari ukirannya mahluk itu sedang menyemburkan api dimulutnya.

Bai Liluo tidak mengetahui mahluk apa itu tetapi sepertinya ia sangat menyeramkan, saat Bai Liluo masih memperhatikan ukiran tersebut tiba-tiba pintu gerbang emasnya terbuka.

Seorang gadis bergaun ungu terlihat dan melangkah keluar dari gerbang tersebut, Bai Liluo kaget namun beberapa saat kemudian ia jadi tertegun.

Gadis yang keluar dari gerbang itu tampak begitu cantik dan muda, ia memiliki rambut hitam panjang sampai sepinggang dengan warna kulitnya yang seputih salju.

Gaun ungu yang dipakainya tampak serasi dengan tubuh gadis itu yang ramping, di kepala gadis itu ada semacam mahkota yang melingkar.

Tubuhnya tanpa lecet dan noda menambah keindahan gadis itu, setiap langkahnya membawa kesan keanggunan dan kelembutan.

Bai Liluo yang hanya pernah beberapa kali bertemu dengan perempuan sekalipun sampai terpana melihat kecantikannya, sulit dipercaya ada mahluk yang begitu indah seperti itu.

***

"Hm, aku yakin telah terjadi sesuatu padaku tetapi dimana ini?" Gadis bergaun ungu itu melihat sekitarnya, sebuah pemandangan yang berbeda dengan seharusnya ia ingat.

Gadis gaun ungu itu hanya melihat suasana pegunungan disekitarnya serta lahan pertanian yang dipagari. Butuh beberapa detik hingga tatapan Gadis gaun ungu tersebut tertuju pada Bai Liluo.

Gadis gaun ungu itu mengerutkan dahi, melihat dari bawah sampai atas pria tersebut. Dia tahu bahwa Bai Liluo sedang terpana oleh kecantikannya namun yang membuatnya heran adalah pria tersebut adalah seorang manusia.

"Anak manusia, apa kau bisa menjelaskanku dimana ini?" Tanya gadis itu.

Bai Liluo masih tertegun melihat gadis itu saat ia bertanya, pria itu bahkan hampir tidak berkedip memandangnya.

Gadis gaun ungu itu berdecak pelan. "Hei bocah, aku tahu aku cantik tetapi kau tidak perlu memandangku sampai seperti itu. Kau terlihat seperti seseorang yang tidak lama melihat wanita saja."

Bai Liluo kemudian tersadar dan merasa malu karena telah berbuat demikian. "Maaf Nyonya, aku tidak bermaksud seperti itu."

"Nyonya?" Mendadak urat leher gadis itu menegang, terlihat sangat kesal tetapi ia berusaha menahan emosinya. "Jawab saja pertanyaanku, dimana ini?"

"Ah, sekarang anda ada di ladang pertanianku..." Bai Liluo masih merasa canggung. "Menurut kakek, gunung ini disebut Gunung Suci."

"Gunung Suci, aku belum mendengarnya sama sekali..." Gadis itu memegang dagunya, tampak keheranan.

Gadis gaun ungu itu mulai berpikir keras sampai harus mondar-mandir di depan Bai Liluo. "Gunung suci... Gunung suci... Aku yakin ini pertama kali mendengar namanya tetapi kenapa aku bisa disini?"

Gadis itu mencoba mengingat-ingatnya namun selalu gagal, ia tidak memahami tempat ini dan alasan dirinya bisa disini.

Saat gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri disisi lain Bai Liluo memperhatikannya, Bai Liluo melihat penampilan gadis itu yang tidak terasa asing baginya.

"Ah, tunggu dulu, bukankah Nyonya adalah wanita yang jatuh dari langit itu!?"

Bai Liluo baru menyadarinya setelah melihatnya lebih teliti, meski sudah tiga tahun berlalu tetapi ia masih mengingatnya terutama aroma harum yang tercium dari tubuh gadis itu.

Perkataan Bai Liluo membuat gadis gaun ungu itu menoleh kepadanya, sedikit kebingungan. "Jatuh dari langit kau bilang?"

Bai Liluo mengangguk lalu menjelaskan tentang kejadian tiga tahun lalu dimana gadis itu datang ke ladangnya seperti bintang yang jatuh dari langit.

Bai Liluo juga menunjukkan dimana gadis itu terjatuh, kawah besar tempat gadis ungu tersebut mendarat masih ada sampai sekarang.

"Aku ingat sekarang..." Mendadak ekspresi gadis itu seperti mendapat pencerahan. "Saat sebelum aku tak sadarkan diri, aku bertarung dengan dua orang dari bangsa manusia dan terlempar ke robekan dimensi..." Gadis itu mengepalkan tangannya keras. "Sial! Jika aku tahu dua manusia rendahan itu sekuat ini, aku tidak akan berani melawannya walau mempunyai sepuluh keberanian sekalipun..."

Gadis itu mulai mengumpat serta memaki-maki dirinya tidak jelas, antara kesal atau marah, perilakunya yang demikian tampak tidak selaras dengan penampilannya yang manis dan anggun.

Bai Liluo memperhatikan gadis itu dengan kebingungan, "Nyonya, apakah anda baik-baik saja?"

"Jangan panggil Nyonya!" Gadis bergaun ungu itu mendengus kesal, "Aku belum menikah dan usiaku tidak setua itu!"

Bai Liluo menggaruk pipinya dengan canggung, ia sepertinya telah berbuat salah hingga membuat gadis itu marah padanya.

Bai Liluo akhirnya memilih diam sementara gadis itu melanjutkan umpatannya. Butuh waktu lima menit hingga emosi gadis itu akhirnya tenang kembali.

"Sudahlah, merutuki nasih burukku juga tidak mengubah apapun..." Gadis itu masih sedikit menggerutu.

Gadis gaun ungu itu kemudian menoleh ke arah Bai Liluo yang semenjak tadi menontonnya. "Anak manusia, mulai saat ini kau harus menjadi kuat."

Bai Liluo menjadi kebingungan, "Kuat? Untuk apa?"

"Agar aku bisa kembali ke dunia asalku!"

Eps. 3 — Ahli Beladiri

"Tidak mungkin, kau benar-benar seorang manusia biasa?!" Gadis bergaun ungu itu terlihat syok.

"Apa ada yang salah?" Bai Liluo menggaruk kepalanya, ia semakin tidak memahami dengan perilaku gadis di depannya, perubahan sikapnya terkadang selalu cepat-cepat berubah.

"Kau tidak akan memahaminya, saat hampir mati aku telah memindahkan api rohku ke dalam tubuhmu. Dalam artian lain, tubuhmu sekarang adalah tubuhku juga..."

Api roh yang dimaksud gadis itu adalah api berwana hijau yang menembus tubuh Bai Liluo tiga tahun yang lalu.

Gadis bergaun ungu itu sebelumnya memeriksa telapak tangan Bai Liluo namun saat menyadari pemuda itu tidak memiliki apa yang dicarinya, sikap gadis itu menjadi seperti ini.

"Seharusnya aku tidak buru-buru memindahkan rohku. Argh... Ini semua membuatku gila!"

Gadis itu terlihat semakin frustasi sementara Bai Liluo yang melihatnya tampak keheranan tetapi dirinya sadar ia telah mengecewakan gadis itu.

"Aku tidak mengerti maksud perkataan anda sebelumnya tetapi jika ada tindakanku yang membuatmu marah aku minta maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu..." Bai Liluo meminta maaf dengan penuh penyesalan.

Tindakan Bai Liluo membuat gadis bergaun ungu itu tersadar atas perilakunya.

Gadis itu batuk pelan, "Aku tidak bermaksud menghinamu, aku hanya kesal pada nasib burukku..." Gadis itu menghela nafas pelan. "Sudahlah, semuanya juga terjadi, lagi pula aku tidak punya pilihan waktu itu untuk menyerahkan api rohku pada siapa... jadi untuk pertama-tama siapa namamu?"

"Ah itu, kakek selalu menyebutku dengan nama Bai Liluo."

"Bai Liluo, nama yang cukup bagus... kau lihat ini?" Gadis itu menunjuk mahkota yang melingkar di atas rambutnya. "Seperti yang kau perkirakan aku adalah seorang Ratu."

"Ratu?"

"Ya, tapi bukan dari dunia ini atau ratu dari bangsa manusia, aku adalah Ratu dari para Ras Naga." Gadis itu mengenalkan namanya dengan ekspresi sedikit bangga.

Gadis bergaun ungu itu yakin Bai Liluo akan terkejut atau bahkan terkesima setelah mendengar status besarnya namun satu hal yang ia tidak ketahui, Bai Liluo belum memahami sistem status kekuasaan yang ada di dunia ini.

Ekspresi Bai Liluo yang biasa saja membuat senyuman gadis bergaun ungu itu memudar, gadis itu kemudian meletakan kedua tangan di pinggangnya. "Hei, kenapa kau bersikap biasa saja?"

"Eh, apakah aku harus melakukan sesuatu?"

Perkataan Bai Liluo membuat Gadis bergaun ungu itu hampir terpeleset dari berdirinya. "Yang ada di depanmu sekarang adalah Ratu Ras Naga, di tempatku tinggal ada banyak orang yang ingin bertemu denganku dari berbagai penjuru maupun berbagai ras, kau seharusnya bangga bisa bertemu dengan Ratu ini secara langsung..."

Bai Liluo menggaruk kepalanya dengan canggung, ia tidak mengerti perasaan bangga seperti apa yang gadis itu maksudkan.

***

Beberapa hari berlalu setelah Bai Liluo bertemu dengan gadis bergaun ungu itu, hari-harinya jadi lebih berbeda terutama karena dirinya sekarang memiliki teman untuk diajak bicara.

Bai Liluo sering menyebut gadis itu dengan sebutan 'Nona Ratu' sementara gadis tersebut memanggil dirinya dengan nama lengkapnya.

Bai Liluo sadar Ratu bukan manusia sepertinya terutama ketika malam menjelang, gadis itu bisa menciptakan sebuah gerbang emas dari ruang hampa sebelum memasukinya.

Disudut pandang yang lain, Ratu kini mulai memahami kehidupan Bai Liluo sehari-hari.

Ratu hampir mengumpat ketika menemukan Bai Liluo hidup seorang diri di pegunungan ini sebagai petani dan tukang kebun, kali ini gadis itu mengerti kenapa Bai Liluo tidak terkejut dengan status yang besarnya.

'Anak ini, tidak hanya kebebasannya terbatas tetapi pengetahuannya juga terbatas...' Ratu menggelengkan kepala sambil menghela nafas panjang.

Ratu mengamati bagaimana Bai Liluo setiap harinya menanamkan benih tanaman-tanamannya, di suatu hari terkadang ia mencangkul, di suatu hari ia terkadang menyiram, di suatu hari terkadang ia memanen.

"Apa kehidupanmu seperti ini terus sejak kau kecil?"

Bai Liluo melompat kaget saat Ratu muncul di sampingnya secara tiba-tiba, Ratu baru saja keluar dari gerbang emasnya saat Bai Liluo sedang mencangkul.

"Nona Ratu, bisakah anda tidak mengejutkanku." Zhou Yuan tersenyum canggung sambil mengelus dadanya.

"Kehidupanmu demikian membosankan dan sepi, bagaimana bisa kau hidup menyendiri seperti setelah sekian lama?"

"Tidak juga Nona Ratu, berkebun juga sangat menyenangkan."

"Menurutmu menyenangkan tetapi tidak bagiku." Ratu mendengus pelan. "Apa kau akan menghabiskan waktumu disini sampai tua nanti."

"Eh, itu... Aku tidak tahu." Bai Liluo meletakkan cangkulnya, menyeka keringat.

Ratu menghela nafas pelan, "Terus terang saja, aku ingin kau menjadi seorang ahli beladiri daripada tukang kebun seperti ini. Kau bisa hidup bebas keluar sana, melihat banyak hal, bertemu banyak orang, kehidupanmu juga akan jauh lebih aman."

"Beladiri? Aku tidak yakin membutuhkannya." Bai Liluo menggaruk kepalanya.

Bai Liluo sudah hidup aman disini karena di sekitar ladangnya ada semacam pagar yang memisahkan antara ladang kebun dan hutan rimba yang mengelilinginya, setidaknya Bai Liluo akan aman selama tidak keluar dari pembatas pagar tersebut.

Bai Liluo juga bisa ke kota karena jalur yang dibuat kakeknya, meski harus melewati hutan rimba tetapi jalur yang dibuat kakeknya sangat aman dari ancaman hewan buas sekitarnya.

"Apa kau yakin, kau akan membutuhkan pelatihan beladiri untuk melawan itu?" Ratu menunjuk ke salah satu arah.

Pandangan Bai Liluo mengikuti apa yang ditunjuk Ratu, seketika wajahnya dipenuhi keterkejutan. "Tidak mungkin, bagaimana dia bisa ada disini?"

Bai Liluo menemukan ada babi hutan seukuran sapi dewasa mendekati pagar ladangnya. Bai Liluo jadi teringat keberadaan hewan tersebut setelah melihatnya secara langsung.

Setiap beberapa waktu sekali, di ladang pertaniannya memang kerap sekali di datangi babi hutan itu namun waktu itu, kakeknya yang masih hidup selalu mengusirnya dengan ramuan lengket dan berbau busuk.

Ramuan yang dimaksud didapat kakeknya saat berkunjung ke kota, karena Bai Liluo tidak ke kota selama tiga tahun terakhir sehingga ia tidak mempunyai ramuan bau busuk tersebut.

Dengan mudah babi hutan itu merusak pagar kayu yang dibuat kakeknya dengan sekali serudukan.

Bai Liluo menjadi waspada, ia tidak merasa takut tetapi harus melakukan sesuatu.

"Nona Ratu, sebaiknya anda pergi dari sini sekarang selagi masih sempat, aku akan mengulur waktu." Bai Liluo memegang cangkulnya untuk senjata, meski ia bingung harus menggunakannya seperti apa pada babi hutan tersebut.

"Kau menghawatirkanku saat nyawamu jauh lebih terancam..." Ratu menggelengkan kepalanya pelan, "Kau pria yang cukup pemberani juga ya?"

"Nona Ratu bukan saatnya kau memikirkan itu, cepat cari sembunyi di dalam rumah, ada ruangan bawah tanah yang aku gunakan untuk menyimpan hasil panen. Di sana akan aman."

Ratu tertawa kecil seolah perkataan Bai Liluo adalah hal yang lucu baginya. "Ini baru pertama kalinya ada seseorang menghawatirkanku sepanjang hidupku..." Tawa Ratu berubah menjadi senyuman lalu kemudian menoleh pada babi hutan tersebut, "Tapi kau tidak perlu khawatir karena saat ini ada Ratu Naga disini."

Bai Liluo mengerutkan dahi, tidak bisakah perempuan itu mengerti situasinya sekarang.

Ratu tersenyum tipis sebelum kemudian tubuhnya memancarkan aura kehitaman yang dahsyat, aura hitam itu tampak pekat lagi mencekam, tidak hanya babi hutan itu yang merasa terancam tetapi Bai Liluo juga merasakan hal serupa.

Babi hutan itu langsung berbalik dan berlari terbirit-birit melihat aura hitam Ratu, ia jadi tampak ketakutan.

Ratu tersenyum sebelum menarik auranya kembali, saat itulah ia menemukan sinar tatapan Bai Liluo sudah berubah terhadapnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!