NovelToon NovelToon

Talak 3 Untuk Maesaroh

Draft

Orang tua renta itu mengambil bakul dari anyaman bambu untuk memetik teh di perkebunan milik pengusaha yang tinggal di Jakarta.

Tangan keriputnya dengan sabar mengambil topi caping yang tergantung di dinding bilik rumahnya.

"Mae, Emak berangkat memetik teh dulu. Jaga Bapak saja ya Neng!" ucap suara renta itu.

"Tunggu, Mak! Biar Mae saja yang memetik teh hari ini" cegah sang putri.

Tidak bisa lagi di cegah, Maesaroh pun berangkat ke perkebunan untuk memetik teh.

Gadis yang baru keluar SMA ini mempunyai wajah cantik khas sunda. Berambut panjang sedikit ikal. Ia juga seorang yang pemalu.

"Ceu Narsih kemana, Mae?" tanya ibu-ibu sesama pemetik teh.

"Sementara saya yang menggantikannya. Emak jaga bapak saja karena sedang sakit" jawab Maesaroh.

"Mae, si Yuyun sudah menikah tadi! Katanya bunting duluan. Amit-amit deh jangan sampai kamu mah kaya gitu" ucap ibu-ibu sembari memetik teh.

Maesaroh hanya tersenyum saja menanggapi ibu-ibu yang suka bergosip.

"Bisma, besok kamu harus meninjau perkebunan kita. Papa ada sedikit urusan dengan Pak Nababan" ucap pria paruh baya yang bernama Lukman Hadiono Sanjaya.

"Pa, sepertinya besok tidak bisa" tolak Bisma.

"Papa benci penolakan!" bentak Lukman.

Mau tidak mau, Bisma pun menuruti permintaan Lukman sang papa.

Padahal besok ia akan merayakan anniversary hubungan dengan Clara yang ke tiga tahun

"Arghhhh aku harus mencari alasan apa pada dia" ucapnya frustasi, tapi perintah sang papa tidak mungkin ia abaikan..

Malam harinya, Maesaroh bicara pada kedua orang tuanya bahwa ia ingin bekerja sebagai TKI ke Korea.

"Emak/ Bapak, Mae ingin bekerja ke Korea menyusul Teh Amah. Mae ingin seperti dia sukses dan bisa membahagiakan Emak dan Bapak" ucap Maesaroh.

Sontak kedua orang tuanya menolak.

"Tidak boleh! Kami hanya punya kamu, Mae. Kalau kamu pergi, kami yang sudah tua ini tak punya siapa-siapa lagi!" ucap Narsih sembari menghapus air matanya.

"Tapi Mae ingin membahagiakan Emak. Mae ingin memberikan perhiasan dan merenovasi rumah ini" ucap Mae memohon.

"Bapak tidak akan mengizinkan kamu pergi Mae. Cari kerja di negara ini saja. Jangan jauh-jauh dari kami" Kini giliran Asep sang Bapak yang keberatan dengan keinginan Maesaroh.

"Baiklah jika begitu Pak/Bu. Mae menurut apa yang kalian mau!" Maesaroh pun pasrah dan akan mencari pekerjaan yang dekat-dekat saja.

Di dalam kamar ia merenungi keadaannya.

Ia melihat semua temannya satu persatu ada yang menikah dan ada yang berangkat ke luar negeri sebagai TKI.

"Meskipun aku bermimpi tetapi jika orang tua tidak meridhoi ya tidak akan berkah. Semoga aku bisa dapat kerja secepatnya di daerah sini" gumamnya.

Kemudian ia menyalakan ponsel yang berlayar retak pemberian dari pacarnya yang bernama Dudit.

Tak lama satu pesan SMS tertulis nama sayang ku.

Maesaroh membaca pesan dari Dudit. Ia pun senyum-senyum sendiri.

"Sayang, jaga pola makan ya! Tunggu aa sebulan lagi pulang. Kangen banget sama Mae. Nanti aa pulang, kita main ke curug ya sayang. Jaga mata dan hati kamu ya sayang" itulah pesan yang dudit kirim untuk Maesaroh.

Malam itu entah kenapa Maesaroh sulit sekali memejamkan matanya. Pikirannya seakan mengawang jauh entah memikirkan apa, dirinya pun tak tahu.

Sementara di sebuah hotel, Bisma sedang memacu tubuhnya diatas sang kekasih.

Seakan tidak pernah bosan, Mereka melakukan hal itu sebelum adanya pernikahan.

Erangan demi erangan terdengar saling bersahutan dari keduanya. Mereka yang kini di selimuti ombak gairah dan birahi yang tinggi, seolah tidak mengenal kata lelah. Yang ada di benak mereka hanya bagaimana caranya menggapai puncak bercinta dan saling terpuaskan.

Bisma membawa tubuh Clara menjadi di atasnya.

"Ahhhhh... Sayangggg ahhhhhhh" de$@h Clara dengan tubuh meliuk diatas Bisma.

Miliknya seakan di hujam keras oleh milik Bisma yang perkasa.

Satu jam sudah mereka melakukan itu, hingga bisma terkulai lemas di atas tubuh Clara.

"Terimakasih sayang! Kamu memang selalu enak untuk di nikmati!" ucap Bisma.

"Aku puas!" balas Clara.

"Aku pun begitu!" jawabnya.

Mereka pun akhirnya terlelap dalam balutan selimut sang sama.

Pagi harinya, Bisma tak bicara apapun mengenai keberangkatannya untuk meninjau perkebunan teh milik keluarganya. Ia tahu jika bicara pada Clara, pasti wanita itu tidak mengizinkannya berangkat karena hari ini mereka akan merayakan anniversary hubungan mereka.

Clara memeluk erat tubuh tegap itu, dan menciumi punggungnya.

"Kamu mau kemana sudah rapih begini? Ingat loh, siang ini kita akan rayakan hari jadian kita" ucap Clara.

Bisma berbalik badan, lalu meraih tubuh seksi itu kedalam pelukannya.

"Jam satu kan? Ini masih pagi sayang! Aku ada sedikit urusan di kantor" Bisma membujuk sang kekasih.

Clara pun akhirnya mengizinkan Bisma untuk pergi.

Kini tinggallah Clara di dalam kamar hotel seorang diri.

Bisma pun terlebih dahulu kerumahnya untuk bertemu dengan keluarganya.

"Pa, apa saja pekerjaanku di sana?" tanya Bisma.

"Hanya melihat saja dan memotret perkebunan kita. Syukur-syukur kamu dapat jodoh di sana" jawab Lukman.

"Pa!!!" Bisma mendengus kesal pada Lukman.

"Sayang, gimana hubunganmu dengan Clara?" tanya Ambar sang mama.

"Kami baik-baik saja ma! Aku semakin mencintainya" balas Bisma.

"Sampai kapanpun papa tidak akan memberikan restu kamu dengan wanita itu. Yakinlah wanita seperti itu hanya tahu belanja dan menghabiskan uang suami" ucap Lukman.

"Clara tidak seperti itu, pa! Dia wanita yang baik dan lemah lembut" Bisma tetap membela sang kekasih.

"Sudah-sudah. Kok malah bertengkar sih. Pa, mama dukung Bisma dengan Clara. Apalagi dia anak dari pemilik perusahaan ternama" Ambar membela sang putra.

"Terserah kalian. Tapi jika mama sayang pada anak kita, mama harus mendukung ucapan papa. Lihat saja wanita itu bukan calon istri yang baik untuk Bisma" Lukman kekeh dengan pendiriannya. Pasalnya ia bisa menebak bahwa wanita seperti Clara hanya mau uang sang putra saja.

"Sudahlah kamu berangkat saja" Ambar pun menyuruh Bisma berangkat karena suasana rumah itu mulai panas.

Bisma mengemudikan mobilnya membelah jalanan menyusuri perkotaan, lalu masuklah ke jalan perkebunan teh miliknya.

Di sana juga Maesaroh dan semua ibu-ibu pemetik teh sedang asik bercengkrama.

"Mae, ayo kita pindah ke blok F. Di sana pucuk daunnya masih muda-muda" ajak Rini.

"Ayo Rin! Kalau ada kamu, aku jadi semangat metik nya" balas Maesaroh.

Mereka pun turun ke blok F untuk memetik teh. Blok F ini ada dekat jalan jadi mereka harus menyusuri jalan aspal dahulu.

Sementara di dalam mobil, Bisma di pusingkan oleh suara panggilan telepon dari sang kekasih.

Bisma melihat jam di ponselnya menunjukan pukul 13:20. Itu artinya anniversary nya harus sudah berlangsung, tetapi kini dirinya masih belum sampai vila miliknya.

Bisma pun akhirnya mengangkat panggilan Clara.

"Hallo" sapa Bisma yang langsung menjauhkan ponsel dari telinganya karena Clara langsung membentaknya.

"Kamu dimana sih? Aku nunggu kamu dari tadi. Teman-temanku sudah menunggu kamu sayang. Jangan bilang kamu tidak akan hadir!" pertanyaan bertubi-tubi di layangkan Clara.

"Maaf!" hanya itu yang terlontar dari mulut Bisma.

"Maaf? Kamu dimana sekarang? Jangan buat aku cemas sekaligus malu" bentak Clara.

Oh no, demi tuhan Bisma tidak menyukai hal ini. Jika sedang marah, Clara sangat mendominasi dan terkadang kehilangan kontrol.

"Aku di luar kota. Papa menyuruhku meninjau perkebunan teh disini. Clara sayang, maafkan aku. Malam aku kembali, dan kita rayakan anniversary yang tertunda" bujuk Bisma.

"Tidak bisa begitu dong! Aku minta kamu kembali sekarang" perintah Clara sesuka hatinya.

"Tidak bisa begitu dong. Aku sudah mau sampai. Jika pun ku kembali sekarang, aku tak yakin bisa hadir di anniversary kita tepat waktu" balas Bisma.

"Aku benci penolakan! Datang atau kita putus" ucap Clara.

"Clara mengertilah" Bisma selalu benci ketika Clara mengancam dengan kata putus setiap keinginannya jika tidak di turuti.

Bisma yak sadar, jika ia mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan.

Di luar Maesaroh dan Rini melihat mobil yang melaju ke arahnya berjalan tidak beraturan.

"Awas Rini!" Teriak Maesaroh,

Di dalam mobil Bisma tersadar dan ia membanting stir ke kanan hingga terdengar suara keras menghantam mobilnya.

Brughhhhh!!!!!

Di luar, semua orang yang sedang memetik teh lari berhamburan menuju seseorang yang kini tergeletak sudah tak sadarkan diri.

"Maesarohhhhhhhh" teriak Rini sembari berlari menghampiri Maesaroh yang terkapar di jalan.

Orang-orang langsung mendekati Maesaroh.

"Ya Allah Mae, sadar" ucap seorang ibu-ibu lalu mengangkat kepala Maesaroh yang berlumuran darah dan kakinya yang tadi terlindas ban mobil.

Bisma sangat syok di dalam hingga seseorang mengetuk kaca mobilnya.

"Turun kamu! Tanggung jawab woooyyyy" teriaknya.

Bisma pun turun dari mobilnya, lalu melihat seseorang yang tak sengaja ia tabrak sudah pingsan berlumuran darah.

"Bawa masuk mobil saya. Saya akan membawanya ke rumah sakit" ucap Bisma.

Maesaroh.pun di bawa ke rumah sakit oleh Bisma dan di temani beberapa orang termasuk Rini.

Seperti Tak Ada Penyesalan

Pintu rumah panggung itu di ketuk nyaring oleh seseorang. Asep dengan tergopoh membukakan pintu.

"Assalamualaikum, Mang Asep!" ucap seorang wanita paruh baya bernama Imas.

"Wassalamu'alaikum, Imas. Ada apa?" tanya Asep.

"Mang, si Mae, mang!" seru Imas dengan wajah cemas.

"Kenapa si Mae?" Narsih yang mendengar nama sang putri di sebut langsung berlari ke depan.

"Mae Ceu, si Mae ketabrak mobil. Ayo kita ke rumah sakit sekarang" ucap Imas yang bagaikan sambaran petir di siang bolong untuk Asep dan Narsih.

"Arghhhh Mae...." Narsih langsung terduduk lemas, Sementara Asep seketika memegang dadanya karena tiba-tiba sesak.

"Ceu Narsih, Ya Allah...." Imas bingung harus menolong yang mana dulu.

"Mang Asep, Mang tenang Mang" Imas membopong tubuh renta itu ke atas bale bambu.

"Imas, tubuh saya lemas" lirih Narsih.

"Yasudah begini saja, Eceu tunggu saja di sini, biar saya yang ke rumah sakit" ucap Imas.

Mereka berdua pun menunggu di rumah dengan hati yang harap-harap cemas.

Sementara di rumah sakit, Maesaroh masih di rawat di IGD. Bisma menjadi kalut sendiri, pasalnya ia tidak menyangka bahwa pekerjaan yang di berikan sang papa berakhir buruk seperti ini.

"Kamu jangan lari!" ucap Rini menunjuk wajah Bisma.

Bisma terperangah karena seumur hidupnya baru ada seseorang yang berani menunjuk wajahnya.

"Turunkan tangan kotor mu, nona. Kamu tahu siapa saya?" Bentak Bisma.

"Tidak tahu, dan tidak mau tahu. Siapapun anda, tetapi cara anda membawa kendaraan sudah sangat salah. Lihat saja jika anda lari, siap-siap anda akan viral hari ini juga di media sosial" ancam Rini.

Hal itu membuat Bisma sedikit takut. Ia tidak mau berita ini sampai menyebar di publik. Ia tidak mau jika perusahaannya terkena imbas dari peristiwa ini.

"Baiklah, baiklah.. Saya pastikan akan bertanggung jawab sampai teman kamu sembuh" balas Bisma.

"Good!! Karena medsos lebih kejam dari ibu tiri" ancam Rini lagi.

Rini sangat kesal pada Bisma, karena pria di hadapannya seakan acuh dan tidak merasa bersalah akan tindakannya.

"Berhenti mengancam saya nona!" bentak Bisma lagi balik menunjuk wajah Rini.

"Jangan membentak wanita, apalagi menunjuk wajahnya. Itu sungguh tidak sopan" Rini balik membentak Bisma.

Bisma melupakan satu pribahasa bahwa wanita selalu benar.

"Sh*t tadi dia menunjuk wajahku dan membentak ku, apa itu sopan? Dasar wanita di mana-mana sama saja" gerutu Bisma dalam hati.

Tak lama seorang dokter menghampiri Rini dan Bisma.

"Bagaimana keadaan teman saya, dok?" tanya Rini dengan nada khawatir.

"Pasien sudah sadar, dan boleh di temui" jawab dokter.

Rini langsung berhambur ke ruang rawat Maesaroh.

"Mae.. Hikhikhik" Rini menangis di hadapan Maesaroh.

"Sakit, Rin" lirih Maesaroh.

"Kamu kuat Mae" Rini tak putus menguatkan.

Sementara Bisma di luar, masih enggan melihat keadaan Maesaroh.

Tiba-tiba ponselnya berdering.

"Papa!" lirihnya.

Ia pun segera mengangkat panggilan dari Lukman.

"Bisma, kenapa kamu belum pulang ke Jakarta?" tanya Lukman.

"Pa, aku sedang di rumah sakit" jawab Bisma lirih.

"Kamu kenapa Bisma? Cepat katakan jangan buat aku panik" Lukman tak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya.

"Aku nabrak orang pa!" ucapnya dengan nada gemetar.

"Apa, Bagaimana sekarang orang yang kamu tabrak keadaannya, Bisma?" Lukman amatlah panik.

"Bisma kenapa, pa?" Ambar berteriak karena Lukman tiba-tiba sepanik itu.

Lukman menempelkan jari telunjuk pada bibirnya, mengkode agar sang istri diam dulu.

"Orang itu masih ada di ruang rawatnya pah, baru saja di pindahkan dari IGD" jawab Bisma.

"Kirimkan alamat kamu. Papa kesana sekarang" ucap Lukman.

Bisma pun mengirimkan alamat rumah sakit yang menjadi tempat di rawat Maesaroh.

"Ma, kita susul Bisma sekarang" ucap Lukman.

"Apa yang terjadi pa? Bisma baik-baik saja kan?" tanya Ambar mulai di landa kecemasan.

"Bisma baik-baik saja. Dia menabrak orang ma" jawab Lukman.

"Astaga, Bisma!! Tapi pa, kenapa kita harus kesana segala sih? Kirim saja anak buah papa untuk temani Bisma. Lalu si korban kasih uang, selesai urusannya!" usul Ambar.

"Stop berpikir bodoh! Bisma telah salah, tidak semuanya bisa di selesaikan dengan uang Ambar. Kita sudah menikah selama tiga puluh tahun, tapi pikiranmu masih dangkal. Ikut aku atau diam saja disini?" Lukman benar-benar kesal dengan sang istri yang selalu tidak memikirkan orang lain.

Kini Lukman dan Ambar menuju rumah sakit yang jadi tempat di rawat Maesaroh.

Di rumah sakit, Narsih datang di temani Lilis. Wanita paruh baya itu bersitatap dengan Bisma. Bisma merasa bersalah tetapi ia bingung harus memulai bicara dari mana.

"Bu, saya boleh bicara!" ucap Bisma.

Narsih hanya mengangguk, ada rasa getar kemarahan dalam matanya, dan Bisma bisa membaca itu.

"Sebelumnya maafkan saya Bu. Saya benar-benar tak sengaja melakukan itu. Maafkan saja" ucap Bisma.

"Saya dan suami hanya memiliki Maesaroh. Jika dia pergi, lantas si tua ini tak ada yang menemani.. Hikhikhikk...." Narsih akhirnya menangis.

"Saya berjanji Bu, akan membiayai seluruh perawatan anak Ibu, saya janji" Bisma terus memohon.

Narsih hanya mengangguk saja. Tak bicara apapun pada Bisma. Kemudian wanita paruh baya itu mengajak Lilis untuk masuk ke kamar rawat Maesaroh.

Di dalam ada Rini yang terus menyemangati Maesaroh.

"Mae!" suara yang selalu Maesaroh nantikan sejak siuman.

"Emak!!" Maesaroh terisak sembari menahan sakit di kepala nya.

"Mae, maafkan Emak baru jenguk kamu sekarang. Bapak di rumah sesak nafasnya kambuh lagi mendengar kamu kecelakaan. Mana yang sakit Neng" Tangan Renta Narsih mengelus-elus kening Maesaroh.

"Semuanya Mak. Tapi entah kenapa pergelangan kaki Mae sakit sekali dan sepertinya tidak bisa di gerakan" ucap Maesaroh.

"Mungkin itu karena benturan keras, Mae. Berdoa saja supaya kamu tidak kenapa-kenapa ya!" ucap Lilis.

"Terimakasih ceu!" balas Maesaroh.

"Apa pria itu sudah melihat keadaanmu?" tanya Narsih pada Maesaroh.

"Pria yang mana Mak? Dari tadi hanya ada Rini disini" jawab Maesaroh.

"Pria yang menabrak mu, Mae!" ucap Narsih.

"Pria itu belum melihat keadaan Mae, Bik. Dari siang, dia hanya diam, duduk dan sepertinya tidak ada rasa bersalah sedikitpun" Timpal Rini.

Seketika Narsih menitikkan air matanya. Sudah ia duga bahwa pria yang tadi bicara dengannya memang berwatak kurang baik. Terbukti dengan tidak mau melihat keadaan Maesaroh.

Di luar, kedua orang tua Bisma baru sampai di rumah sakit. Mereka langsung berhambur menemui Bisma.

"Bisma!" Lukman memanggilnya.

Bisma pun seketika mendongakkan kepalanya melihat kedua orang tuanya datang.

"Papa, mama" ucapnya.

Ambar langsung berhambur memeluk sang putra.

"Kamu tak apa kan sayang?" cemas sekali Ambar.

Bisma hanya menggeleng.

"Bisma tidak apa-apa. Yang justru kita khawatirkan nasib orang yang Bisma tabrak" bentak Lukman.

"Bisma anak kita pa. Seharusnya kamu lebih mengkhawatirkan dia dari pada orang lain" ucap Ambar sedikit kesal.

"Tapi nyatanya dia tidak kenapa-kenapa. Bisma apa kamu sudah melihat keadaan orang yang kamu tabrak?" tanya Lukman.

Bisma hanya menggeleng.

"Bodoh!! Dasar bodoh.. Seharusnya kau lihat keadaannya si@lan. Kau ini tersangka.. Arghhhh" Lukman tak habis pikir dengan perilaku sang anak.

"Aku pusing pa. Aku kalut" ucap Bisma dengan nada Frustasi.

"Ayo ikut papa. Kita harus bicara pada orang itu" ajak Lukman.

Ketiganya masuk ke ruang rawat Maesaroh.

Kini giliran Imas dan dan Rini yang keluar ruang rawat itu.

Bisma langsung melihat keadaan Maesaroh ternyata separah itu.

Lukman memandang gadis di hadapannya dengan tatapan nanar.

"Nona, maafkan saya" akhirnya Bisma memberanikan diri berbicara dengan Maesaroh.

Maesaroh diam, enggan untuk menjawab ucapan Bisma.

"Saya benar-benar tidak sengaja!" ucap Bisma kembali.

Maesaroh hanya melihat Bisma dengan tatapan sendu.

"Nak, maafkan anak saya! Saya janji saya selaku orang tuanya akan memberikan biaya untuk kamu sampai sembuh" ucap Lukman dengan tulus.

Maesaroh hanya mengangguk saja, tanpa ekspresi.

Sementara Ambar memandang remeh pada Maesaroh dan Narsih, tampa bicara apapun.

"Aku punya ide! Guna menyelamatkan masa depan Bisma dari jerat wanita itu, aku akan lakukan sesuatu. Mungkin gadis di hadapanku ini menjadi jawaban atas semuanya" ucap Lukman dalam hatinya.

Uang Tidak Bisa Menyelesaikan Masalah

Bisma sekilas menatap wajah teduh Maesaroh. Kini ia hanya berdua di dalam ruang rawat itu. Sejak sadarnya Maesaroh, Bisma belum bicara secara personal dengannya.

"Bagaimana keadaanmu, nona?" tanya Bisma.

"Seperti yang anda lihat, keadaan saya masih sakit terutama saya harus menerima jika tulang kaki saya tak bisa normal kembali. Saya harus menyiapkan diri menjadi orang cacat" jawab Maesaroh dengan air mata menggenang.

"Apalah kamu akan menuntut saya?" tanya Bisma memastikan.

Maesaroh langsung tersenyum, tetapi Bisma menangkap senyuman itu sebagai tanda kegetiran.

"Tidak!! Anda jangan takut tuan, saya tidak akan meminta apapun pada anda. Ini sudah menjadi takdir saya, sehingga anda tidak perlu takut" jawab Maesaroh yah tahu bahwa pria di hadapannya takut pada apapun.

Dalam hati Bisma mengucap syukur karena sesudah ini, ia tidak perlu lagi berhubungan dengan gadis cantik di hadapannya.

"Kalau anda mau pulang, silahkan tuan. Pulanglah" Maesaroh mengusir Bisma secara halus, karena ia tahu pria di hadapannya cukup tersiksa berada lama di rumah sakit.

"Dia mengusirku!" ucap Bisma dalam hatinya.

"Menunggu orang yang terbaring sakit itu membosankan ya tuan" sindir Maesaroh.

Bisma hanya diam, ia begitu tertampar dengan ucapan Maesaroh. Padahal dia lah penyebab Maesaroh sampai seperti ini.

Tiba-tiba ponsel Bisma bergetar, ia melihat Clara menghubunginya.

"Permisi!" Bisma meninggalkan Maesaroh sendirian.

Maesaroh menghela nafas berat ke udara. Entah bagaimana kedepannya ia menghadapi kondisinya yang cacat seperti.

"Siapa yang akan menerima orang cacat untuk bekerja? Ya Allah, aku akan selamanya menjadi beban untuk kedua orang tuaku" Maesaroh menangis terisak.

Kemudian ia mengambil tasbih pemberian dari Rini. Ia sempat meminta Rini mengambilkan tasbih dirumahnya.

Dalam lantunan dzikir nya, Maesaroh hanya meminta dirinya untuk secepatnya di berikan kesembuhan agar bisa bekerja membahagiakan orang tuanya.

Sementara kini Bisma sedang bertengkar hebat di telepon dengan Clara.

"Mana janji kamu Bisma? Bohong kamu" Clara menangis saking kesalnya.

"Maafkan aku, tapi aku sedang ada hal yang lebih penting dari anniversary kita, sayang" balas Bisma.

"Apa, hal yang lebih penting? Sepenting apa kamu bisa mengabaikan acara kita? Aku kecewa padamu, Bisma" pekik Clara.

"Clara dengar, Aku baru saja kena musibah. Aku nabrak orang, aku harus tanggung jawab Clara. Belajar mengerti situasi. Nyawa orang lebih penting di banding pesta ecek-ecek kita" Bisma benar-benar kesal pada sang kekasih.

"Astaga sayang, maaf aku tak tahu. Tapi kamu bisa pulang kan lanjutin acara kita. Gampang saja kasih duit, beres urusannya!" Clara masih saja mementingkan acara yang tidak seberapa penting itu.

"Diam!! Perkataanmu semakin membuatku pusing. Clara, dengar jika itu bisa ku lakukan, aku sudah lakukan itu dari tadi. Tapi tidak sesimpel itu Clara. Semuanya tidak bisa di selesaikan dengan uang dan uang" bentak Bisma lalu mematikan teleponnya.

Clara mendengus kesal mengetahui Bisma mematikan teleponnya.

Lalu sang papa yang bernama Wiguna menghampirinya.

"Sudah sejauh mana kamu bergerak?" tanya Wiguna.

"Pa, nanti dulu bertanya nya. Aku sedang pusing" Clara langsung menjauhi sang papa membuat Wiguna geleng-geleng kepala.

Keesokan harinya, Maesaroh belajar berjalan di bantu oleh Rini. Ia merasakan sakit di kakinya tak kunjung sembuh.

"Kalau sakit jangan di paksakan, Mae" ucap Rini.

"Aku ingin segera sembuh, Rin" balas Maesaroh.

"Sabar ya Mae. Aku yakin kamu bisa normal kembali. Sementara kamu jalannya pakai tongkat dulu ya" ucap Rini.

Maesaroh hanya mengangguk lirih saja.

Tak lama, Lukman dan istrinya datang kembali ke rumah sakit membawa satu keranjang buah.

"Bagaimana keadaanmu, nak?" tanya Lukman.

"Puji syukur sedikit lebih baik dari kemarin pak" jawab Maesaroh.

"Syukurlah jika begitu" balas Lukman.

Ambar tidak bicara apapun, hanya ia memandang pada gadis di depannya.

"Pa, boleh mama bicara sebentar berdua dengan dia?" tanya Ambar.

Lukman mencium aroma-aroma tidak sedap dari gelagat sang istri.

"Awas jika kamu bicara yang tidak-tidak pada gadis ini" ancam Lukman.

"Tidak, pa. Mama hanya ingin mengobrol saja" balasnya.

Lukman dan Rini pun meninggalkan Mae berdua dengan Ambar.

Tampa basa-basi, ambar mengeluarkan cek dari tasnya.

"Tulis nominal yang kamu mau! Saya yakin orang seperti kamu hanya ingin uang kan?" Ambar berkata dengan kejamnya.

Sontak membuat hati Maesaroh seakan ditikam ribuan jarum.

"Kenapa Nyonya berbicara seolah saya ingin kemalangan ini dan di tukar dengan uang?" Miris rasanya melihat wanita yang terlihat terhormat, tetapi etika nya sungguh nol besar.

"Jangan basa-basi. Cepat tuliskan!" geram Ambar.

"Simpan saja uang anda, Nyonya. Karena itu semua tidak akan membuat kaki saya kembali normal. Saya sudah menganggap ini takdir" balas Maesaroh.

"Jangan munafik kamu. Saya yakin, kamu melakukan ini sengaja kan? Agar anak saya memberikan uang yang banyak? Akal bulus kamu sudah terbaca" maki Ambar sembari menunjuk wajah Maesaroh.

"Kenapa anda bisa mudah memfitnah orang lain seperti itu, Nyonya? Jika saya mau uang anda atau pun uang anak anda, sudah dari kemarin saya memintanya. Tolong Nyonya, saya ini sedang di timpa musibah, di timpa kemalangan, jangan membuat hati saya tambah sakit lagi" Maesaroh berkata dengan deraian air mata.

"Susah memang bicara dengan orang melarat" ucap Ambar dengan hati yang dongkol.

Ia langsung menghentakkan kakinya dengan kesal lalu berjalan ke arah pintu keluar.

Lukman lalu melihat sang istri dengan wajah kesal, ia sudah dapat menduga jika Ambar berbuat ulah lagi.

"Bicara apa kau dengan gadis itu?" tanya Lukman dengan wajah menyelidik.

"Tidak!" kilah Ambar.

"Aku bisa melihat ketidak benaran di wajahmu, Ambar. Kau bicara apa dengannya?" tanya Lukman dengan sorot mata marah.

"Aku hanya memberikan ia cek kosong supaya urusan kita dengan dia selesai. Tapi si@lnya dia menolak itu" geram Ambar.

"Hanya itu? Yakin kau hanya memberikan cek kosong pada gadis itu, tampa intervensi lainnya? Aku tahu sifatmu, Ambar. Dan aku kecewa padamu" bentak Lukman.

"Kenapa kau gemar sekali menuduhku, lukman? Aku tidak seburuk itu" teriaknya.

"Karena aku tahu. Lihatlah, tak mungkin gadis itu menangis di pelukan temannya jika tidak merasakan sakit hati oleh ucapanmu. Sudah berapa kali aku katakan, agar kau sedikit saja bisa berbicara dengan orang lain lebih baik? Kenapa tidak paham juga!" Lukman sungguh muak dengan sifat sang istri.

Jikalau ambar tidak memberikan dua anak pada Lukman, mana mungkin ia bisa lama bertahan dengan wanita yang buruk sekali perangai nya. Bahkan Ambar pernah bertengkar hebat dengan ibu Lukman. Hingga Lukman di jauhi oleh semua keluarganya di Yogyakarta sana.

"Pulang saja kau ke vila sendiri. Renungkan ucapanku jika kau masih sayang pada diri sendiri" ucap Lukman lalu kembali ke ruang rawat Maesaroh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!