Aku menuruni anak tangga pesawat yang membawaku ke negara tempat kelahiran Ku. Aku menghirup udara segar yang sudah lama tak aku dapatkan di negara tempat Ku tinggal.
Dengan perasaan senang bercampur bahagia ia mengembangkan senyuman dibibir Ku sambil menarik koper Ku sendiri.
Ku ambil ponsel Ku di dalam tas selempang yang Ku kenakan, dan mencari nomor ponsel seseorang yang ingin Ku hubungi. Tak lama panggilan itu masuk dan diangkat oleh pemilik nomor ponsel.
"Paman...Aku sudah tiba !" kata Ku dengan penuh semangat empat lima.
"Aku akan segera menjemput Mu !" jawabnya.
Aku duduk di kursi tunggu bandara menunggu seseorang yang merupakan Paman Ku untuk menjemput Ku. Dengan rasa penuh tak sabaran dan juga raut wajah bahagia aku sudah tak sabar untuk bertemu dengannya.
Namun tiba-tiba dua orang pria berpakaian seragam kepolisian menghampiri Ku dan menatap Ku dengan intens dari ujung kaki sampai kepala.
Terkejut, tentu saja ! Dua orang polisi itu membawa Ku dengan paksa untuk ikut dengan mereka masuk ke dalam mobil polisi. Aku meronta dan ingin membela diri namun Aku tak bisa. Semua orang yang melihat Aku tidak ada yang menolong Ku, bahkan mereka melihat Aku dengan penuh rasa kebencian karena menganggap Aku orang yang bersalah.
"Lepaskan Saya Pak ! Kalian mau apa ?!" pekik Ku, dengan penuh rasa ketakutan yang teramat dalam hidup Ku. Pasalnya Aku tak pernah sedikit pun melanggar hukum.
"Silahkan jelaskan semuanya di Kantor Polisi !" jawab polisi itu dengan tegas pada Ku.
Aku tercengang mendengar penuturannya, Kantor Polisi ? Kesalahan apa yang Ku lakukan ? Aku wanita baik-baik yang tidak pernah melakukan kesalahan, lantas apa yang akan Ku jelaskan ? Aku tak pernah melakukan kesalahan apapun !
Setibanya Aku di kantor polisi, tas dan koper Ku di sita oleh aparat kepolisian. Aku di dudukkan di dalam sebuah ruang penyelidikan. Tak lama datanglah seorang pria yang disinyalir adalah seorang detektif yang akan mengajukan berbagai pertanyaan kepada Ku.
"Bersikap kooperatif lah, Nona agar permasalahan ini segera usai, karena Aku juga memiliki banyak pekerjaan lain." kata detektif itu pada Ku.
"Apa maksudnya Pak ?! Saya tidak melakukan kesalahan apa pun !" bantah Ku, Aku sudah seperti seorang narapidana saat ini.
"Lantas bagaimana dengan ini ?!" Detektif itu menyerahkan beberapa foto pada Ku, sebuah foto pembunuhan dimana di dalam foto itu terdapat wajah Ku disana.
Aku benar-benar terkejut, wajah Ku seketika pucat pasi. Bingung dan juga merasa aneh mengapa ada wajah Ku di dalam foto itu !
"Bukan kah itu adalah diri Mu ?" tanya Detektif tersebut pada Ku.
"Ap..apa ini maksudnya ? Mengapa..mengapa Ada wajah Ku disana ?!" kata Ku
Detektif itu menghela nafasnya seolah menganggap ucapan Ku sebuah angin lalu yang sudah sering ia dengar berkali-kali ditelinga nya.
"Semua pelaku kejahatan berkata demikian untuk membela diri !" katanya
"Anda salah Pak ! Itu bukan saya ?!" kata Ku dengan suara meninggi, sebab Aku tak ingin di anggap sebagai seorang tersangka.
"Lantas jika bukan diri Mu, lalu siapa ? Hantu kah ?" kata Detektif itu sembari menghembuskan asap rokoknya.
"Ini fitnah, Pak !" Aku tetap menyangkal tuduhan dari Detektif itu, hingga pada akhirnya ia menatap padaku dengan tatapan tajam, dan menggebrak meja hingga membuat Ku ketakutan.
BRAKK
"Aaaa !"
"PENJAGA !"
Detektif itu berteriak memanggil seorang sipir penjara dan meminta mereka membawa Ku ke sel tahanan.
"Pak apa yang Kau lakukan ?! Aku tidak bersalah ! Kalian mau bawa kemana Aku ?!" Aku berteriak kencang kala tubuh Ku diseret dengan paksa untuk masuk ke dalam sebuah sel tahanan yang begitu sempit bahkan menjijikan, dindingnya penuh dengan lumut dan lantainya yang begitu lembab.
Bahkan disudut lantai tersebut terdapat cacing, bahkan binatang parasit lainnya. Hanya ada sebuah toilet kecil di dalamnya yang begitu kotor dan berbau.
"PAK !!! TOLONG KELUARKAN SAYA PAK ! PAK SAYA TIDAK BERSALAH ! TOLONG !"
Aku menangis seraya meminta pertolongan dan permohonan agar dikeluarkan dari tempat yang begitu menjijikan bahkan membuatku penuh rasa ketakutan.
"PAMAN TOLONG AKU !"
Aku meraung memanggil Paman Ku karena hanya dia orang satu-satunya yang ada dalam hidup Ku, orang yang selalu menemani Ku dan ada untuk Ku.
Aku menangis tiada henti, tak ada yang dapat ku lakukan kecuali menangis dan menangis meratapi sebuah nasib atas kesalahan yang tak pernah aku lakukan.
Sekelebat ingatan Ku beberapa jam lalu, Aku masih bisa tersenyum dan bernafas dengan segar. Namun kini semuanya sirna sudah, harapan Ku dan impian Ku telah usai, haruskah Aku menanggung semua ini ? Semua hal yang menuntut Ku untuk mengakui jika Aku adalah seorang penjahat !
Dunia benar-benar tak begitu adil pada Ku, hingga tak menyisakan sedikit saja kebahagiaan untuk Ku. Apakah Aku mampu bertahan, dalam sebuah lara yang tak beralasan ?
DILARA itulah nama Ku !
...****************...
21 hari kemudian,
"Ada apa ini ? Kenapa Aku tidak di sidang ?" Dilara bertanya-tanya dalam hatinya, ini sudah 21 hari berlalu ia berada di dalam sel yang sangat mengerikan, bahkan ia diberi makan layaknya seekor binatang, benar-benar tidak manusiawi.
Ada sepuluh sel yang sama disana, namun hanya ada dua sel yang dihuni. Awalnya Dilara pikir ia hanya sendirian namun ternyata ada seseorang di samping selnya. Namun orang itu tak pernah bicara sama sekali.
"Hei, Pria bisu !" tanya Dilara dengan santainya, Dilara tahu pria yang menghuni sel disampingnya tersebut pasti mendengarkan ucapannya.
"Kenapa Aku tidak diadili ? Aku lebih baik mati saja, dari pada seumur hidup terkurung dikandang binatang seperti ini !"
"Apa Kau punya benda tajam, silet, atau apapun yang bisa membuat Ku mati ?" Dilara semakin frustasi bahkan ia sudah tidak sanggup lagi untuk hidup.
Dua puluh satu hari dirinya sudah di sel itu, tubuhnya mendadak menjadi kurus, lusuh, bahkan berbau, karena tidak ada sabun di kamar mandinya, bahkan air yang mengalir hanya hidup dua dan tiga hari sekali. Dan kini adalah hari ke tiga dirinya tidak mandi.
"Apa persediaan air di sel Mu banyak ? Aku tidak mendengar suara gemercik air disel Mu ! Mau kah Kau berbagi dengan Ku ? Tubuh Ku benar-benar bau !"
Dilara menjadi bosan sendiri karena pria disamping selnya itu benar-benar tidak mau bicara. Dilara kemudian menatap dinding selnya yang begitu kotor dalam lamunannya ia sangat merindukan Paman dan Bibinya.
Air mata Dila berjatuhan, ia sangat menyesalkan untuk datang ke negara tempat tinggal Pamannya. Jika tahu ia akan masuk penjara dengan alasan telah membunuh seseorang.
"Aku yakin Aku hanya di kambing hitamkan ! Tega sekali orang-orang yang menuduh Aku sebagai seorang pembunuh!" Dilara terus menangis, kemudian Dilara menunduk kan wajahnya ia melihat ada secarik kertas disampingnya.
Dilara menjadi bingung, karena awalnya tak ada kertas disana.
"Apa ini dari Mu ?" kata Dilara ia berpikir mungkin secarik kertas itu dari pria disamping selnya..
Dalam secarik kertas tersebut berisikan sebuah alamat dan juga kata-kata untuk Dilara.
'Kau akan segera bebas !'
Tak lama, tiba-tiba ada empat orang sipir penjara datang dan membuka pintu sel yang dihuni Dilara. Dilara yang awalnya masih bingung dengan secarik kertas yang ia baca tersebut, karena terus berpikir sejak kapan seorang tahanan boleh membawa benda dari luar, apalagi berupa buku dan pena.
"Kalian mau bawa Aku kemana ?" tanya Dilara takut.
"Ada mencari Mu !" kata salah satu sipir penjara.
Dilara membulatkan kedua matanya, ia kemudian dibawa oleh sipir penjara tersebut keluar. Saat Dilara keluar dari selnya, Dilara melihat ke samping selnya, namun ia tak melihat siapa-siapa disamping selnya.
"Di..dimana orang disel ini ?" tanya Dilara
"Orang siapa yang Kau maksud ?" tanya sipir penjara tersebut.
"Orang penghuni sel ini ?" tanya Dilara lagi jantungnya sudah berdegup kencang saat ini.
"Tidak ada orang disel itu, Kau lihat sendiri tempatnya hanya dihuni tikus dan binatang parasit !" jawab sipir penjara dengan tegas.
"Ta..tapi !"
"Apa Kau tahu disana seorang laki-laki atau perempuan ?" tanya sipir penjara lainnya.
"La..laki-laki !" kata Dilara menjadi takut, jadi selama ini ia berbicara dengan siapa, dan kertas yang ada ditangannya dari mana.
"Mungkin Dia arwah penghuninya ! Lima tahun lalu, penghuni sel itu mati karena gantung diri, tidak kuat mental berada disana !" kata sipir penjara dengan santainya dan tubuh Dilara mendadak menjadi tegang, serta bulu kuduknya berdiri.
...****************...
Dilara duduk disebuah ruang kosong, ia ditinggalkan begitu saja oleh para sipir penjara, dua diantara mereka berjaga di depan pintu.
Dalam lamunan Dilara, ia mencoba berpikir positif mungkinkah orang yang akan menemuinya adalah Pamannya dan Pamannya akan mengeluarkannya dari penjara terkutuk ini.
Tak berselang lama datanglah seorang wanita cantik meskipun usianya sudah hampir berusia lima puluh tahun. Ia berjalan dengan langkah anggun dan menatap tajam Dilara seolah wanita itu sangat membenci Dilara, ia bahkan menelisik tampilan Dilara dari ujung kuku sampai kepala dengan tatapan jijik.
Wanita itu berdecak kesal, dan juga marah. Ia kemudian mendudukkan dirinya di kursi dan menaruh tas Hermes keluaran terbaru yang ia bawa diatas meja, lalu menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangannya di dada.
"Si...siapa Anda ?" kata Dilara dengan degup jantung yang tak beraturan.
"Siapa Aku tidak lah penting buat Mu ! Yang jelas Aku senang Kau ada ditempat yang seharusnya !" kata wanita itu dengan santainya.
"Kau..apa Kau yang memasukkan Aku ke penjara ?" kata Dilara dengan sorot mata yang tajam.
"Iya ! Karena Kau pantas menerimanya !" kata wanita itu.
"Tapi Aku bukan pelakunya ! Kau memfitnah Aku !" bentak Dilara bahkan suaranya memenuhi seisi ruangan tersebut.
"Jangan meninggikan suara Mu, memangnya siapa Kau ?!" ucap wanita itu dengan suara beratnya.
"Aku bahkan bisa membuat Mu membusuk di dalam penjara menjijikan itu, kapan pun yang Aku mau ! Aku kehilangan suami Ku dan itu karena diri Mu ! Oh ayolah sudahi saja kebohongan Mu dan katakan dengan sejujurnya mengapa Kau membunuh suami Ku, apa motif Mu ?" kata wanita itu lagi dengan kesal.
Sudah dua puluh satu hari ia menunggu Dilara untuk berkata jujur namun sampai detik ini Dilara hanya bungkam.
Wanita yang menghampiri Dilara adalah istri dari orang dibunuh dalam foto-foto dan video dimana terdapat wajah Dilara sebagai pelakunya. Hati seorang istri mana yang tidak terima melihat suaminya sudah meninggal dalam kondisi yang mengenaskan karena dibunuh oleh seseorang.
Wanita itu bernama Lusy dan suaminya yang sudah tiada bernama Tomi.
"Anda salah ! Aku bahkan tak mengenal suami Mu." kata Dilara dengan meneteskan air matanya.
"Kau bahkan tidak mau mengakui kesalahan Mu, sampai detik ini ! Baiklah memang Kau sepertinya ingin membusuk dipenjara !" Lusy berdiri dari duduknya hendak pergi meninggalkan Dilara. Ia sudah begitu muak dengan Dilara yang tidak mau mengakui perbuatannya.
"Tolong Nyonya ! Percaya pada Ku, bukan Aku yang membunuh suami Mu !" Dilara menangis bahkan ia bersimpuh di kaki Lusy, memohon untuk dibebaskan dari penjara yang begitu mengerikan baginya.
Lusy hanya diam dan tanpa perasaan serta kasihan, Lusy pergi meninggalkan Dilara yang menangis sendirian di ruangan itu.
"Haaa...Oh Tuhan, kenapa semua terjadi pada Ku ! Apa salah Ku !" kata Dilara terisak dalam tangisnya.
Tak lama dua orang sipir penjara datang dan membawa Dilara kembali ke sel tahanannya. Dilara tentu saja dalam hatinya tak ingin lagi kesana, namun apalah daya tubuhnya dibawa paksa dan seret kembali ke tempatnya.
Para narapidana lainnya yang melihat Dilara dibawa oleh sipir penjara, mereka saling berbisik bahkan menggunjingkan Dilara, entah kesalahan apa yang dilakukan oleh wanita malang itu sehingga ia menjadi penghuni sel tikus yang sangat menjijikkan, bahkan mereka pun takut jika masuk ke sana.
"Dia tahanan baru ? Mentalnya begitu kuat, ini sudah tiga minggu berlalu dan Dia masih hidup !" kata napi lainnya.
"Aku ingat cerita pria yang pernah gantung diri disana, belum satu Minggu dia sudah mati !"
"Betul, kasihan gadis malang itu !"
"Desas-desusnya katanya dia tidak mau mengakui kesalahannya !"
"Bodoh ! Mana ada penjahat mengakui kesalahannya !"
Dilara kembali ke selnya, tubuhnya bahkan dilemparkan oleh dua sipir penjara itu dengan kasar hingga tangan Dilara terluka.
"Aaaaa !" Dilara memegangi siku tangannya yang terluka, benar-benar tidak ada rasa kasihan sama sekali untuknya ditempat ini.
"Kenapa tidak mengaku saja, kalau Kau mengakuinya Kau tidak akan terkurung selamanya disini !" kata sipir penjara itu kembali mengunci sel.
"Aku tidak bersalah, Aku tidak pernah membunuh!" kata Dilara dengan pelan menghapus air matanya.
"Bodoh ! Persetan dengan itu, selamatkan diri Mu sendiri ! Apa Kau ingin mati ? Baiklah, mati saja jika itu yang Kau mau ! Siapa pula yang peduli dengan napi yang bunuh diri di sel ini !" kata sipir penjara itu dan berlalu pergi dari sel Dilara.
Dilara menangis percuma saja, sampai air matanya habis pun tidak akan ada yang kasihan padanya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!