Hari pertama magang di Parker Corporation harusnya menjadi hal yang membahagiakan bagi Guinsha—mahasiswi semester enam jurusan managemen pemasaran yang kini genap berusia 20 tahun seminggu yang lalu itu tampak lari terbirit-birit saat melihat Lyra—teman sekampusnya berjalan di sekitar lobby.
"Oh Tuhan, Lyra magang disini juga ternyata. Bisa-bisa dia mempermalukanku dan menagih hutangku di depan umum." Gumam Guinsha sambil mempercepat langkahnya. Ia sedikit menoleh ke arah Lyra yang akan masuk ke dalam lift. Guinsha tidak mau berada di lift yang sama dengan Lyra, ia memilih menggunakan lift yang berjarak sedikit jauh dari lift yang dinaiki Lyra.
Setelah menekan tombol berbentuk segitiga, pintu lift terbuka dan Guinsha tak mau membuang waktu untuk segera masuk.
Guinsha harusnya menarik nafas lega karena bisa terbebas dari Lyra, namun hal di luar dugaannya membuatnya berteriak histeris.
"Argghhh!! Apa yang kau lakukan disini?!!" Seru Guinsha sambil menutup matanya dengan kedua tangan. Sungguh hari yang begitu sial baginya, baru saja dia berhasil menghindari Lyra namun saat di lift ia justru bertemu dengan pria dewasa yang sedang memainkan miliknya.
"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan disini bocah? Kau mengganggu kesenanganku." Pria itu tampak enggan memperbaiki celananya yang terbuka sebatas paha, ia begitu kesal dengan kehadiran Guinsha—perempuan asing yang begitu berani masuk ke dalam lift pribadinya.
"To—tolong pakai celanamu." Pinta Guinsha terbata. Untuk kedua kalinya ia harus melihat milik pria itu yang masih tegak berdiri. Guinsha kira pria yang bersamanya di dalam lift itu segera memperbaiki celananya, ternyata dia salah. Guinsha sempat mengintip melalui celah di ruas jarinya.
"Tidak bisa, aku hampir sampai dan kau harusnya bertanggung jawab atas semua ini, pengganggu." Pria itu terdengar berbisik di dekat telinga Guinsha, aroma tubuh perempuan itu yang sempat terciumnya justru semakin membuatnya tak bisa mengendalikan diri.
"Bertanggung jawab?" Guinsha tampak mencerna maksud dari kalimat yang pria itu katakan. Belum sempat ia mengerti apa maksud dari pria itu, pintu lift terbuka dan Guinsha segera keluar tanpa menoleh lagi ke arah belakang.
"Menarik." Pria itu tampak bergumam sambil membetulkan celananya dan menatap kepergian Guinsha yang berlari kecil menjauhinya.
***
Hari ini benar-benar menjadi hari terburuk bagi Guinsha. Bagaimana tidak? Setelah bertemu dengan Lyra dan pria mesum di lift tadi, ia langsung mendapat perintah dari kepala humas untuk membuat kopi dan mengantarnya ke ruangan rapat.
"Padahal aku belum masuk ke dalam ruangan tapi sudah langsung disuruh begini. Kenapa hari ini apes sekali ya?" Gumam Guinsha sambil sibuk menyeduh kopi ke dalam beberapa gelas yang sudah ia susun rapi di atas nampan.
Setelah semuanya selesai, ia segera berjalan menuju ruangan rapat yang tidak begitu jauh dari tempatnya berada.
Setibanya disana, Guinsha mengetuk pintu terlebih dahulu, lalu masuk setelah seorang wanita cantik yang berdiri di ujung meja mempersilahkannya masuk.
Ruangan rapat sudah mulai ramai namun belum dimulai karena sedang menunggu CEO baru di Parker Corporation.
Guinsha segera meletakkan gelas kopi ke masing-masing meja para anggota rapat yang ada disana.
Suasana yang sedikit riuh oleh obrolan para petinggi maupun karyawan Parker Corporation menjadi hening setelah kehadiran seorang pria bertubuh jangkung menyapa mereka.
"Selamat pagi, maaf saya sedikit terlambat. Perkenalkan saya Edly Parker, pimpinan baru di perusahaan ini." Suara bariton itu tidak asing bagi Guinsha, juga sosok yang berwajah dingin itu.
"Di—dia CEOnya, pria mesum itu ternyata seorang CEO baru disini." Gumam Guinsha dalam hati. Dari kabar yang terdengar, pemilik Parker Corporation yaitu Fulton Parker memang akan menyerahkan perusahaannya kepada sang putra yang selama ini tinggal di Amsterdam.
Fulton Parker sangat menjaga privasi keluarganya, tidak ada yang tahu jika selama ini ia memiliki seorang putra di negeri kincir angin itu.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Guinsha tak mau membuang waktu untuk segera meninggalkan ruangan itu. Dengan kepala menunduk, ia berjalan pelan menuju pintu keluar dan tanpa ia sadari, Edly sudah memperhatikannya sejak tadi.
Guinsha merasa sangat lelah setelah beberapa hal yang terjadi barusan. Meski begitu ia tetap bersemangat memasuki ruangan humas—tempatnya bekerja selama magang di Parker Corporation. Ia berjalan ke salah satu kubikel miliknya yang diberitahu Oriana—kepala humas yang tadi memintanya membuatkan kopi.
Saat sedang sibuk memindahkan hardfile yang ia dapat dari Oriana ke dalam komputer, pandangan Guinsha tertuju pada Lyra yang baru masuk ke dalam ruangan dengan membawa setumpuk berkas, kemudian menyerahkannya ke meja kerja Oriana.
Jantung Guinsha langsung berdetak tak karuan. Ia tak menyangka akan satu ruangan dengan Lyra, sebab jurusan Lyra akuntansi. Mestinya perempuan yang ia hindari itu berada di bagian keuangan.
Guinsha yang tak mau bertemu tatap dengan Lyra menyembunyikan wajahnya di balik kubikel miliknya. Ia tidak mau lagi menengadahkan kepala.
Hampir lima jam lebih lamanya Guinsha merasa tak tenang berada di ruangan tempat ia bekerja. Setelah waktu menunjukkan jam makan siang, ia benar-benar memastikan Lyra keluar lebih dulu barulah Guinsha menyusul. Dia merasa sedikit lega setelah kembali berhasil menghindari Lyra. Bersyukur, selama jam kerja tadi juga, Oriana tidak ada memanggil namanya, sehingga Lyra belum mengetahui keberadaannya.
Meski sudah jam makan siang, langkah Guinsha justru tidaklah ke kantin. Ia sibuk mencari ruangan CEO perusahaan ini.
Setelah berkeliling hampir sepuluh menit lamanya, akhirnya Guisha berada di lantai 27 tepat di depan pintu kerja Edly Parker. Tidak ada penjaga atau sekretaris pria itu disana, Guinsha tak mau membuang waktu sebelum pihak keamanan atau siapapun menghalanginya masuk.
Meski sedikit gugup, Guinsha memberanikan diri mengetuk pintu yang langsung mendapat jawaban dari dalam.
"Masuk." Suara Edly yang begitu dingin hampir saja membuat Guinsha mengurungkan niatnya. Namun ia berusaha mengatur pernafasannya agar bisa tenang.
"Permisi, pak." Dengan langkah hati-hati, Guinsha berjalan ke arah meja kerja Edly yang sedang sibuk menandatangani berkas-berkas yang tertumpuk di meja kerjanya. Mungkin itu juga yang membuat CEO baru Parker Corporation itu melewatkan jam makan siangnya.
Guinsha tampak kikuk, sebab ia tak dipersilahkan duduk dan Edly juga tak menoleh ke arahnya.
"Pak, sa—saya mau meminta maaf soal yang terjadi di lift tadi. Maaf karena saya sudah lancang masuk ke dalam lift pribadi Bapak." Ujar Guinsha sambil meremat tangannya. Sebenarnya ia sangat malu bertemu dengan Edly, selain karena ia salah masuk lift, dia juga sudah melihat aset dari bos nya itu.
Edly masih tetap sibuk dengan berkasnya dan tak menghiraukan Guinsha.
"Pak, kedatangan saya kesini juga ingin meminta tolong," Guinsha tak peduli lagi, meski ia akan diusir oleh Edly atau bahkan surat magangnya yang sudah diterima akan dibatalkan pria itu.
"Bi—bisakah mahasiswi magang atas nama Lyra di bagian Humas dipindahkan ke ruangan lain? A—atau bagaimana kalau saya saja yang dipindahkan ke bagian Digital Marketing Spesialis?" Pinta Guinsha dengan suara sepelan mungkin.
Jika tadi Edly masih sibuk dengan pekerjaannya, kali ini ia menatap Guinsha dengan pandangan tak terbaca.
"Kau ingin aku melakukannya untukmu?" Tanya Edly yang langsung dijawab Guinsha dengan anggukan kepala.
"Mendekatlah kemari." Perintah Edly menunjuk sisi sebelah kanannya.
Guinsha menurutinya, ia berjalan mendekati Edly. Saat ia berdiri tepat di samping sang bos, tangan Edly segera merengkuh pinggangnya dan membawa Guinsha duduk di pangkuan pria itu.
"Pak—" Guinsha terlihat panik, ia dapat merasakan tonjolan keras yang menekan di bawah sana.
"Aku belum menyelesaikan yang tadi pagi. Dan pekerjaan ini semakin membuat kepalaku sakit. Mari bersenang-senang sebentar dan aku akan mengabulkan permintaanmu." Ujar Edly sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Guinsha.
"Bu—bukan seperti ini yang saya mak—uhmm." Guinsha tak dapat meneruskan kalimatnya saat bibir ranumnya di lu-mat oleh Edly secara tiba-tiba.
Edly sendiri sudah menahan diri sejak awal Guinsha masuk ke dalam ruangannya. Bohong jika dia terfokus sepenuhnya dengan pekerjaannya. Dia hanya berpura-pura mengabaikan Guinsha.
Satu tangan Edly menangkup sebelah rahang Guinsha yang mencoba melakukan penolakan, dia semakin memperdalam ciumannya meski belum mendapatkan balasan dari perempuan itu.
Sejujurnya, Guinsha sempat terpesona dengan wajah tampan Edly yang terlihat berkharisma. Rahang pria itu juga terlihat sangat tegas dengan tinggi badan proposional. Edly memiliki pesonanya sendiri. Hanya saja dirinya tak pernah menyangka jika sang bos sangatlah mesum.
Pandangan Edly terhadap Guinsha pun tak jauh berbeda, entah mengapa dia merasa dirinya sangat penasaran dengan perempuan bermata coklat terang itu. Seperti magnet yang berbeda kutub, begitulah diri Guinsha menariknya begitu kuat yang membuat Edly seperti terperangkap diseperkian detik pertemuan mereka saat di lift tadi.
Edly mengakui kecantikan alami yang dimiliki Guinsha. Polesan make up di wajah perempuan itu tidak terlihat menor, namun justru itu yang membuat Guinsha semakin menawan di tambah gingsul yang menghiasi senyumnya. Perempuan itu juga memiliki rambut yang sangat indah berwarna hitam legam dengan panjang menjuntai hingga ke pinggang dan di curly bagian bawahnya saja. Kecantikan Guinsha sangat otentik dan mungkin hanya dimilikinya seorang.
Entah mengapa gelanyar aneh menjalari seluruh tubuh Guinsha, apalagi saat bibir Edly kini menyisiri leher jenjangnya.
"To—tolong berhenti, Pak." Guinsha memang menolak, namun respon tubuhnya tak bisa ia tutupi.
"Kenapa harus berhenti kalau kau juga menikmatinya, Guinsha Lawrence?" Ujar Edly yang mengetahui nama Guinsha dari ID card yang terpasang di leher perempuan itu.
"Ta—tapi, Pak. I—ini tidak be—uhm." Kembali Guinsha tak dapat meneruskan kalimatnya sebab Edly kembali membungkamnya dengan ciuman.
Sungguh, Edly juga harus mengakui bahwa dirinya tidak pernah secepat ini tertarik pada seorang perempuan. Dia bukan tipe pria yang mudah ditaklukkan, tapi didekat Guinsha dirinya seperti kehilangan jati diri.
Wangi tubuh Guinsha pun seperti sihir yang menghipnotis dirinya untuk selalu berada di sisi perempuan itu. Edly sangat suka menghidu aroma floral yang menguar dari tubuh Guinsha—yang mampu memberikan rasa nyaman bak terapi pada Edly sendiri.
Tak bisa Edly pungkiri bahwa ada getaran yang belum pernah ia rasakan bersama lawan jenisnya secepat ini selain pada Guinsha.
Lihat saja, bahkan ia tak bisa mengontrol dirinya sekarang. Dia yang awalnya mencium Guinsha kini bertindak semakin jauh, ia membuka kancing kemeja yang perempuan itu kenakan.
Tangan Edly selalu ditepis Guinsha namun pria itu semakin gencar menggodanya. Tubuh ramping Guinsha kini berpindah ke atas meja kerja Edly.
Bibir mereka kembali bertaut dan Edly sendiri yang mengambil inisiatif. Entah sejak kapan pula jemari Edly sudah menelusup ke dalaman Guinsha dan pria itu melakukan gerakan intens disana.
Guinsha sendiri tak mau munafik, meski ia menolak namun dia tidak berontak karena mulai menikmati apa yang Edly lakukan.
Sampai sesuatu yang dahsyat menerpa tubuh Guinsha, Edlypun menghentikan semuanya. Dia mengusap lembut kening Guinsha yang berkeringat dan mengumbar senyum termanisnya pada perempuan itu.
"Kau suka?" Tanya Edly disela deru nafas Guinsha yang masih memburu.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Guinsha, ia hanya menunduk dengan pipi yang merona bak kepiting rebus. Jujur, Guinsha ingin lari dan bersembunyi ke planet lain. Dia merasa bodoh karena ikut terbawa suasana dengan apa yang Eldy lakukan. Guinsha tidak tahu lagi bagaimana caranya menjalani hari-hari selama magang di Parker Corporation? Oh Tuhan, kalau begini dirinya tak ada bedanya dengan Edly, sama-sama gila dan mesum.
Seperti orang bodoh, Guinsha tidak tahu harus melakukan apa. Edly sendiri masih berdiri di hadapan perempuan itu dan terus memandangi wajah Guinsha yang terlihat menahan malu.
"Kenapa kau menjadi bisu, Guinsha? Apa aku perlu menciummu lagi?" Goda Edly yang membuat Guinsha menatap ke arahnya.
Cup
Satu kecupan mendarat di pipi Guinsha.
"Pak—" Ucap Guinsha tertahan dan detik itu juga pipinya semakin merona pun juga dengan kedua matanya yang membola. Edly berhasil memporak-porandakan hatinya. Secepat itu juga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!