"Aku berharap, semua ini hanyalah mimpi, mimpi buruk!
Semua ini tidak nyata bukan?" ucap Karmila dalam hati seolah sedang meyakinkan dirinya.
Gadis itu masih terduduk di pojok tempat tidur, memeluk kedua lututnya. Air mata tak berhenti mengalir di pipinya. Kepalanya sesekali menggeleng pelan, mencoba menyangkal apa yang terjadi pada dirinya.
Pandangannya kembali terarah ke sisi ranjang, terlihat sosok tampan yang sedang tertidur dengan begitu lelapnya. Kepalanya kembali menggeleng pelan, di kepalanya, kembali terekam jelas kejadian semalam. Kejadian yang telah merenggut paksa sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya. Kehormatan yang selama hampir dua puluh tahun ini ia jaga telah hancur hanya dalam waktu semalam.
Perlahan, Karmila mencoba bangkit dari tempat tidur. Tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Karmila kembali menatap sosok pria di depannya sekilas. Namun, dengan sorot mata yang penuh amarah dan kebencian. Pria itu, entah siapa dirinya, ia sendiri tidak tahu.
Karmila tertatih melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, sambil meringis menahan sakit di bagian intimnya.
Air matanya terus mengalir tiada henti, rasa sakit di bagian tubuhnya masih belum seberapa, dibandingkan rasa sakit di hatinya karena kejadian yang dialaminya saat ini. Perasaan marah, benci, dan putus asa jadi satu. Karmila merasa, hidupnya sudah benar-benar hancur.
Di dalam kamar mandi, Karmila berendam di dalam bathtub sambil terus menangis pilu, pikirannya kembali mengingat kejadian yang semalam. Tanpa sadar, Karmila menggosok-gosok badannya kuat-kuat sampai kulit mulusnya terlihat memerah.
"Aku udah kotor ... tubuh ini, semua bagian tubuhku ini, sudah kotor," ucapnya lirih, sambil terus menggosok kulitnya dengan penuh amarah dan putus asa.
Kedua bola matanya berkeliling melihat sekitar kamar mandi. Pandangannya berhenti sejenak, pada sesuatu yang tergeletak di lantai. Tubuhnya bergetar, dan dengan gemetar, tangan kanannya bergerak pelan. Karmila memejamkan mata, dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
"Ayah ... ibu ... maafkan Mila, karena Mila sudah mengecewakan kalian. Mila rindu ayah dan ibu .... "
*****
Rayyan menggeliatkan tubuhnya, mulutnya mendesis pelan sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. Kemudian, ia mencoba bangkit dari tidurnya. Belum sempat beranjak dari tempat tidur, kedua bola matanya membeliak kaget, saat mendapati dirinya ternyata dalam keadaan telanjang bulat dibalik selimut.
Pandangannya berkeliling di sekitar ranjang, terlihat beberapa pakaian berserakan di lantai. Pandangan matanya terhenti pada noda merah darah, di kain sprei di samping ia tertidur.
Rayyan kembali mendesis, memegangi kepalanya yang terasa pusing. Sambil memijit pelan pelipisnya, ia mencoba mengingat-ingat kembali kejadian semalam.
Semalam dirinya berkumpul dengan ketiga sahabatnya di klub malam, dan ia ingat, semalam ia pulang dalam keadaan mabuk.
*****
Rayyan masih duduk di belakang setir mobilnya, sambil sesekali memijit kepalanya yang terasa berat dan pusing. Efek dari minuman alkohol yang diminumnya bersama ketiga sahabatnya di klub malam tadi.
"Sial! Perasaan tadi minumnya cuma sedikit," umpatnya kesal.
Pria itu keluar dari mobilnya, berjalan sempoyongan menuju loby apartemennya. Namun, karena hilang keseimbangan, Rayyan terjatuh tepat, di depan lift yang kebetulan langsung terbuka.
Dengan setengah sadar, Rayyan mencoba bangkit berdiri. Samar-samar, ia melihat seseorang menghampirinya, kemudian mencoba membantunya berdiri.
"Mau ke lantai berapa, Kak?"
Setengah sadar, Rayyan mencoba menatap seorang gadis di depannya, pandangannya terlihat buram, karena efek mabuk.
"Lantai sepuluh .... " Suara Rayyan terdengar serak. Sang gadis terus menopang tubuh Rayyan, agar pria itu tidak terjatuh.
Hening sesaat, karena kebetulan hanya mereka berdua yang saat itu berada di dalam lift.
Tak lama kemudian, mereka sampai di lantai sepuluh. Rayyan melangkah keluar dari lift, dengan langkah pelan dan tubuh gontai khas orang mabuk. Namun, saat tiba di depan pintu apartemennya, ia kembali terjatuh.
"Biar aku bantu buka pintunya, Kak," ucap gadis di sampingnya. Ternyata, gadis yang tadi menolongnya, masih mengikuti dari belakang.
Rayyan mendongak dan mencoba berdiri, Karmila kembali membantunya.
Pintu akhirnya terbuka, setelah Rayyan memencet sandi apartemennya. Meskipun dengan susah payah tentunya, karena Rayyan sudah mulai kehilangan kesadaran.
Karmila membantu memapah Rayyan masuk ke dalam apartemennya. Setelah berhasil mendudukkan Rayyan di atas sofa, gadis itu kemudian beranjak pergi. Namun, sebelum mencapai pintu, tiba-tiba Rayyan menarik tangan Karmila menuju kamarnya.
"Kau, harus melayaniku, Olivia ...."
.
.
Selamat datang di novel pertamaku, semoga kalian suka.
Jangan lupa like, koment, dan votenya buat dukung Authornya ya ... 🙏🙏🙏
"Kau harus melayaniku, Olivia ... seperti kau memuaskan laki-laki itu." Rayyan berbisik dengan suara serak, kemudian menarik tangan Karmila dan memeluknya dengan erat.
Karmila berusaha memberontak, melepaskan diri dari Rayyan. Akan tetapi, tenaganya kalah kuat dari Rayyan.
"Lepaskan aku, Kak, aku mau pulang!" Karmila berteriak ketakutan.
"Olivia .... "
"Aku bukan Olivia, Kak. Lepaskan aku!" Karmila kembali berteriak, tetapi Rayyan seolah tak peduli. Dia benar-benar sudah kehilangan akal. Dalam ingatannya, gadis di depannya itu terlihat seperti Olivia, kekasih yang sudah mengkhianatinya.
Rayyan mendorong Karmila ke atas ranjang dan menindihnya, mencoba mencium bibir gadis itu dengan paksa. Sedangkan Karmila, terus mencoba melepaskan diri dari Rayyan, dengan berteriak sekuat tenaga.
Akan tetapi, Rayyan seolah tuli, bahkan tampak semakin beringas. Dengan kasar, ia merobek baju Karmila, hingga bagian atas tubuhnya terlihat.
Karmila terus berteriak sambil menangis pilu, sekuat tenaga ia terus memberontak, tetapi tenaganya benar-benar tidak sebanding dengan Rayyan. Sampai akhirnya, gadis itu pun hanya bisa menangis, pasrah menerima nasib.
Niat hati ingin menolong pria mabuk, karena kasihan melihat pria itu terjatuh dan hampir tak sadarkan diri. Namun, sungguh malang, niat baiknya malah berakibat fatal buat dirinya.
*****
Rayyan meremas rambutnya kuat, ia menarik napas panjang setelah mengingat semua yang terjadi semalam.
Pandangannya terhenti di pintu kamar mandi, terdengar suara gemericik air di dalam sana.
'Sial! Apa yang udah gue lakuin?Gue udah memperkosa seorang gadis?' Rayyan menatap ke arah noda merah yang melekat di kain sprei.
Dengan gusar, Rayyan berdiri mondar- mandir, di depan kamar mandi. Sudah setengah jam ia menunggu, tetapi, orang yang ada di kamar mandi belum keluar juga.
"Apa masih lama mandinya?" seru Rayyan sambil mengetuk pintu. Namun, tidak ada jawaban.
"Cepetan mandinya, gue pengen buang air!" Rayyan kembali berteriak. Masih belum ada jawaban dari dalam sana.
Rayyan keluar kamar menuju kamar mandi di dekat dapur, karena dia sudah tidak bisa menahan hajatnya.
"Dia mandi apa tidur sih, lama banget!" gerutu Rayyan, kesal.
Setelah Rayyan masuk kembali ke dalam kamar, pintu kamar mandi itu masih tertutup. Merasa penasaran, Rayyan mengetuk pintu itu.
"Halo ... apa lo masih lama di dalam? Lo mandi apa tidur sih?
Perasaan udah lama banget dari tadi!" serunya kesal, sambil terus menggedor pintu, tetapi dalam kamar mandi hanya terdengar gemericik air yang mengalir dari shower karena sama sekali tidak terdengar suara orang.
Kesal campur penasaran, akhirnya setelah berpikir panjang, Rayyan membuka pintu kamar mandi.
"Ternyata nggak di kunci, kalau tahu, dari tadi udah gue buka aja," gerutu Rayyan.
Pelan-pelan ia membuka pintu, pandangan pertama yang dia lihat adalah shower yang menyala, pandangan Rayyan terhenti ke arah bathtub.
Kedua matanya terbelalak kaget bercampur panik. Kedua kakinya seolah terpaku pada tempatnya. Tubuhnya bergetar, kedua matanya masih menatap tajam, tak percaya dengan apa yang dia lihat di depannya.
"Oh, Tuhan ... apa yang terjadi?!"
Di dalam bathtub, terlihat sosok gadis cantik dengan wajah pucat pasi dan mata terpejam. Namun, yang membuat Rayyan kaget bukan gadis itu, melainkan air di dalam bathtub yang berwarna merah seperti darah. Ragu-ragu Rayyan mendekat, menatap sekilas ke arah gadis itu. Pria itu mencelupkan jarinya ke dalam air dan menempelkan ke indera penciumannya.
"Ya, Tuhan ... ini benar-benar darah." ucapnya frustasi.
Rayyan mengangkat tubuh polos gadis itu dari bathtub dan bergegas keluar dari kamar mandi, kemudian membaringkan tubuh gadis itu ke atas ranjang.
Rayyan membuka lemari, mengambil kemeja miliknya, kemudian memakaikannya pada Karmila. Tidak mungkin dia membawa gadis itu keluar dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun.
Bergegas, Rayyan berlari keluar dari apartemen sambil menggendong Karmila menuju rumah sakit.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, Rayyan terlihat panik. Ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Sesekali, ia melirik ke arah gadis di sampingnya.
'Bertahanlah! Kau harus selamat. Kalau tidak, seumur hidup, aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku.'
*
*
*
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya, like, koment dan votenya .... 🤗
Terima kasih sudah membaca...
Sesampainya di rumah sakit, gadis itu langsung dibawa ke ruang IGD untuk mendapatkan pertolongan.
Rayyan berdiri sambil menengadahkan kepalanya, menyandarkan tubuhnya di dekat pintu ruangan di mana gadis itu sedang mendapatkan pertolongan dari dokter.
Pria itu menghembuskan napas kasar sambil meremas rambut dengan kedua tangannya. Cemas bercampur panik juga ketakutan, itulah yang Rayyan rasakan saat ini.
Sebelumnya, ia sudah menghubungi ketiga sahabatnya agar segera menyusul ke rumah sakit. Rayyan merasa, kalau ia tidak bisa menghadapi masalah ini sendirian. Pria tampan itu benar-benar membutuhkan sahabat-sahabatnya sekarang.
Tak berapa lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Dokter Ferdi keluar dari ruangan setelah melakukan tindakan medis pada gadis yang baru saja dibawa Rayyan ke rumah sakit.
"Gimana keadaannya, Om?" tanya Rayyan cemas.
Dokter Ferdi tersenyum sekilas menatap keponakannya itu. Rayyan memang sengaja membawa gadis itu ke rumah sakit di tempat pamannya bekerja. Kebetulan sekali, saat dia datang Dokter Ferdi sedang tidak ada pasien.
Saat Dokter Ferdi melihat Rayyan, dia langsung mengambil alih menangani pasien. Menggantikan dokter yang tadinya memeriksa gadis yang dibawa oleh keponakannya itu.
"Duduklah!" ucap Dokter Ferdi setelah Rayyan sampai di dalam ruangannya.
"Ceritakan sama Om, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu?" Dokter Ferdi menatap Rayyan dengan tajam.
"Bagaimana keadaan dia, Om?" Bukannya menjawab, Rayyan malah balik bertanya.
"Terlambat sedikit saja, dia tidak akan selamat." Dokter Ferdi menghembuskan napasnya kasar.
"Dia kehilangan banyak darah, untung kamu cepat membawanya kemari, kalau tidak, gadis itu sudah pasti tidak akan tertolong lagi."
Rayyan sedikit bernapas lega mendengar jawaban sang dokter. Setelah beberapa saat yang lalu, merasakan panik hingga napasnya terasa begitu berat.
"Siapa dia? Kenapa dia mencoba bunuh diri dan terdapat luka bekas kekerasan seksual?" Dokter Ferdi menatap tajam ke arah keponakannya itu.
Namun, tatapannya terlihat gelisah. Sebagai dokter, dia sudah bisa menebak, apa yang sudah terjadi pada gadis itu.
Sang dokter hanya berharap, semoga keponakannya bukanlah penyebab dari apa yang sudah terjadi pada gadis malang itu.
Mendengar pertanyaan Dokter Ferdi, Rayyan langsung menundukkan kepalanya. Pria itu tidak berani menatap tatapan intimidasi pamannya.
"Aku- "
"Jawab yang jujur, Rayyan!"
Belum selesai Rayyan berucap, Dokter Ferdi sudah memotong ucapannya.
"Kamu beruntung, karena tadi Om langsung menghentikan Dokter Budi sebelum dia memeriksa kondisi gadis itu, kalau tidak ... kamu sendiri pasti tau apa yang akan terjadi." Dokter Ferdi masih menatap wajah Rayyan yang kembali tertunduk.
"Maaf, Om ..., " ucap Rayyan pelan.
Kemudian, dengan terbata Rayyan menceritakan dari awal sampai akhir, pertemuannya dengan gadis itu.
Sampai akhirnya, kejadian yang hampir saja membuatnya mati berdiri ini terjadi.
Rayyan benar-benar sangat terkejut saat ia mendapati seseorang yang mencoba bunuh diri di apartemennya. Dia kembali mengingat saat melihat gadis itu
tergeletak di dalam bathtub kamar mandi apartemennya.
Rayyan menduga, gadis itu sengaja ingin mengakhiri hidup dengan cara mengiris nadinya. Saat ditemukan, di tangan kanannya terlihat pisau. Pisau miliknya yang tak sengaja dia letakkan di kamar mandi.
'Sial!'
Rayyan mencoba mengingat-ingat, kenapa pisau itu bisa berada di dalam kamar mandi. Ingatannya langsung berputar pada saat kemarin dirinya sedang menonton televisi sambil mengupas buah apel.
Saat itu, tiba-tiba saja Rayyan ingin buang air dan akhirnya dengan terburu-buru ia masuk ke dalam kamar mandi sambil membawa pisau di tangannya.
Namun, saat Rayyan keluar dari kamar mandi, pria itu lupa membawa pisau itu kembali. Saat itu ponselnya tiba-tiba berdering, hingga membuatnya lupa kembali ke kamar mandi untuk mengambil pisau itu.
'Seandainya aku tidak meninggalkan pisau itu di kamar mandi, mungkin gadis itu tidak akan nekad bunuh diri.'
Rayyan mengusap wajahnya dengan kasar. Kemudian menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Ada rasa ketakutan yang saat ini menyelimuti hatinya.
.
.
.
Terima kasih sudah membaca...
Jangan lupa like, komen, dan votenya ya, teman-teman 🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!