*WARNING**❗❗*
Ini hanyalah cerita fiktif yang tidak berdasarkan kisah nyata. Cerita dibuat hanya bertujuan sebagai sarana hiburan semata. Mengandung unsur pernikahan dini yang tidak layak untuk menjadi patokan hidup ataupun ditiru di dunia nyata kalian. Karena cinta dan kehidupan berumah tangga dalam dunia nyata tidak seindah seperti dalam novel🥱
Ambil sisi positifnya, buang sisi negatifnya. Jika finansial bisa dicari, maka kesiapan mental itu jauh lebih penting. Pernikahan bukan hanya tentang cinta tapi juga tentang ibadah, tanggung jawab, dan janji di hadapan Tuhan.
🏍️🏍️🏍️
01:00 dini hari.
Sebuah mobil mewah nampak berhenti tepat di depan rumah salah seorang warga yang nampak begitu ramai dikerumuni masyarakat sekitar.
Seorang pria paruh baya, Tuan Baskara Dirgantara, nampak turun dari kendaraannya bersama seorang wanita sebaya yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah tidak lagi muda, Nyonya Wina Dirgantara, istri tercintanya.
Sepasang suami istri itu kemudian berjalan dengan terburu buru mendekati rumah yang nampak ramai itu. Beberapa warga yang berada di sana nampak memusatkan perhatian mereka pada sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi tersebut. Sebagian kaum ibu bahkan nampak berbisik, menggunjing kedatangan sepasang suami istri yang cukup mapan itu.
Tok...tok...tok...
Tuan Baskara Dirgantara nampak mengetuk daun pintu yang sudah terbuka itu. Beberapa orang warga, sang pemilik rumah yang tak lain adalah ketua RT kawasan itu serta dua orang muda mudi di sana nampak menoleh ke arah sumber suara.
"Assalamualaikum..." Ucap Tuan Baskara.
"Wa Alaikum Salam," jawab para warga yang berada di sana.
Tuan Baskara diam. Ia nampak tersenyum kaku pada para warga lalu menoleh ke arah seorang pemuda yang nampak duduk bersila di atas tikar disana, berdampingan dengan seorang gadis muda berkulit putih yang sama sama menunduk. Tuan Baskara menatap tajam ke arah pemuda yang tak lain adalah putra kandungnya sendiri itu. Andai tak ada banyak orang disini, mungkin ia akan menghajar bocah itu sepuasnya.
Nyonya Wina meraih lengan suaminya sambil mengusap usapnya. Ia seolah dapat membaca situasi. Ia hafal tabiat sang suami yang memang sedikit tempramental itu.
"Silahkan masuk, Tuan, Nyonya" ucap salah seorang warga yang datang mendekati mereka. Sepasang suami istri itupun mengangguk. Keduanya lantas mendudukkan tubuh mereka di atas sebuah tikar yang tergelar di lantai itu, tepat di samping sang putra, berbaur bersama warga lain yang kini nampak berkumpul disana.
Tuan Baskara dan Nyonya Wina kembali menoleh ke arah sang putra, Kalangga Dirgantara. Laki laki itu terlihat menampakkan wajah kesal tanpa suara sambil sesekali memegangi wajahnya yang memar. Sedangkan di sampingnya, wanita cantik itu hanya diam, menunduk lesu, seolah tak berani mengangkat kepalanya.
"Ehhmmm..." Suara deheman dari sang ketua RT berhasil membuat Tuan Baskara dan sang istri menoleh.
"Baik, berhubung Tuan dan Nyonya sudah berada di sini, bagaimana jika kita langsung mulai saja pembahasan masalah malam ini?" Tanya sang ketua RT.
Tuan Baskara menghela nafas panjang lalu mengangguk. "Silahkan, Pak!" Ucap pria itu.
"Sebelumnya saya minta maaf karena mengganggu waktu Tuan dan Nyonya malam malam. Disini, sebagai ketua RT, saya mau bertanya kepada Tuan dan Nyonya, apa benar pemuda bernama Kalangga ini adalah putra Tuan dan Nyonya?" Tanya sang ketua RT.
"Benar, Pak!" Jawab Tuan Baskara sambil mengangguk.
"Baiklah. Jadi begini, Tuan. Saya mendapatkan laporan dari warga, malam ini warga kami secara bersama sama telah memergoki putra Tuan dan Nyonya tengah berduaan dengan salah satu warga kami yang bernama Alula di rumah kediaman Alula........."
"Pak, kan saya udah bilang, saya nggak ngapa ngapain!" Ucap Kalangga itu memotong ucapan sang ketua RT.
"Heh! Diam kamu!" Hardik salah seorang warga.
"Gue nggak ngapa-ngapain! Lu yang diem!" Ucap Kalangga tak mau kalah dan terdengar kurang sopan.
Tuan Baskara menoleh ke arah sang putra. "Tutup mulutmu, Kala!" Ucap pria itu dingin.
Kalangga berdecak kesal. Ia menoleh ke arah Alula. Wanita itu diam seribu bahasa dengan wajah sedih.
Tuan Baskara kembali menoleh ke arah sang ketua RT.
"Silahkan lanjutkan, Pak!" Ucapnya.
Sang ketua RT tersenyum. "Baik, saya lanjutkan, Tuan," ucapnya. "Jadi begitu, Pak. Salah seorang warga melapor, bahwa ada seorang pemuda yang diam diam masuk ke dalam sebuah minimarket di pinggir jalan milik salah satu warga kami, yaitu Alula. Awalnya kami pikir ini adalah sebuah percobaan pencurian. Tapi ternyata setelah warga kami melakukan penggerebekan, kami mendapati putra Tuan dan Alula sedang berada di dalam toko dalam posisi yang... mohon maaf, kurang pantas," lanjut sang ketua RT.
Tuan Baskara dan Nyonya Wina nampak terkejut, mereka terhenyak mendengar penuturan sang ketua RT. Sedangkan Kala kini nampak makin kesal. Tak ada yang percaya dengan ucapannya. Padahal ini semua hanya salah paham.
"Pak, dengerin saya. Saya aja nggak ngapa-ngapain! Saya udah bilang berkali kali ama Bapak. Saya aja nggak kenal ama dia!"
"Lalu kenapa kamu bisa masuk ke toko dia. Kamu pikir kami nggak tahu, kamu meninggalkan motor kamu di gang sempit di samping kantor pos, lalu kamu mengendap endap masuk ke rumah Lula. Kamu sudah merencanakan ini, kan? Kalian sudah membuat janji, makanya kamu bisa dengan mudah masuk ke rumah Lula karena Lula memang sengaja tidak mengunci pintunya. Kalian memang sudah berniat melakukan zina! Dasar anak anak muda tidak tahu malu!" Ucap seorang warga bernama Anwar dengan cukup emosi.
"Pak! Jangan sembarangan dong kalau ngomong! Mbak Lula nggak mungkin gitu!" Sergah seorang gadis berhijab di samping Alula yang tak lain adalah sahabat wanita yang sejak tadi diam itu, Maya.
"Heh, anak kecil! Kamu diam, ya! Kamu nggak tahu apa apa!"
"Bapak yang nggak tahu apa apa tapi sok tahu. Dari tadi Bapak tuh nyerocos mulu! Mbak Lula kan udah bilang, dia nggak kenal ama laki laki ini. Nih laki laki tiba tiba datang, kebetulan Mbak Lula baru selesai mandi. Bisa aja nih laki laki emang niatnya mau maling, cuma apesnya mbak Lula aja mergokin nih manusia pas selesai mandi!" Ucap Maya ikut emosi.
"Eh, lu jangan sembarangan, ya! Gue bukan maling!" Ucap Kala protes pada Maya.
"Terus apa?! Apa sebutan buat orang yang malem malem ngendap endap ke rumah orang tanpa izin kalau bukan maling?"
"Gue cuma.........." Kala menghentikan ucapannya.
"Apa?!!" Tanya Maya protes.
Kala mengepalkan tangannya dan memalingkan wajahnya kesal. Ia tak mampu menjawab ucapan wanita itu. Biar bagaimanapun ia memang salah masuk rumah orang tanpa izin. Niat awalnya memang ingin mencuri sekaligus sembunyi dari kejaran musuh musuh balapan liarnya yang tak terima ia kalahkan. Makanya ia meninggalkan motornya di gang sempit yang gelap dan diam diam masuk ke dalam rumah berlantai dua yang lantai dasarnya digunakan sebagai minimarket itu. Saat itu jam masih menunjukkan pukul sebelas malam. Kebetulan pintu minimarket belum dikunci karena si pemilik rumah baru saja selesai beres beres dan memasukkan barang barang dagangan yang baru saja tiba.
Apes bagi Kalangga, baru memangsa satu gigitan roti, ia kepergok oleh si pemilik rumah yang baru saja selesai mandi. Tak berhenti sampai disitu, ia juga digerebek warga. Warga salah paham padanya dan mengira ia dan si pemilik rumah yang tak lain adalah Alula itu tengah melakukan hubungan perzinahan. Lantaran pada saat digerebek, sangat kebetulan Alula hanya mengenakan sehelai handuk untuk membungkus tubuh moleknya.
Alhasil, warga pun salah paham. Keduanya lantas diarak keliling kampung dan dibawa ke rumah sang ketua RT. Kini keduanya tertunduk lesu. Mereka bingung harus bagaimana. Mau dijelaskan seperti apapun juga percuma. Warga kadung emosi. Untung tak sampai main hakim sendiri.
Pak RT membuang nafas panjang. "Sudah sudah!" ucapnya. "Saya mengumpulkan kalian di sini itu untuk mencari solusi, bukan malah bertengkar!"
"Semua bukti sudah jelas. Kami menangkap basah Alula dan Kalangga sedang melakukan sesuatu yang tidak pantas di rumah Alula." Pak RT menatap kearah warganya serta Kalangga dan Alula bergantian. "Sebagai seorang ketua RT di wilayah ini, maka saya berhak untuk mengambil tindakan. Saya tidak mau, wilayah saya tercoreng hanya karena ulah dua bocah ingusan seperti kalian!"
"Sebagai ketua RT, saya akan mengambil tindakan. Kalian harus dinikahkan pagi ini juga!"
Deegghh.....
"Apa?!!"
"Kalian akan dinikahkan hari ini, jam tujuh pagi! Dan kamu, Lula. Hubungi ayah kamu! Dia harus tahu apa yang terjadi sama kamu malam ini!"
...****************...
Visual!
Hanya sesuai imajinasi Author. Jika kurang srek, skip aja!
👇👇
Kalangga Dirgantara
Pevita Alula
Pradipta Damara
...----------------...
03:00 setelah sidang penggerebekan itu usai.
Di sebuah kamar tamu sederhana yang berada di kediaman ketua RT itu.
Kalangga yang kini duduk di tepi ranjang itu nampak melepas jaket hitamnya. Pemuda dua puluh satu tahun itu terlihat memasang wajah datar dan malas. Ia ingin pulang. Ia tak mau berada di tempat ini.
Dalam hitungan jam, ia akan menikah. Dengan seorang wanita yang bahkan sama sekali tak ia kenali. Bertemu baru sekali itupun karena salah paham. Dan sepersekian jam setelah ini, ia akan dinikahkan dengannya. Bahkan ketua RT itu tak mengizinkan Kalangga dan keluarganya untuk pulang terlebih dahulu. Mereka seolah takut jika Kalangga kabur dan tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pemuda yang akrab disapa Kala itu nampak berdecak kesal. Sungguh, ingin sekali rasanya ia kabur dari tempat ini sekarang juga.
Ceklek....
Kalangga mendongak menatap ke arah sumber suara. Dilihatnya disana, pintu kamar itu terbuka. Sepasang suami istri paruh baya itu nampak masuk ke dalam ruangan tersebut. Kala diam. Dilihatnya disana, sang ayah nampak menatap ke arahnya dengan sorot mata tajam. Nyonya Wina yang berdiri di samping sang suami itu lantas mendekati putranya. Didudukkan nya tubuh itu di samping Kalangga. Tangannya tergerak menyentuh pundak anak tunggalnya itu.
"Pa, udah dong. Jangan marahin Kala lagi!" Ucap Nyonya Wina.
"Iya, kamu tuh memang begitu, Ma! Selalu manjain anak kamu! Makanya sekarang dia jadi tidak bisa diatur, karena kamu selalu saja membela dia. Mau salah ataupun benar, kamu selalu memanjakannya!" Ucap Tuan Baskara.
"Bukan gitu, Pa!"
"Bukan apanya?! Kenyataannya gitu, kok! Kamu selalu tutup mata tentang kesalahan Kalangga. Makanya dia jadi liar begini! Kuliah berantakan, balapan, mabuk, jadi tukang tato, sekarang malah tertangkap basah berduaan dengan perempuan! Mau ditaruh dimana muka Papa mu ini, Kalangga?!" Ucap Tuan Baskara keras. Laki laki itu nampak murka. Ia benar benar jengkel dengan Kalangga yang seolah tak pernah berhenti membuat ulah.
Kalangga mendongak menatap sang ayah.
"Pa, Kala kan udah bilang, ini salah paham! Kala nggak ngapa-ngapain!"
"Kalau kamu nggak ngapa-ngapain, ngapain kamu malam malam masuk ke rumah orang diam diam?!!" Tanya Tuan Baskara. Kalangga tak menjawab. Tak mungkin kan, ia mengaku bahwa ia sengaja masuk ke rumah Alula untuk mencuri. Bisa makin dimaki-maki ia oleh bapaknya sendiri.
"Sudahlah! Semua sudah jelas! Kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu. Kamu harus menikahi gadis itu pagi ini apapun yang terjadi! Semua keperluan pernikahan sudah diurus oleh anak buah Papa. Kamu harus menurut! Papa nggak mau kamu bikin ulah lagi dan membuat Papa mu ini malu!" Ucap Tuan Baskara.
Kalangga tak menjawab. Meskipun ia kesal, namun ia hanya bisa diam. Ayahnya ini adalah sosok yang keras. Berdebat dengannya tidak akan pernah menang. Jika sudah emosi, tak jarang Tuan Baskara pun main tangan. Mungkin itu juga yang menyebabkan Kalangga merasa tidak betah berada di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di jalan bersama teman temannya.
Lebih baik sekarang ia diam. Turuti saja kemauan ayah dan para warga itu. Toh nantinya setelah menikah ia akan berpisah dengan ayahnya. Karena sesuai kesepakatan, Kalangga dan Alula akan tinggal bersama di rumah Lula. Itu semua sesuai dengan permintaan Alula yang tidak mau meninggalkan rumah tersebut. Semua lantaran rumah itu merupakan rumah peninggalan dari mendiang ibunya. Apapun yang terjadi, Alula bersikeras tidak mau meninggalkan tempat tersebut.
Kalangga sudah menyusun rencana. Ia akan menikahi Alula sesuai permintaan para warga. Setelah itu, mungkin satu bulan kemudian, ia akan menceraikan wanita itu. Yang penting kan dia sudah menikahi Lula. Setelah menikah, warga tidak mungkin ikut campur urusan mereka. Kalangga akan mencari kelemahan Alula agar bisa menjadi alasan untuk dia menceriakan wanita itu. Maka setelah itu, ia akan kembali bebas. Ia tidak akan terikat pernikahan lagi dengan wanita itu.
...****************...
Sementara itu, beberapa jam kemudian di tempat terpisah. Di dalam sebuah ruang tamu yang berada di lantai dua kediaman Alula.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Semalaman wanita itu sama sekali tidak memejamkan matanya. Alula kini nampak diam, memutar-mutar ponsel yang berada di tangannya. Wajahnya bimbang. Beberapa jam lagi pernikahannya akan digelar. Sebuah pernikahan yang sangat mendadak. Pernikahan yang sama sekali tidak ia bayangkan sebelumnya.
Ya, dalam beberapa jam ke depan, Alula akan dipersunting Kalangga sesuai tuntutan dari warga sekitar. Ini adalah sebuah hal yang sangat menyedihkan sekaligus menyebalkan bagi Alula. ia6 tidak mengenal laki-laki itu. Ia juga tidak tahu latar belakang laki-laki itu. Namun tiba-tiba ia dipaksa menikah dengan pria yang bahkan usianya 2 tahun lebih muda darinya tersebut hanya karena sebuah kesalah pahaman.
Benar benar apes bagi Alula. Saat kejadian itu berlangsung, kamera CCTV di toko milik Alula yang berada di lantai dasar rumahnya sedang rusak. Membuat semua adegan yang terjadi itu pun tak bisa terekam oleh kamera pengawas tersebut. Tentu saja hal itu membuat Alula kehilangan barang bukti untuk menjelaskan bahwa ia tidak bersalah.
Alula membuang nafas kasar. Dosa apa yang sudah Lula perbuat sampai-sampai ia dipertemukan dengan laki-laki asing itu dan bahkan harus menikah dengannya. Alula tidak mau. Gadis piatu itu tidak kenal dengan Kalangga. Ia tak mau menikah dengan bocah ingusan itu.
Buuggghhh....
Alula menjatuhkan tubuhnya di sandaran sofa. Ia kembali menatap layar ponselnya yang menunjukkan room chatnya dengan sang ayah. Ia harus segera menghubungi sang ayah yang kini sudah memiliki keluarga baru itu. Bagaimanapun juga, ayahnya harus tahu mengenai masalah ini. Ia adalah satu satunya orang tua Lula di dunia ini. Ia sudah tak punya siapa-siapa lagi selain ayahnya yang sudah berbahagia dengan istri dan anaknya itu.
06:30
Di sebuah kamar yang lumayan luas di lantai dua kediaman gadis muda, Pevita Alula.
Gadis muda dua puluh tiga tahun itu nampak duduk di depan meja rias kamarnya seorang diri. Riasan pengantin yang sederhana dengan sebuah kerudung menutupi kepalanya nampak mempercantik dirinya pagi ini.
Ya, hari ini ia akan menikah. Ia akan menikah dengan pria asing yang sama sekali tidak ia kenal karena sebuah insiden kesalahpahaman.
Alula nampak menatap wajahnya dari pantulan cermin. Datar. Tanpa ekspresi. Dibilang sedih sih tidak, lebih ke kecewa. Diusianya yang sudah se-dewasa ini ia seolah tak pernah diberi ruang untuk menentukan pilihannya sendiri. Termasuk dalam hal pasangan hidup.
Di masa kecilnya ia dipaksa kehilangan keluarga yang utuh karena kedua orang tuanya bercerai. Ayahnya kemudian menikah lagi. Menginjak remaja ia ditinggal pergi sang ibu untuk selama lamanya. Kemudian sang ayah tanpa meminta persetujuannya memilihkan jodoh untuknya yang mau tidak mau ia harus menerimanya.
Dan sekarang, di saat kehidupan Lula yang yang sejak kecil seolah tidak pernah baik-baik saja itu, kini ia kembali dihadapkan dalam suatu masalah yang tidak pernah ia duga-duga sebelumnya. Ia dipaksa menikah dengan laki-laki yang bahkan latar belakang keluarganya pun ia tidak tahu.
Harus se-jahat inikah takdir Tuhan pada Alula? Bahkan untuk membela diri pun rasanya ia sudah malas. Karena ia seolah sudah hafal dengan jalan hidupnya. Ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengeluarkan unek-uneknya. Ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Ia tidak pernah diberi kesempatan untuk membela diri. Kehidupannya hanyalah untuk patuh dengan tunduk pada semua kemauan orang. Ia hanya selalu dituntut untuk menurut, menurut, dan menurut. Ia seolah tidak diperbolehkan untuk memilih jalan hidupnya sendiri.
Ceklek....
Pintu kamar itu terbuka. Dua orang wanita muda nampak masuk ke dalam kamar tersebut. Ya, itu adalah Maya dan Siti. Dua pekerja minimarket sekaligus sahabat Alula dua orang yang selama ini selalu menemani Alula dalam susah maupun senang. Bahkan keduanya jauh lebih dekat dengan Alula ketimbang ayah kandungnya sendiri.
"Yuk, Mbak, turun! Calon suami Mbak udah datang," ajak gadis muda berambut panjang berusia sembilan belas tahun itu, Maya.
"Bentar, May. Aku masih nungguin Ayah," ucap Lula.
"Lah, ngapain ditungguin, Mbak? Noh, orangnya udah ada di bawah. Lengkap dengan mak lampir dan grandong nya!" Sahut Siti ceplas ceplos. Mulut Siti memang sedikit rusak🤭🙈
"Mereka udah datang?" Tanya Alula kaget. Ia bahkan tidak tahu jika ayahnya dan keluarga barunya sudah tiba. Sang ayah bahkan tidak menemui dirinya di kamar sebelum memulai ijab.
"Udah dari tadi, Mbak. Udah yuk, turun!" Ajak Maya.
Alula menghela nafas panjang. Sebegitu tidak pentingnya kah ia di mata sang ayah? Sampai sampai mengunjunginya sebelum akad pun ia enggan. Padahal jelas jelas Lula menikah mendadak tanpa persiapan. Apa laki laki itu tidak ingin tahu, apa yang terjadi pada putrinya? Bisalah masuk ke kamar Lula, duduk sebentar, dengarkan keluh kesah putrinya. Bukankah seperti itu harusnya peran ayah dalam pernikahan anaknya?
Tapi ini?
Tidak sama sekali. Bahkan saat Lula menghubungi ayahnya untuk mengabarkan tentang pernikahannya pagi tadi, Lula justru disalah salahkan. Ia dianggap pembuat onar dan tidak menurut pada ayahnya lantaran tiba tiba menikah padahal sudah dijodohkan dengan seorang pria. Padahal Lula belum mengatakan apapun pada sang ayah. Tapi sang ayah sudah buru buru memberi cap salah pada Alula. Ia bahkan dibanding bandingkan dengan Damara, kakak tirinya, anak kandung dari istri baru ayahnya.
Sungguh, sepertinya ayah Lula memang sudah tidak peduli pada putri kandungnya itu.
Alula pun bangkit dari kursi meja riasnya. Di dampingi Siti dan Maya di sisi kanan dan kirinya, wanita cantik dua puluh tiga tahun itu kemudian keluar dari kamarnya, menuju ruang tamu di lantai dua dimana ijab qobul akan segera dilangsungkan.
Para tamu undangan yang tak banyak sudah menunggu kedatangannya. Ada keluarga dari mempelai pria yang terdiri dari ayah ibu dan beberapa rekannya. Ada dari keluarga baru ayahnya, serta beberapa warga yang menjadi saksi pernikahan dadakan di pagi hari ini.
Alula mendekati wali meja rendah disana. Ia duduk di samping calon suaminya yang bahkan namanya pun ia baru tahu tadi malam itu. Tak seperti pengantin pengantin pada umumnya yang nampak diliputi bahagia dan suka cita, pernikahan kali ini terasa hambar. Tak ada pujian untuk kedua mempelai meskipun Alula terlihat sangat cantik pagi ini. Semua lantaran pernikahan ini bukanlah pernikahan yang diinginkan. Rasanya doa pun seolah berat untuk terucap dari bibir para tamu undangan.
"Bisa kita mulai?" Tanya sang wali nikah pada sepasang calon pengantin dan para tamu undangan disana.
Kalangga dan Alula mengangguk. Suasana pun seketika hening. Tuan Anggara, ayah Alula mendekat. Duduk di tengah tengah kedua mempelai. Ijab qobul pun kemudian dimulai. Sang wali nikah mengulurkan tangannya yang disambut dengan malas oleh Kalangga. Ijab qobul terucap dari mulut sang wali yang disambut oleh Kalangga.
"SAH!" Para tamu undangan berucap. Pertanda selesai sudah masa lajang dua anak manusia yang tidak saling mengenal itu. Kini Kala dan Alula resmi menjadi sepasang suami istri. Babak baru dalam kehidupan mereka akan segera dimulai sebagai suami dan istri dadakan yang sudah sah di mata Tuhan.
---
Acara sakral yang jauh dari kesan meriah itu telah berakhir. Para warga dan wali nikah sudah kembali ke rumah mereka masing masing. Kini di dalam ruang tamu yang tak begitu luas itu hanya ada sepasang pengantin bersama keluarga masing masing.
"Kala, Mama sama Papa pulang dulu. Kamu baik baik disini. Ingat pesan Papa. Kamu sekarang sudah menikah. Kamu bertanggung jawab atas istri kamu. Hentikan semua kebiasaan kebiasaan buruk kamu dan mulailah belajar menjadi kepala keluarga yang baik!" Ucap Tuan Baskara. "Setelah ini, Papa nggak mau lagi mendengar kamu membuat ulah. Entah itu di dunia luar, ataupun di kehidupan baru kamu!"
Pemuda dua puluh satu tahun itu hanya mengangguk malas. Kalangga yang memang dikenal bandel dan urakan itu hanya mengangguk saja mendengar ucapan sang ayah. Yang penting kedua orang tuanya ini bisa cepat pulang. Dan ia bisa segera kabur dari tempat ini. Lebih baik ia nongkrong bersama temannya dan pulang nanti saat sudah malam untuk tidur.
"Kalau ada apa apa, kamu kabarin Mama, ya..." Ucap Nyonya Wina yang sebetulnya belum terlalu rela melihat putranya menikah. Apalagi dengan Alula yang latar belakang keluarganya saja ia tak tahu. Nyonya Wina seolah sanksi pada Alula. Apa dia seorang istri yang baik untuk putra semata wayangnya? Pikir Nyonya Wina.
Kala hanya tersenyum simpul lalu mengangguk. Ia kemudian menggerakkan tangannya hendak meraih punggung tangan kedua orang tuanya sebelum berpisah, namun tiba tiba .....
Plaaakkkk......
Suara tamparan yang cukup lantang menggema di ruangan itu. Kalangga dan kedua orang tuanya menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya disana, Tuan Anggara berdiri tepat di hadapan sang putri. Laki laki itu baru saja memberikan tamparan yang menyakitkan untuk putri kandungnya. Membuat Kala dan kedua orang tuanya pun terkejut dibuatnya.
Alula menunduk sambil memegangi pipinya yang merah. Sedangkan sang ayah kini nampak berdiri tepat di hadapannya dengan wajah garang dan dada naik turun. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Marissa, ibu tiri Alula, dan Damar, saudara tirinya yang berusia dua tahun lebih tua dari Alula itu nampak duduk dengan santai di sebuah sofa panjang disana, menatap angkuh ke arah Alula yang baru saja mendapatkan tamparan dari sang ayah.
"Memalukan!" Ucap Tuan Anggara. "Begini rupanya kelakuanmu selama ini? Pantas saja kau selalu menolak untuk tinggal bersama ayah. Ternyata kau meng-gatal di luar sana!"
Alula tak menjawab. Ia juga tak menangis. Ia hanya diam. Seolah diperlakukan seperti ini juga sudah biasa baginya. Toh memberi penjelasan juga percuma. Ingat kan, Alula tidak pernah diberi hak untuk membela diri sejak dulu kala.
"Ayah menyesal datang kemari. Sekarang Ayah tidak mau lagi menanggung aib mu! Urusi hidupmu sendiri, dan jangan pernah libatkan Ayah dalam semua masalahmu. Ayah benar benar malu padamu!" Ucap Tuan Anggara tegas. Alula hanya diam. Padahal ia sudah menjelaskan pada sang ayah mengenai apa yang sebenarnya terjadi diantara ia dan Kalangga, tapi pria paruh baya itu tak percaya. Ia sama seperti warga sekitar. Lebih yakin jika Alula dan Kalangga memang benar benar sudah berbuat asusila.
Ah, sudahlah! Lula memang tak pernah benar di mata siapapun.
Pria itu kemudian menoleh ke arah istri dan anaknya yang duduk di atas sofa.
"Mama, Damar, kita pulang!" Ucapnya. Sepasang ibu dan anak itupun mengangguk. Marisa dan Damar nampak menatap sinis ke arah pengantin wanita yang berbahagia itu.
Keluarga kecil itu kemudian bergegas pergi meninggalkan tempat tersebut. Meninggalkan Alula yang kini nampak kembali mengangkat dagunya. Ia menarik nafas panjang, lalu membuangnya. Lula mengangkat satu sudut bibirnya. Ini sudah sangat biasa menghadapi hal seperti ini. Memang sakit. Tapi tidak apa apa. Nanti juga akan sembuh dengan sendirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!