Jingga berjalan menghampiri suaminya yang tengah memangku putri kecil mereka yang kini berusia dua tahun. Dengan membawa secangkir teh dan beberapa cemilan, ia pun duduk di samping Bayu sembari tersenyum menatap dua orang terkasihnya.
Sungguh hidupnya kini begitu sempurna. Memiliki suami setampan dan sebaik Bayu, juga putri kecil mereka yang cantik dan menggemaskan. Dulu ia tidak pernah berani untuk bermimpi bisa menikah dengan Bayu. Dengan pria yang berstatus sebagai kakak angkat yang sejak dulu ia cintai.
Namun semua itu berubah sejak kedua orangtuanya menjodohkan mereka, dan pernikahan itu pun terjadi hingga dengan saat ini mereka telah memiliki putri kecil yang bernama Liora.
"Mas di minum tehnya."
Jingga mengambil alih Liora dari pangkuan suaminya dengan sedikit kesulitan, karena putri kecilnya itu masih ingin bersama ayahnya.
"Sudah nanti saja."
Bayu mengusap kepala putrinya dengan tersenyum, lalu kembali fokus pada acara televisi yang sedang di tontonnya sejak tadi.
Jingga yang melihat itu pun hanya bisa menghela napas dengan panjang. Putri kecilnya itu memang tidak pernah mau dipisahkan jika sudah berada di dekat Bayu. Padahal suaminya itu hanya mengusap kepala putrinya, tanpa berinteraksi sekedar bercengkrama ataupun bergurau.
Ya, walaupun Bayu suami dan ayah yang baik. Tapi pria itu sejak dulu irit dalam berbicara. Jika bukan dirinya yang memulai pembicaraan, maka hanya ada keheningan diantara mereka.
Dan kini mau tidak mau Jingga pun ikut menatap layar televisi, karena ia sendiri tengah malas untuk berbicara setelah seharian ini sibuk mengurus Liora. Ya, Jingga memutuskan untuk mengasuh putri kecilnya itu sendirian tanpa bantuan sang pengasuh, itu dilakukannya karena ia memang ingin melihat dan menemani langsung pertumbuhan putri kecilnya tersebut.
"Loh itu kan Reno?"
Jingga menatap tak percaya saat melihat tayangan berita yang menampilkan sosok pria tampan yang sedang di wawancarai oleh para awak media.
"Kau mengenalnya?" Bayu bertanya tanpa mengalihkan tatapannya dari layar televisi.
Jingga pun menjawab dengan menganggukkan kepalanya. "Aku tak menyangka dia bagian dari keluarga hartawan."
Sungguh Jingga tak mengetahui jika pria yang pernah mengatakan cinta padanya itu, adalah pria yang berasal dari keluarga yang terkenal dan terpandang. Bahkan dari apa yang didengarnya kini, Reno memimpin perusahaan keluarga hartawan dan satu-satunya pewaris di keluarga tersebut.
"Dulu Reno mencintaiku dan berjanji akan menikahi aku. Tapi waktu itu aku menolaknya."
"Kenapa menolak?" Bayu yang sejak tadi fokus pada layar televisi, kini menatap pada Jingga dengan dingin sampai membuat wanita itu terdiam. "Kalau saat itu kau menerimanya, maka aku tidak akan pernah menikah denganmu!"
Deg.
Jingga yang terkejut dengan perkataan Bayu yang seolah menyesal telah menikahinya, kini balas menatap pria itu dengan tajam. "Mas kau itu bicara apa? Jangan bilang kalau kau menyesal telah menikahiku?" tanyanya dengan perasaan terluka hingga rasanya ia ingin menangis. Terlebih saat melihat tatapan dingin suaminya yang sejak tadi terasa menusuk hatinya.
Bayu sendiri hanya terdiam lalu sedetik kemudian tertawa sembari mengusap rambut putrinya. "Aku hanya bercanda, kenapa kau serius sekali," ucapnya yang kembali fokus menatap layar televisi tanpa mempedulikan Jingga yang kini terdiam dengan bingung.
"Jingga, aku hanya bercanda." Bayu kembali mengatakannya saat melihat istrinya yang masih terdiam.
"Bercandamu kelewatan mas, aku tidak suka," ketus Jingga dengan meraih Liora paksa ke dalam pelukannya sembari beranjak dari tempat tersebut.
Bayu sendiri hanya menatap diam kepergian Jingga dengan helaan napas lelah. Jingga selalu seperti itu, jika marah akan meninggalkannya seperti anak kecil. Dan ujung-ujungnya ia yang harus mengalah dengan meminta maaf, terlepas apa yang dilakukannya benar ataupun salah.
"Kau masih marah?" Bayu menahan langkah sang istri yang tengah berjalan menuju dapur, setelah selesai menidurkan putri kecil mereka untuk tidur siang.
"Menurut mas?" Jingga balik bertanya dengan ketus tanpa menatap wajah sang suami.
"Maaf..." ucap Bayu dengan menyentuh tangan Jingga. "Maaf kalau bercandaku kelewatan."
Jingga yang awalnya masih kesal kini tersenyum dengan membalas genggaman suaminya. Inilah yang membuat Jingga tak bisa berlama-lama kesal pada Bayu, karena suaminya itu pasti akan membujuk dan meminta maaf lebih dulu sekalipun ia yang membuat kesalahan.
"Maafmu diterima, tapi..." Jingga menatap sang suami dengan tatapan mendamba, dengan jari-jemari yang mulai menyentuh dada bidang pria itu dari balik pakaian yang dikenakan Bayu. "Mari kita bercinta," bisiknya yang tanpa ragu untuk mencium bibir sang suami lebih dulu.
Walaupun hari masih siang, tapi ia ingin merasakan kembali panasnya percintaan mereka karena sudah lama tidak melakukannya. Jika dulu mereka kerap melakukannya meskipun intensitasnya bisa dihitung dengan jari. Namun setelah melahirkan Liora mereka jarang sekali melakukannya, bahkan kini sudah dua bulan sang suami tidak menyentuhnya. Setiap Jingga meminta, Bayu pasti beralasan sangat lelah. Dan Jingga pun mau tidak mau memendam hasratnya karena tidak ingin membuat Bayu marah hanya karena masalah percintaan mereka.
"Ji.." Bayu menahan tubuh sang istri setelah melepaskan tautan bibir mereka. "Aku lelah, lain kali saja."
Jingga yang merasa ditolak untuk kesekian kalinya, tidak tinggal diam dengan menggoda sang suami dengan menyentuh wajah tampan pria itu dengan perlahan.
"Kita sudah lama tidak melakukannya mas, apa kau tidak menginginkannya?" bisik Jingga dengan mencium kembali bibir suaminya. Tangannya tidak tinggal diam, dengan menyentuh kembali tubuh berotot suaminya dengan menggoda.
"Jingga...." lirih Bayu dengan suara seraknya dengan membalas ciuman sang istri.
Melihat suaminya yang mulai tergoda. Jingga pun dengan tidak sabaran ingin melepas pakaian Bayu. Namun tidak jadi melakukannya saat mendengar suara wanita yang berteriak dari belakang mereka. Keduanya pun langsung menjauh dengan salah tingkah saat melihat keberadaan Amanda yang kini berdiri tidak jauh dari mereka.
"Maaf aku tidak tahu kalau kalian..." Amanda yang tidak enak hati menundukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa, ada apa Kak Manda kemari?" tanya Jingga pada sepupunya yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, karena usia mereka yang terpaut tiga tahun.
"Ada beberapa berkas yang harus ditandatangani Bayu, juga ingin mengingatkan pertemuan malam ini dengan Tuan Yanuar," jawab Amanda dengan kaku karena masih merasa tidak enak dengan apa yang dilihatnya tadi.
"Sekarang? Tapi ini weekend?" protes Jingga dengan berpura-pura kesal. Padahal ia sudah tahu jika suaminya memang orang yang sibuk, dan bukan satu dua kali ini saja Bayu melakukan pekerjaan di saat hari libur pria itu.
"Maaf Jingga, tapi ini bukan mau Kakak."
"Iya, tapi kakak sebagai seorang sekretaris seharusnya bisa mengatur jadwal mas Bayu dengan tidak menganggu waktu berlibur kami."
Ya, selain sebagai sepupunya. Amanda juga bekerja sebagai sekertaris Bayu atas rekomendasinya. Karena ia merasa kasihan pada Amanda yang kesulitan dalam mencari pekerjaan, apalagi wanita itu harus menanggung biaya pengobatan Ibunya yang memiliki penyakit jantung.
"Jingga..." Bayu menatap tajam sang istri.
"Iya, iya. Aku hanya bercanda." Jingga tertawa kemudian menyuruh Amanda untuk duduk sembari menunggu Bayu untuk bersiap. "Kak apa kau tidak ingin mengenalkan aku dengan kekasihmu?" tanyanya dengan penasaran.
Karena memang selama ini Amanda tidak pernah mengenalkan pria nya. Kakak sepupunya itu hanya mengatakan jika sudah memiliki seorang kekasih sejak lama, bahkan sebelum Jingga menikah dengan Bayu.
"Kalau aku mengenalkannya, nanti kau akan terkejut," jawab Amanda dengan tersenyum penuh arti, membuat Jingga semakin penasaran.
"Memangnya kenapa aku terkejut?"
"Karena kekasihku itu suamimu."
Deg.
Jingga yang terkejut langsung terdiam hingga tak bisa berkata-kata. Namun rasa terkejut itu berganti dengan kebingungan saat melihat Amanda tertawa.
"Kau itu serius sekali, aku tadi hanya bercanda," seloroh Amanda masih dengan tawanya.
Jingga pun ikut tertawa dengan perasaan lega.
"Kekasihku itu pria yang tampan dan baik, wajahnya mirip dengan Bayu makanya aku takut kau akan terkejut," jelas Amanda.
"Memangnya mereka sangat mirip?"
Amanda menganggukkan kepalanya.
"Wah.. aku jadi semakin penasaran dengan kekasihmu itu," sahut Jingga dengan tersenyum. "Kapan kau akan mengenalkannya pada kami?"
"Itu..."
"Ayo kita berangkat!" Bayu yang sudah berganti pakaian menghampiri kedua wanita tersebut.
Melihat keberadaan suaminya, Jingga pun langsung mendekat dan merangkul lengan Bayu dengan manja. "Mas tadi Kak Manda bilang kekasihnya itu mirip sekali denganmu."
Bayu pun menatap pada Amanda, sedangkan Amanda hanya tersenyum malu.
"Tapi dia belum mau mengenalkannya pada kita, padahal aku ingin sekali berkenalan dengan pria beruntung itu. Karena sudah berhasil mendapatkan hati Kak Manda—"
"Ayo kita berangkat Amanda!" sela Bayu dengan berjalan menuju pintu keluar.
Jingga pun mau tidak mau mengikuti langkah suaminya itu meskipun merasa kesal karena Bayu menyela pembicaraannya yang belum selesai.
"Mas pulangnya jangan malam-malam, kita teruskan yang tadi," ucap Jingga tanpa merasa malu jika apa yang diucapkannya itu terdengar oleh Amanda.
Karena dari dulu sampai sekarang tidak ada rahasia diantara mereka. Jingga selalu menceritakan apa yang terjadi di dalam rumah tangganya pada Amanda, dan sepupunya itu selalu siap membantu disaat hubungannya dengan Bayu sedang bermasalah. Bahkan Jingga sengaja menaruh Amanda menjadi sekretaris Bayu, untuk menjadi mata-mata suaminya tersebut. Jadi jika Bayu berbuat macam-macam dengan wanita lain maka Amanda yang akan memberitahunya.
"Hem..," jawab Bayu dengan singkat.
"Bukan hem, tapi kau harus berjanji."
"Jingga aku harus segera pergi," protes Bayu dengan kesal karena sang istri menahan langkahnya.
"Kau harus berjanji dulu untuk pulang cepat!" Karena ia ingin di hari pergantian usianya, ada Bayu yang menemaninya.
"Ya, aku janji."
Jingga pun tersenyum lalu membiarkan suaminya masuk ke dalam mobil.
Amanda yang sejak tadi diam pun ikut masuk ke dalam mobil Bayu, setelah berpamitan dengan adik sepupunya tersebut.
Sedangkan Jingga kini menatap kepergian keduanya dengan melambaikan tangan. Ia berharap untuk kali ini Bayu menepati janjinya untuk pulang lebih cepat. Karena selama ini ia selalu mengalah dengan kesibukan pria itu, sampai-sampai mengorbankan waktu weekend mereka.
Namun sayang hingga pukul sembilan malam Bayu belum juga kembali. Pria itu tidak memberikan kabar sama sekali, bahkan ponselnya pun tidak aktif. Jingga yang merasa kesal, mencoba menghubungi ponsel Amanda untuk bertanya pada kakak sepupunya itu apakah urusan pekerjaan mereka sudah selesai. Namun lagi-lagi ia harus merasa kesal karena ponsel Amanda pun tidak aktif.
"Kemana mereka? Kenapa sampai saat ini belum kembali?" gumam Jingga dengan berjalan bolak-balik di ruang tengah.
Karena merasa kelelahan menunggu Bayu yang tak kunjung pulang, ia pun akhirnya tertidur bersama putri kecilnya. Namun baru beberapa jam ia tertidur, keduanya matanya kembali terbuka saat mendengar suara ponselnya yang berdering. Dengan cepat ia pun mengangkat benda canggih itu tanpa menatap siapa yang menghubunginya.
"Mas Bayu, kau di—"
"Selamat ulang tahun Jingga."
Jingga yang tersadar kalau suara di seberang sana bukanlah suara Bayu, segera menatap layar ponselnya tersebut. Ia pun menghela napas panjang saat mengetahui yang menghubunginya ternyata saudara kembarnya Biru Dharmawan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!