“Ma, kalau nanti mama mendapatkan warisan dari eyang, mama mau menggunakannya untuk apa ?” tanya Ana kepada mamanya.
Saat ini Kanaya berada dikamar putrinya untuk mengajaknya makan bersama.
Rani kanaya adalah seorang istri yang penurut. Hidup bersama keluarga suaminya yang begitu banyak sekali tuntutan membuat Kanaya terkadang merasa lelah namun sebisa mungkin dia bertahan dengan keluarga suaminya itu.
Kanaya memiliki seorang putri yang bernama Viola anasya, Kanaya memanggilnya Ana. Saat ini Ana Kelas XII. Walaupun keluarga suami Kanaya tidak mengizinkannya untuk melanjutkan sekolahnya karena mereka bilang biaya sekolah mahal akan, nanti bisa menghabiskan uang Riko suami Kanaya tetapi Kanaya berusaha membujuk suaminya agar mengizinkan Ana melanjutkan sekolahnya dan akhirnya dia mau. Karena dia juga malu jika nanti teman kerjanya mengetahui kalau anaknya tidak melanjutkan sekolahnya. Bisa-bisa dia akan menjadi omongan di kantornya.
Kanaya sedikit menakuti suaminya, saat itu Kanaya bilang kepada suaminya jika putrinya tidak melanjutkan sekolah maka teman kerjanya pasti akan menghinanya. Oleh sebab itu suami Kanaya mau tidak mau untuk mengizinkan putrinya melanjutkan sekolahnya Putri Kanaya satu sekolah dengan Sisi keponakan Kanaya.
Meskipun sebenarnya kebanyakan keluarga Kanaya lah yang banyak membiayai sekolah Ana. Bahkan bisa dikatakan suaminya tidak pernah memberikan biaya sekolah Ana sama sekali.
Jika Ana sangat sibuk dengan tugas sekolahnya pasti dia lupa untuk makan. jika Kanaya tidak memanggilnya untuk makan, makan bisa-bisa anaknya tidak makan sama sekali.
“Entah lah mama juga tidak tau nak.” ucap Kanaya.
“Kalau menurutku mama harus menyimpan uang itu, jangan serahkan kepada papa semuanya ya ma.” pinta Ana, Kanaya pun bingung kenapa putrinya itu berbicara seperti itu.
“Memangnya kenapa nak?” tanya Kanaya kepada putri satu-satunya itu.
“Tidak apa apa ma, itu kan warisan dari eyang untuk mama.” ucap Ana tapi sepertinya putri Kanaya merahasiakan sesuatu, tapi Kanaya tidak akan memaksakan putrinya untuk menceritakannya. Kanaya yakin nanti pasti putrinya akan menceritakannya kepada Dirinya.
“Nanti lagi kamu mengerjakan tugasmu, sekarang kita makan malam bersama.” ajak Kanaya kepada putrinya makan malam bersama. Ana dan Kanaya turun ke bawah dan ikut makan bersama yang lainnya. Keluarga Riko sudah lebih dulu makan mereka tidak menunggu Kanaya dan Ana untuk makan bersama.
Tidak ada pembicaraan pada saat mereka makan. Setelah makan Riko memulai pembicaraan. ibu Jihan, ibu mertua Kanaya, dan putri kakak iparnya Sisi, Mereka semua melihat ke arah Kanaya dan Ana. Seperti ada sesuatu yang penting yang akan mereka bicarakan.
“Sayang, nanti kalau warisan kamu sudah dikasih, aku mau beli mobil keluaran terbaru ya. Aku malu sayang ke tempat kerja hanya dengan mobil itu, itu saja. Sedangkan teman kerjaku sudah ganti mobil yang leBih bagus. Sekalian aku mau tunjukkan kepada teman-temanku yang selalu merendahkan aku. Aku mau tunjukkan ke mereka semua kalau aku juga mampu beli mobil yang lebih bagus dan mahal.” ucap Riko antusias setelah Ana dan Kanaya bergabung dengan yang lainnya. Sedangkan Kanaya hanya diam tidak menjawab.
Baru saja mereka bergabung Riko sudah membahas soal harta warisan istrinya itu.
“Iya Kanaya, ibu juga mau beli perhiasan yang ada di toko itu, ya. Ibu juga malu setiap arisan cuma pakai perhiasan imitasi, ibu juga mau membeli tas, masa tas ibu cuma itu itu saja lagi. Sekali kali ibu juga ingin terlihat wah di depan teman teman ibu.” Ucap ibu mertua Kanaya yang sangat senang dan antusias.
Ibu mertuanya sudah membayangkan tas, dan perhiasan yang akan dimilikinya nanti. Membayangkan temannya yang takjub melihat tas mewahnya serta mas asli yang akan dia pakai nanti.
“Oh ya mama sampai lupa Ria katanya mau motor baru.” ucap Jihan enteng.
Sinta adalah anak bungsu Jihan yang saat ini tidak tinggal bersamanya karena beberapa hari yang lalu izin pergi jalan-jalan bersama temannya merayakan kelulusannya itu. Ria baru saja menyelesaikan kuliahnya.
“Sisi juga, tante. Sisi cuma mau minta motor sama ponsel aja tante. Ga mahal kok harganya tante.” ucap Sisi keponakan Kanaya yang tanpa malu juga ikut-ikutan meminta banyak hal.
Sementara putri Kanaya hanya diam saja mendengarkan mereka bicara. Ana tidak meminta apapun kepada mamanya itu, padahal dia lebih berhak meminta apapun kepada mamanya di bandingkan yang lainnya. Tapi malah yang lainnya yang heboh dan sudah memikirkan banyak hal yang akan mereka beli dari warisan orang tua Kanaya. Mereka seakan-akan mengira bahwa Kanaya mendapatkan harta warisan milyaran padahal Kanaya belum tau pasti berapa yang dia dapat.
Kanaya sedari tadi hanya diam saja mendengarkan permintaan mereka membuat kanaya pusing mendengarkan. Belum apa-apa saja, mereka sudah minta ini itu.
Tadi pagi ibu Kanaya menghubunginya, katanya beliau akan menjual kebun dan beberapa hektar sawah yang ibu Kanaya miliki. Menurut ibunya usianya sudah tidak lagi muda, dan tentu akan kesusahan jika mengurus semuanya sendiri. Sementara ketiga anak Arumi memilih bekerja di kota di bandingkan mengurus kebun dan sawah.
Arumi memiliki dua rumah di desa dan di kota, dua rumah itu sering mereka tinggali. Orang tua Kanaya memiliki kebun dan beberapa hektar sawah yang mereka beli di desa. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kota di bandingkan di desa. Karena mereka berasal dari kota bukan dari desa.
Mereka ke desa hanya pada saat liburan saja. Namun di desa ada juga rumah mereka. Karena dari sanalah awal keberhasilan keluarga Kanaya itu. Ayah Kanaya yang di pecat dari pekerjaannya dan sulit untuk mendapatkan kerja kembali, memutuskan untuk berkebun saja, dan mereka juga akan membeli kebun untuk mereka kelola.
Ayah Kanaya mendapatkan informasi dari temannya bahwa ada yang menjual kebun dan kebetulan saat itu ia memiliki uang untuk membeli kebun itu jadi ayah Kanaya memutuskan untuk membeli kebun saja sebagai ladang rezekinya. Semenjak saat itu ayahnya berhasil sehingga memiliki kebun dan beberapa hektar sawah.
Ibu Kanaya akan menjual itu semua lantas memberikan uangnya pada anak-anaknya. Ibu Kanaya hanya menyisakan rumah yang ada di kota dan restoran saja sebagai harta yang ia tinggalkan. Karena bagaimanapun rumah itu tempat segala kenangan ketika masih kecil dan almarhum ayahnya masih ada. Sedangkan restoran dikelola oleh kakaknya Anisa.
Walau bagaimana pun mereka juga butuh usaha. Mereka tidak mungkin hanya mengandalkan harta warisan. Pasti harta itu akan habis jika hanya di gunakan untuk keperluan mereka tanpa adanya mereka punya usaha atau membangun usaha.
restoran itu di kelola Anisa karena kakaknya sudah menjadi janda karena suaminya meninggal dunia, jadi ibu Kanaya meminta Anisa mengelola restoran untuk pemasukannya. Kanaya dan adiknya tidak mempermasalahkan hal itu.
Kanaya tidak memberitahukan seberapa luas kebun dan sawah milik keluarganya itu. Keluarga suaminya hanya tau bahwa orang tua Kanaya memiliki kebun dan sawah.
“Aku tidak janji, ya. Soalnya kan warisan itu bukan cuma aku saja yang dapat ada kakak dan adikku yang pastinya warisan itu tentu dibagi empat.” Jawab Kanaya seadanya.
“halah, Kanaya, Kanaya Kamu itu yang pintar dong, masa kamu kalah sama kakak kamu, lihat ibumu memberikan kakakmu mengelola restorannya kan. Sedangkan adikmu kalau seandainya adik kamu tidak dapat warisan juga tidak apa-apa. Dan bagian ibumu itu ya kamu minta saja sisakan saja sedikit untuk ibumu itu.” Ucap ibu mertua Kanaya enteng tidak merasa bersalah sama sekali.
Tidak memikirkan sama sekali akibat jika besannya itu tidak membagikan sama rata, ibu mertuanya tidak memikirkan akan ada masalah nantinya.
“Oma itu namanya tidak adil.” ucap Ana angkat bicara. Ana yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. Rasanya Ana kesal dengan omanya yang bicara seenaknya saja tanpa pikir panjang.
“Heh, anak kecil kamu tidak usah ikut campur.” ucap Jihan memarahi cucunya itu.
Ana seketika terdiam setelah mendengar ucapan omanya itu, mertua Kanaya, kakak dan adik ipar Kanaya selalu saja bicara tanpa memperdulikan lawan bicaranya. Kanaya sebenarnya sudah lelah dan sakit hati karena ucapan mereka, terlebih lagi saat putrinya disalahkan dan dimarahi oleh mereka.
Pada saat Ana di marahi papanya itu hanya diam saja tidak membela anaknya sama sekali. Terkadang Kanaya merasa suaminya sama sekali tidak peduli dengan anaknya. Bahkan Kanaya merasa Riko tidak menganggap Ana ada.
Kanaya yang tidak nyaman tinggal bersama keluarga suaminya itu, sudah beberapa kali Kanaya berusaha membujuk Riko suaminya untuk pindah rumah, tapi dia selalu menolaknya karena alasan ibunya. Dia juga mengatakan ibunya tidak ingin terpisah dengan anak-anaknya. Itu lah sebabnya suami Kanaya dan kakak iparnya tetap tinggal di rumah mertua Kanaya.
Di satu sisi dia berbakti pada ibunya, tapi di sisi lain dia tidak peduli dengan perasaan istri dan juga putrinya.
Riko yang mendengar ucapan mamanya itu langsung setuju dengan mamanya, anak sama ibu sama-sama tidak memikirkan perasaan Kanaya.
“Kamu atur saja semuanya. Dapat sepuluh persen pun adik dan kakak kamu itu juga tidak akan menjadi masalah!. bukankah kamu sendiri yang mau pisah rumah sama ibu?. nanti kita beli rumah yang bagus, sekalian buat ibu. Jadi kita tidak tinggal di rumah ini lagi.” Timpal suami Kanaya, yang membuat aliran darahnya terasa mendidih.
Bisa-bisanya suami Kanaya berbicara seperti itu, walau bagaimana pun semua harus mendapatkan bagian sama rata agar adil. Ucapan anak dan ibunya sama saja memang tidak bisa dikontrol. Belum apa-apa saja mereka sudah mengatur Kanaya.
“Pa tidak bisa gitu dong, mama pasti juga ingin membeli sesuatu dengan uang itu” ucap Ana membela Kanaya di hadapan keluarga papanya.
Ana sudah jengah dengan sikap keluarga papanya yang semena-mena itu. Tanpa memikirkan perasaan mamanya sama sekali. Ana juga melihat mamanya yang sendu mungkin sakit hati mendengar ucapan omanya yang tidak di saring itu.
“Kamu tidak usah ikut campur Ana, kamu diam saja” ucap Riko membentak putrinya itu.
“Tapi pa, itu kan warisan mama, pa” ucap Ana masih berusaha membela mamanya.
“Kamu ini ya melawan orang tua saja bisanya, percuma saja kamu itu berhijab tapi kelakuan kamu seperti ini” ucap omanya memarahi cucunya itu.
Sungguh hati Kanaya perih mendengar ucapan ibu mertuanya terhadap putrinya itu. Bahkan suaminya hanya diam tidak membela anaknya atau mencegah mamanya menghina anaknya itu. namun beda halnya jika Ana berbuat salah atau menjawab ucapan oma, adik dan kakaknya pasti Riko akan langsung memarahi Ana habis-habisan. Bahkan Riko pernah menyebut Ana anak pembawa sial. Saat itu Kanaya sangat marah kepada suaminya saat mengatakan Ana anak pembawa sial.
“Nanti aku pikir-pikir lagi ya. Aku mau istirahat dulu” ucap Kanaya dan membawa putrinya ke kamarnya. kanaya tidak mau putrinya dimarahi lagi oleh mereka. Dan membuat anaknya sakit hati.
Kanaya hendak berdiri, namun ibu mertuanya mencegah Kanaya “piring tidak dicuci dulu, Kanaya? ini juga belum dibersihkan” ucap ibu mertua Kanaya.
Ibu mertuanya berdiri dan pergi ke kamarnya. Begitu juga suami dan keponakannya itu. Bahkan keponakannya tidak ada inisiatif untuk membantunya sama sekali.
Ada perasaan yang mengganjal dalam hati kanaya Bagaimana jika nanti Kanaya menuruti permintaan mereka. Apa mereka akan bersikap seperti ini atau akan baik terhadapnya dan juga putrinya itu.
Bahkan saat ini pada saat mereka mendengarkan Kanaya mendapat warisan saja mereka masih bersikap semena-mena seperti itu tidak ada sama sekali mereka bersikap baik padanya dan juga putrinya.
Kanaya merasa mereka akan tetap bersikap semaunya terhadap Kanaya dan juga putrinya. Mereka akan tetap mengatur, menyuruh Kanaya seperti pembantu di rumah mertuanya itu, Kanaya merasa Kanaya dan putrinya bukan bagian dari keluarga suaminya itu, melainkan orang asing yang menumpang hidup dengan keluarga Riko dan membayar sewa rumah ini dengan menjadi pembantu.
“Mama yang sabar ya ma, aku akan membantu mama” ucap Ana yang prihatin dengan mamanya itu.
Yang membuat Kanaya kuat dan bertahan di rumah itu adalah putrinya. Ana yang menguatkan Kanaya dan yang selalu membela Kanaya di rumah itu. Kanaya tidak mau anaknya tidak merasakan keluarga yang lengkap makannya Kanaya tetap bertahan dengan keluarga suaminya yang suka semena-mena dengan Ana dan Kanaya.
“Tidak usah nak, lebih baik kamu melanjutkan mengerjakan tugas kamu saja ya” ucap Kanaya melarang anaknya untuk tidak membantunya. lagi pula hanya sedikit saja lagi pekerjaan yang belum terselesaikan, tapi putrinya menolak dan tetap membantu Kanaya. Ana tidak tega melihat mamanya mengerjakan semuanya sendiri.
Gegas Ana membereskan bekas makan malam mereka. sedangkan Kanaya mencuci piring-piring yang kotor. Kanaya yang melihatnya menjadi terharu, putrinya tidak pernah membiarkan Kanaya itu mengerjakannya sendiri, pasti Ana akan membantu mamanya itu.
Sementara suami Kanaya, ibu mertua dan keponakannya sudah berada di kamarnya masing-masing. Tanpa mau membantuku sedikit saja. Namun bukan masalah bagi kanaya, ini sudah menjadi pekerjaan kanaya setiap harinya. Untungnya ada putrinya yang selalu membantu Kanaya di waktu luangnya.
Setelah selesai, Kanaya dan putrinya kembali ke kamar. Di sana Kanaya melihat Riko yang tengah senyum-senyum sendiri memandang layar handphonenya. Jujur hati Kanaya nyeri sebenarnya, ketika dengan Kanaya dan putrinya Riko jarang sekali menampakkan senyumannya yang seperti itu. Tapi dengan handphone miliknya, dia seolah sangat bahagia.
“Sayang, sini lihat deh” Panggil suaminya, sambil menepuk kasur di sampingnya setelah melihat istrinya masuk kamar.
Kanaya lantas menghampirinya “Kenapa mas ?” tanya Kanaya duduk di sebelah Riko.
“Sini lihat, teman aku di bekerja di dealer mobil. Dia bilang mobil itu bagus dan mas suka dengan mobilnya harganya cuma enam ratus juta saja sayang. Gimana bagus kan?, teman-teman mas pasti iri melihat mas memakai mobil ini” ucap Riko senang dengan menunjukkan handphonenya yang menampilkan gambar mobil.
Disana terlihat foto mobil yang sangat bagus. Kanaya tidak habis pikir dengan riko. Kenapa suaminya itu membeli mobil dengan mengandalkan harta warisan dari orang tua kanaya, bukan dengan hasil kerja kerasnya.
Bukan Kanaya ingin mengungkit tentang pemberian suaminya, tapi sejujurnya selama Kanaya menikah dengan Riko, Riko tidak pernah sekalipun memberikan Kanaya hadiah. Suaminya hanya memberikan hadiah untuk ibu dan keponakannya.
Bahkan anaknya sendiri juga jarang Riko memberikan hadiah, disaat putrinya ulang tahun pun Riko jarang memberikan hadiah, sekalipun Riko memberikan hadiah, hadiah itu pasti kecil dan murah, berbeda dengan keponakannya itu, di setiap keponakannya ulang tahun pasti Riko memberikan hadiah yang mahal dan bagus.
Bukannya Kanaya ingin membandingkan namun itu lah kenyataannya. Kanaya merasa kasihan dengan putrinya Yang selalu saja dibedakan. Putrinya seperti tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga. Putrinya selalu saja dikucilkan dan di rendahkan bahkan ibu mertuanya sering memarahi Ana cucunya itu, Berbeda dengan Sisi yang selalu di manja dan di perhatikan oleh keluarga Riko.
Bahkan selama Kanaya tinggal bersama mertuanya itu, uang gaji Riko selalu diberikan kepada ibunya, sementara Kanaya hanya diberi satu juta lima ratus, itu pun Kanaya kelola kembali untuk kebutuhan setiap harinya, bahkan bayar listrik dan air juga mengunakan uang itu dan juga uang belanja putrinya.
Sering Kanaya mengeluh kepada Riko perihal masalah keuangan. Tapi apa yang Kanaya dapat ? Riko malah marah dan dengan lantangnya Riko berkata bahwa Kanaya adalah istri yang tidak bersyukur. Tak jarang ibu mertua Kanaya ikut campur masalah rumah tangga Kanaya.
Bahkan suaminya menyalahkan Ana karena gara-gara Ana yang ingin melanjutkan sekolah membuat keuangan mengalami masalah karena tambah beban bagi Riko karena harus membayar uang sekolah Ana. sungguh Riko tidak punya hati. Dengan teganya Riko memarahi Ana karena keinginan Ana yang ingin melanjutkan pendidikannya. Padahal Riko tidak membantu Kanaya membayar uang sekolah ana.
Kakak nya Anisa sudah tau masalah yang terjadi dengan adiknya itu beberapa bulan yang lalu. Kanaya memutuskan menceritakan masalahnya kepada kakaknya itu karena sudah tidak sanggup lagi menyimpan dan menahan semuanya sendiri, Kanaya juga berharap ada solusi dari kakaknya itu perihal rumah tangganya itu. bahkan saking geramnya Anisa, Nisa pernah menyuruh adiknya berpisah namun Kanaya tetap ingin mempertahankan rumah tangganya itu.
yang mengetahui semua itu hanya kakaknya Anisa sedangkan adiknya belum mengetahui sepenuhnya walaupun Kanaya tidak menceritakannya kepada Rehan namun dari yang Rehan lihat dari sikap keluarga kakaknya itu, Rehan merasa ada rahasia yang mereka sembunyikan dari kakaknya itu, secara diam-diam Rehan mencari tahu tentang keluarga kakaknya itu. Rehan hanya ingin memastikan semua baik-baik saja.
Kanaya selalu berharap keluarga suaminya bisa menerima Ana dan dirinya di keluarga itu dan memperlakukan mereka layaknya keluarga. Dan tidak lagi memarahi, menghina putrinya itu.
Ketika Ana di marahi, Putri Kanaya hanya bisa menangis, karena dimarahi bapak dan ibu mertuanya itu Mereka benar-benar tidak memikirkan perasaan Ana dan menyayangi Ana. Entah mereka anggap apa Ana di rumah itu.
“Ya bagus mas” ucap Kanaya setelah Riko menunjukkan gambar foto mobil itu kepada Kanya.
“Ingat ya semua uangnya harus kamu kasih ke aku” ucap Riko seakan-akan mengancam.
Kanaya hanya diam tidak menjawab. Kanaya lebih memilih membaringkan tubuhnya yang membuat Riko kesal karena Kanaya tidak menjawab.
“kanaya kamu dengar aku bicarakan?” tanya riko.
“sudah malam mas, lebih baik tidur, besok lagi kita bahas soal ini” ucap Kanaya memejamkan matanya.
Riko pun juga membaringkan tubuhnya. Mereka tidur saling memunggungi.
“Sayang, kamu sudah tanyakan belum ke ibu kamu, kapan cairnya uang itu” tanya Riko yang sudah tidak sabar menerima uang banyak.
Pagi-pagi begini suami Kanaya sudah membahas perkara warisan. Jujur hal itu membuatku sakit hati Kanaya. Sepertinya mereka sudah tidak sabar menerima uang banyak. Sedangkan Ana hanya diam mendengarkan obrolan orang tuanya.
“Belum mas, ibu belum menghubungiku lagi.” Jawab Kanaya seadanya.
“Ya kamu telepon lagi dong, kalau sudah cair kamu langsung kirim ke rekeningku ya” desak suami Kanaya, entah siapa yang menerima warisan entah siapa yang sibuk untuk mengunakan harta warisan itu.
Kanaya hanya mengangguk mengiyakan ucapan suaminya itu. Kanaya tak ingin ribut dan berlama-lama membahas hal ini. Walau bagaimanapun kedua saudara Kanaya juga berhak mendapatkan harta warisan dari ibunya itu.
Setelah sarapan Riko berangkat kerja, Ana menyalami papanya sedangkan Kanaya mengantar suaminya sampai depan. Dan menyalami suaminya itu, Tiba-tiba saja Riko mencium kening Kanaya hal yang sudah lama tak pernah dilakukannya lagi. Seingat Kanaya Riko memperlakukannya selayaknya istri hanya selama beberapa tahun saja. Semakin lama sikap dan perubahannya semakin terlihat. Dan lebih menganggap seperti Kanaya tidak ada.
Riko bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan jabatan sebagai manajer. Riko baru saja naik jabatan sebagai manajer satu tahun yang lalu dengan gaji yang terbilang besar, namun sayang Ana dan Kanaya tidak pernah menikmati itu. bahkan Kanaya tidak tau bahwa suaminya naik jabatan.
Semenjak keponakannya itu terlahir ke dunia ini Riko tidak perduli lagi dengan Kanaya dan juga Ana. Jarak umur Ana dan keponakannya hanya berjarak dua tahun saja. Kakaknya itu baru memiliki anak pada saat pernikahannya ke tiga tahun.
“Mama yang sabar ya” ucap Ana, disaat Kanaya sudah sampai di meja makan.
“Iya sayang, sudah sana kamu berangkat sekolah” ucap Kanaya.
Setelah Ana pergi ke sekolah, Kanaya mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya karena Ana sudah membersihkan bekas makan mereka tadi dan langsung mencuci piringnya. Sedangkan Ibu mertuanya tengah berada di kamar.
Di saat Kanaya tengah berkutat dengan pekerjaannya, tiba-tiba Kanaya mendengar suara ramai di depan. Menghentikan sejenak pekerjaannya lalu Kanaya pergi ke depan untuk melihat siapa yang datang.
“Kanaya, buatin aku es teh manis, sekalian mas Joy mau kopi katanya.” Ucap Kakak iparnya Kanaya.
Ternyata yang datang kakak iparnya, Tanpa membantah Kanaya langsung menuruti keinginan Jesika itu.
Jesika adalah kakak ipar kanaya, dan Joy adalah suami Jesika, orang tua dari Sisi. Adik ipar Kanaya juga memiliki seorang putra yang baru berumur empat tahun, dia bernama Vino.
Kehadiran Vino membuat anggota keluarga ini bahagia karena Vino merupakan satu-satunya cucu laki-laki di rumah itu.
Setelah selesai membuat apa yang kakak iparnya minta, Kanaya langsung membawanya ke depan, lalu meletakkannya di atas meja.
Oh iya Kanaya, dengar-dengar kamu dapat warisan dari ibu kamu, ya” tanya kakak ipar Kanaya terlihat antusias.
Kanaya yakin pasti ibu mertuanya yang memberitahu Jesika kalau Kanaya mendapatkan harta warisan dari ibunya itu.
“iya, mbak” jawab Kanaya singkat.
Jesika dan suaminya sekilas saling pandang, hal ini membuat Kanaya curiga, jangan-jangan mereka juga menginginkan sesuatu dari hanya warisan yang di dapat oleh Kanaya.
“Jadi begini Kanaya, mas Joy kan berpengalaman nih di bidang bisnis, gimana kalau warisan kamu, mas Joy saja yang kelola, nanti jika mas Joy berhasil, kamu juga yang menikmatinya.” Ucap kakak iparnya itu dengan lembut tidak seperti tadi.
Ternyata benar firasat Kanaya bahwa kakak iparnya itu juga ingin menggunakan uang warisan miliknya itu.
“Nanti, aku pikirkan lagi mbak” jawab Kanaya Seadanya.
“Sudah, kamu itu tidak usah mikir-mikir, apa kamu tidak percaya dengan kakak iparmu ?, kakak iparmu itu sudah lama mengelola usaha pasti dia akan mengunakan uang warisan itu dengan baik” ucap ibu mertua Kanaya yang tiba-tiba saja nimbrung.
“Bukannya aku tidak percaya, bu. Tapi aku belum tau pasti berapa banyak uang yang aku terima, bu” jawab Kanaya apa adanya.
“Memang kapan cairnya sih Kanaya?” tanya Jesika penasaran.
Ucapan Jesika terdengar lembut, tidak seperti biasanya yang terkesan judes ya mungkin ini karena mendengar Kanaya yang mendapatkan warisan jadi kakak iparnya bersikap lembut dan baik.
“Belum tau pasti Jes. Ibu belum menghubungiku lagi” jawab Kanaya jujur.
“Makannya kamu itu cepat tanyakan kepada ibumu itu, nanti yang ada adik dan kakak kamu yang ambil semua harta warisan itu, yang ada nanti kamu tidak dapat lagi” ucap Jihan membuat Kanaya geleng-geleng kepala mendengarnya. Tidak habis pikir dengan mertuanya itu yang seakan-akan takut harta warisan itu tidak dia dapatkan.
“Ya ma nanti akan aku tanyakan lagi” ucap kanaya lalu pergi mengerjakan pekerjaan yang tertinggal.
“Ma pokoknya mama harus bujuk Kanaya untuk kasih uang warisannya ke aku ma” ucap Jesika yang masih terdengar oleh Kanaya.
“Iya kamu tenang aja” ucap Jihan dengan yakin akan mendapatkan harta warisan itu sepenuhnya dan Kanaya akan memberikannya kepada anaknya itu.
Tanpa mereka sadari Kanaya mendengar semuanya, Mungkin mereka berfikir Kanaya tidak mendengar perbincangan mereka. Sungguh Kanaya tidak habis pikir dengan keluarga suaminya itu.
Setelah Kanaya mengerjakan semua pekerjaannya Kanaya pergi ke kamar untuk beristirahat sebentar. Disaat Kanaya melihat handphonenya, ada pesan dari ibunya.
(Nak mama sudah ada di rumah kita, kamu bisa kesini kan ?)
Itulah pesan dari ibu kanaya
(Iya bu, sekarang aku akan ke sana). Balas kanaya cepat. Dan bangkit dari baringannya.
Kanaya bergegas bersiap-siap untuk menemui ibunya itu. Jujur saja Kanaya sangat merindukan ibunya itu. Walau pun ibunya pergi tidak lama ke desa namun tetap saja Kanaya merindukan ibunya. Bagi kanaya saat ini mereka adalah keluarga yang masih menganggapnya ada tidak seperti keluarga suaminya yang tidak peduli sama sekali dengannya.
“Ma, aku pergi ke restoran dulu” ucap Kanaya meminta izin kepada mertuanya itu.
Kanaya tidak bisa memberitahukan ibu mertuanya soal ibu Kanaya yang sudah ada di kota ini bisa-bisa mereka akan ikut dan langsung menanyakan harta warisan itu kepada ibunya nanti.
“Ya udah sana” ucap ibuku yang sedang menonton TV tanpa acuh tak acuh. Tidak peduli Kanaya mau kemana.
“Oh ya jangan lupa beli sus* untuk anakku ya sama bawa makanan yang enak-enak dari restoran ya” ucap Jesika enteng seakan tidak ada beban saat mengucapkan itu.
“Tapi mbak tidak ...” ucapan Kanaya dengan cepat di potong oleh Jihan.
“Kamu itu jangan banyak alasan, tinggal mampir sebentar ke mini market apa susahnya sih, dan soal makanan di restoran, makanan itu tidak akan habis kalau cuma kamu bawa kesini kecuali kamu kasih ke tetangga itu baru habis” ucap Jihan memarahi menantunya itu.
“Ya nanti saya belikan sama bawakan makanan” ucap Kanaya mengalah.
Kanaya ingin cepat-cepat menemui ibunya itu. Kanaya juga tidak ingin ribut dengan kakak ipar dan mertuanya.
“Kenapa kamu masih berdiri disana, udah kami pergi sana” usir Jihan ketus. Jihan melihat seperti jijik melihat Kanaya, rasanya Jihan ingin cepat Kanaya pergi dari dekatnya.
“Uangnya mana jes ?” ucap Kanaya karena Jesika tidak memberikan uang untuk membeli sus* untuk anaknya itu. seketika Kanaya mendapatkan tatapan tajam dari mertua dan kakak iparnya itu.
“Ya pakai uang kamu lah, udah pergi sana, ganggu aja kita lagi nonton” usir Jesika yang tak kalah ketusnya dari ibu itu.
Kanaya memutuskan untuk pergi saja. Daripada berdebat yang ujung-ujungnya Jesika tidak akan juga memberikan uang itu. Yang ada Kanaya akan memperlama Kanaya bertemu ibunya.
Jesika dan suaminya juga tinggal di rumah Jihan. Sedangkan untuk kebutuhan rumah semua dibebankan kepada Riko. Riko lah yang memenuhi semua kebutuhan rumah itu, sedangkan adik dan kakaknya hanya menikmati tanpa harus berpikir dari mana mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah ini. Jesika dan suaminya sama sekali tidak membantu soal uang untuk kebutuhan rumah ini. Mereka hanya membantu memberikan beras saja, itupun di ambil dari toko. Sedangkan untuk kebutuhan seperti bayar listrik, air dan lainnya Riko yang menanggung.
suami Jesika hanya mengelola toko sembako peninggalan almarhumah orang tua Joy. Semenjak dia di pecat dari pekerjaannya Riko hanya fokus mengurus toko sembakonya saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!