NovelToon NovelToon

She'S Become Untouchable

EPS. 1. Putri yang menyedihkan.

"Tap! Tap! Tap!"

Suara langkah kaki yang sedang berlari dengan tergesa - gesa.

"Dia kesana!" Teriak seorang gadis pada teman - temannya.

"Huf! Huf! Huf!"

Seorang gadis berkacamata dengan rambut panjangnya yang di kuncir namun terlihat acak - acakan sedang berlari menghindari kejaran beberapa siswi lain yang telah mengganggunya.

"Hiks! Hiks! Hiks!"

Gadis itu berlari sambil menangis, penampilanya sungguh kacau. Seragam sekolahnya penuh coretan spidol begitu juga wajahnya, satu lensa kaca matanya bahkan pecah.

"Si culun Mora!! Keluar atau aku sebarin foto - fotomu yang menggelikan tadi." Teriak seorang gadis yang sepertinya adalah pelaku yang merundung gadis tadi.

Gadis yang di kejar - kejar tadi bernama Amora Titania Genovieve, dia lebih akrab di panggil Mora atau si culun Mora. Dia adalah salah satu siswi SMA di sekolah bergengsi tempat anak - anak orang kaya belajar, begitu juga beberapa gadis tadi yang mengejar Mora.

Mora tetap diam di persembunyiannya, dia bersembunyi di sebuah bangunan terbengkalai di jalan kecil yang lumayan jauh dari sekolahnya. Dia menahan suara isakan tangisnya dan berusaha tidak bergerak agar tidak ketahuan.

"Si culun Mora.." Panggil gadis yang mengejar Mora tadi.

'Ya Tuhan, tolong sembunyikan aku, tolong jangan buat mereka menemukan aku.' Mora berdoa dalam hatinya.

Ketiga gadis tadi berkeliling mencari keberadaan Mora sembari membawa tongkat kayu dan memukulkannya secara asal sampai membuat suara keras dan membuat Mora terkejut, Mora benar - benar ketakutan sekarang.

"Sedang apa kalian?" Sebuah suara bariton yang menggelegar mengagetkan ketiga gadis yang sedang mencari Mora.

"E- Itu, kucingku hilang disini, paman." Ujar salah satu gadis bernama Leah yang merupakan ketua dari dua gadis lainnya.

"Pergi!" Usir pria itu dan mereka bertiga pun ketakutan dan pergi.

Setelah para gadis itu pergi, pria dengan suara bariton tadi pun duduk dan menyenderkan dirinya di dinding dan menyentuh lengannya yang sepertinya terluka.

Mora yang tidak mendengar suara apapun lagi perlahan keluar dari persembunyiannya. Dia berjalan pelan - pelan agar tidak menimbulkan suara apapun tapi dia terkejut sampai jatuh terduduk ketika melihat tatapan mata setajam elang menatap kearahnya dan menodongkan senjata api kearahnya.

"Siapa kau!" Ujar pria yang terluka tadi.

"Mo- Mora." Sahut Mora polos, dia gemetar ketakutan sekarang, dia takut pria itu akan menembaknya.

Mora bahkan berkaca - kaca dan menangis setelah menyebutkan namanya, dia adalah gadis yang sangat cengeng.

"Keluar sekarang, atau aku akan membunuhmu di sini." Ujar pria tadi, dan Mora mengangguk - angguk panik.

Mora pun bangun dan hendak bergegas lari, tapi dia melirik kembali pria tadi yang tampaknya sedang kesakitan. Dengan takut - takut Mora berjalan kembali menghampiri pria tadi.

"Pa- paman, i- itu lengan paman ber- berdarah." Ujar Mora dengan takut - takut.

"Siapa yang pamanmu dan siapa yang berdarah, pergi kau!" Ujar pria itu, dia marah.

Jelas jelas dari lengannya mengalir darah, tapi dia mengelaknya. Mora yang berhati malaikat pun mendekat dan duduk di sebelah pria tadi.

"I-izinkan saya mengobati paman sebagai ucapan terimakasihku." Ujar Mora.

"Jangan panggil aku paman, aku bukan pamanmu. Dan juga, kamu berterimakasih untuk apa? Aku menodongkan senjata api padamu dan kamu berterimakasih?" Ujar pria tadi.

"Intinya saya berterimakasih pada paman." Ujar Mora, dia mengeluarkan kotak p3k dari tas nya.

"Boleh saya bantu obati paman?" Lagi, Mora memanggilnya paman.

"Jangan panggil aku pa- ARRG!!" Pria tadi mengerang kesakitan ketika Mora menyentuh lengannya.

"M- maaf pam- eh pak." Ujar Mora ketakutan.

"Pergi! Kamu bukan mau mengobati tapi memperburuk keadaan, pergi!" Usir pria itu, dan Mora ketakutan.

"M-maaf." Ujar Mora dan akhirnya Mora bangun dari duduknya.

Mora pergi tapi dia meninggalkan kotak obatnya di samping pria tadi. Mora kembali menjadi was - was ketika dia sudah keluar dari bangunan terbengkalai itu, dia takut ketika gadis yang mengejarnya masih ada di sana.

"Terimakasih Tuhan." Gumam Mora ketika tidak ada siapapun di sana, Mora pun berlari pergi dari sana.

Singkat cerita Mora sampai di rumah dengan pakaian yang sebelumnya itu, padahal itu belum jam pulang sekolah tapi Mora sudah pulang ke rumahnya lebih dulu.

"Non Mora, kenapa lagi??" Seorang pembantu rumah tangga menghampiri Mora dengan sedih.

"Mora tidak apa - apa, bi." Sahut Mora.

"Non Mora di buly teman non Mora terus, bibi bantu ngomong ke papanya non Mora, ya? Supaya papanya non Mora bisa dateng ke sekolah dan ngomong ke pihak sekolah." Ucap si bibi.

"Jangan ganggu papa bi, papa sibuk. Mora tidak apa - apa." Sahut Mora, lalu masuk kedalam kamar.

Pelayan rumah itu hanya bisa menatap Mora sedih, dia yang paling tahu seperti apa Mora dan bagaimana orang - orang selalu memperlakukan Mora dengan tidak adil, bahkan papa kandung Mora sendiri.

"Kasian.." Hanya itu yang bisa bibi itu katakan.

Mora masuk kedalam kamarnya dan menangis sendirian di dalam sana, tangisannya begitu pilu sampai tubuhnya tersenggal - senggal karena saking menyedihkan nya hidupnya itu.

Mora lahir di keluarga yang berada, ayahnya seorang pengusaha yang sukses tetapi Mora tidak memiliki ibu. Ibu Mora meninggal dalam kecelakaan keluarga yang melibatkan ayah Mora, adik ayah Mora yang mengemudikan mobil dan Mora sendiri saat dia berusia lima tahun.

Sejak kecelakaan itu keluarga harmonis yang sebelumnya ada itu hilang dan menjadi keluarga yang dingin. Ayah Mora selalu menyibukkan diri untuk bekerja dan dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang merenggut nyawa adik dan istrinya, sampai dia tidak memperhatikan Mora yang masih butuh kasih sayang darinya.

"Mama.. Mora sakit." Ucap Mora dalam tangisnya. Mora memeluk kedua lututnya sendiri dan menenggelamkan wajahnya di kedua sikunya.

Betapa malangnya Mora, gadis kecil yang dulu ceria, kini hidup tertutup dan murung. Terlebih dia selalu menjadi bahan rundungan siswa dan siswi di sekolah.

"Tin! Tin!" Suara klakson mobil terdengar.

Seorang gadis yang seumuran dengan Mora dan memakai seragam yang sama dengan Mora terlihat turun dari mobil sedan hitam. Gadis itu hanya turun orang nya saja, pelayan rumah yang membawakan tas sekolah dan barang lain milik gadis itu.

"Mamaku sudah pulang, bi?" Tanya gadis itu.

"Belum non Aby, yang sudah pulang non Mora." Sahut si bibi.

"Mora? Apa dia pulang dengan keadaan kacau lagi?" Tanya gadis itu, dan si bibi mengangguk sedih.

"Anak itu, dia selalu tidak pernah bilang padaku siapa yang sudah mengganggunya." Ucapnya dengan nada khawatir.

Gadis bernama Abygail itu pun langsung masuk dan naik keatas lantai dua, dia mengetuk kamar Mora. Mora terkejut ketika pintu kamarnya di ketuk, dia segera menghapus air matanya dan berpura - pura baik - baik saja.

"Mora, buka pintunya, ini aku Aby." Suara Aby terdengar daei dalam kamar Mora.

"Cklek!" Pintu kamar terbuka dan Aby pun masuk kedalam kamar Mora.

"Apa kamu di rundung? Kenapa kamu selalu tidak pernah mengatakannya padaku siapa yang merundungmu." Ujar Aby dengan khawatir.

"Aku tidak apa - apa, Aby." Ucap Mora.

"Tidak apa - apa bagaimana?! Lihat seragammu, lihat wajahmu, sudah seperti itu masih bilang tidak apa - apa?!" Ujar Aby dengan suara seperti marah.

"Terimakasih sudah peduli padaku, Aby." Ujar Mora, dan menangis terharu.

Aby memeluk Mora si cengeng yang sedang menangis itu, dia mudah tersentuh hanya dengan perhatian kecil dari orang lain karena dia tidak pernah di perhatikan. Tapi jangan pikir bahwa Aby adalah orang baik, Aby hanya berpura - pura baik dan hanya memanfaatkan keluguan Mora. Aby memiliki ambisi menjadi pengganti Mora di rumah itu, dia ingin menjadi nona satu - satunya di rumah Mora.

Aby adalah sepupu Mora, ibunya Aby adalah istri dari adik papa nya Mora yang ikut meninggal dalam kecelakaan yang juga menewaskan ibu Mora.

"Bersihkan dirimu, lalu istirahatlah." Ujar Aby, Mora mengangguk.

Aby lalu keluar dari kamar Mora, dan menutup pintu kamar Mora. Setelah sudah tidak ada orang, barulah dia menunjukan seringai liciknya.

'Semakin kamu di rundung, semakin bagus.' Batin Aby.

"Bibi, buatkan aku minuman dingin, lalu antar kekamarku." Teriak Aby pada pelayan.

Aby lebih mendominasi di rumah itu dari pada Mora yang adalah putri pemilik rumah itu. Semua terjadi karena ayah Mora selalu mengutamakan Aby dari pada Mora, sehingga Aby menjadi besar kepala dan tinggi hati.

Singkat cerita malam pun tiba, ayah Mora pulang dan duduk di meja makan setelah pulang kerja. Mora tidak ikut makan malam karena dia masih sibuk belajar, tapi ayah Mora sama sekali tidak menanyakan keberadaan Mora.

"Papa, aku butuh tanda tangan papa untuk ikut perjalanan trip ku di sekolah." Abygail membuka percakapan.

"Aby, mama kan bisa menandatangani itu, kenapa harus minta pamanmu yang menandatangani." Ujar ibu Aby yang bernama Roseline.

"Dan juga, jangan panggil paman Andreas dengan sebutan papa, nak.. Dia bukan papamu." Timpal Roseline lagi.

"Aku hanya sedang merindukan papaku saja, ma." Ujar Aby sedih.

"Tidak masalah, Rose. Aby masih anak - anak. Kemari nak, papa tanda tangani." Ujar Andreas.

Andreas tidak melihat di ujung tangga putrinya sendiri menangis melihat papanya lebih perhatian pada Aby dibanding dirinya. Mora menghapus air matanya melihat itu, padahal dia sendiri tidak pernah bisa sedekat itu dengan papanya sendiri.

"Snif! Snif!" Akhirnya Mora tidak jadi turun dan memutuskan kembali masuk kedalam kamarnya.

'Aku lelah, ma..' Batin Mora, sembari memeluk figura foto ibunya.

              TO BE CONTINUED…

EPS. 2. Tidak ada yang sayang padaku.

Keesokan harinya, Mora turun dari atas dan ia melihat papanya yang akan berangkat kerja. Mora memberanikan diri dan berlari kecil menghampiri Andreas yang hendak pergi, tapi Aby yang melihat Mora berlari segera ikut berlari dan dengan halus memasang kakinya sampai Mora tersandung dan langsung menabrak tubuh Andreas.

"MORA!!" Bentak Andreas. Rupanya Andreas sedang memegang kopi di tangannya dan kopi itu kini tumpah bahkan mengenai baju Andreas.

"Pa- papa, maaf. Mora tidak sengaja." Mora ketakutan dan langsung pias.

"Kenapa kamu selalu begitu ceroboh! Lihat apa yang kamu perbuat, bisa tidak berperilaku yang benar sedikit!" Bentak Andreas.

"M- Mora tidak sengaja, pa." Gumam Mora dengan air mata yang beruraian.

"Sedikit - dikit nangis! Usiamu sudah tujuh belas tahun, Mora." Ujar Andreas, Mora semakin menangis saja dan berdiri ketakutan.

"Papa jangan marahi Mora, dia hanya tersandung kakinya sendiri sampai jatuh." Ujar Abygail yang berpura - pura melindungi Mora.

"Lihatlah Aby, contoh dia. Dia begitu rapi dan bisa merawat dirinya sendiri, tapi kamu seperti anak tidak terurus." Ujar Andreas, padahal memang Mora tidak ada yang mengurus, semua perhatian tercurah untuk Aby saja.

"Maaf, papa. Aku hanya ingin minta tanda - tangan papa untuk tripku nanti." Ujar Mora akhirnya.

Andreas merebut kertas dari tangan Mora lalu menandatanganinya dengan kesal.

"Terimakasih, pa." Ujar Mora.

Andreas pun pergi meninggalkan Mora dan Abygail, Abygail tersenyum samar mengejek Mora dalam hatinya.

'See, seharusnya kamu mati saja, Mora. Papamu lebih pantas menjadi papaku.' Batin Aby.

"Mora, kamu tidak apa - apa?" Tanya Aby berpura - pura prihatin.

"Aku tidak apa - apa, terimakasih Aby." Ujar Mora dan Aby pun mengangguk.

Dan singkat cerita akhirnya mereka berdua berangkat ke sekolah bersama, Aby menggunakan mobil khusus miliknya dan Mora pun demikian. Keduanya sampai di sekolah, saat di sekolah Aby seolah tidak mengenal Mora dia cari aman dari gadis - gadis yang selalu merundung Mora.

"Oh yuhu.. si culun Mora rupanya masih hidup, aku pikir dia sudah mati kemarin." Ujar Leah si ketua geng, lalu di susul tawa oleh ketiga temannya.

Aby langsung buru - buru pergi menyibukkan dirinya, padahal Mora sangat ingin meminta Aby untuk menemaninya.

"Oi si culun Mora, ayo ikut!" Salah satu teman Leah yang bernama Rubi menarik paksa Mora dan memiting kepala Mora di keteknya sambil berjalan.

Semua orang menertawakan Mora yang selalu kena buly Leah dan kawan - kawan, mereka tidak mengasihani Mora dan justru ikut menertawakan bahkan menyoraki aksi pembulian itu.

"Lihat - lihat! Siapa ya iniiii...." Ujar teman Leah yang bernama Kyomi, sambil menunjukan foto Mora.

Mora terkejut melihat foto memalukan dirinya yang rupanya sudah terpampang di forum sekolah. Foto itu di ambil ketika perundungan kemarin terjadi, dimana Leah dan kawan - kawan lebih dulu mengambil foto Mora yang bajunya di buka paksa oleh Leah sebelum di coret - coret.

"Wah, di sekolah kita ada calon sugar baby.." Ujar teman Leah yang bernama Anet.

"Mati aja lu culun! Malu - maluin. Tampang jelek begitu nggak pantes hidup." Ujar salah seorang murid, lalu di susul tawa oleh yang lainnya.

"DEG!" Mora terkejut, bahkan teman kelasnya pun menyuruhnya untuk mati.

Mora langsung melepas paksa pitingan tangan Rubi lalu dia merobek fotonya. Tapi Leah dan kawan - kawan justru hanya tertawa melihat itu.

"Percuma kamu robek, semua juga sudah pada lihat. Karena aku.. menyebarnya di group sekolah, hahaha." Ujar Kyomi, dia sangat puas melihat Mora yang selalu menangis.

Mora merebut ponsel Kyomi lalu membantingnya ke lantai, semua orang terkejut melihat itu dan seketika hening sejenak.

"Ponsel baruku, AMORA!!!" Teriak Kyomi marah, Amora langsung lari dan Kyomi langsung mengejarnya.

"Culun! Berhenti kau!" Teriak Kyomi.

Mora berlari menaiki tangga dan terus naik sampai di atap sekolah, dia pikir pintunya bisa di tutup dari luar tapi ternyata tidak. Kyomi dan yang lain pun akhirnya berhasil menyusul Mora.

"K- Kyomi, maaf." Ujar Mora ketakutan.

"Maaf! Maaf! Asal kamu tahu ya culun! Itu ponsel baruku, dan itu limited." Ujar Kyomi marah.

"Tangkap dia girls." Titah Leah.

Mora yang sendirian akan selalu kalah melawan empat sekawan itu, Mora dengan mudah tertangkap dan Leah langsung melayangkan tamparannya pada Mora.

"Plak!" Satu kali tamparan dan terdengar sangat nyaring.

"Kenapa kalian selalu merundungku? Aku bahkan tidak pernah mengganggu kalian, dan tidak pernah berbuat salah pada kalian." Ujar Mora.

"Ada, salahmu adalah kamu lahir ke dunia ini. Kamu jelek, menjengkelkan, menggelikan dan menjijikan. Dan kami paling tidak betah melihat sampah sepertimu berada di depan kami." Sahut Leah.

"Tapi aku tidak mengganggu kalian." Ujar Mora.

"Intinya kami tidak suka. Kalau kamu mau menyalahkan, salahkan dirimu yang sialan ini terlahir di dunia." Ujar Anet menimpali.

Mora di dorong sampai jatuh lali Rubi langsung menyiram air minumnya di kepala Mora sampai basah kuyup. Tak hanya itu, Kyomi yang kesal menjambak rambut Mora sampai Mora meringis kesakitan.

Kyomi menampar berulang kali wajah Mora sampai hidung dan bibirnya keluar darah, lalu menghempaskannya sampai kepala Mora membentur lantai dengan keras.

"Sakit.." Rintih Mora.

"Mati aja kamu sialan!" Ujar Kyomi marah.

Kyomi sangat kesal, bahkan ia menendangi tubuh Mora yang sudah meringkuk kesakitan. Jika Rubi tidak menghentikannya mungkin Kyomi masih melanjutkan aksinya.

"Udah Ky, nanti dia mati beneran." Ujar Rubi.

"Mati ya mati aja, dia emang sampah menjijikan." Ujar Kyomi.

Mora tidak bergerak sama sekali, akhirnya Leah dan kawan - kawannya pergi meninggalkan Mora sendiran di atap sekolah.

Mora menangis kesakitan karena seluruh tubuhnya sudah remuk mendapat pukulan setiap hari dari Leah dan kawan - kawan.

'Aku menyerah Tuhan.. aku minta maaf, tapi aku menyerah. Aku terlalu sakit..' Batin Mora.

Kepalanya sudah berputar hebat, bahkan untuk sekedar bergerak saja Mora akan merasakan tulangnya sakit, nafas pun dia kesulitan.

'Mama, Mora pulang ke rumah Tuhan saja, supaya Mora bisa ketemu mama. Tidak ada yang sayang Mora di sini..' Batin Mora lagi.

'Papa juga berubah setelah mama pergi, Mora kesakitan sendirian.. Mora ikut mama saja.' Batin Mora lagi.

Nafas Mora kian memendek dan tatapannya menatap langit pagi yang cerah itu sebelum akhirnya tertutup.

Tiba - tiba Mora terbangun di tempat yang aneh, tempat itu hanya penuh dengan asap putih saja sampai Mora tidak bisa melihat apapun.

"Mora.." Panggil sebuah suara.

"Siapa??" Mora bertanya - tanya.

Mora melihat cahaya yang terang, dia tersenyum dan yakin bahwa dirinya sudah mati. Mora berlari menghampiri cahaya itu dan berhasil masuk, cahaya tadi kemudian menutup dan hilang.

Tapi tiba - tiba satu sosok muncul dan dia kebingungan di sana, tempat itu sangat aneh baginya.

"Apa aku sudah mati? Beraninya dia menjebakku, aku tidak terima aku mati begitu saja, aku mau balas dendam." Ujarnya dengan amarah.

"JDER!!" Tempat itu menjadi gelap seperti badai, awan putih tadi berubah menjadi hitam.

"Aku Amora Titania Gwyneth, tidak terima dengan kematianku." Ujarnya lagi, sampai tiba - tiba..

"E- eh! Eh!" Tiba - tiba sosok itu terombang ambing dan seperti di tarik oleh sesuatu.

Berpindah ke dunia nyata, tubuh Mora masih tergeletak di atap sekolah. Tiba - tiba matanya terbuka namun tatapannya tidak takut atau lemah seperti sebelumnya, tatapannya sangat tajam.

'Hm, dimana ini?' Batinnya.

'Apa aku hidup lagi?' Batin Mora.

Mora bergerak, tapi merasakan sekujur tubuhnya sakit semua.

"Sialan, siapa yang membuang jasadku kemari. Mereka pasti melempar asal jasadku di bangunan ini, tubuhku sakit semua." Gumamnya.

"Kenapa suaraku berubah? Ekhem! Ekhem! Haaaaaaaa Aaaaa Iiiiiiii Uuuuu Eeeee Oooo.." Mora seperti bukan Mora, dia terlihat sangat aneh sekarang.

"Bisa begitu? Haha, sudahlah, yqng penting aku hidup lagi, aku akan balas kalian para penghianat." Gumamnya lalu bangun.

"Woi Lah! Apa - apaan dengan seragam sekolah ini! Mereka jadiin jasadku loly - loly wibu, kah?" Mora merasa geli melihat dirinya memakai seragam sekolah.

"Eww, najis." Gumamnya lalu mencari pintu untuk turun dari atap.

Mora berjalan menuruni tangga dengan menahan kesakitan di sekujur tubuhnya, dia terkejut karena rupanya itu bangunan sekolah, dan lebih terkejut lagi ketika melihat semua orang melihat kearahnya.

"Oh, masih berani turun juga ternyata?" Ujar Leah pada Mora.

'Ngomong sama siapa dia?' Batin Mora, dia lalu melirik ke kanan dan ke kiri tapi tidak ada siapapun.

"Kamu ngomong sama siapa?" Tanya Mora.

"Pake nanya. Di sini yang culun dan jelek sekaligus menjijikan hanya kamu doang." Ujar Rubi.

'Sialan! culun, jelek dan menjijikan katanya? Apa dia tidak tahu aku ini independent woman yang di kejar banyak pria? Bocah kemaren sore berani ngomong se sadis itu sama orang yang lebih tua.' Batin Mora.

Mora tidak menggubris ucapan Rubi, dia tidak mau membuang waktu dan langsung berjalan pergi dari sana. Sampai tiba - tiba kepalanya berdenging hebat dan entah ingatan apa yang muncul di kepalanya saat ini.

Semua ingatan aneh dan gadis berwajah aneh muncul berputar - putar di kepalanya dan semua ingatan itu sangat buruk dan menyakitkan, Mora sampai terduduk di lantai saking sakitnya kepalanya itu.

"Astaga! Siapa dia, kepalaku sakit sekali rasanya." Gumam Mora.

Mora tiba - tiba pingsan karena tidak bisa menahan sakit kepala karena bayangan asing dan wajah gadis berkacamata aneh di ingatannya.

TO BE CONTINUED..

EPS 3. Mora bukan Mora.

Mora terbangun di rumah sakit, entah bagaimana dan siapa orang yang sudah membawanya ke rumah sakit. Ia menatap sekelilingnya dan kini di ingatannya ada dua ingatan berbeda, di hatinya merasakan kepedihan, kekecewaan, dan kerinduan yang teramat sangat.

"Orang baik mana yang membawaku kerumah sakit." Gumam Mora.

Pintu terbuka, dan seorang pria paruh baya tampak masuk kedalam ruangan Mora. Entah mengapa di hatinya berdenyut sakit ketika melihat pria paruh baya itu.

'Kenapa hatiku sakit melihat pria ini?' Batin Mora heran.

"Kamu sudah bangun? Kenapa tidak sekalian saja mati?" Ujar pria itu.

"Apa - apaan anda, sembara..."

"Sudah merasa menjadi jagoan, hah!? Berkelahi di sekolah sampai babak belur, kamu pikir kelakuanmu tidak membuat masalah?!" Bentaknya, dia adalah Andreas.

"Aku tidak berkelahi di sekolah, misiku terlalu banyak, untuk apa berkelahi di sekolah?" Ujar Mora dingin.

"Misi apa? Mempermalukan orang tua? Seharusnya kamu contoh Aby, dia sangat cerdas, disiplin, dia juga tidak pernah membuat masalah sepertimu." Ujar Andreas.

Mora tampak diam, dia otaknya mencerna sosok yang Andreas sebut.

'Aduh! Siapa bayangan gadis ini, kenapa di kepalaku banyak kenangan asing?' Batin Mora.

"Kamu papa hukum, satu minggu tidak usah sekolah." Ujar Andreas.

'Papa? Sejak kapan aku punya papa? Ini sebenarnya aku di dunia bagian mana?' Batin Mora.

Mora bangun dan langsung mencabut jarum infus di tangannya, Andreas yang melihat itu pun langsung kembali marah.

"Mora! Bisa tidak jangan selalu membuat papa pusing!" Bentak Andreas.

"Kalau begitu jangan urusi aku, urusi saja keponakan kesayangan papa. Toh selama ini papa tidak pernah sekalipun peduli padaku, di hati papa selalu hanya Aby." Ujar Mora tiba - tiba.

'Eh, kenapa aku bicara seperti itu? Kenapa aku malah melow?' Batin Mora heran sendiri.

Kata - kata itu muncul sendiri di hati Mora dan seakan meledak - ledak,

Andreas yang mendengar itu menjadi diam, dia seakan tersinggung. Mora berjalan menuju ke kamar mandi dan dia duduk di kloset.

Mora lalu berdiri dan hendak mencuci wajahnya, sampai dia terkejut dan mundur ketika melihat sosok lain berdiri di cermin.

"Hua!! Astaga maaf nona, saya tidak tahu wc ini terhubung." Ujarnya pada cermin.

"Kamu juga pasien di sini?" Tanya Mora.

Tapi gadis di cermin itu diam dan justru mengikuti pergerakan dirinya, bahkan ketika dirinya berbicara pun gadis itu ikut seolah bicara. Mora lantas melambai - lambaikan tangannya di depan cermin, dan lalu perlahan menyentuh cermin itu.

Mora menyadari bahwa itu adalah cermin yang berarti gadis di cermin itu adalah refleksi dirinya, dia pun langsung pias melihat itu.

"Astaga, A- aku kenapa jadi orang lain?" Gumam Mora.

Mora terdiam dan dia mengingat - ingat kejadian sebelumnya, dia lantas menyadari bahwa dia bangun di tubuh gadis lain yang saat ini dia gunakan tubuhnya.

"Jadi aku pasti sudah mati, jasadku entah dimana dan jiwaku pasti masuk kedalam raga gadis ini. Ingatan di kepalaku sudah pasti milik pemilik asli tubuh ini, kenapa dia sangat menderita." Gumam Mora.

"Tok! Tok! Tok!"

Suara di ketuk dari luar toilet.

"Mora, ini aku Aby.." Teriak Abygail dari luar.

'Jadi namamu juga Mora? Gadis malang yang selalu di rundung. Jangan khawatir, karena aku memakai tubuhmu, aku akan balas mereka yang merundungmu. Aku akan berikan keadilan atas kematianmu yang tidak adil.' Batin Mora.

"Aku akan menjaga tubuhmu ini sebaik - baiknya, terimakasih Mora." Gumam Mora pada pantulan dirinya di cermin.

Mora lalu keluar dari toilet dan seorang gadis memeluknya, Mora yakin gadis itu adalah gadis yang bernama Aby, yang di sama - samakan dengannya.

"Mora, aku takut dan khawatir sekali saat kamu di bawa ke rumah sakit." Ucap Aby dengan nada sedih.

'Jadi benar, dia yang bernama Aby. Kenapa filingku mengatakan dia ini jahat pada pemilik asli tubuh ini, dia hanya berpura - pura baik.' Batin Mora.

"Mora, kenapa kamu diam saja? Apakah masih ada yang sakit?" Tanya Aby.

"Lepas, menggelikan di peluk olehmu." Ujar Mora dingin.

Aby terkejut mendengar dingin nya suara Mora dan tatapan Mora yang tidak lagi takut dan lemah seperti biasanya, tatapan Mora sangat datar.

"M- maaf Mora, aku hanya khawatir kepadamu." Ujar Aby dan berpura - pura terhuyung kebelakang.

"Mora! Aby mengkhawatirkanmu, kenapa kamu mendorongnya!?" Ujar Andreas yang melihat Aby terhuyung.

"Mata papa yang sebelah mana yang melihat aku mendorongnya? Aku bahkan tidak menyentuh tubuhnya secuil pun." Ujar Mora.

"Papa, Mora tidak mendorongku, aku yang berdiri tidak seimbang." Ujar Aby.

"Dan kau, stop panggil papaku dengan sebutan papa, dia bukan papamu." Ujar Mora dingin.

"Mora!" Bentak Andreas.

"Shhh!!! Sebenarnya yang pasien rumah sakit aku atau Aby? Kenapa papa sejak tadi terus membentak aku." Ujar Mora.

"Kamu keterlaluan sekali!" Ujar Andreas.

"Aku keterlaluan? Papa yang keterlaluan. Papa terus mengutamakan Aby dari pada aku, di mata papa hanya Aby yang unggul, papa tidak pernah melihatku bahkan tidak peduli padaku." Ujar Mora.

"Kenapa, pa? Jika papa menilaiku selalu salah, seharusnya papa tahu dari mana kesalahan itu berasal. Papa tidak pernah barang secuilpun memperhatikan aku." Ujar Mora dengan mata berkaca - kaca.

"Lebih baik papa pergi, kau juga Aby." Ujar Mora lalu merebahkan dirinya di ranjang rumah sakit.

"Ayo Aby, jangan hiraukan ucapan Mora, kamu boleh memanggil papa." Ujar Andreas.

"Mora, aku minta maaf. Kamu benar aku tidak seharusnya memanggil paman dengan sebutan papa, aku hanya merindukan sosok papaku saja." Ujar Aby dengan isakan kecil yang di buat - buat.

'Lihat itu, Ratu drama yang sesungguhnya. Mora.. Mora.. Kamu gadis lugu yang terlalu polos sampai tidak tahu trik menjijikan dari Aby.' Batin Mora.

Andreas lalu pergi dari ruangan Mora bersama Aby.

'Mora, kamu pasti kesakitan sendirian selama ini. Jangan khawatir, aku akan membalas mereka yang menyakitimu.' Batin Mora sendiri, dia merasakan hatinya seperti tersayat - sayat.

Dan setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit, akhirnya Mora di perbolehkan pulang. Namun Mora yang sekarang bukan Mora yang dulu, Mora si culun yang lemah itu telah mati dan berganti menjadi Mora yang dingin dan tidak lagi takut - takut.

"Non Mora, selamat datang kembali du rumah.. bibi sudah masakkan makanan kesukaan non Mora." Ujar bibi pelayan rumah.

"Terimakasih bi, kebetulan aku lapar." Ujar Mora.

"Kalau begitu ayok, bibi siapkan makanan." Ujar bibi.

Mora berjalan ke meja makan, tapi dia mengernyit ketika melihat semua menu makanan yang sudah di siapkan di meja makan.

'Jelas Mora yang asli tidak menyukai makanan ini, ini makanan kesukaan Aby semua.' Batin Mora.

"Aku tidak mau makan makanan ini, ganti semua menu makanannya, bi." Ujar Mora.

"Tapi kan non paling suka makanan ini semua." Ujar bibi.

"Bukan aku yang suka, tapi Aby. Ganti menunya, apapun itu selain semua makanan ini." Ujar Mora.

"Baik nona, bibi masak yang lain." Pelayan itu pun mengangguk patuh walau dia masih kebingungan.

"Bi, masakkan aku makanan yang dulu mamaku suka." Ujar Mora tiba - tiba.

"Oh, baik non." Ujar bibi dan mengangkat semua makanan di meja makan.

Aby terlihat datang dari luar, dia sepertinya baru kembali setelah shoping mengingat ini hari libur sekolah karena banyak paper bag di tangannya.

"Bibi, aku lapar." Teriak Aby.

"Ini bukan hutan, kenapa harus berteriak." Ujar Mora.

"M- Mora? Kamu sudah pulang?" Ujar Aby terkejut karena dia tidak tahu hari ini Mora pulang dari rumah sakit.

"Kenapa? Kamu pias seperti melihat hantu." Ujar Mora.

"Mora, aku semang akhirnya kamu kembali." Ujar Aby dan hendak memeluk Mora, tapi Mora langsung menehan tubuh Aby.

"Mora apa kamu marah padaku, kenapa kamu jadi mengindariku setelah kecelakaan?" Tanya Aby dengan wajah yang di buat sedih.

'Gadis ini benar - benar calon perusak keluarga orang, masih kecil sudah menjadi ratu Drama.' Batin Mora.

Mora tidak menyahut, dia berjalan pergi begitu saja. Aby yang di kacangi itu pun menjadi kesal, dia lebih kesal lagi karena di meja makan masih kosong belum ada makanan.

"Bi! Kenapa makanannya belum siap!" Teriak Aby.

"Sudah aku bilang jangan berteriak, ini bukan hutan. Aku yang meminta bibi mengganti menu makanan, jangan komplen." Teriak Mora dari tangga.

"Semua makanan di meja itu makanan kesukaanmu, dan aku tidak suka makanan itu." Ujar Mora dan lanjut naik ke atas.

'Ada apa dengan dia? Kenapa dia menjadi berani sekarang, biasanya apapun yang aku katakan dia selalu menurut.' Batin Aby.

Mora masuk kedalam kamarnya, dan dia langsung tercengang melihat kamar milik Mora yang asli.

"What the... ini kamar apa taman kanak - kanak." Gumam Mora.

Mora menutup pintu kamar dan tercengang melihat nuansa kamar Mora yang asli. Kamarnya berwarna pink, banyak boneka di lemari, stiker kupu - kupu dan ornamen - ornamen tidak jelas.

"Oh Mora.. kamu pasti gadis yang sangat feminin. Tapi maaf, aku tidak feminin sepertimu, kamar ini terpaksa harus aku rubah total." Gumam Mora.

Mora bahkan geli melihat motif sprei ranjang Mora asli yang bermotif bunga - bunga berwarna pink.

"Aku yang akan mengendalikan tubuhmu, jadi maaf.. semua tentangmu harus aku ganti." Gumam Mora lagi.

...TO BE CONTINUED.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!