NovelToon NovelToon

My Fake Nyonya

Bukan Kecelakaan Biasa

“Woi! Jangan lari lo!” teriak seorang pria dengan lantang. Pria botak bertubuh tinggi besar itu dan komplotannya terus mengejar Maoya yang kian dalam masuk menuju hutan di lereng bukit Arjuna.

Tapi gadis bergaun pengantin itu sama sekali tidak terpengaruh dengan makian dan sumpah serapah Bimo yang belum juga mau menyerah untuk memburu dan menangkapnya. Tubuh ramping dan kaki jenjangnya yang sudah terbiasa dipakai melarikan diri itu seolah sudah sangat profesional dalam menjalankan perannya. Dalam sekejap saja ia sudah berhasil mendekati lereng bukit dan pergi jauh meninggalkan Bimo dan komplotannya.

Dengan nafas terengah-engah, Maoya segera mencari tempat penyimpanan yang paling aman di sekelilingnya. Ia kemudian menggali tanah dan memasukkan kotak kayu yang dicurinya dari Bimo tadi ke dalamnya. Ia harus memastikan bahwa Bimo tidak akan bisa menemukan kotak kayu meskipun berhasil menangkapnya.

“Harta karunku, baik-baik kalian di sini yah? Aku bakal segera kembali untuk menjemput kalian begitu situasinya aman. Okay?” Gumam Maoya kepada kotak kayu yang sudah dipendamnya dengan rapi itu.

Ciiiiit!!! Brak!

Maoya terlonjak kaget mendengar suara derit rem dan benturan yang sangat keras dari arah jalan di kaki bukit tidak jauh dari tempatnya berada. Ia bangkit sambil mengangkat gaun putihnya yang mulai berubah warna karena tanah dan kotoran yang menempel. Ia melihat tiga buah mobil mewah tengah mengalami kecelakaan beruntun.

“Ngapain mereka lewat sini? Ini kan bukan jalan yang biasa dilalui kendaraan?” gumam Maoya.

Saat hendak berjalan menghampiri tempat kejadian, tiba-tiba saja seorang pria keluar dari dalam mobil sedan putih yang terletak paling belakang. Dengan darah yang bercucuran di lengan dan dahinya, pria itu berjalan menghampiri mobil hitam yang ada di tengah. Ia berusaha membuka paksa pintu mobil yang sudah ringsek itu, menarik tubuh seorang wanita berbaju pengantin keluar lalu memapahnya menuju ke sedan putih miliknya.

Di antara ketiga mobil, memang mobil sedan putih itulah yang kondisinya masih lebih baik daripada yang lain. Tak lama kemudian sedan itu berputar dan kembali ke arah mereka datang sebelumnya.

Sayangnya, belum sampai beberapa puluh meter mereka melaju, sebuah tembakan keras terdengar di udara. Seorang pria berpakaian serba hitam yang tengah mengendarai motor menembak ban mobil itu dan membuatnya oleng hingga terguling dan tersangkut di tepian jurang.

Maoya terbelalak sambil membungkam mulutnya. Ia tidak percaya dengan adegan yang muncul tepat di hadapannya itu. Sebuah kecelakaan maut dan pembunuhan sadis oleh seorang pria berbaju hitam dan berhelm. Tubuh Maoya bergetar hebat. Tanpa sadar, ia memundurkan langkah kakinya dan memilih untuk bersembunyi di balik sebuah pohon untuk mengamati penjahat pria itu. Ia sadar betul bahwa nyalinya tidak cukup besar untuk berurusan dengan pria tak berperasaan yang sangat kejam itu.

Pria itu mendekati mobil sedan yang setengah bagian belakangnya sudah berayun-ayun di atas jurang. Ia kemudian turun dari motor dan memecahkan kaca jendela tempat pengantin wanita itu berada. Maoya merasa cukup lega karena berfikir bahwa pria jahat itu akan menyelamatkan pria dan wanita dalam sedan itu.

Namun dugaannya salah besar. Pria berbaju hitam itu berdiri dan meninggalkan mereka begitu saja. Ia kemudian berjalan menuju motornya, melihat sekitar, lalu pergi begitu saja.

Maoya langsung mendekati sedan itu sambil berteriak minta tolong. Tapi persis seperti dugaannya, tak ada seorangpun yang datang menolongnya karena jalur itu memang sangat sepi dan jarang dilalui kendaraan. Maoya memeriksa keadaan dan mendapati wanita bergaun pengantin itu masih hidup. Ia berusaha mengeluarkan wanita itu dari dalam mobil.

“Kamu ngga papa?” tanya Maoya setelah melihat masih adanya tanda-tanda kehidupan dari wanita itu.

Wanita itu terluka parah. Darah segar mengaliri wajah cantik dan gaun pengantinnya. Ia hanya mampu mengedipkan kelopak matanya untuk menjawab Maoya.

Maoya berusaha melepaskan sabuk pengaman dengan susah payah tapi wanita itu mencegahnya. Ia mengulurkan tangannya yang penuh darah dan menyerahkan sebuah gelang mutiara dan kancing baju kepada Maoya. Tak lama kemudian mobil itu benar-benar jatuh ke dalam jurang.

“Tidak!!!!!!!” tubuh Maoya lemas seketika.

Ia menatap gelang mutiara dan kancing baju yang ada di tangannya dengan perasaan yang berkecamuk. Ia masih tidak mengerti kenapa wanita itu memberikan kedua benda itu kepadanya.

Maoya mendatangi kedua mobil lainnya untuk memeriksa keadaan korban. Ada dua orang yang terlempar keluar mobil, terluka parah dan sudah tidak bernyawa. Sementara korban lain yang masih berada di dalam mobil kondisinya sama parahnya. Maoya kembali terduduk lemas dengan perasaan berkecamuk.

“Kemana perginya pencuri sialan itu?! Cari sampai ketemu!” Teriak Bimo yang baru tiba di kaki bukit.

‘Bimo? Sial!’

Demi menyelamatkan diri dari pria tidak tahu diri itu, Maoya melumuri tubuhnya dengan darah lalu berbaring tidak jauh dari para korban kecelakaan.

“Apa ini?” teriak Bimo dan teman-temannya ketika tiba di lokasi dan mendapati ada dua buah kendaraan tengah terlibat kecelakaan parah dan banyak korban berceceran di dalam dan luar mobil. “Pergi dari sini!”

Bimo dan teman-temannya buru-buru pergi meninggalkan tempat kejadian karena tidak ingin terlibat masalah. Dan tak lama kemudian ada yang datang dan membantu membereskan kecelakaan nahas itu.

*****************

Maoya mengerjap-ngerjapkan matanya dan mendapati dirinya tengah berada di rumah sakit. Ia memeriksa sekujur tubuhnya yang masih utuh dan sama sekali tidak terluka. Tak lama kemudian seorang perawat datang.

“Anda sudah bangun?” tanya perawat itu ramah.

Maoya mengangguk kecil, “Sudah berapa lama saya tertidur?”

“Hampir tujuh jam.” Jawab perawat itu tersenyum ramah. “Anda sangat beruntung bisa selamat tanpa banyak luka dari kecelakaan maut seperti itu.”

“Sus, apa ada korban lain yang selamat?” tanya Maoya cemas.

Perawat itu menggeleng dengan wajah prihatin, “Banyak korban yang meninggal di tempat dan sebagian meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Saat tiba di sini, hanya anda satu-satunya yang selamat.”

Maoya tertunduk sedih mendengar kabar itu.

“Nona Rumeiza, ini obatnya saya letakkan di sini.” Ujar si perawat sambil meletakkan obat di atas meja. “Jangan lupa diminum yah?”

“Rumeiza?”

'Apa itu nama pengantin yang jatuh ke jurang tadi?'

Perawat itu terlihat cemas sambil memandangi wajah Maoya. “Anda tidak ingat nama anda?”

Tak ingin memperpanjang masalahnya hari itu, Maoya terpaksa berbohong. “Hahaha... Ngga mungkinlah. Masa iya saya lupa nama saya sendiri?”

“Syukurlah. Tuan Jaksa Tampan sedang menunggu anda di luar. Mau saya panggilkan?”

“Jaksa Tampan?” ulang Maoya

Perawat itu mengangguk. “Calon suami anda, Tuan Jovan.”

“Apa?! Calon suami?!” tanya Maoya dengan manik mata yang nyaris keluar dari tempatnya.

“Mau saya panggilkan?”

Maoya buru-buru menggeleng cepat. Ia pura-pura menguap lebar berkali-kali. “Sepertinya saya ngantuk berat.”

“Baiklah kalau begitu saya permisi.” Ujar si perawat sambil membawa peralatannya keluar dari ruangan Maoya.

‘Tuhan... Ujian apalagi ini? Baru aja lolos dari Bimo kenapa mesti ketemu sama calon suami lagi sih?’

Maoya menarik selimutnya sambil menatap langit-langit rumah sakit. Tapi ia langsung terduduk kaget.

‘Tunggu! Calon istri? Gimana kalau sampai dia tahu kalau aku bukan calon istrinya? Apa dia sudah tahu kalau calon istrinya jatuh ke jurang?’

‘Tapi kalau dia tahu gue bukan pengantinnya, buat apa dia ngebawa gue ke sini dan nungguin di luar?’

Maoya berfikir keras. Ia harus memikirkan semua kemungkinan dan mempertimbangkan keseluruhan situasinya. Melihat bagaimana kecelakaan itu terjadi, ia meyakinkan diri untuk tidak boleh bertindak gegabah kali ini.

‘Apa dia sengaja ngurung gue di sini karena tahu bahwa gue satu-satunya saksi kecelakaan itu? Atau jangan-jangan Jovan itu adalah pria kejam berbaju hitam tadi? Dia datang buat ngebunuh gue?’

Dan tiba-tiba saja Maoya bergidik ngeri.

*********************************

Maling Cantik vs Tuan Jaksa Tampan

Tak lama setelah perawat pergi, Maoya samar-samar mendengar dua orang pria masuk ke dalam kamarnya sambil berbincang-bincang di kursi penunggu di ruangannya.

“Van, apa lo bakal tetep lanjutin pernikahan ini?” tanya Billy kepada Jovan

“Ngga ada jalan untuk mundur. Pernikahan ini menyangkut keamanan nasional dan keselamatan banyak orang.”

“Tapi dengan adanya musibah ini, mungkin lo bisa minta dispensasi dengan alasan sedang berkabung.”

Jovan menyandarkan tubuhnya ke sofa. “Apa lo pikir perdana menteri bakal nerima alasan itu sementara yang bersangkutan aja sama sekali tidak mempermasalahkan musibah ini?”

“Maksud lo Bupati Botan? tapi justru itu yang bikin gue makin khawatir sama elo. Apa pengorbanan lo ini sepadan?”

“Ini adalah resiko pekerjaan. Ngga ada yang perlu dikhawatirin.”

Billy makin cemas mendengar jawaban pasrah sahabatnya itu. ia kemudian berjalan mendekati ranjang Maoya dan mengamatinya sesaat. Ia cukup panasaran kenapa gadis itu tak kunjung bangun padahal dokter bilang kondisinya sangat stabil. Jadi ia mencondongkan tubunya agar bisa mengamati wajah Maoya dari dekat.

Maoya yang merasakan wajah Billy kian mendekat ke arahnya langsung bangun dan menyundul wajah Billy dengan keras.

“Aaaaaau!!!!!” erang Billy sambil menutupi dahinya. “Apaan sih lo?! Sakit tahu!!”

“Siapa suruh lo berani macem-macem sama gue?! Dasar cowok mesum!!” balas Maoya tak mau kalah.

“Apa lo bilang?”

“Jelas-jelas ketangkep basah mau nyium gue. Masih aja berani mengelak. Dasar mesum!”

“Sembarangan! Siapa juga yang sudi nyium cewek gila kaya elo!” protes Billy. “Van, lo yakin ini Rumiza dari pulau Botan? Bukannya jambret liar di pasar? Ngga ada akhlak!"

Jovan bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri kedua pihak yang tengah berseteru itu. Ia kemudian menyodorkan gelang mutiara dan sebuah kancing baju kepada Maoya. “Ini punya lo?”

Maoya langsung merebut gelang itu.

“Gelang itu punya lo?” ulang Jovan.

Maoya mengangguk lalu segera menyimpannya. “Kenapa?”

“Darimana lo dapetin gelang ini?”

“Eee..ee.... Itu... pemberian ibu gue. Kenapa?”

“Gimana kondisi lo?” tanya Jovan lagi.

“Udah baikan.”

“Besok kita menikah.”

“Apa? Nikah? Lo gila ya?! Lo ngga lihat semua rombongan meninggal dunia. Ngga ada satupun yang selamat dan lo masih sempet-sempetnya mikirin pernikahan. Lo sehat?”

“Kecelakaan itu ngga ada hubungannya sama pernikahan kita.”

“Dasar sakit jiwa!” Maoya bangun dari ranjangnya, melepaskan infus dari tangannya lalu berjalan menuju pintu keluar.

“Mau kemana lo?” tanya Jovan tanpa menoleh.

“Pulang.” Jawab Maoya singkat.

Jovan menghampiri Maoya lalu manarik tangannya dengan kasar. “Lo itu calon istri gue. Jadi lo ngga boleh pergi kemanapun tanpa ijin gue.”

“Gue ngga mau nikah sama elo. Gue mau pulang!”

“Apa lo lupa kenapa lo dikirim kesini? Lo ngga lihat kalau Bupati Botan, bokap lo itu bahkan ngga datang meskipun tahu elo, putri satu-satunya, baru aja selamat dari kecelakaan maut? Dia lebih peduli sama kerabat lo yang udah meninggal dunia daripada elo, anak kandungnya sendiri, yang masih hidup.”

“Maksud lo......”

Jovan membungkuk untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Maoya. Dengan tatapan tajam ia berkata, “Hidup lo udah diserahin ke gue. Dan mulai hari ini nyawa dan tubuh lo milik gue. Cuman gue yang berhak mutusin kapan lo boleh pergi atau mati. Paham?!”

Maoya menelan salivanya dengan berat. “Tapi.........”

Jovan menarik tangan Maoya lalu menghempaskan tubuh Maoya kembali ke ranjang dengan kasar. “Jangan berani-berani kabur dari gue!”

Maoya buru-buru mengangguk lalu pria itu pergi bersama sahabatnya meninggalkan kamar Maoya.

Maoya akhirnya bisa bernafas lega. Pria itu benar-benar menakutkan. Tatapan matanya seperti memiliki sihir magis yang membuat Maoya tak mampu berkutik.

‘Sial! Kenapa sih gue mesti berurusan sama cowok bengis kaya dia?’

Maoya kembali memikirkan situasinya.

‘Tunggu! Jadi dia ngga tahu kalau gue bukan Rumeiza? Tapi gimana mungkin dia ngga ngenalin wajah calon istrinya sendiri?’

Maoya mengendap-endap membuka pintu kamar dan melihat ada banyak pengawal yang berjaga di depan kamarnya.

“Anda mau kemana, Nyonya?”

“Nyonya?” ulang Maoya.

“Tuan Jovan sudah berpesan agar anda tidak meninggalkan kamar Anda sampai beliau menjemput anda besok pagi. Jadi sebaiknya anda kembali masuk.”

Maoya memikirkan cara untuk bisa melewati penjagaan itu tapi dari ujung lorong ia melihat Bimo sedang berjalan bersama komplotannya.

‘Sial! Kenapa si babi bego ada di sini sih?’

Maoya buru-buru masuk dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

**********************

Keesokan paginya, ia mendengar seorang perawat dan petugas pengantar makanan masuk ke kamarnya sambil bergosip.

“Beruntung banget yah dia bisa nikah sama Tuan Jovan, cowok nomer satu di ibu kota. Jaksa tampan dan sukses dambaan seluruh gadis di pelosok negeri.”

“Beruntung apanya? Emang sih, Pak Jovan itu tampan dan populer. Tapi siapa juga yang betah hidup sama suami yang dingin dan ngga berperasaan kaya dia. Ibarat pepatah bagai hidup di sangkar emas.”

“Iya juga sih.. tapi kalau gadis sandra kaya dia ngga dinikahi sama Tuan Jaksa, hidupnya di sini pasti sulit karena semua orang akan takut dan mengucilkannya ckckckck.... kasian...”

“He’eh.. bener. Siapa coba yang ngga takut sama putri pemberontak? Ya kan?”

Maoya pura-pura menggeliat.

“Selamat pagi, Nyonya. Saya periksa dulu yah?” sambut si perawat ramah. “Gimana kabar Nyonya hari ini?”

“Nyonya? Kenapa semua orang memanggil saya nyonya?”

“Anda seharusnya sudah menikah dengan Tuan Jovan kemarin. Setelah itu, semua orang harus memanggil anda dengan sebutan nyonya.”

“Iya, tapi kenapa?”

Perawat itu tertawa. “Anda pasti bercanda. Bukannya itu panggilan yang umum untuk seorang istri pejabat penting eselon satu?”

“Eselon satu?” ulang Maoya.

Perawat itu mengangguk. “Tuan Jovan bahkan lebih istimewa karena termasuk dalam tiga menteri utama yang bernaung langsung di bawah perdana menteri. Karena itu beliau sangat populer dan dihormati.”

“Menteri utama?” ulang Maoya lagi dengan wajah melotot penuh semangat.

Perawat itu mengangguk. “Anda sangat beruntung.”

‘Menteri utama? Dia pasti kaya raya, punya banyak harta. Kalau gue jadi istrinya, bukankah kekayaannya adalah milik gue juga?’

“Maaf, Nyonya. Saya sudah melepas infus dan menyiapkan obat untuk anda. Sebentar lagi dokter akan datang untuk memeriksa anda sebelum pulang.”

“Dokter? Sepagi ini?”

“Ini adalah permintaan khusus Tuan Jovan. Tidak ada yang berani menolaknya.”

“Bahkan dokter tidak berani menolak permintaannya?” ulang Maoya.

‘Wah, pria ini benar-benar luar biasa. Kalau gue jadi istrinya, maka semua dokter di rumah sakit Citra Medika akan tunduk dan memperlakukan ibu dengan baik.’

“Nyonya!”

Lamunan Maoya buyar seketika. “Ya?”

“Saya permisi dulu.”

“Oh iya.”

‘Oke Yaya, pikirkan baik-baik. Lo cuma perlu jadi istri cowok kaya itu, dapetin semua hartanya lalu pergi tanpa jejak. Lo udah ahli dalam hal ini. Ngga ada yang perlu lo takutin. Setega dan sekejam apapun pria itu, dia ngga bakal bisa nahan lo lama-lama. Dia juga ngga bakal pernah bisa nemuin jejak pelarian lo dengan mudah. Karena lo Maoya, si maling cantik dari Desa Arjuna.'

*****************************************

Tertangkap Basah

Karena musibah yang sedang menimpa mereka, maka pernikahan digelar dengan sederhana. Hari itu, Maoya resmi menjadi istri Jovan dan menggunakan identitas Meiza, calon istri Jovan yang meninggal dunia akibat jatuh ke dalam jurang. Ia juga tinggal di rumah mewah Jovan yang dipenuhi banyak pelayan.

“Silakan Nyonya!” ajak salah seorang pelayan yang membawa Maoya menuju kamar di lantai dua. “Silakan pilih kamar yang nyonya suka!”

Maoya melihat-lihat kelima kamar yang terletak di lantai dua itu. Tapi ia justru tertarik pada satu-satunya kamar yang tidak direkomendasikan oleh si pelayan.

“Saya mau ini.”

“Maaf, nyonya. Tapi ini kamar tuan. Tidak ada satu orangpun yang Tuan perbolehkan untuk masuk apalagi tinggal tanpa ijin dari Tuan di kamar ini.”

“Tapi saya suka yang ini. Kamu tenang aja!”

“Tapi Nyonya –“

“Ssssst! Kamu boleh pergi.” Maoya mengusir pelayan itu lalu masuk ke dalam kamar Jovan yang tidak terkunci.

Ia kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang super empuk dan besar di dalam kamar itu. “Nyamannya...”

Maoya kemudian sadar bahwa ada hal penting yang harus segera ia lakukan sebelum bermalas-malasan di kasur super nyaman itu. ia bergegas bangun lalu memeriksa semua benda yang ada di meja dan laci di dalam kamar itu. Semua barang yang ada di sana adalah produk mahal keluaran merk ternama. Ada puluhan jam tangan mewah juga di dalam laci dan tumpukan uang tunai berserakan di salah satu laci meja yang lain.

'Lo ngga boleh buang-buang waktu, Yaya! Kumpulin sebanyak mungkin lalu kabur secepatnya!'

Merasa semakin penasaran dan bersemangat, Maoya memeriksa isi lemari pakaian Jovan, berharap ia bisa menemukan lebih banyak uang dan perhiasan yang bisa dibawanya saat kabur nanti. Tapi belum sempat ia membuka lemari itu, Jovan sudah lebih dulu muncul dari balik pintu kamar.

“Ngapain lo di kamar gue?!”

“Ngga ngapa-ngapain kok. Penasaran aja sama lemari pakaian ini, model dan gayanya sangat mewah. Gue baru pertama kali lihat yang sebagus ini, hehe...”

Jovan kembali menarik tangan Maoya menjauh dari lemari pakaiannya. “Denger baik-baik! Gue paling ngga suka sama orang yang berani nyentuh milik gue. Kalau lo masih berharap bisa hidup sedikit lebih lama di rumah ini, sebaiknya lo jaga sikap lo!”

“Emang lo bakal segera mulangin gue?”

Jovan kaget mendengar pertanyaan konyol Maoya.

‘Bisa-bisanya dia setenang dan sebodoh itu? Apa kecelakaan itu berpengaruh pada otaknya?’

“Kok diem? Kalau gue bikin lo kesel, apa lo bakal ngusir gue dan mulangin gue ke rumah gue lagi?”

“Setelah keluar dari rumah ini, satu-satunya tempat yang bisa lo datengin cuma penjara dan makam. Lo bisa mulai putuskan dari sekarang.”

“He-he... sepertinya gue salah masuk kamar.” Maoya berniat untuk segera melarikan diri dari intimidasi Jovan. Ia tidak ingin mati mengenaskan malam itu.

“Tunggu!”

Langkah Maoya terhenti seketika. Jovan mendekati Maoya, menarik tangannya, lalu memelototinya. “Keluarin!”

“Apa?” tanya Maoya berlagak bodoh.

Alih-alih menjawab, Jovan hanya menatap tajam ke arah Maoya menyembunyikan hasil jarahannya. Merasa gagal menyembunyikan aksinya, Maoya menghempaskan tangan Jovan dengan kasar. Dalam situasi saat ini, maka ia harus mengambil posisi menekan jika tidak ingin terus diintimidasi. Jadi, dari pelaku, Maoya langsung membalikkan keadaan dan memposisikan dirinya sebagai korban.

“Lo kenapa sih? Kasar banget jadi cowok. Jangan pikir karena kita sudah nikah terus lo bisa seenaknya sama gue. Dasar cabul!”

Tidak seperti Billi yang langsung protes saat dikatai mesum oleh Maoya, Jovan justru terlihat lebih tenang.

“Memangnya kenapa kalau gue cabul?”

Maoya terus melangkah mundur seiring langkah maju Jovan yang kian mengintimidasinya hingga terpojok di dinding. Maoya sudah bisa menebak adegan selanjutnya, jadi ia memejamkan mata sambil memonyongkan bibirnya. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk lolos dari jebakan Jovan malam ini.

“Aaaaaaa!!” teriak Maoya ketika Jovan menarik gaun pengantinnya hingga robek.

Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Jovan akan bertindak sejauh itu tanpa pemanasan. Karena fokus pada adegan mesum di kepalanya, Maoya justru tidak sadar bahwa uang yang ia simpan di balik baju itu sudah tercecer berhamburan di lantai. Dengan tangan yang masih memegang gaunnya yang robek, Maoya membuka matanya perlahan dan melihat wajah Jovan tepat di hadapannya sambil menyeringai.

Maoya langsung mendorong tubuh Jovan menjauh darinya agar ia bisa memungut uang-uang kesayangannya itu. Tapi ia lupa bahwa gaunnya sudah sobek sehingga melorot dan terlepas begitu saja dari tubuh atasnya yang mulus.

“Aaaaaaaaarghh!” teriakan Maoya kian mengeras.

Jovan langsung mengalihkan pandangannya, mengambil selimut lalu melemparkannya ke arah Maoya. Ia bergegas keluar dari kamar dan meninggalkan Maoya seorang diri.

*********

“Kenapa lo? Kok keluar lagi? Bukannya adegannya udah semakin memanas?” goda Billy yang tersipu-sipu membayangkan alasan Maoya berteriak dari dalam kamarnya.

Jovan menoyor kening Billy. “Daripada mikir yang ngga-ngga mending lo pulang aja sana!”

“Van, kita ini kan sudah berteman dari kecil. Masa kaya gitu aja lo masih malu sama gue.”

Jovan mengambil apel di meja lalu memasukkannya ke mulut Billy. “Kalau masih ngga bisa diem, keranjang buahnya juga bakalan pindah ke mulut lo.”

Billy menggigit apelnya lalu kembali menyerocos seperti biasanya. “Lo kenapa sih, Van?”

“Lo sadar ngga kalau Meiza ini aneh banget.”

“Aneh gimana?” tanya Billy sambil terus memamah apelnya.

“Dari yang gue dengar, Meiza itu cewek yang anggun dan cerdas. Meskipun keluarganya tidak kaya, tapi mereka sangat terpandang, mengedepankan keadilan dan sangat dihormati warga Botan. Tapi kenapa yang datang malah maling ngga ada akhlak yang ngga punya otak dan bermulut besar?”

“Tuh kan? Bener kan yang gue bilang. Dia mirip jambret pasar yang ngga ada akhlak. Btw, kenapa lo tiba-tiba berfikiran sama kaya gue? Jarang-jarang kan kita sepakat kaya gini?"

“Ah, udahlah! Percuma gue ngomong panjang lebar sama elo. Kalian berdua sama aja. Sama-sama ngga punya otak dan bermulut besar.”

“Haha.. gue demen sama pujian lo.” Jawab Billy santai. Ia sudah sangat terbiasa dengan mulut keji sahabatnya itu.

“Dasar otak udang!”

Tak lama kemudian, Riko datang dengan membawa setumpuk dokumen.

“Van, lo mesti lihat ini.” Ujar Riko sambil menyerahkan berkas yang dibawanya. “Mobil sedannya udah ketemu. Ada dua orang korban juga yang ditemukan di perairan dasar jurang, laki-laki dan perempuan. Tubuh mereka hancur sehingga sulit dikenali. Tapi menurut informasi, mobil itu adalah salah satu mobil yang kita kirim untuk menjemput mereka. Kondisinya hancur dan sekarang masih dilakukan proses pengecekan lebih lanjut.”

“Dua orang? Bukannya cuma ada satu orang yang hilang? Kenapa malah ditemukan dua orang?” tanya Jovan sambil membaca semua berkas berisi data korban, dan temuan lain terkait kecelakaan maut yang menimpa rombongan pengiring pengantinnya kemarin.

“Kenapa ngga nanya sama Meiza aja sih? Ribet amat.” Celoteh Billy sambil menyuapkan potongan apel terakhir ke mulutnya.

“Untuk sementara tolong simpan dulu masalah ini sampai kita menemukan titik terang.” pinta Jovan serius.

“Van, penemuan ini terlalu besar buat kita tutupin.” Tolak Riko.

“Kita ngga boleh membuat musuh waspada sementara kita belum menemukan petunjuk apapun.”

“Kalian tenang aja! Biar gue yang urus.” Tawar Billy sambil mengambil sebuah apel lagi sebelum pergi.

***************************************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!