NovelToon NovelToon

Tragedi Bunga Lily

Part 1

Seorang gadis berjalan tergesa di tengah gerimis yang mulai melebat. Wajah cemas menunjukkan gadis itu sedang memikirkan sesuatu yang sangat mengganggu.

"Duh! Masa sih gak ada ojek yang lewat?  Mana HP-ku ketinggalan di rumah Moses lagi, gak bisa pesan ojol deh," keluh gadis itu sambil bersedengkap menahan dingin.

Kemarin siang sepulang dari kampus gadis itu singgah di sebuah apotek untuk membeli barang yang sebenarnya belum boleh dibeli oleh gadis single seperti dirinya. Tespek, nama benda itu. Bagi seorang gadis yang belum menikah seperti dia, membeli tespek adalah hal yang sangat memalukan. Tapi apa boleh buat gadis itu merasa penasaran karena tamu yang biasanya rutin datang setiap bulan kali ini terlambat.

Benar saja, apa yang dipikirkan oleh gadis itu menjadi kenyataan. Dua garislah yang muncul di tespek yang tadi dia beli. Hal itu tentu saja membuat gadis itu gusar. Tak cuma satu, dia membeli tiga alat yang sama tetapi dengan merk yang berbeda dan ketiganya menunjukkan hasil dua garis. Positif.

Di sinilah gadis itu sekarang, menunggu ojek lewat dalam rinai gerimis. Rumah sang kekasih adalah tujuan gadis itu. Sebuah rumah tua bergaya Belanda yang mirip sekali dengan setting film horor.

"Neng? Kok hujan-hujanan sih? Nanti pilek lho," tegur seorang penarik ojol yang membuat gadis itu terkejut.

"Eh? Ngagetin aja Abang ini. Sebenarnya aku lagi nunggu ojek, tadinya mau pesan ojol tapi hp-ku ketinggalan."

"Ya udah kalau kayak gitu yuk saya antar, Neng!"

"Tapi aku kan gak bisa pesen, Bang. Pesen ojol kan harus lewat aplikasi, gimana dong?"

"Ini saya sudah mau pulang jadi saya anterin aja nggak usah pakai aplikasi. Gimana mau nggak, Neng? Tapi tetap harus bayar ya!" Abang Ojol menawarkan solusi.

"Bolehlah kalau begitu aku mau pergi ke rumah tua yang di Jalan Baronang. Itu loh yang letaknya di ujung jalan yang banyak pohon-pohonnya."

"Oh rumah itu rumah tinggalan Belanda itu ya, Neng?"

"Iya Bang. Abang tahu kan'?"

"Tahu kok,  Neng. Bibi yang jadi asisten rumah tangga di situ langganan Abang kalau mau pergi ke pasar. Namanya Bu Sari bener kan, Neng?"

"Oh Abang ini ojol langganannya Bi Sari toh? Ya udah kalau gitu yuk anterin aku ke sana, Bang!"

"Oke siap, Neng. Yuk berangkat," kata Bang Ojol yang menirukan gaya tukang ojek pengkolan.

Sambil tersenyum gadis itu naik ke boncengan motor ojek online yang memang dijodohkan untuk mengantarnya ke tujuan. Gerimis makin melebat tapi Gadis itu menolak menggunakan jas hujan.

"Neng, berhenti sebentar ya, kita pakai jas hujan dulu," kata Bang Ojol.

"Itu tujuan kita sudah nampak, pakai jas di sana saja, tinggal dikit lagi kan?"

"Oke lah, kalau maunya Neng kayak gitu," kata Bang Ojol.

Tak lama mereka berdua sampai di tujuan. Benar sekali yang dikatakan gadis itu tadi tujuan mereka sudah tampak.

"Ini ongkosnya, Bang." Gadis itu menyodorkan selembar uang warna merah bergambar dua bapak-bapak.

"Bentar ya, Neng! Saya carikan kembalian dulu."

Tanpa menunggu uang kembalian dari Bang Ojol, gadis itu berlari menembus gerimis, masuk ke dalam pagar rumah bergaya Belanda itu. Bang Ojol yang berteriak memanggil tidak dihiraukan oleh gadis itu.

"Neng, ini kembaliannya," teriak Bang Ojol.

Merasa diabaikan, Bang Ojol memutuskan pergi meninggalkan tempat itu. Toh Bu Sari yang tinggal di rumah itu adalah pelanggan tetapnya, jadi dia bisa menitipkan saja uang kembalian itu pada Bu Sari. Sesimpel itu pemikiran Bang Ojol dan dia pun melaju meninggalkan tempat itu.

Si gadis yang berlari menembus gerimis segera menghilang di balik pagar tinggi rumah bergaya Belanda itu tanpa menghiraukan panggilan Bang Ojol yang akan memberikan kembalian.

Sepi. Itulah hal pertama yang didapati gadis itu ketika mulai menjejakkan kaki di halaman rumah tua itu. "Pasti Bi Sari ada di dapur jam segini, mending aku memutar lewat pintu belakang saja."

Gadis itu berlari kecil membelah gerimis menuju pintu belakang rumah tua itu. Benar-benar pintu belakang karena letaknya yang persis berada di belakang rumah.

Suasana menjelang magrib membuat suasana makin mencekam. Gadis itu mempercepat langkahnyandan tersenyum lega saat melihat pintu belakang rumah tua itu terbuka.

"Benar kan dugaanku, Bi Sari lagi di dapur," gumam si Gadis.

"Bi, tolong bikinkan teh hangat dong! Aku kehujanan nih. Kutunggu di kamarku ya, Bi," titah gadis itu pada seseorang yang sedang berdiri di depan kompor.

Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya gadis itu bergegas berlari ke kamar tamu di rumah itu yang dia akui sebagai kamarnya.

Kamar mandi. Tempat pertama yang dituju gadis itu setelah masuk ke dalam kamarnya. Guyuran air hangat yang mengalir dari shower diharapkan si gadis bisa meluruhkan air hujan yang sudah membuatnya kuyub. Sebuah pemikiran kalau air hujan bisa mengakibatkan sakit membuat gadis itu memutuskan mandi dan keramas.

Beberapa menit kemudian gadis itu keluar dari dalam kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya. Secangkir teh yang masih mengepulkan asap tipis membuatnya tersenyum.

Gadis itu bergegas mengenakan pakaian yang diambilnya dari dalam lemari besar di kamar itu. Kemudian duduk manis di kursi sebelah nakas dan menyesap teh manis hangat yang terhidang di sana.

"Hemm, rasa teh ini kok lain dari biasanya ya? Apa Bi Sari ganti merk teh yang dia gunakan?" gumam gadis itu.

"Ah, bodo amat toh teh yang ini rasanya lebih nikmat." Gadis itu menghabiskan teh yang ada di cangkir.

Mata yang tiba-tiba terasa berat karena rasa kantuk yang sangat membawa gadis itu beranjak ke arah ranjang besar di kamar itu. Ranjang yang empuk dan harum karena sprei dan bad covernya baru diganti. Dalam hitungan detik gadis itu sudah terlelap.

Seorang pria masuk ke dalam kamar itu ketika sang gadis sedang terbuai ke alam mimpi. Pria itu menyeringai puas ketika mendengar dekur halus keluar dari bibir gadis di depannya.

Dengan lembut pria itu mengelus rambut panjang sang gadis lalu mengecup keningnya sekilas. Beberapa menit berlalu pria itu masih mengamati si gadis yang benar-benar pulas.

Pria itu kemudian mengangkat tubuh sang gadis dari atas ranjang kemudian mengendongnya keluar dari kamar itu. Di halaman sudah ada sebuah mobil dengan bagasi terbuka dan mesin yang menyala. Pria itu membaringkan tubuh sang gadis di dalam bagasi.

Setelah memastikan bagasi mobil terkunci dengan benar pria itu berlari membuka pintu gerbang kemudian berlari lagi untuk masuk ke mobilnya.

Mobil hitam telah keluar dari pintu gerbang, pengemudinya turun sejenak untuk mengunci kembali pintu gerbang yang baru saja dilewatinya. Kemudian segera meluncur pergi meninggalkan rumah tua bergaya Belanda itu, saat Azan Isyak berkumandang.

Part 2

Hari sudah gelap hampir masuk waktu untuk umat Islam menjalankan ibadah Salat Magrib. Seorang gadis dengan seragam putih abu-abu tampak duduk di sebuah halte yang berada di depan sebuah SMA. Gadis itu tampak sibuk memainkan ponselnya.

Halte itu sepi di saat malam sebentar lagi turun seperti sekarang ini, berbeda dengan siang hari. Tempat itu pasti dibanjiri oleh pasukan putih abu-abu.

Saat ini musim hujan wajar jika gerimis tipis yang turun sedari siang membuat suasana di halte itu kian mencekam dan sepi. Gadis itu merapatkan jaket untuk mengusir hawa dingin yang terasa menusuk kulit.

Deasy Wulandari, nama yang tertulis pada badge yang menempel di seragamnya. Deasy masih saja asyik duduk di halte sambil memainkan ponsel. Gadis itu tidak sedang menunggu busway tapi hanya menghabiskan waktu di tempat itu.

Menjadi putri tunggal seorang pengusaha terkenal dan Mama yang seorang wanita karir, membuat Deasy sering kesepian di rumah. Itulah kenapa dia memilih menghabiskan waktunya di sekolah. Seperti sore ini, Deasy sengaja pulang dari sekolah ketika senja mulai menjelang dan tak ada satupun murid pun yang masih tinggal di sekolah.

Alih-alih memesan taksi atau ojek online agar segera sampai di rumah, Deasy malah memilih duduk di halte sambil memainkan ponsel, atau melihat orang yang biasa berlalu-lalang di tempat itu. Mengamati tingkah polah orang-orang kadang memang membawa keasyikan tersendiri.

Namun sial bagi Deasy, suasana gerimis dan menjelang malam, membuat orang enggan keluar dari rumah mereka kalau tidak terpaksa. Hal ini membuat suasana di sekitar halte, menjadi sepi dan mencekam.

Tiba-tiba muncul beberapa pemuda dengan pakaian ala-ala anak punk, berlari kecil membelah gerimis dan berteduh di halte itu.

Deasy mulai merasa tidak nyaman dan merasa terganggu, ketika mata-mata mereka mengawasinya dengan pandangan yang menakutkan.

"Sendirian saja, Neng? Lagi nunggu jemputan atau nunggu taksi nih? Mau gak kalau kami temani?" sapa salah satu dari mereka, para preman yang berpakaian ala anak punk.

Desi memilih diam dan menggeser duduknya agar menjauh dari mereka, sambil pura-pura serius menatap ponselnya.

"Kalau ada orang nanya itu dijawab dong, Neng! Jangan diam saja, itu gak sopan namanya," tegur pemuda yang tadi bertanya.

"Yaelah, Bro! Tuh si Eneng pasti takut lihat penampilan kamu, makanya gak mau jawab. Kan dandanan kamu itu seram, pocong aja kalah seram dengan dandananmu, hahaha," ledek temannya.

"Siapa bilang dandanan kayak gini seram? ini yang lagi ngetren lho, Bro. Kamu itu ketinggalan zaman deh, gak tau trend jaman now. Kalau tak percaya, kamu tanya aja pada si Eneng! Iya kan neng?" pemuda itu membela diri.

Deasy tetap diam, bungkam, tak berani menatap pada mereka. Deasy pura-pura memainkan ponsel sambil menunduk dan tidak mendengar ucapan mereka.

Seorang dari mereka berjalan mendekat dan duduk di sebelah Deasy, membuat Gadis itu bergeser semakin minggir, dan berusaha melebarkan jarak dengan preman itu.

Tapi apa daya, dia sudah ada di ujung bangku.

"Udah, Neng! Nanti jatuh loh, kalau minggir-minggir terus. Abang ini bukan orang jahat kok, Abang cuma mau ngobrol aja sama Eneng. Jangan takut ya, Cantik!" kata pemuda yang duduk di sebelah Deasy.

Masih memilih untuk diam, Gadis itu mulai gemetar ketakutan, ingin lari dari tempat itu tetapi kaki terasa seperti agar-agat, terlalu lentur untuk digerakkan.

"Oh, nama Eneng, Deasy Wulandari toh? Namanya cantik, sama kayak orangnya," kata pemuda itu setelah membaca badge nama di baju seragam Deasy.

Deasy menarik retsleting jaketnya sampai ke leher, hingga badge nama tadi tertutup oleh jaket. Menyesal sekali rasanya, para preman tadi sampai bisa membaca badge itu dan mengetahui namanya.

Para preman yang lain mulai berkerumun di sekitar Deasy, membuat Gadis itu semakin gemetar dan pucat karena ketakutan. Bahkan ada seorang preman yang sudah berani mencolek lengan Deasy, dan segera diusap oleh pemiliknya dengan kasar.

"Ayolah, Cantik! Ngomong dong! Masak dari tadi diem aja, bisu ya?" kata seorang preman kesal.

"Weish, jangan gitu dong, Bro! Lihat nih, si Eneng kan jadi ketakutan. Dia itu bukan bisu, tapi males ngomong sama kamu, kamu kan gak pernah sikat gigi, hahaha."

"Lho kok bisa males ngomong sama aku sih, Bro? Aku ini kan cakep, cakep banget malah, kayak oppa-oppa Korea lo. Lihat nih rambut ku aja ala-ala si Oppa loh!" kata preman itu sambil mengibaskan rambutnya yang gimbal.

"Iya sih, ku akuin wajahmu itu memang cakep rambut kamu juga bagus kayak Oppa Korea, tapi Oppa Korea yang habis nyemplung di selokan, hahaha," ledek temannya.

"Iri bilang, Bos! Hahahaha."

Bukannya marah, preman yang tadi diledek oleh teman-temannya malah ikut tertawa. Deasy yang ketakutan tak tahu harus berbuat apa, ingin lari tetapi tak kuasa, kakinya benar-benar terlalu lemas untuk digerakkan.

"Ayo dong, Cantik, ngomong! Masa sih dari tadi diem aja, gak bosan apa?" kata seorang preman kali ini sambil mencolek dagu Deasy.

Tentu saja Deasy merasa semakin ketakutan. Untuk lari tidak lah mungkin, para preman itu sudah mengelilinginya seperti pagar betis.

"Neng! Eneng udah punya pacar belum sih? Kalau belum Abang mau dong jadi pacar Eneng. Gini-gini Abang ini dulu mantan cover boy loh." Seorang preman malah mendekatkan wajahnya ke arah Deasy, dan membuat gadis itu ingin sekali menangis.

"Modelan gini kok cover boy. Cover boy apaan, Bro? Cover boy majalah Flora dan Fauna, hahaha."

Para preman itu saling ledek dan tertawa-tawa. Sementara gadis yang mereka godain, gemetar ketakutan dan nyaris kencing di celana.

"Woiiii! Apa yang kalian lakukan pada cewekku? Pergi atau kupanggil polisi, nih?"

Seorang pemuda bermobil sport warna hitam, berhenti di halte dan meneriaki para preman yang sedang menganggu Deasy. Para preman itu segera mengambil jarak dengan Deasy, tapi masih tetap mengelilingi gadis itu.

"Itu pacar kamu, Neng? Kalau modelan gitu, Abang nyerah dah, kalah saing, hahahaha." Preman yang tadi menawarkan diri untuk menjadi pacar Deasy, merasa kalah bersaing dengan pemuda di mobil.

Deasy tetap diam. Dia tak mengenal pemuda itu. Melihat wajahnya juga baru sekarang ini, itupun tidak terlalu jelas. Selain gelap, sang Pemuda cuma menurunkan separuh kaca mobilnya.

"Sayang! Ayo masuk! Ngapain masih bengong di situ? Yuk, cepetan masuk! Nanti masuk angin loh."

Pemuda itu membuka pintu mobilnya untuk Deasy, agar cewek itu bisa masuk. Deasy bimbang, antara menuruti ajakan pemuda yang tidak dia kenal, atau tetap di sini dan diganggu para preman.

Akhirnya Deasy berlari dan masuk ke dalam mobil sport warna hitam itu, meski tak tau siapa pemiliknya. Belum tentu juga pemuda itu seorang yang baik, bisa jadi dia juga orang yang bermaksud jahat.

Ah, apa yang terjadi, terjadilah! Yang penting, aman dulu dari para preman. Toh pemuda itu hanya seorang diri, sedang kan para preman lebih dari enam orang. Melawan seorang pemuda, jauh lebih mudah dari melawan segerombolan preman, batin Deasy.

Part 3

"Maaf ya, tadi Abang ngaku jadi pacar kamu! Abis Abang binggung gimana caranya bantuin kamu dari gangguan para anak punk itu."

"Lha? Kok jadi Abang malah minta maaf? Kan harusnya aku malah berterima kasih sudah di tolong sama, Bang...?"

"Kenal kan nama Abang, Moses. Kamu pasti lebih muda kan? Karena masih pakai seragam SMA."

"Eh, makasih ya Bang Moses, Abang sudah tolongin Deasy. Jujur saja tadi itu serem banget, Deasy sampai hampir pipis di celana. Mau lari juga gak bisa, kaki rasanya lemes banget kayak terbuat dari agar-agar," curhat Deasy.

Moses tertawa mendengar celotehan gadis di sebelahnya. Pasti gadis ini tadi sangat ketakutan hingga tak sadar merepet karena merasa lega sudah lepas dari gangguan para preman.

"Abang cuma kebetulan lewat terus lihat kamu digangguin ya masa gak Abang bantuin? Oh iya, ini kamu Abang antar kemana?"

"Rumah Deasy di jalan Ijen, Bang. Nomor 112."

"Oke, kebetulan searah dengan rumah Abang. Rumah Abang di jalan Baronang."

Deasy mengangguk. Dari tempat ini ke jalan Baronang, memang melewati jalan Ijen. Malah lewat di jalan depan rumah Deasy. Suatu keberuntungan buat Deasy, bertemu dengan Moses malam ini. Kalau tidak, entah bagaimana nasib Deasy. Gadis itu tak mau membayangkan, karena membuatnya merasa ngeri.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu baru pulang jam segini? Masa sih anak SMA ada lembur, hahahaha?"

"Aaa ... anu, Bang, tadi ada kegiatan OSIS," jawab Deasy gagap.

"Lain kali, kalau pulang larut gini jangan diam di halte itu lagi! Mending kamu nunggu taksi atau ojol di depan sekolah saja! Abang sering liat preman-preman tadi ganggu orang di halte itu, terutama cewek dan sendirian. Makanya tadi Abang langsung berhenti, waktu melihat mereka bergerombol, pasti mereka sedang menganggu orang, dan ternyata bener."

"Iii ... iya, Bang. Lain kali Deasy akan mengikuti saran Abang. Eh, itu rumah Deasy, yang pagar kuning nanas, jalan Ijen nomor 112," kata Deasy.

Moses menghentikan mobilnya di jalan depan rumah Deasy. Rumah itu besar, berlantai dua. Termasuk kategori rumah mewah, karena orang tua Deasy memang pengusaha yang tergolong sukses. Tapi, rumah itu kelihatan sepi dan muram, hingga tak heran Gadis itu memilih menghabiskan waktu di sekolah.

"Singgah dulu, Bang!" tawar Deasy.

"Kapan-kapan saja, Abang capek banget sekarang, pengen cepat pulang dan istirahat. Kalau kapan-kapan Abang main kemari, boleh kan?"

"Tentu boleh, Bang. Deasy senang kalau ada teman yang main, jadi gak kesepian. Maklum, Deasy kan anak tunggal, jadi gak punya teman main kalau di rumah. Terima kasih ya, Bang Moses sudah nolongin Deasy."

"Makasih mulu, gak bosan apa? Sekali lagi ngomong gitu, dapat gelas cantik deh, hihihi."

Deasy ikut tertawa. Meski baru kenal beberapa menit yang lalu, mereka berdua sudah merasa akrab, malah sudah seperti teman lama. Deasy yang biasanya pendiam, berubah jadi bawel saat bertemu Moses.

Entah kenapa, ada rasa enggan pada Deasy untuk turun dari mobil Moses. Gadis itu merasa nyaman, dan ingin bersama dengan kenalan barunya itu lebih lama. Tapi, adat Timur tidak membenarkan seorang wanita bertindak agresif.

Sampai Deasy turun dan menutup pintu mobil, Moses tidak bertanya tentang Deasy lebih lanjut, tanya nomer HP misalnya. Hal itu yang sebenarnya membuat Deasy enggan untuk turun. Tapi ... untuk bertanya nomer telepon Moses terlebih dulu, Deasy merasa sungkan.

Mobil Moses sudah menghilang dari pandangan, tapi Deasy masih belum beranjak dari pinggir jalan. Gadis itu merasa ada yang masih tertinggal di sana, di mobil sport warna hitam itu. Hati. Hati Deasy yang tertinggal di sana.

Dengan langkah gontai, Deasy akhirnya beranjak masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang selalu saja terasa sepi, karena memang selalu ditinggal oleh para penghuninya.

Mbak Winda, asisten rumah tangga di rumah Deasy, baru membuka pintu setelah Deasy menekan bel secara brutal berkali-kali. Entah apa yang dia lakukan di dalam sana. Paling asik telponan dengan Kang Dika, tukang kebon rumah sebelah, hingga tak mendengar bunyi bel yang ditekan Deasy.

"Lama bener sih, Mbak, buka pintunya? Masa gak dengar suara bel? Padahal sampai keriting jariku nekan tuh bel," omel Deasy.

"Ya maaf, Non! Saya lagi nonton tivi di belakang, biasalah nonton sinetron, jadi gak dengar suara bel." Winda beralasan.

Deasy yang sudah tau kebiasaan pembantunya itu, hanya mendengkus kesal dan masuk ke dalam rumah. Deasy langsung naik ke lantai atas, ke kamarnya, tanpa menghiraukan sang Pembantu yang sibuk menggerutu di belakangnya.

Deasy memang tidak pernah suka dengan pembantunya itu, karena Winda yang sering bersikap kurang ajar. Bahkan Deasy curiga Winda juga suka mencuri di rumahnya, tapi sayang, Deasy belum menemukan bukti, masih tahap curiga saja.

Setelah seharian di sekolah dan juga diganggu para preman, Deasy baru merasakan tubuhnya lelah luar biasa. Tanpa menganti seragam sekolahnya, Deasy merebahkan diri ke ranjangnya yang nyaman. Pikiran Gadis itu masih belum lepas dari Moses, pemuda yang menolongnya tadi.

"Duh, kenapa sih aku tadi gak nekad aja minta nomor teleponnya? Kalau kayak gini kan yang susah aku sendiri. Gimana caranya coba, kalau mau menghubungi dia?" Deasy menggerutu, menyesali sikapnya yang sok jaim, jaga imej.

"Tapi kok aku heran, bisa tepat waktu gitu dia nolongin aku. Apa benar ya, dia cuma kebetulan lewat? Apa dia sengaja menguntit saat aku keluar dari gerbang sekolah, trus bayar para preman itu buat ganggu aku, lalu dia pura-pura nolong gitu.

Di cerita sinetron kan banyak kejadian kayak gitu, hehehe. Hadeh, parah. Kok aku malah melantur sih? hahaha."

Berbagai pikiran yang bersliweran di kepala, membuat Deasy kelelahan, dan akhirnya jatuh tertidur.

Sementara itu, Moses sampai di rumahnya, rumah kuno bergaya Belanda, yang dia tempati hanya berdua Bik Sari, asisten rumah tangga. Sudah seminggu ini Bik Sari pamit pulang kampung, karena ibunya yang sudah tua jatuh sakit. Berarti Moses hanya tinggal sendirian saja di rumah, dan menjadi sangat wajar, ketika dia sampai rumahnya dalam keadaan gelap gulita.

"Duh, rumahku jadi persis rumah hantu di film-film horor kalau kayak gini. Harusnya memang aku pasang lampu yang otomatis nyala sendiri kalo hari sudah gelap, biar rumahku gak serem kayak gini," gumam Moses.

Pemuda itu memarkirkan mobilnya di garasi, kemudian hendak masuk ke dalam rumah melalui pintu depan. Saat Moses hendak memasukkan anak kunci, secara tak sengaja dia memutar handle pintu, dan terbuka.

"Lho? Kok gak terkunci ya? Masa sih aku tadi pagi lupa mengunci pintu? Celaka, kalau ada maling masuk, gimana nih?"

Moses merasa bimbang, antara masuk ke dalam rumah, atau mencari orang yang akan menemaninya masuk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!