Sebuah mobil sport berwarna merah berhenti di halaman mansion mewah milik keluarga Janszen, tak lama setelah itu seorang gadis cantik keluar dari mobil mewah tersebut. Hembusan angin menyibak rambut panjang berwarna pirang, dengan gerakan slow motion, gadis cantik itu melepas kacamata hitamnya dan menaruhnya di atas kepala. Bak seorang boneka hidup, gadis cantik itu memiliki bola mata berwarna biru, hidung kecil nan mancung serta dagu terbelah yang membuatnya tampak semakin sempurna.
Suara benturan sepatu hak tinggi dan lantai marmer menggema di udara, dengan langkah yang begitu anggun gadis cantik itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam mansion milik keluarganya. Sesekali gadis cantik itu menyibak rambut pirangnya, seolah ingin memamerkan pada dunia bahwa dialah wanita tercantik di abad ini.
"Bebel," teriak seorang wanita paruh baya yang masih tampak begitu cantik dan segar. Wanita itu lalu berlari menghampiri gadis berambut pirang yang berdiri di ambang pintu. "Oh my God, you are so beautifull Bebel," puji wanita paruh baya itu seraya menatap gadis berambut pirang dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Stop it aunty, berhenti memanggilku dengan sebutan Bebel!" protes gadis pemilik mata biru itu.
Wanita paruh baya itu terkekeh, lalu memeluk keponakannya dengan erat. "Aunty sangat merindukanmu Bebel!"
"Abel juga merindukan aunty, bagaimana kabar aunty Jovanka?"
Abelia Brielle Janzsen, putri semata wayang dari pasangan Joshua Janzsen dan Freesia Lovina Zantman. Gadis yang kini berusia 25 tahun itu baru saja kembali dari Amerika setelah menyelesaikan pendidikan S2 nya di negeri Paman Sam tersebut. Terlahir dari keluarga pembisnis membuat gadis yang kerap di sapa Babel berambisi untuk meneruskan kerajaan bisnis milik keluarga. Untuk itu, sejak lulus sekolah menengah atas Abel memutuskan pindah keluar negeri untuk mengenyam pendidikan di negeri orang.
Setelah lulus dari sekolah bisnis, Abel memutuskan pulang ke Indonesia dan bersiap meneruskan kepemimpinan sang ayah sebagai CEO J&J Company.
"Aunty baik nak," jawab Jovanka seraya melepas pelukannya.
Abel tersenyum saat melihat kedatangan kedua orang tuanya, gadis itu lalu berlari menghampiri Freesia dan Josh lalu memeluk mereka bersamaan. "I miss you so much, mom, dad," ucap Abel dengan mata berkaca-kaca, selama tinggal di luar negeri kedua orangtuanya memang jarang menjenguknya dengan alasan agar Abel bisa mandiri.
"Momy juga sangat merindukanmu baby," Frey melepas pelukan putrinya, wanita yang masih tampak muda itu menatap putrinya dengan seksama. "Bagaimana perjalananmu?"
"Sedikit membosankan mom!"
Freesia mengusap lembut kepala Abel. "Setelah ini kau akan menetap di Indonesia kan?"
"Tergantung di posisi mana dady memberiku jabatan!" jawab Abel seraya menatap Josh.
"Ck, kau ini baru saja sampai, kenapa buru-buru ingin bekerja, lebih baik istirahat beberapa saat dan temani aunty shoping," sela Jovanka sambil merangkul keponakannya.
"Time is money aunty. kenapa tidak mengajak JV shoping?"
Jovanka menghela nafas berat. "JV dan dady nya sibuk bekerja. Mereka tidak memperdulikan aunty lagi!" keluh Jovanka dengan wajah memelas.
Senyuman samar terbit di wajah cantik Abel, gadis itu lalu membalas rangkulan Jovanka. "Besok Abel temani shoping ya!"
Seketika wajah Jovanka sumringah, beberapa tahun terkahir karirnya sebagai model dan artis memang meredup sehingga wanita itu lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. "Promise?"
"Yes, i'm promise aunty!"
"Kau pasti lelah sweet heart, pergilah ke kamar dan istirahat!" ucap Frey lembut.
"Ya mom. Oh ya, kemana grandma dan grandpa?" Adel menatap sekeliling mencari keberadaan kakek dan neneknya.
"Mereka sedang jalan-jalan ke puncak!"
Abel mengangguk, gadis itu lalu pergi ke kamar untuk istirahat. Abel merebahkan tubuhnya di atas kasur, gadis itu tersenyum sambil menatap langit-langit kamarnya yang di dominasi oleh warna merah muda. "Ah, i'm home!"
Suara ketukan pintu membangunkan Abel dari mimpinya, gadis itu beranjak bangun dan membuka pintu. "Dad, ada apa?" tanya Abel pada sang ayah yang kini berdiri di depan pintu kamarnya.
"Dady boleh masuk?"
"Tentu saja!"
Josh dan Abel duduk di single sofa yang berada di sudut kamar, keduanya duduk berdampingan layaknya ayah dan anak pada umumnya.
"Kau yakin akan bekerja di perusahaan?" Josh menatap putrinya dengan wajah serius.
"Tentu saja. Untuk apa aku belajar bisnis sampai ke negeri orang kalau bukan untuk melanjutkan bisnis keluarga dad," jawab Abel penuh semangat.
"Sebelum kau mengambil alih perusahaan, dady ingin kau memulainya dari bawah!"
Abel menatap Josh dengan tatapan yang sukar di jelaskan. "Why? Apa dady meragukan kemampuanku?"
Josh menggeleng pelan. "Bukan begitu, dady ingin kau juga merasakan apa artinya berjuang. Dady ingin kau bekerja keras sampai akhirnya kau pantas mengambil alih perusahaan!"
Abel mendengus kesal, dia tak setuju dengan keputusan sang ayah yang terkesan meremehkan kemampuannya. "Dad, lima tahun Abel belajar bisnis di Universitas terbaik dunia, setahun terkahir Abel juga sudah bekerja di perusahaan besar di luar negeri. Atasan Abel memuji kinerja Abel dan menyayangkan sikap Abel yang memilih pulang ke Indonesia. Tapi dady malah meragukan kemampuan Abel dan menyuruh Abel memulainya dari nol. No dad, Abel tidak setuju. Tujuan Abel pulang adalah untuk mengambil alih perusahaan!"
Josh sangat memahami watak putrinya, selain keras kepala, Abel juga memiliki pendirian yang sangat kuat. Sekeras apapun dia berusaha membujuk Abel maka hasilnya akan sama saja, dari pada harus berpisah lagi dengan putrinya, Josh memilih mengalah. "Oke, dady mengalah kali ini. Dady akan menyerahkan perusahaan kepadamu, tapi dengan satu syarat?"
"Apa syaratnya?" Abel menatap Josh dengan serius.
"Beberapa bulan lagi, WR Group akan membangun resort yang di gadang-gadang akan menjadi resort terbesar di Asia Tenggara. Dari apa yang dady dengar, mereka belum menentukan kontraktor untuk pembangunan tersebut."
"Dady ingin J&J Company yang terpilih menjadi kontraktornya?" potong Abel sebelum Josh menyelesaikan kalimatnya.
"Ya. Jika kau berhasil mendapatkan proyek itu, dady berjanji akan segera memberikan perusahaan kepadamu!"
Abel merasa tertantang, sejak kecil gadis cantik itu memang menyukai sebuah tantangan. "Abel pasti akan mendapatkan proyek tersebut dad!"
BERSAMBUNG...
"Sial!"
Abel menggeram kesal, gadis cantik itu melempar proposal kerja sama yang di tolak oleh WR Group. Proposal yang kini tergeletak di atas lantai itu merupakan proposal ketiga yang Abel ajukan ke WR Group. Abel telah menghabiskan banyak waktunya untuk menyusul proposal itu semenarik mungkin, namun sialnya pihak WR Group sama sekali tak tertarik.
"Sudahlah, menyerah saja. Apa salahnya memulai dari bawah bersama kami!"
Dengan gerakan spontan Abel menoleh ke arah suara, mata birunya menatap tajam seorang pemuda yang tengah duduk sambil menikmati sekaleng bir. Pemuda itu seketika merinding, tatapan Abel seolah dapat membunuh apapun yang ada di hadapannya.
"Lebih baik kau diam jika kau tidak bisa membantuku JV!" Abel menggertak saudara sepupunya. Gadis itu kembali duduk sambil memijat pangkal hidungnya. Dia tak akan menyerah seperti yang di katakan JV, dia pasti akan berhasil mendapatkan proyek tersebut dan membuktikan kepada ayahnya jika dia mampu meneruskan perusahaan.
Lamunan Abel terusik saat pemuda berambut pirang memungut proposalnya, pemuda itu juga membaca proposal tersebut dengan seksama. "Cukup bagus," puji pemuda itu seraya mengangguk-anggukan kepala.
"Cukup bagus?" ulang Abel seraya menatap pemuda yang sedikit mirip dengannya. "Seleramu mirip WR Group, jelas-jelas proposal itu sangat menarik dan jelas!" sambung Abel kesal.
Pemuda itu menghela nafas panjang, dia lalu meletakan proposal di atas meja. "Percaya diri itu perlu Bel, tapi kau juga harus mendengarkan pendapat orang lain. Sudah tiga kali mereka menolak proposal bisnismu, berarti memang ada yang kurang dari proposalmu itu!"
Kedua tangan Abel terkepal hingga kuku panjangnya menusuk kulit, gadis itu semakin geram. "Apa kau bisa mencari letak kekurangannya Van?" tanya Abel dengan tatapan berkilat amarah.
Pemuda yang di panggil Van itu hanya bisa tersenyum hambar. "Aku kan bukan WR Group jadi aku tidak tau apa yang kurang dari proposalmu itu!"
"Dasar bodoh!" maki Abel dengan kejam.
"Ck, jaga bicaramu Bel, biar muda begini aku adalah uncle mu!" sahut Van seraya bertolak pinggang.
Abel memutar bola matanya malas, sejak dulu Van selalu memanfaatkan statusnya setiap kali mereka berselisih. "Dari pihak dady kau tetaplah adikku! Kau dan JV juga lebih muda dariku, jadi kalian tidak boleh kurang ajar padaku!"
"Sudah Van, jangan bicara lagi atau Abel akan memakanmu hidup-hidup!" kelakar JV sambil menahan tawa.
Van lalu duduk di sebelah JV, dia meraih sekaleng bir yang di berikan JV kepadanya. Kedua pemuda itu memperhatikan Abel yang sedang mondar-mandir sambil berkacak pinggang.
"Apa yang sebenarnya dia inginkan?" tanya Abel pada dirinya sendiri.
"Tanyakan langsung kepada CEO WR Group!" sahut JV dengan santainya.
Abel dan Van seketika menoleh dan menatap JV dengan tatapan yang sukar di jelaskan, sementara JV memasang wajah tanpa dosa saat di tatap oleh kedua saudaranya itu. "Saat kau ingin tau keinginan seseorang bukankah kau harus bertanya kepada orang tersebut!" ujar JV dengan polos.
Van reflek memukul kepala bagian belakang JV, dia merasa ucapan JV sangat tidak masuk akal. "Ck, jangan konyol. Abel saja tidak mengenal CEO WR Group itu. Kalaupun kenal, tidak mungkin CEO WR Group membocorkan informasi bisnis!" ujar Van kesal.
"Kalau begitu kenalan dulu, siapa tau kecantikan Abel membuat Reksa membuka rahasia bisnisnya!" JV masih tak mau kalah meski kepalanya terasa sakit karena di pukul oleh Van.
"Reksa?" sahut Abel seraya menatap JV.
"Hem, CEO WR Group yang terkenal kepiawaiannya dalam berbisnis!"
Abel tampak tertarik dengan topik pembicaraan tersebut, dia lalu menghampiri JV dan duduk di samping sepupunya itu. "Bukankan WR Group di pimpin oleh tuan Wiranggana?" tanya Abel dengan tatapan menyelidik.
"Oh come on sister, pantas saja mereka tidak melirik proposalmu, kau bahkan tidak tau siapa pimpinan mereka sekarang. Tuan Wiranggana sudah mundur sebagai CEO sejak tiga tahun yang lalu, kepemimpinannya lalu di ambil alih oleh putra sulungnya, Reksa Waranggana!" jelas JV dengan serius.
"Lalu kenapa tidak ada berita apapun tentang pengangkatan CEO baru WR Group?" Abel semakin di buat penasaran.
"Rumornya terjadi perebutan kekuasaan antara Reksa dan adik tirinya sehingga WR Group membungkam semua media tentang pengangkatan Reksa sebagai CEO WR Group," sambung Van tak mau kalah.
"Cukup menarik," gumam Abel seraya menjentikkan kuku-kuku jarinya, gadis itu lalu tersenyum misterius, padahal sebelumnya wajahnya begitu muram dan tampak menakutkan. "JV, aku memiliki tugas untukmu!" ucap Abel seraya menatap JV.
JV menoleh ke arah sepupunya, pemuda itu merasa aneh melihat perubahan ekspresi wajah Abel. "Tugas apa?" tanyanya setengah takut.
"Bawakan informasi tentang Reksa sedetail mungkin!" titah Abel.
"Kenapa kau tiba-tiba menginginkan informasi tentang Reksa?" Van bertanya seraya menatap Abel, dia penasaran apa yang sedang Abel rencanakan.
"Aku hanya ingin tau kenapa pria itu selalu menolak proposal bisnisku!" jawab Abel seraya mengangkat sudut bibirnya.
JV dan Van saling bersitatap, keduanya masih belum tau isi kepada gadis cantik yang duduk di sebelah mereka. Namun sebagai saudara yang baik, JV dan Van memutuskan untuk membantu Abel, mereka mencari informasi pribadi Reksa sedetail mungkin meski hal tersebut tidaklah mudah. Mereka rela mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan informasi tentang CEO WR Group yang jarang tersorot oleh media.
Setelah mendapatkan apa yang Abel mau, JV dan Van menemui Abel di mansion keluarga Janzsen, keduanya langsung menuju kamar Abel sesuai perintah.
"Bagaimana?" Abel langsung menodong kedua saudaranya tanpa menyuruh mereka duduk terlebih dahulu.
"Setidaknya biarkan kami duduk dulu," sahut Van seraya duduk di sofa yang berada di sudut kamar.
Abel sangat tak sabaran, namun gadis itu mencoba bersabar dan menyusul kedua pemuda itu duduk. "Jadi bagaimana JV? Apa kau membawakan apa yang aku mau?" tagihnya lagi, namun kali ini suaranya terdengar lebih lembut.
JV lalu mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam jasnya dan memberikannya kepada Abel. "Hanya itu yang kami dapatkan. Sepertinya Reksa tidak suka kehidupan pribadinya tersorot oleh media!"
Abel lalu membuka dokumen tersebut dan mulai membacanya.
Reksa Waranggana, pria berusia 29 tahun yang kini menjadi CEO WR Group menggantikan posisi ayahnya. Meski usianya masih terbilang muda, namun Reksa di kenal sebagai pembisnis yang handal. Tiga tahun di bawah kepemimpinan Reksa, WR Group mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Namun di balik kesuksesannya memimpin perusahaan, Reksa di sebut-sebut antisosial karena dia tidak pernah datang ke acara apapun termasuk jamuan bisnis bersama clientnya. Selain itu, Reksa juga di gosipkan sebagai sesuka penyuka jenis karena sampai detik ini dia tak pernah terlihat dekat dengan seorang wanita pun. Satu-satunya orang yang selalu terlihat bersama Reksa adalah asistennya, Reynald Anggara.
Seorang wartawan gosip pernah mengikuti Reksa secara diam-diam, namun wartawan tersebut tak menemukan apapun selain aktivitas Reksa yang selalau terulang. Pukul tujuh pagi Reksa keluar dari kediamannya, sebelum tiba di kantor pria itu akan mampir ke sebuah restoran untuk sarapan. Tepat pukul sembilan malam Reksa meninggalkan perusahaan, dan di perjalanan pulang dia akan mampir ke sebuah kedai kecil untuk makan malam. Kegiatan tersebut terus terulang selama seminggu wartawan gosip itu mengikuti Reksa, sampai akhirnya wartawan itu menyerah dan membuat berita jika Reksa adalah seorang Gay karena hanya Reynald yang selalu terlihat bersama Reksa.
Abel menghela nafas kasar begitu selesai membaca informasi yang di berikan oleh JV. Setelahnya dokumen itu kembali melayang di udara dan JV mendapat tatapan maut dari gadis bermata biru itu. "Aku menyuruhmu mencari informasi pribadi bukan gosip murahan seperti itu!" maki Abel dengan kesal.
"Kalau begitu kau saja yang mencari tau informasi tentang Reksa!" sahut JV yang ikut merasa kesal karena Abel tidak menghargai kerja kerasnya.
"Apa boleh buat, aku memang harus bertindak sendiri. Kalian berdua tidak bisa di andalkan!"
"Apa maksudmu dengan bertindak sendiri Bel?" tanya Van dengan tatapan curiga.
Sudut bibir Abel terangkat, menciptakan sebuah senyuman licik di wajah cantik itu. "Reksa Waranggana, mari kita lihat sampai kapan kau akan menolak proposal bisnisku!"
BERSAMBUNG...
Akhir pekan merupakan waktu yang selalu di nanti oleh pasangan Katherine dan Jimmy, pasalnya pada waktu tersebut anak-anak serta cucu mereka akan berkumpul untuk makan malam bersama. Aturan tersebut sudah ada sejak anak-anak mereka masih kecil, sesibuk apapun mereka berkumpul bersama keluarga adalah sebuah keharusan.
Makan malam kali ini sedikit berbeda karena kepulangan Abel, kursi meja makan akhirnya terisi penuh setelah sekian tahun salah satu anggota mereka berada di luar negeri.
"Wellcome home sweet heart," ucap Katherine seraya mengangkat gelas berisi wine.
"Thanks Grandma," sahut Abel seraya tersenyum.
"Selamat datang di rumah sayang, kali ini kau tidak akan pergi lagi kan?" tanya Anne, ibunda Van yang juga merupakan nenek Abel.
"Hem, Abel akan menetap di sini!" jawab Abel tanpa keraguan. Dia sangat yakin akan mengambil alih perusahaan sehingga tidak ada alasan bagi Abel untuk pergi ke luar negeri lagi.
"Kapan kau akan mulai bekerja Bel?" Jonathan menatap Abel dengan penuh tanya, sedikit banyak dia sudah mendengar dari Josh jika Abel akan bekerja di perusahaan keluarga.
(Jonathan adalah adik Josh, tapi dia menikah dengan Anne (Bibinya Freesia) biar gak bingung kalian bisa baca Novel sebelumnya yang berjudul Istri Kecil Kapten Josh)
"Secepatnya!"
Hening, selain memiliki tradisi berkumpul setiap akhir pekan, keluarga Janszen juga memiliki aturan yaitu tidak ada yang boleh bersuara ketika makan sehingga setiap anggota keluarga akan fokus pada makanan masing-masing. Di tengah keheningan tersebut, Abel justru fokus kepada seorang pelayan wanita yang sejak tadi sibuk melayani mereka di meja makan. Tatapan Abel tak lepas dari pelayan yang usianya sudah tak muda lagi.
"Aku selesai," Abel menyeka ujung bibirnya dengan sapu tangan, gadis itu lalu beranjak dari duduknya dan menatap semua orang yang masih fokus dengan makanan mereka. "Aku ingin mencari angin sebentar!"
Ya, mencari angin hanyalah alasan Abel semata. Gadis itu diam-diam pergi ke dapur untuk menemui pelayan wanita yang sejak tadi menarik perhatiannya. Kedatangan nona muda ke dapur tentu saja membuat para pelayan yang sedang beristirahat terkejut.
"Nona muda, apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan yang di cari oleh Abel.
"Mm, bisa kita bicara sebentar bi," pinta Abel dengan sopan. Meski terlahir dari keluarga kaya, namun Abel di didik sejak kecil untuk tidak membedakan status seseorang. "Mari ikut saya bi!"
Pelayan itu lalu mengikuti Abel ke taman belakang. Abel duduk di sebuah kursi kayu yang berada di tengah taman bunga, sementara pelayan tersebut berdiri tak jauh dari nona mudanya. Abel menoleh dan menatap pelayan tersebut. "Duduk di sini bi!" titah Abel seraya menepuk kursi kayu yang dia duduki.
"Tidak perlu nona, bibi baik-baik saja," tolak pelayan tersebut dengan sopan.
Namun bukan Abel namanya jika dia tak mendapatkan apa yang dia inginkan. Abel lantas berdiri dan memaksa pelayannya untuk duduk. "Bagaimana kabar bi Asih?" tanya Abel setelah mereka sama-sama duduk.
"Bibi baik non, bagaimana dengan nona Abel?" jawab pelayan bernama Asih.
"Abel juga baik bi. Oh ya, bagaimana kabar Mia? Apa kuliahnya sudah selesai?" Abel beralih pada Mia, anak bi Asih yang seumuran dengannya.
"Mia juga baik non, sekarang Mia bekerja di J&J Company, rencananya tahun depan Mia akan melanjutkan kuliah S2 sesuai perintah tuan Josh!"
"Syukurlah kalau begitu bi. Sudah lama Abel tidak bertemu Mia, apa boleh Abel minta nomor Mia?"
"Tentu saja non!"
Abel tersenyum misterius, setelah menyimpan nomor Mia, gadis cantik itu segera ke kamarnya dan menghubungi Mia. Mereka lalu sepakat untuk bertemu di sebuah kafe keesokan harinya.
Gadis bernama Mia terperanjat saat tiba-tiba Abel memeluknya, meski mereka teman sepermainan saat kecil, namum Mia tetap merasa harus menjaga jarak dengan nona mudanya itu.
"Kau cantik sekali Mia," puji Abel setelah melepas pelukannya, gadis itu lalu duduk sambil menatap Mia yang masih berdiri. "Sampai kapan kau akan berdiri!"
"Maaf nona," Mia lantas duduk, namun gadis itu memilih menunduk dan tak berani menatap Abel.
"Kenapa kita seperti orang asing begini, kau sudah tidak menganggapku teman lagi ya!" celetuk Abel.
Sontak Mia mengangkat kepala. "Bukan begitu nona."
"Lalu kenapa kau terlihat tidak suka bertemu denganku?"
"Tidak nona, saya sangat senang bertemu nona Abel lagi. Saya pikir saya sedang bermimpi karema bisa bertemu dengan nona lagi!"
Abel terkekeh melihat kegugupan Mia. "Aku dengar kau akan melanjutkan S2 ya?"
"Benar nona, tuan Josh yang menyuruh saya untuk kuliah lagi!"
"Baguslah Mi. Mm, aku tidak ingin basa-basi lagi, aku sengaja menemuimu karena aku membutuhkan bantuanmu Mi!" ucap Abel dengan serius.
"Bantuan apa nona? Saya pasti akan membantu nona?" Mia berujar tanpa ragu. Kebaikan keluarga Abel membuatnya merasa berhutang budi, apapun akan dia lakukan demi membalas kebaikan keluarga Abel.
"Kau tau WR Group kan?" tanya Abel dan Mia mengangguk pelan. "Dady akan menyerahkan perusahaan kepadaku asal aku bisa mendapatkan proyek WR Group!"
"Dengan kemampuan nona saya yakin nona pasti akan mendapatkannya!" puji Mia dengan tulus.
"Sialnya proposalku selalu di tolak oleh mereka. Untuk itu aku membutuhkan bantuanmu Mi!"
"Katakan nona, saya pasti akan membantu!"
"Pinjami aku identitasmu!" ucap Abel tanpa ragu, sorot matanya begitu tajam dan di penuhi ambisi.
"Maksud nona?" Mia menatap Abel dengan wajah bingung.
"Aku harus mendapatkan proyek tersebut, dan aku butuh identitasmu agar aku bisa bekerja di WR Group dan mencari tau kriteria apa yang mereka inginkan agar J&J Company bisa memenangkan proyek. Aku sangat membutuhkan bantuanmu Mia, tolong bantu aku kali ini saja. Setelah berhasil, aku berjanji akan menjadikanmu sekretarisku!"
Mia meremas buku-buku jarinya, gadis itu tampak ragu dengan permintaan Abel yang tidak masuk akal. Namun Mia sudah berjanji akan membantu Abel, apalagi Abel tampak begitu putus asa.
"Aku tidak akan memaksa jika kau keberatan Mi!" Abel sengaja membuat Mia merasa tak enak hati, sejak awal dia tau Mia adalah gadis baik yang mudah di pengaruhi.
"Baik nona, saya bersedia. Tapi bagaimana kalau tuan Josh tau masalah ini?"
"Untuk itu kita harus merahasiakannya!"
"Baik nona!"
Abel tersenyum samar, gadis itu lalu meraih tangan Mia dan menggenggamnya dengan erat. "Terima kasih banyak Mia, aku pasti akan berhasil!"
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!