NovelToon NovelToon

Yang Tidak Terlupakan

1

"Nggak!" tegas Amo sambil melahap sosis.

"Gue mohon, Mo!" Rendi menyatukan telapak tangannya agar Amo mau membantu.

"Nggak, Ren! Lo boleh suka sama cewek lain, kecuali Nisa! Kalo lo mau nembak cewek lain, gue bantuin! Kalo Nisa, gue nggak mau!" tegas Amo lagi.

"Yah, masa gitu, Mo? Emangnya kenapa kalo sama Nisa? Gue suka sama dia!" rengek Rendi.

"Nggak! Pokoknya lo nggak boleh pacaran sama Nisa!" teriak Amo kesal.

"Terus gue pacaran sama siapa?!" bantah Rendi.

Amo menoleh pada pria itu. "Gue mau nanya nih. Kenapa tiba-tiba lo mau punya pacar? Kenapa lo tiba-tiba minta tolong ke gue buat bikin lo sama Nisa jadian?"

"Sebenarnya ...."

***

Sebelum Rendi mengirim pesan kepada Amo malam ini.

"Nggak bisa Ren! Lo udah ikut taruhan. Minggu depan batas waktunya. Lo harus siapin 5 juta. Karna lo bakalan kalah!" ucap Adit (Rival abadi Rendi di kampung).

Rendi sempat menyepakati taruhan untuk menentukan siapa yang terbaik di antara mereka. Adit menantangnya untuk memiliki pacar. Karena pria itu memang sering gonta-ganti wanita. Sementara Rendi berdalih bahwa ia tidak ingin berpacaran bukan karena dirinya tidak laku.

Rendi menyepakati tantangan tersebut. Dengan syarat, jika Rendi gagal maka ia harus membayar 5 juta rupiah kepada Adit. Namun, jika Rendi berhasil mendapatkan pacar, Adit yang akan memberinya uang sebesar 5 juta rupiah.

"Tapi kan itu dulu! Sebelum Ujian Nasional! Sekarang kita udah SMA, Dit!" bantah Rendi.

"Nggak bisa! Taruhan tetap taruhan! Kalo lo gagal, lo masih ingat kan konsekuensinya?" balas Adit.

Rendi terdiam sejenak. Memandang wajah Adit yang menjengkelkan. "Oke! Siapin 5 juta! Gue bisa pacarin siapa aja yang gue mau!" tegas Rendi di kala itu.

***

Rendi menceritakan itu semua kepada Amo. Dengan cepat Amo mengambil air mineral dan meraupkannya ke wajah Rendi.

"Woi woi! Mo! Gila lo! Basah baju gue!" pekik Rendi.

"Biar lo sadar!" bentak Amo. "Ngapain lo bilang kayak gitu ke Adit?! Sekarang lo mau gue bikin lo pacaran sama Nisa?!" omelnya.

"Bantuin lah, Moooo! Kalo gue nggak punya pacar sampai minggu depan, gue harus bayar 5 juta! Gue mesti dapat duit dari mana?! 5 juta kan banyaak! Bantuin dooong!" rengek Rendi sambil mengguncang tubuh Amo.

"Mending gue bantuin lo nyari duit 5 juta, dari pada bantuin lo nyari pacar. Suer!" umpat Amo.

"Kenapa?! Lo nggak mau liat gue punya pacar?! Lo takut gue ngebucin sampai lupain lo?!" balas Rendi.

Amo tertegun menatap pria itu. "Bukan itu, Bangke!" umpat amo lagi. "Bantuin lo nyari pacar lebih susah dari pada nyari duit! Mending gue bantuin lo nyari duit!" lanjutnya.

"Plis lah, Mo! Lo kan best friend gue nih! Masa nggak mau bantuin! Kalo gue dapet pacar, duit dari Adit, gue bagi dua deh! Lo 2 setengah juta. Gue 2 setengah juga! Gimana? Ya elah, Mo! Kapan lagi sih gue minta tolong ampe ngemis kayak gini!" oceh Rendi.

"Kapan lagi? Lo udah sering kayak gini, Anjir!" Amo mendorong Rendi menjauh darinya.

Rendi terkekeh. "Plis, Mo! Lo kan cewek! Nisa kan sering juga minta tolong sama lo! Nah nanti kalo Nisa minta tolong, lo bikin syarat dia harus jadi pacar gue, gimana?" tanya Rendi.

"Nenek lo minta tolong jadi pacar orang!" umpat Amo yang mulai kesal.

"Moooooo!" Rendi kembali merengek. Ia ingin terlihat menyedihkan, namun tak bisa. Rendi mengambil air mineral yang sempat digunakan Amo untuk meraup wajahnya. Lalu ia meneteskan air itu di kedua mata, agar terlihat seperti menangis. "Mooooo!! Gue nangis nih! Ingat, Mo! Air mata seorang laki-laki adalah kesedihan yang paling murni! Huaaaa—"

Amo menyuap sosis ke mulut Rendi yang hendak berteriak.

"Cari cewek lain! Jangan Nisa! Kalo Nisa, gue nggak mau bantuin!" ketus Amo.

"Tapi gue maunya Nisa!" balas Rendi.

"Tapi gue nggak mau bantuin kalo ceweknya Nisa!" tegas Amo.

"Kenapa sih?! Emangnya kenapa kalo gue maunya pacaran sama Nisa?! Lo punya dendam apa sama Nisa?!" omel Rendi.

"Nggak ada dendam! Gue nggak bisa bayangin aja. Nisa temen gue, lo temen gue. Terus lo berdua jadian? Kalo di kelas, gue jadi kambing congek gitu?!" Amo ikut mengomel.

"Tapi gue maunya Nisa, Mo!" rengek Rendi lagi.

"Nggak! Gue nggak mau! Cari cewek lain! Masih banyak cewek di bumi ini! Kalo pun cuma ada Nisa satu-satunya cewek di bumi, gue ke Mars! Gue cariin alien buat lo!" bentak Amo.

"Gitu amat lo sama gue, Mo!" Rendi mulai ngambek.

"Ya, gue bisa aja sih nyariin lo cewek. Gue bayarin mereka biar mau jadi cewek lo! Tapi, lo maunya Nisa!" Amo mulai terpancing emosi akan topik pembahasan mereka.

"Kan lo tau kalo gue suka sama Nisa! Ya sekalian gitu loh! Menangin taruhan, sekalian pacaran sama cewek yang gue suka!" bentak Rendi. "Ya udahlah kalo lo nggak mau bantu," lanjutnya.

Amo menoleh pada Rendi yang sudah lesu. Amo benar-benar kesal begitu mendengar Rendi mengatakan bahwa ia ingin berpacaran dengan Nisa.

"Lo dengerin gue ya, Ren. Nisa itu mantannya Alex," jelas Amo.

"Ya terus kenapa?! Gue nggak boleh pacaran sama mantannya Alex?!" omel Rendi.

"Selevel Alex aja diputusin dari Nisa, apa kabar elo! Bisa-bisa lo dibudakin dia!" balas Amo.

"Nggak kok! Nisa baik! Kalo gue pacaran sama lo, mungkin gue bakalan dibudakin!" balas Rendi.

Amo terdiam. Ia mendesahkan sebuah kekesalan. Namun gadis itu menahannya.

"Terserah lo aja! Kalo nantinya Nisa ngapa-ngapain lo, gue nggak ikut campur!" tegas Amo.

***

"Itu dia, Mo," ucap Rendi begitu Nisa baru memasuki kelas di pagi ini.

"Ya sabar!" omel Amo.

"Amooooo!" Rizki dan Akmal datang dengan sekuntum bunga mawar merah merekah.

Amo menoleh kesal pada dua pria itu. "Ambil piso, Ren!" tegas Amo.

"Hah?! Buat apaan?!" pekik Rendi.

2

Akmal yang mendengar kalimat tegas Amo tersebut mendadak panik. "Ki! Gue nggak mau mati, Ki!" ucapnya berlindung di belakang Rizki.

Rizki duduk di atas meja Amo. Ia menaruh bunga mawar itu di depan wajah Amo. "Jadi gimana? Lo mau nerima gue? Kalo lo nerima gue, gue bakal kasih semua yang lo mau. Tinggal bilang aja," ucap Rizki.

Nisa menatap penuh kecewa. Ia juga sudah tidak pernah mengobrol dengan Amo lagi setelah kejadian Rizki menyatakan cintanya hari itu.

Kalimat tersebut malah memunculkan satu ide di kepala Amo. Ia merangkul Rizki.

"Am ...." Nisa menahan kalimatnya. Ia tak ingin Amo menyakiti Rizki. Tapi, Nisa tak ingin berbicara dengan gadis itu.

"Gue mau ngomong bedua sama Rizki! Jangan ada yang ngikutin!" tunjuk Amo pada mereka semua.

Amo membawa Rizki ke belakang kelasnya.

"Gue mau lo bikin Nisa jadi pacarnya Rendi!" ucap Amo.

Rizki menoleh pada wajah gadis yang berdekatan dengan kepalanya tersebut. "Lepasin dulu! Leher gue sakit," ucap Rizki.

Amo melepaskan rangkulannya.

"Gimana caranya? Nisa ngejar-ngejar gue!" bantah Rizki.

"Justru itu! Gue nggak mau tau caranya gimana. Pokoknya lo harus bikin Nisa pacaran sama Rendi selama 2 minggu. Kalo mereka bisa pacaran, gue terina lo jadi cowok gue!" ucap Amo.

"Serius?!" pekik Rizki.

Amo langsung memukul lengan ketua OSIS di sekolahnya itu. "Jangan berisik! Ntar ketauan! Pokoknya lo bikin mereka jadian, tanpa Nisa tau kalo gue yang nyuruh lo!" tegas Amo.

"Tapi gimana caranya?" tanya Rizki.

"Gue nggak mau tau. Lo pikirin sendiri!" balas Amo.

"Cuma buat 2 minggu aja kan?" tanya Rizki lagi.

"Iya!" jawab Amo.

"Kita jadiannya 2 minggu juga?" Rizki memperbaiki dasi sekolahnya.

"Kalo Rendi sama Nisa putus, kita juga putus!" ucap Amo.

"Kok gitu, Mo?!" protes Rizki.

"Lo mau apa nggak? Kalo nggak, ya udah! Gue cari orang lain!" ketus Amo.

"Eh, iya iya! Gue mau! Tapi ...."

"Nggak udah pake tapi tapi lagi! Gue mau balik ke kelas! Lo jangan masuk ke kelas gue sebelum lo berhasil bikin Nisa sama Rendi jadian!" Amo menunjuk batang hidung Rizki dan kembali ke kelas.

Akmal, Rendi dan Nisa menatap pada gadis itu. Amo tersenyum dan duduk di tempatnya.

"Rizki mana?!" tanya Akmal.

"Mal! Balik ke kelas!" perintah Rizki di depan pintu dan berlalu. Akmal langsung mengikutinya.

"Lo abis ngapain si Rizki?!" tanya Rendi.

"Nggak gue apa-apain!" jawab Amo.

***

Sementara itu, yang terjadi di sepanjang koridor.

"Lo dipukulin dia, Ki?" tanya Akmal.

"Nggak!" jawab Rizki singkat.

"Terus? Lo diapain?!" tanya Akmal lagi.

"Amo mau jadi cewek gue kalo gue bisa bikin Nisa sama Rendi pacaran!" ucap Rizki.

"Hah?! Apa hubungannya sama lo?!" Akmal benar-benar tak mengerti akan apa yang ada di otak Amo.

"Gue nggak peduli hubungannya apa, yang penting lo bantuin gue mikir, gimana caranya supaya Nisa sama Rendi bisa jadian? Kan lo tau sendiri kalo Nisa suka sama gue!" jelas Rizki.

"Ooohhh! Itu mah gampang!" balas Akmal.

"Gampang gimana?" Rizki menghentikan langkahnya.

"Lo deketin aja si Nisa sampai dia klepek-klepek, sampai dia nyatain perasaannya duluan! Terus lo kasih syarat, kalo dia mau jadi pacar lo, dia harus pacaran dulu sama Rendi! Gampang kan?" ucap Akmal.

Rizki terdiam sejenak. Perlahan-lahan senyuman terukir di bibir pria itu. Ia memukul kepala Akmal sambil terkekeh.

"Siapa yang ngajarin lo selicik ini, Mal?! Lo emang sahabat gue yang terbaik! Ha ha!" Rizki terus memukuli kepala Akmal.

Yang dipukuli pun ikut terkekeh. "Semenjak temenan sama lo, otak gue yang suci jadi kotor dan jahat! Ha ha!" ucap Akmal.

"Bangkeee!" umpat Rizki.

***

Sepulang sekolah, Rizki dan Akmal mulai beraksi.

Seperti hari-hari kemarin, Nisa pulang terakhir karena ia tidak ingin berbicara dengan Amo. Rizki dan Akmal menghampirinya di dalam kelas sendirian. Nisa yang melihat kehadiran Rizki, mendadak salah tingkah.

"Halo, Nis," sapa Rizki duduk di kursi milik Amo dan memutar tubuh menghadap Nisa.

"Ha—halo, Kak." Nisa mencoba mengontrol napasnya. Ini kali pertama Rizki menyebut nama gadis itu.

"Kak Rizki mau nyari Amo? Amonya udah balik sama—"

"Nggak! Gue nyari lo!" ucap Rizki memotong kalimat Nisa.

"Aku?!" Nisa menunjuk dirinya sendiri. Sebegitu ia tak mempercayai yang terjadi saat ini.

"Aku-kamu," bisik Akmal di telinga Rizki. Mengejek gaya bicara Nisa sambil terkekeh.

Rizki langsung menepis tangan sobat karibnya tersebut.

"Katanya lo suka baca novel ya? Boleh temenin gue nyari novel nggak? Gue nggak tau toko buku di mana, soalnya," ucap Rizki.

"Novel? Kak Rizki suka baca novel juga?" Nisa balik bertanya.

"Ya, lumayan. Kan gue pinjem kartu perpusnya Amo buat minjem novel di perpus," balas Rizki.

"Ohh." Nisa mendadak manyun karena Rizki membahas Amo.

"Eh. Jadi lo mau nggak? Nemenin gue nyari novel. Kalo mau, ntar sekalian gue anter balik," ucap Rizki.

Nisa termangu di depan pria itu. Matanya membulat sempurna. Nisa mematung selama beberapa detik.

"Lah, kenapa nih anak?" tanya Akmal.

"Mau, Kak! Mau bangeeeet!" teriak Nisa bersemangat mengemasi buku-bukunya dan menyandang ransel.

Akmal dan Rizki saling menatap. Mereka melontarkan senyum kemenangan. Lalu mereka bersalaman, pertanda bahwa misi pertama telah berhasil dilaksanakan.

Saat di parkiran, mereka tak sengaja bertemu dengan Amo dan Rendi yang sedang bercanda.

"Lagian, Mo! Ngapain sih lo nggak mau bawa motor sendiri?! Gue mesti anter jemput lo tiap hari! Kan lo punya motor sendiri, Anjir?!" omel Rendi yang terdengar oleh mereka.

"Hemat bensin, Bro! Kita harus berhemat untuk masa depan yang cerah!" ucap Amo sambil berlagak seorang motivator.

"Elah elah!" Rizki meraup wajah Amo. "Lo hemat, bensin gue habis gegara anter jemput lo!" omelnya.

Tiba-tiba mereka berdiam diri karena melihat Rizki membonceng Nisa. Sementara Akmal dengan motor ninja hitamnya mengikuti di belakang.

"Itu Nisa kan, Mo?!" tanya Rendi sambil mengucek matanya berkali-kali. "Gue nggak salah liat kan?!"

Ngerencanain apaan tuh anak? (batin Amo).

"Mo! Itu Nisa?!" Rendi mulai panik.

"Iyaaa!!" teriak Amo kesal.

"Kok dia balik sama Rizki?! Yaaah! Rizki maunya sama siapa sih, Anjir! Lo dideketin, sekarang Nisa juga dideketin! Gimana caranya gue bisa deketin Nisa kalo Rizki udah deket sama dia?! Nisa kan suka sama Rizki! Gue jadi nggak bisa dong! Gimana, Mo?! Aaahh! Kalah taruhan deh gue sama Adit! Gue mesti dapat duit 5 juta dari mana?! Tadi pagi lo ngomong apaan sama Rizki?! Lo nyuruh dia ngedeketin Nisa ya?! Kok lo jahat sih sama gue, Mo?!" oceh Rendi.

"Lah kok gue?! Gue nggak ngomong apa-apa sama dia! Kok lo jadi nuduh gue?! Gue ramas nih mulut lo!" umpat Amo.

"Ya terus, kenapa Rizki ngedeketin Nisa?!" rengek Rendi hendak menangis.

"Ya belum tentu juga si Rizki ngedeketin Nisa! Bisa aja Nisa pura-pura lemah tak berdaya biar bisa dianterin balik dari Rizki! Nisa kan punya seribu cara buat bikin dia terlihat sempurna!" bantah Amo.

"Buru, Mo! Kita ikutin mereka, Mo!" Rendi kalang kabut menyalakan motornya. Amo menuruti perintah pria itu.

Atau Rizki mau ngerjain gue? Dia malah ngedeketin Nisa biar rencana gue gagal?! (Batin Amo).

3

Sesampainya di tokoh buku.

"Kak Rizki sukanya genre apa?" tanya Nisa.

"Hampir semua sih. Tapi paling suka genre horor," jawab Rizki.

"Horor?! Emangnya Kak Rizki nggak takut?" tanya Nisa lagi.

"Takut? Sama novel horor? Muka Akmal lebih serem dari setan!" ucap Rizki.

Akmal mengambil sebuah buku novel romansa komedi. "Ini bagus nih! 'Nikahi Aku Mas' bagus!" Akmal menyebutkan judul buku itu.

"Apaan? Nikahi Aku Mas? Udah kayak sinetron!" bantah Rizki.

"Atau ini aja nih!" Akmal menunjukkan buku yang lain. "Denganmu Aku Cinta, Tanpamu Aku Hampa! Anjaaasss! Udah kayak anak senja bae! Ha ha!" lanjutnya sambil tertawa.

"Kalo lo sukanya yang kayak gimana, Nis?" tanya Rizki.

"Sebenarnya aku lebih suka cerpen antologi. Soalnya dari satu buku bisa baca banyak cerita. Kalo novel, aku suka juga, tapi nggak semuanya," jawab Nisa.

Dari rak buku yang lain, Rendi dan Amo tengah menutupi wajah mereka dengan buku. "Ngapain kita ngikut ke sini?" bisik Amo dengan kesal.

"Ngapain? Kamu nanyeaaak? Kamu bertanyek-tanyek?" bisik Rendi dengan nada sedih.

"Gue tampol muka lo pake buku, mau?!" balas Amo.

"Kita ke sini buat ngeliat apa yang Rizki rencanain? Atau dia mau ngapa-ngapain Nisa?" tuduh Rendi.

"Nggak mungkin! Lagian mereka gimana mau ngapa-ngapain di toko buku kayak gini?! Emangnya mereka nggak malu ngapa-ngapain di depan jendela?" Amo mencoba melucu dengan mengangkat buku.

"Jendela? Itu buku! Jendela ilmu! Bukan jendela rumah bapak lo yang segede gaban!" omel Rendi memukul pelan kepala Amo dengan buku dongeng yang ia pegang.

Amo cekikikan melihat Rendi merasa jengkel dengan leluconnya.

"Gue kutuk juga lo lama-lama!" omel Rendi lagi sambil membuka buku dongeng Sangkuriang.

"Eh! Liat tuh!" Amo menunjuk ke arah Nisa. Rendi dengan sigap memerhatikan.

Nisa dan Rizki sedang memegang buku yang sama. Lalu mereka terkekeh. "Kok bisa samaan?" ucap Nisa.

"Covernya bagus, jadi gue pilih yang ini," balas Rizki.

"Ya udah, kita beli yang ini aja. Dulu aku pernah baca di perpus SMP. Bagus kok ceritanya, Kak. Aku mau baca lagi!" ucap Nisa. Mereka berlalu menuju kasir.

"Buku apaan tuh?" tanya Rendi.

"Lo harus beli buku itu juga, Ren!" ucap Amo.

"Lah, kenapa?" tanyanya.

"Biar kapo Nisa bahas novel itu sama Rizki, lo bisa ikutan bahas! Lo tau! Lo bisa ambil kesempatan buat ikut ngobrol!" jelas Amo.

Rendi dan Amo langsung mendatangi tempat mereka dan mengambil buku yang sama. Akmal tak sengaja memergoki mereka berdua.

"Lo!" tunjuk Akmal begitu melihat Amo dan Rendi.

Dengan cepat Amo membekap mulut Akmal dan menyeretnya ke bilik rak yang lain.

"Diem! Atau gue gorok leher lo!" ancam Amo.

Akmal menutup mulut dengan tangan sambil mengangguk.

"Jangan bilang siapa-siapa kalo kita ada di sini!" tegas Amo.

Akmal mengangguk dengan cepat.

"Ya udah, sono! Bersikap normal-normal aja! Anggap aja gue sama Rendi nggak ada di sini!" ucap Amo mendorong Akmal menjauh.

Akmal bergegas menghampiri Rizki dan Nisa.

"Kenapa sih gue mesti ketemu sama psikopat itu?! Aduuhh! Gue mesti cepet-cepet keluar dari sini! Jangan-jangan Amo ngikutin gue, dia mau nyulik gue, terus gue dimutilasi! Aagh!" gerutu Akmal sambil memukul-mukul pelan kepalanya. "Gue harus normal!" jeritnya dengan pelan.

"Kenapa lo?" tanya Rizki.

"Nggak! Tadi gue baca novel serem parah! Tentang psikopat!" jawab Akmal.

***

Amo berbaring di kasurnya. Seragam putih abu-abu masih melekat di tubuh gadis itu. Ia mengambil buku novel yang tadi dibeli.

Dengan sampul buku bergambar seseorang di tengah guyuran hujan. Perpaduan yang sempurna antara warna hitam dan putih. Tertulis judul di depannya, "Friendzone".

"Friendzone?" gumam Amo.

Amo memutar buku itu dan membaca blurb di bagian belakang.

"Mungkin aku terlalu banyak berdiam. Sehingga ia tak mengetahui apa yang sedang kupendam. Seharusnya aku berani untuk tidak membungkam. Tapi, aku memilih untuk tetap menjadi api yang padam." Paragraf pertama pada blurb itu membuat Amo tersentak. "Maksudnya?" tanya gadis itu.

"Biarlah. Biar aku tak terlihat. Biar aku menjadi sosok yang tak kasat. Akan kupelihara rasa ini sampai tenggelam, hingga tak ada satupun yang mampu mengangkat."

"Aku bodoh. Berharap dia mengetahui apa yang ada di hati ini. Tapi untuk mengungkapannya saja, aku tak berani. Bagaimana caranya agar ia mengerti? Bahwa namanya adalah hafalan yang sulit dilupakan. Bahkan wajahnya selalu tergambar jelas di ingatan."

"Bukan sengaja untuk membiarkan sosoknya menjadi candu di mataku. Kukira perasaan itu akan hilang seiring waktu. Kini, waktu berlalu. Yang tersisa malah semua tentang dirinya."

"Apa yang harus aku lakukan? Jika aku tak mengatakannya, itu hanya akan menyakiti diriku sendiri. Namun, jika aku menyampaikannya, itu akan merusak pertemanan kami."

Amo terdiam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!