Di sebuah cl*b malam. Di mana banyak orang ergoyang sambil mendengar musik yang begitu nyaring, lampu yang berkedip-kedip membuat acara semakin meriah.
"Lo udah enggak mau?" tanya seorang wanita yang menawarkan sebuah minuman beralkohol ke arah temannya.
"No, gue mau pulang," ucap Inara. Seorang gadis cantik berpakaian sedikit terbuka.
"Ayolah, Nara ini baru jam tujuh malam. Tumben sekali baru jam segini lo udah mau pulang," sahut Kelly teman Inara.
"Yaudah." Inara kembali berjoget di depan bersama temannya dengan satu gelas minuman di tangan mereka.
Mereka begitu gembira dengan dunia mereka. Hingga akhirnya Irana merasakan pusing. Ia berlari untuk menjauhi keramaian.
"Arghhh," teriak gadis tersebut mengacak rambutnya sendiri. "Huek.." Inara seketika muntah di sana.
Kelly dan ketiga temannya yang lain segera menyusulnya dan menyuruhnya masuk ke sebuah kamar.
"Gue mau pulang," teriak Inara melepaskan tangan temannya.
"Inara kita sama-sama mabuk. Siapa yang akan antar lo pulang? Mending kita nginap di sini saja dulu, besok kita akan pulang ke rumah masing-masing."
"Tapi lo harus sama gue kan di dalam?" tanya Irana.
Mereka saling memandang satu sama lain. Pasalnya mereka masih ada yang ingin berpesta. Namun, tak tega juga meninggalkan gadis itu sendirian.
"Kelly lo temani aja Inara di kamar," ucap Mila.
"Enak aja, gue masih ada urusan sama cowok gue. Mending Kela aja yang ngejaga dia," jawab Kelly.
"Apasih gue masih mau berpesta." Kela pergi dari sana meninggalkan mereka bertiga.
Keduanya menghela napas dan membawa Inara masuk ke salah satu kamar yang ada di sana.
"Kalian jangan pergi," peringat Inara merebahkan badannya di atas ranjang dengan posisi tengkurap.
Mereka terdiam, tetapi saat Inara sudah tertidur. Mereka segera keluar dari ruangan tak lupa untuk menutup pintu tersebut agar tak ada yang masuk.
"Lo yakin tinggalin Inara sendirian?" tanya Mila.
"Dia bisa jaga diri. Enggak ada juga yang akan masuk ke kamar itu."
Mereka kembali berpesta, dengan Inara yang tidur di sebuah kamar. Mereka tidak pernah terpikirkan jika saja seorang laki-laki akan memasuki kamar temannya sendiri.
Di sisi lain, seorang pria hidung belang memasuki sebuah ruangan. Terlihat pria itu seperti sedang mabuk berat.
"Siapa wanita ini?" tanya pria itu, dan seketika tersenyum nakal melihat tubuh mulus dan seksi wanita yang tengah tidur di ranjang. "Cantik dan seksi juga," ucap pria tersebut dengan perlahan memegang paha mulus wanita tersebut.
Merasakan sebuah sentuhan, Inara yang tengah tidur langsung bangun dan mundur ke belakang.
"Hai cantik," sapa pria hidung belang itu kepada Inara.
"Tidak jangan mendekat!" perintah Inara turun dari ranjang. Dan ingin keluar dari kamar.
Namun, pria itu lebih dulu mengunci pintu membuat Inara panik sendiri.
"Mari kita bersenang-senang, di malam ini. Kenapa sih? Kok kaya takut gitu? Padahal sepertinya sudah sering kali di pake," ucapnya mendekati Inara yang terus memundurkan langkahnnya.
"Jangan mendekat," ancam Inara memegang sebuah botol di yang kebetulan ada di meja.
Pria itu tersenyum miring ke arah Inara membuat Inara menelan ludahnya susah payah. Kenapa bisa temannya meninggalkannya sendiri.
Padahal mereka tahu, walaupun Inara adalah anak yang pergaulan begitu bebas. Namun, tidak pernah ingin memberikan dirinya begitu saja kepada pria luaran sana, lebih ingin menjaga hartanya.
Brak!
Inara tepat sasaran melempar sebuah benda ke kepala pria tersebut membuat pria hidung belang itu merasa pening. Hal itu Inara buat kesempatan untuk melarikan diri.
Segeranya pun, dia berlari keluar dari kamar untuk menghindari pria tersebut.
Buk!
Karena begitu tergesa-gesa, Inara jadi tak melihat jalan dan pada akhirnya menabrak seseorang.
"Maaf, maaf saya tidak sengaja," ucap Inara kembali berlari saat mendengar teriakan pria tadi.
Seseorang yang Inara tabrak menatap Inara dengan tatapan mengerut setelah itu melihat seorang pria hidung belang mengejar gadis tersebut.
"Apa dia sedang dalam masalah?" tanyanya. " Tapi ini sebuah cl*b, banyak yang seperti itu kan? Tapi sepertinya wanita tadi kelihatan begitu ketakutan?"
"Apa dia...." Ia segera berlari mencari keberadaan mereka, untungnya ia mendapatkannya saat Inara baru saja ingin di cium oleh pria yang mengajarkannya.
Bruk!
Orang asing itu memukul dari belakang pria yang mengejar Inara sehingga Inara terlepas.
Inara pun segera menghindar saat terlepas dari dekapan pria mesum tersebut.
"Maksud lo?" tanya pria tersebut ingin membalik mengajar orang asing yang ingin menyelamatkan Inara. Namun, cepat-cepat orang asing itu menghindar.
"Pergi dari sini, jangan ganggu wanita ini. Dia milikku." Seseorang itu terpaksa mengatakan hal tersebut agar pria itu pergi dari sana.
"Apa benar dia milikmu?" tanya pria itu membuatnya berdehem.
Pria mesum tersebut pergi tanpa mengatakan satu kata pun. Inara juga ingin pergi, sebab takut jika orang yang menolongnya sama saja ingin memanfaatkannya.
"Kau baik-baik saja?"
Perkataan itu membuat Inara menoleh dan mengangguk. Dari suaranya, tidak mungkin pria tersebut akan berbuat macam-macam apalagi bentukannya yang seperti seorang ustadz, tapi kenapa seorang ustadz ke cl*b?
"Saya tak apa-apa, terima kasih telah menolongku."
Orang asing itu mengangguk dan ingin pergi. Namun, Inara memanggilnya, karena merasa orangnya baik.
"Kalau boleh tahu nama anda siapa?"
Orang itu menghentikan langkahnya dan menoleh. "Nama saya Fatih."
Sebab Inara terus memohon kepada Fatih atau sering disebut gus Fatih akhirnya mengantarnya pulang di mana Inara tinggal.
Di dalam yang di tumpangi mereka berdua, mereka cukup berbincang banyak. Bahkan, Inara menanyakan kenapa Fatih datang ke cl*b.
"Saya datang ke cl*b itu untuk mencari adik saya. Dia sering ke sana jika sedang ada masalah, tapi saya tidak menemukannya."
"Adik gus seorang perempuan atau laki-laki?" tanya Inara. "Maaf lancang."
"Seorang laki-laki."
Inara manggut-manggut. Untungnya hanya seorang lelaki, gimana jika seorang gadis sepertinya?
"Maaf bukannya bermaksud gimana, kenapa kamu ingin ke cl*b itu?"
Inara menunduk, dia tidak mungkin mengatakan jika dia berkerja di sana untuk memunuhi kebetuhan sehari-harinya, mungkin sebagian orang sudah menyebutnya wanita malam.
Karena tak mendapatkan jawaban, gus Fatih menghela napas panjang, seharusnya dia tidak menanyakan hal itu.
"Maaf."
Inara menoleh dan mengangguk. Tak berselang lama mobil yang gus tersebut kendarai berhenti di sebuah gang.
"Antar saya sampai sini saja, gus."
"Rumah mu yang mana?" tanya gus Fatih.
"Di dalam gang sana." Inara menunjuk sebuah gang kecil, tak mungkin mobil Fatih bisa masuk.
"Biar saya antar," jawab Fatih.
"Tidak usah, saya sudah begitu membuat gus repot. Lagian mobil gus tak bisa masuk di gang itu."
"Tidak, mari saya antar biar aman." Fatih keluar dari mobilnya, Inara pun terpaksa membiarkan lelaki itu mengantarnya sampai ke kontrakannya.
Sampainya di sebuah rumah sederhana, Inara berterima kasih kepada Fatih sebab sudah mengantarnya.
"Terima kasih, gus."
"Kamu tinggal sendiri?" tanya Fatih.
"Tidak, saya mempunyai seorang kakak."
Fatih mengangguk. Akhirnya dia pun pergi dari sana setelah gadis itu sudah masuk ke dalam rumah.
Jaket yang tadinya ia pake, ia berikan kepada Inara agar tubuhnya yang sedikit terbuka bisa tertutup.
"Sangat unik," gumam Fatih melajukan mobilnya meninggalkan gang kecil itu dan segera pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Fatih disambut oleh uminya yang sudah menunggunya sedari tadi.
"Dari mana saja kamu, Fatih?" tanya uminya memeluk Fatih.
"Fatih nyari Fatir umi, apakah dia sudah pulang?" tanya Fatih.
Uminya melepaskam pelukan tersebut lalu menggeleng. Anak bungsunya itu sangat jarang pulang.
"Tidak dia tidak pulang," jawab sang umi membuat Fatih menghela napas panjang dan menuntut uminya untuk segera ke kamar.
"Fatir akan kembali, umi harus istirahat ok? Jangan banyak pikiran, kalau umi banyak pikiran nanti Fatih yang akan mendapatkan omelan abi jika abi pulang nanti." Fatih menyuruh uminya tidur.
Saat hendak pergi dari kamar oranh tuanya. Sang umi memegang pergelangan tangannya dan menyuruhnya duduk.
"Fatih."
"Kenapa umi?" tanya Fatih.
"Kapan kamu mencari pasangan hidup, nak?" tanya umi Tifa.
Fatih terdiam. Menikah? Dia tidak pernah terpikirkan untuk menikah saat ini, dia ingin fokus dengan ke masa depan. Lagian dia tidak pernah mencintai seorang wanita.
"Fatih belum ingin menikah, umi."
"Tapi di usiamu kamu sudah sepantasnya untuk menikah, nak."
"Ya sudah, Fatih belum mendapatkan pasangan yang cocok menurut Fatih."
"Umi mempunyai kenalan, dua orang wanita cantik, kamu bisa memilih diantara mereka."
Fatih melepaskan genggaman tangan uminya. Apalagi ini? Apakah uminya ingin menjodohkannya dengan gadis-gadis pilihannya.
"Fatih bisa mencari sendiri wanita yang cocok sama diri Fatih sendiri, umi."
Umi Tifah cemberut. "Kau tinggal pilih siapa yang akan kamu nikahi, ini permintaan umi. Jangan menolak, umi akan memberikan dua pilihan dan kamu harus memilihnya, setiap keputusan umi akan menerimanya, karena umi ingin menetes siapa yang kamu pilih diantara kedua wanita yang akan umi kenalkan kepadamu."
"Menetes apa umi? Pernikahan bukan main-mainan untuk menetes Fatih saja."
"Mungkin begitu maksud umi, pokoknya kamu pilih saja."
Akhirnya Fatih menghela napas panjangnya. Dan mengangguk saja, jika sudah uminya yang berkehendak dia sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Tapi gimana jika Fatih tak memilih diantara dua wanita yang akan umi kenalkan?"
"Umi pastikan kamu akan memilih salah satu dari mereka. Dan umi sarankan berpikiran dengan matang nanti sebelum memilih."
"Iya umi. Kalau seperti itu Fatih ingin kembali ke kamar." Setelah mengatakan itu, Fatih berdiri dan keluar dari kamar orang tuanya.
Di kamar, Fatih merasa bingung. Kenapa dia harua memilih wanita yang akan dipilih uminya?
"Iya Allah yang terbaik saja, saya serahkan kepadamu. Mungkin sudah saatnya hamba memulai hidup baru, lama atau cepat hamba juga pasti akan menempuh jenjang yaitu membentuk keluarga sendiri. Hanya saja, semoga saya bisa mendapatkan seorang istri yang benar-benar cocok denganku, hanya itu yang saya inginkan."
Keesokan harinya Fatih di suruh siap-siap oleh uminya. Sesuai perkataan umi Tifa semalam akan memperkenalkan dua wanita yang akan Fatih nikahi.
Kebetulan juga abinya sudah pulang bertugas di luar kota dan bisa ikut melihat siapa calon menantunya.
"Umi apa kamu tidak salah? Menyuruh anak kita memilih dengan dua gadis yang sifatnya begitu bertolak belakang?" tanya abi Farhan kepada istrinya.
"Abi lihat saja, umi yakin Fatih bisa memilih yang baik untuk dirinya sendiri, anak umi sudah dewasa."
Farhan akhirnya mengikut saja arahan istrinya, semoga saja baik untuk Fatih dan juga gadis yang akan Fatih pilih.
Setelah kedua wanita itu datang bersama keluarganya. Mereka di sambut dengan hangat.
Fatih pun baru saja keluar dari kamar sehabis disuruh siap-siap oleh kedua orang tuanya. Tanpa memperhatikan dua gadis yang akan dia pilih nanti, Fatih duduk di samping umi dan abinya seraya menunduk.
Sama seperti kedua gadis itu saat ini. Namun, yang satunya ingin pulang sebab dia tidak menyetujinya, dan tak ingin menikah di usia yang muda.
"Kak ayolah kak, mari kita pulang saja. Lagian bukan aku yang pasti mereka pilihkan? Orang yang terpandang dan beragama seperti mereka tidak mungkin memilih gadis sepertiku yang kerjaan-"
"Inara diamlah, kamu cukup manut aja sama kakak. Bisa enggak? Kakak tidak ingin kamu semakin rusak jika terus bekerja di cl*b, kakak ingin melihat adik kakak di lindungi bukan berusaha untuk mencari nafkah."
Inara menunduk. Sedangakan gadis satunya yang datang bersama dengan kedua orang tuanya, hanya bersikap tenang.
"Fatih coba angkat pandanganmu, lihat kedua wanita di depanmu."
Menurut saja, Fatih mengangkat pandangannya, awalnya ia menoleh ke arah uminya. Namun uminya menyuruh menghadap ke depan.
Sontak saja Fatih sedikit terkejut melihat gadis yang semalam ia tolong di cl*b. Begitupun dengan Inara saat melihat Fatih, ternyata kakaknya berniat memberikannya kepada seorang laki-laki yang menolongnya semalam.
Sungguh dia merasa malu saat ini. Tentu saja Fatih tidak akan memilihnya, mana bisa seorang gus sepertinya menerima gadis malam? Sangat mustahil. Fatih akan mencari wanita yang akan sepandang olehnya.
"Tolong kalian perkenalkan diri kalian."
"Assalamualaikum, kenalin saya Kanara. Senang bisa berkenal dengan kalian lebih senang lagi jika gue Fatih berkenang untuk meminang saya," ucap Kanara tersenyum di balik cadarnya. "Bercanda gus."
Semuanya sontak terkekeh. Namun tidak dengan Fatih dia hanya tampak diam.
"Kamu, coba kenalkan dirimu," ucap Farhan kepada Inara yang sedari tadi hanya diam.
Inara mengangkat pandangannya ke atas, ingin rasanya dia berlari pergi dari sana, tetapi dia masih ingat sopan santun dan tidak ingin membuat kakaknya malu.
"Kenalkan saya Inara, seorang gadis dari keluarga sederhana dan anak yatim piatu, saya hanya mempunyai seorang kakak di samping saya. Jadi kalau sudah tak memungkinkan, saya tidak memaksa untuk di pinang oleh gus, karena saya tahu saya masih mempunyai banyak kekurangan. Seorang wanita seharusnya memilih bukan untuk di pilih," ucap Inara panjang lebar, berharap perkataanya membuat keluarga Fatih tersinggung dan mengganggapnya tak sopan agar Fatih tak memilihnya.
Sadar diri itu penting, pikir Inara. Bersanding dengan laki-laki seperti Fatih tidak cocok untuknya.
Fatih memperhatikan Inara dan sedikit tersenyum tipis. Tak menyangka jika wanita itu bisa berkata jujur, ia sangat suka dengan wanita yang tak malu dengan keadaannya.
"Ayo bicaralah Fatih."
"Bisakah kalian memberi waktu kepada Fatih? Tidak mungkin Fatih memilih secepat itu, seumur hidup itu lama, saya tidak ingin salah melangkah. Saya ingin mengenal mereka berdua terlebih dulu lebih dalam begitupun dengan mereka, pasti tak enak jika sudah memilih dan melangkah ke jenjang yang serius dan kita baru mendapatkan penyesalan, kan?"
Mereka manggut-manggut. Dan mengerti dengan penjelasan Fatih barusan.
Sebelum pada pamit. Mereka pun makan bersama padahal Inara ingin sekali pergi dari sana.
Setelah selesai makan, keluarga Kanara berpamitan sebab ada urusan yang akan di kerjakan.
"Inara," panggil Fatih membuat Inara yang sedang membantu kakaknya dan Kanara mengangkat piring ke wastafel seketika menoleh.
Fatih menyuruh Inara mendekatinya, saat Kanara dan yang lain fokus dengan urusan yang lain. Inara pun hanya menurut saja.
"Iya?"
"Apa kamu yakin akan bersamaku?"
Inara menunduk. Lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak gus, sebenarnya saya tidak ingin menikah di usia muda, lagian sudah di pastikan gus akan memilih mbak Kanara kan? Mbak Kanara terlihat begitu baik dan sholeha."
Fatih terdiam. Sangat bertolak belakang sekali saat dia menanyakan tentang hal itu kepada Kanara. Gadis itu bahkan ingin sekali menikah dengannya, tapi lihatlah Inara malah menolaknya mentah-mentah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!