NovelToon NovelToon

Sekretaris Pemikat Hati

Bab 1

Kisah percintaan Bryan sangat rahasia, tidak ada satupun keluarganya yang bisa mengorek informasi tentang kehidupan percintaan Bryan. Bahkan di usianya yang kini sudah 21 tahun, sekalipun Bryan belum pernah mengenalkan seorang wanita pada kedua orang tuanya. Laki-laki itu terlalu fokus mengejar pendidikan dan karier. Alih-alih menghabiskan waktu remajanya bersama-sama teman seusianya, Bryan malah sering menghabiskan waktu dengan membaca buku bisnis dan sering berkunjung ke perusahaan milik Daddynya untuk belajar.

Kepribadian Bryan yang tertutup soal perasaannya terhadap lawan jenis, sempat membuat Shaka khawatir. Dia takut putranya tidak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Sebab setiap kali Bryan di bawa ke acara perusahaan yang di sana juga banyak gadis-gadis cantik dari anak pengusaha, Juna tidak pernah melirik salah satu di antara mereka. Beberapa kali Shaka berniat mengenalkan Bryan dengan anak rekan bisnisnya, namun Bryan selalu menolak dengan alasan tidak ingin dekat dengan siapapun sebelum dia sukses memimpin perusahaan.

"Mas, aku benar-benar khawatir dengan putra kita. Apa dia memiliki masalah percintaan.? Usianya sudah 21 tahun, tapi sekalipun belum pernah mendengarnya dekat dengan wanita manapun." Keluh Jihan panik. Di usianya yang sudah cukup untuk berpacaran, seharusnya Bryan sudah punya ketertarikan pada lawan jenis dan kemudian sudah pernah menjalin hubungan. Apalagi fisik Bryan sangat mendukung. Rasanya tidak mungkin jika ada wanita yang akan menolak Bryan jika do dekati.

"Bukankah Bryan sangat mirip dengan mu.? Dia sulit berkencan, sama sepertimu." Ungkap Shaka. Jihan memutar bola matanya malas. Walaupun hal itu memang benar, tapi Jihan merasa tidak separah putranya yang bahkan belum pernah berkencan sama sekali.

"Aku pikir, Bryan ingin fokus pada karirnya. Kamu tau sendiri Bryan lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan. Menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca buku bisnis."

Jihan menghela nafas mendengar penuturan Shaka. Sebagai seorang Ibu, Jihan khawatir putranya salah jalan, karna tidak pernah dekat dengan wanita manapun.

"Sudah jangan terlalu dipikirkan, Bryan masih 21 tahun. Nanti saat dia belum memiliki kekasih di usia 25 tahun, kita bisa mencarikan pendamping untuknya." Usul Shaka. Jihan tidak mendebat lagi, dia sudah pusing sendiri memikirkan putranya yang sangat tertutup jika urusan percintaan.

...*******...

4 tahun kemudian,,,,

Bryan meninggalkan ruang rapat dan kembali ke ruangannya. Pria berusia 25 tahun itu menjatuhkan tubuhnya di kursi kebesaran. Menyandang predikat pengusaha muda yang sukses dan kaya raya, Bryan benar-benar berusaha kerasa untuk sampai di titik ini tanpa banyak campur tangan dari Daddynya, Shaka. Bryan bahkan sudah mendirikan perusahaan sendiri di bidang yang dia sukai. Jalannya memang terbilang mudah, sebab di dukung banyak materi oleh orang tuanya. Tapi harta tanpa keahlian dan kepintaran, akan berakhir habis sia-sia.

Bryan mengambil telfon kantor untuk menghubungi HRD.

"Batas waktunya sampai besok. Saya tidak menerima alasan apapun, lusa harus sudah ada sekretaris pengganti sesuai kriteria.!" Tegas Bryan kemudian memutuskan sambungan telfonnya.

Pria itu mengendurkan dasinya dan tampak menghela nafas berat. Mencari sekretaris sesuai keinginan Bryan layaknya mencari jarum dalam tumpukan jerami. 3 tahun bergabung di perusahaan, sudah ke 4 kali Bryan mengganti sekretaris. Ini akan menjadi yang ke 5 kalinya.

Entah sekretaris seperti apa yang di cari oleh Bryan. Pihak HRD sudah mencarikan yang berpengalaman, pintar, cekatan dan disiplin, tapi ada saja kesalahan kecil yang terlihat di mata Bryan. Lalu di jadikan alasan untuk memecatnya.

Ponsel Bryan berdering, pria itu merogohnya dari saku celana. Ada panggilan masuk dari Shaka. Bryan segera mengangkatnya.

"Hallo Dad." Sapanya datar.

"Daddy dengar, kamu memecat sekretaris mu satu minggu yang lalu. Mau sampai kapan Bryan.?" Suara Shaka terdengar geram di seberang sana. Untung saja sejak muda dia rajin olahraga hingga detik ini, makanannya pun selalu di jaga dan dipastikan sehat oleh sang istrinya. Jadi Shaka tidak khawatir terkena serangan jantung akibat ulah putranya.

"Dad, dia tidak profesional. Aku tidak butuh sekretaris seperti itu." Sahutnya mencari pembelaan.

"Bukan dia yang tidak profesional, tapi kamu yang terlalu kaku dan formal. Daddy sudah sering mengatakan padamu agar lebih santai," Shaka mulai menyudutkan putranya karna Bryan tidak mau di salahkan.

"Sudahlah Dad, aku,,,

"Kalau begitu biar Daddy yang memilih sekretaris untukmu. Daddy punya staff yang bisa di andalkan, dia menjadi karyawan terbaik di perusahaan Daddy selama 3 tahun berturut-turut. Besok akan Daddy kirim ke perusahaanmu. Daddy tidak menerima penolakan.!" Potong Shaka cepat.

Pria paruh baya itu kemudian menutup sambungan telfonnya.

"Ck..!" Bryan berdecih dan meletakkan ponselnya di atas meja. Kalau Daddynya sudah turun tangan, Bryan tidak akan bisa berkutik selain menuruti perkataannya.

Besok dia akan tau orang seperti apa yang dikirimkan Daddynya untuk di jadikan sekretaris pribadi. Jika tidak sesuai kriteria, Bryan tidak akan segan untuk menolaknya kali ini.

...******...

Di kediaman Shaka, semua orang sedang berkumpul di ruang keluarga. Ada Floran dan putranya yang akan menginap di sana karna suaminya sedang pergi ke luar negeri.

Jihan tampak sibuk dengan cucu pertamanya, kedua pergi ke dapur karna harus membuat jus untuk mereka. Hanya Bryan saja yang tidak mau di buatkan jus.

Sejak dulu Bryan sangat jarang merepotkan orang lain, dia terlalu mandiri dan tidak pernah mengandalkan orang lain sejak dulu. Selagi bisa melakukannya sendiri, Bryan tidak akan meminta bantuan. Selain itu, Bryan juga sangat perfeksionis. Mungkin itu yang membuat Bryan belum memiliki kekasih sampai sekarang, karna merasa tidak membutuhkan orang lain.

"Besok karyawan dari perusahaan Daddy sudah siap bekerja jadi sekretaris kamu. Kali ini Daddy tidak mau dengar ada drama pemecatan lagi, kinerjanya sangat bagus dan profesional, kamu tidak akan punya alasan untuk memecatnya." Ujar Shaka pada putranya.

Bryan tampak menghela nafas dan memutar malas bola matanya. Sebenarnya bisa saja Bryan protes dan menentang keputusan itu, namun Bryan tidak berani mendebat Daddynya sendiri.

"Hem,, terserah Daddy saja." Sahutnya.

"Dad, Bryan sepertinya perlu di bawa ke psikolog. Flo yakin di punya masalah kepribadian yang serius. Karna semua orang terlihat salah di matanya." Seloroh Flora. Dia paling tidak bisa menahan diri untuk meledek adiknya.

"Masalah kepribadian yang mana.? Memecat pegawai yang tidak kompeten dan tidak becus bekerja, artinya masalahnya bukan ada padaku." Sahut Bryan malas.

"Dari keempat sekretaris, rasanya tidak mungkin empat-empatnya bermasalah semua. Coba kamu introspeksi diri." Balas Flora tak mau kalah. Bryan memang adiknya, tapi bukan berarti Flora akan selalu berada di pihaknya. Kalau memang Bryan salah, Flora tidak akan menganggapnya benar hanya karna Bryan adiknya.

"Sudah tidak usah di perpanjang lagi." Lerai Shaka.

"Bryan ke kamar dulu." Bryan beranjak dan pergi ke kamarnya. Suasana hatinya tampak buruk setelah di sudutkan Kakaknya sendiri.

Bab 2

Bryan masuk ke ruangannya di ikuti asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya. Pria itu segera duduk di kursi kebesarannya dan langsung memeriksa berkas serta CV milik karyawan Daddynya yang akan menjadi sekretarisnya. Semalam Bryan mendesak Papanya agar mengirimkan berkas dan CV milik karyawannya.

Bryan membacanya dengan teliti, di sana tertera berbagai prestasi dan keahlian yang dimiliki oleh calon sekretarisnya. Membaca semua informasi tersebut, Bryan tidak heran kalau wanita itu menjadi karyawan terbaik selama 3 tahun berturut-turut.

"Annelise.?" Gumamnya membaca nama yang tertera pada biodata. Bryan lantas mengamati dengan seksama, foto berukuran 4x6 milik Annelise. Nama dan wajahnya tidak asing.

Bryan menyingkirkan berkarya dan CV itu ke tepi mejanya.

"Apa orang itu sudah datang.?" Tanyanya pada Felix, asisten pribadinya.

"Sudah sejak 1 jam yang lalu Pak."

"Panggil dia kemari." Titahnya. Felix mengangguk dan pamit undur diri untuk memanggil Annelise.

Dia menghampiri Annelise yang menunggu di ruang tunggu. Wanita itu cukup disiplin karna datang lebih awal dari jam yang sudah ditentukan.

Wanita berambut panjang itu berdiri ketika Felix menghampirinya.

"Annelise, Pak Bryan memanggilmu ke ruangannya. Mari saya antar." Ajak Felix.

"Baik Pak, terimakasih." Annelise sempat membungkuk hormat sebelum mengikuti langkah Felix.

Sampainya di depan ruangan Bryan, Felix langsung mengetuk pintu dan membukanya. Dia mempersilahkan Annelise masuk ke dalam dan menutupnya dari luar setelah Annelise masuk.

"Selamat pagi pak." Sapa Annelise seraya membungkukan badan di depan meja kerja Bryan.

"Saya Annelise, Pak Shaka menugaskan saya untuk,,"

"Tidak perlu kamu jelaskan, saya sudah tau." Potong Bryan datar.

Annelise mengangkat wajahnya untuk menatap Bryan. Tatapan mata keduanya kini beradu. Bryan menatap lekat wajah wanita di depannya, sepertinya dia tidak salah lagi, Annelise yang ada di hadapannya adalah Annelise yang pernah dirundung gara-gara di tolong olehnya. Bahkan keduanya pernah di gosipkan menjalin hubungan. Namun hanya berlangsung 2 hari, sebab Bryan langsung bertindak tegas untuk menghapus gosip ifu.

Sementara itu, Annelise rupanya pura-pura tidak mengenal Bryan. Padahal dia sudah tau bahwa Bryan adalah anak dari Shaka. Jadi ketika dulu diterima di perusahaan Shaka, Annelise sempat khawatir dipertemukan kembali dengan Bryan. Dia takut mendapat masalah lagi jika berurusan dengan pria yang satu itu. Perundangan beberapa tahun silam masih membekas di ingatan, jadi Annelise sedikit trauma kalau harus berada di sekitar Bryan.

Namun takdir seolah senang mempertemukan Annelise dan Bryan kembali setelah 9 tahun berlalu.

"Masa training kamu selama 1 bulan. Jika dalam 1 bulan saya tidak puas dengan kinerja kamu, maka kontrak kerja akan dibatalkan." Tegas Bryan.

"Baik Pak Bryan, saya mengerti."

"Apa saya bisa mulai bekerja hari ini.?" Tanyanya.

Bryan mengangguk dan menyuruh Annelise pergi keruangan kerjanya. Dia diminta menunggu di sana, karna Bryan akan menyuruh bawahannya untuk membimbing Annelise agar paham dengan tugas dan tanggungjawabnya. Bryan tidak bicara panjang lebar pada Annelise, sebab dia dan Annelise sudah sama-sama tau kalau Shaka yang mengutus Annelise untuk menjadi sekretaris diperusahaan ini.

Bryan menatap punggung Annelise yang hampir menghilang di balik pintu. Untuk penampilan dan cara berpakaian Annelise, Bryan tidak mempermasalahkannya. Sebab Annelise cukup rapi dan sopan dalam berpakaian. Tidak seperti kebanyakan kandidat sekretaris pada umumnya yang selalu berpakaian seksi. Mereka datang seperti ingin menggoda, bukan untuk mendapatkan pekerjaan yang halal. Bryan paling tidak suka dengan perempuan seperti itu. Menghargai tubuhnya saja tidak bisa, bagaimana akan menghargai orang lain ketika bekerja.

Ketika pintu benar-benar tertutup, ingatan Bryan tiba-tiba tertarik ke masa lalu. Dimana sekitar 9 lalu dia menyelamatkan Annelise dari perundungan yang disebabkan oleh Bryan sendiri.

Flashback,,,

Bell tanda berakhirnya sekolah sudah berbunyi. Semua murid sibuk mengemasi peralatan tulisnya ke dalam tas, begitupun Bryan. Dengan langkah tegap, Brian meninggalkan kelas setelah guru mata pelajaran keluar dari kelas. Memiliki wajah tampan dan postur tubuh yang bagus di usianya yang baru 16 tahun, tidak heran kalau Bryan menjadi idola yang di gandrungi kaum hawa. Namanya sudah dikenal diseluruh penjuru sekolah, meski baru 1 tahun lebih menjadi murid di sekolah internasional itu. Gerak gerik Bryan selalu menjadi pusat perhatian, tak jarang banyak siswi yang memotret dan merekam aktifitas Bryan di sekolah secara diam-diam.

"Bryan, Annelise di rundung Kakak kelas. Tolong selamatkan dia,," Seorang wanita dari kelas lain menghampiri Bryan dengan wajah panik.

Bryan menautkan alisnya karna merasa tidak punya alasan untuk ikut campur urusan siswa di sekolah ini. Lagipula kenapa harus dia yang dimintai pertolongan.

"Kamu minta bantuan pada orang yang salah, aku bukan penanggungjawab keamanan sekolah." Sahut Bryan sembari berjalan melewati wanita itu.

"Tapi Annelise di rundung kakak kelas gara-gara kamu. Kalau bukan kamu yang menolongnya, lalu siapa lagi.?! Kamu sangat tidak berperasaan.!",Cibirnya.

Mendapat cibiran yang tidak menyenangkan, Bryan menjadi kesal dan berbalik badan dengan tatapan tajam.

"Aku bahkan tidak mengenal siapa Annelise, bagaimana bisa aku menimbulkan masalah untuknya. Kamu sangat tidak masuk akal mengarang cerita receh seperti itu." Sahutnya menahan diri untuk tidak membentak dan memaki orang itu.

"Kamu menggendong Annelise ke klinik saat dia pingsan di lapangan. Gara-gara kejadian itu, Annelise di rundung habis-habisan oleh Kakak kelas yang mengidolakan kamu. Dia menuduh Annelise menggoda dan ingin merebut kamu darinya." Jelasnya dengan nada bicara yang kian meninggi.

Bryan terdiam beberapa saat, dia mencoba mengingat kejadian tadi pagi ketika upacara sedang berlangsung. Saat itu Bryan berdiri di barisan paling pinggir dari barisan kelasnya. Di sebelahnya ada kelas lain yang hanya berjarak beberapa senti. Secara tidak sengaja, Bryan melihat seseorang dalam keadaan lemas. Kejadian itu sangat cepat dan tiba-tiba seseorang itu terhuyung ke samping. Bryan hanya reflek menangkap tubuhnya karna melihat wanita itu jatuh pingsan. Dengan alasan kemanusiaan, Bryan menggendong wanita itu ke klinik sekolah, meski tidak mengenal wanita itu.

"Ck.! Merepotkan sekali." Umpat Bryan lirih. "Mereka ada di mana.?" Bryan sebenarnya malas terlibat urusan dengan orang lain. Tapi jika menyangkut nama baiknya, sepertinya dia perlu turun tangan untuk meluruskan kesalahpahaman.

"Annelise di seret ke gudang belakang." Sahutnya seraya berjalan cepat mendahului Bryan. "Cepat, aku khawatir mereka menyiksa sahabatku." Teriaknya panik. Bryan menghela nafas dan setengah berlari mengejar wanita itu.

Bryan sampai di area gudang belakang sekolah di antara gadis yang mengaku sebagai sahabat Annelise. Suasana di sana sangat sepi. Selain mereka berdua, tidak ada orang lain yang terlihat di sana. Posisi gudang belakang memang terbilang jauh dari gedung sekolahan. Terlebih gudang itu sangat jarang di datangi orang karna untuk menaruh barang-barang yang memang sudah tidak terpakai lagi. Berbeda dengan gudang samping yang masih sering di datangi petugas sekolah ataupun murid-murid untuk mengambil peralatan berbagai ekstra kurikuler dan pendukung kegiatan lainnya di sekolah.

"Gudang ini jelas tidak ada orang. Kamu yakin temanmu di seret ke gudang ini.?" Bryan menatap curiga, bisa jadi dia hanya di tipu dan sedang di kerjai oleh gadis itu.

"Aku berani bersumpah, Annelise benar-benar di seret di gudang ini." Jawabnya tegas.

Bab 3

"Mereka pasti menyeret Annelise ke dalam sana, tolong selamatkan dia. Hidupnya sudah terlalu menderita untuk mendapatkan perundungan lagi di sekolah." Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, gadis itu memegang lengan seragam Bryan dan menariknya masuk ke dalam gudang.

Sebenarnya Bryan tidak terlalu yakin dengan pengakuan gadis itu, tapi entah kenapa hati kecilnya tidak bisa menolak. Keduanya lantas memasuki gudang yang kondisinya minim pencahayaan. Di tengah-tengah perjalanan, gadis itu menghentikan langkah dan menahan Bryan untuk tidak berjalan lagi.

"Bryan, itu suara Annelise." Lirihnya setengah berbisik.

Bryan menajamkan pendengaran, gadis itu memang tidak berbohong karna Bryan sempat mendengar suara orang merintih kesakitan.

"Disana,,!" Seru gadis itu seraya mengarahkan telunjuknya pada beberapa orang yang sedang merundung Annelise dibalik rak-rak besar. Keduanya setengah berlari menghampiri kerumunan yang jumlahnya sekitar 4 orang.

Bryan terperangah melihat perundungan di depan matanya. Dia baru kali ini melihat ada perundungan di sekolahnya. Parahnya lagi, perundungan itu di lakukan oleh Gisele. Di sekolah ini, siapa yang tidak mengenali Gisele. Anak dari ketua yayasan di sekolah mereka. Gisele cukup populer di sekolah karna jabatan yang dimiliki oleh orang tuanya.

Saat menghampiri mereka, Gisele sedang menjambak kuat rambut Annelise. Posisi Annelise bersimpuh di lantai dengan penampilan acak-acakan. Baju seragamnya tampak kusut dan kotor terkena debu di dalam gudang.

"Hentikan Gisele.! Kamu bisa membunuhnya.!" Sentakan Bryan mengagetkan semua orang yang beramai-ramai menyiksa Annelise. Gisele buru-buru melepaskan tangannya dari rambut Annelise dan mundur beberapa langkah dengan raut wajah panik.

"Annelise,, semoga aku tidak terlambat meminta bantuan." Gadis yang di samping Bryan langsung membantu Annelise berdiri dan menjauhkannya dari kerumunan. Annelise tampak tidak berdaya dengan tubuh bergetar karna menangis.

"Annelise menantangku berkelahi, jadi aku,,,"

"Siapa yang ingin kamu tipu.?!" Potong Bryan dengan perkataan pedas. Gisele mungkin lupa kalau mereka sudah dewasa, bukan anak kecil yang akan percaya begitu saja perkataan seseorang. Jadi mengatakan kebohongan seperti itu hanya akan mempermalukan diri sendiri.

"Gisele, jika sekali lagi kamu melakukan kekerasan dengan menyeret namaku, aku tidak segan-segan membeberkan citra buruk dari anak seorang ketua yayasan di sekolah ini.!"

"Kamu dan semua temanmu bahkan bisa di seret ke tahanan karna sudah menyiksa orang.!" Seru Bryan penuh penekanan.

Wajah Gisele mendadak pucat pasi, termasuk ketiga temannya yang memilih kabur meninggalkan Gisele sendirian.

"Bryan, tolong jangan seperti itu. Ini hanya salah paham. Iya kan Annelise.?" Suara Gisele berubah lembut. Annelise hanya diam saja dalam pelukan sahabatnya, dia masih terisak setelah di bully dan di rundung habis-habisan oleh Gisele dan para sekutunya. Gisele cukup berpengaruh, membuat banyak orang ingin menjadi temannya dan akan melakukan semua perintahnya.

"Kak, kamu sudah membuat Annelise ketakutan seperti ini, bagaimana bisa di sebut salah paham.?" Seru sahabat Annelise tak habis pikir.

Gisele mengepalkan kedua tangannya, dia ingin membentak sahabat Annelise, namun memilih untuk menahannya karna ada Bryan.

"Lusy, tolong antar aku pulang." Lirih Annelise dengan suara tercekat.

Lusy mengangguk dan memilih membawa Annelise pergi dari sana.

"Bryan, terimakasih sudah mendengarkan perkataanku." Ucap Lusy sebelum benar-benar pergi dari gudang.

"Kamu sangat tidak masuk akal merundung seseorang hanya karna aku menolongnya saat dia jatuh pingsan." Bryan menatap Gisele dengan tajam.

"Lagipula apa yang aku lakukan tidak ada hubungannya dengan mu." Ucapnya dan meninggalkan Gisele begitu saja.

Flashback Off,,

...****...

Annelise menghela nafas berat ketika keluar dari ruangan Bryan. Setelah 9 tahun berlalu, dia dipertemukan kembali dengan seseorang yang membuatnya dirundung dan bully hingga menimbulkan rasa traumatik. Seumur hidup Annelise, baru kali itu dia mendapatkan perundungan yang sampai melukai fisik dan meninggalkan bekas trauma. Padahal dia tidak kenal secara langsung dengan Bryan, hanya karna dia di gendong oleh Bryan ketika sedang pingsan, seseorang yang menyukai Bryan langsung merundungnya dengan membabi buta bersama teman-temannya. Sejak saat itu, Annelise merasa kesal pada Bryan.

Flashback,,,

"Annelise, itu Bryan." Lusy menunjuk ke arah Bryan yang berjalan dengan berapa teman menuju kelasnya. Lusy dan Annelise sedang duduk di depan kelas mereka. Kebetulan kelas mereka bersebelahan dengan kelas Bryan, jadi Lusy bisa melihat ketika Bryan akan masuk ke kelas.

Annelise hanya mengangkat sekilas kepalanya untuk menatap Bryan dari kejauhan, lalu kembali membaca buku psikologi di tangannya. "Aku tidak punya urusan dengannya Lus." Ujarnya lirih.

"Kamu memang tidak punya urusan dengan Bryan, tapi kamu berhutang budi karna sudah di tolong Bryan kemarin." Balas Lusy setengah berbisik, karna tidak ingin orang lain mendengar perkataannya.

"Aku di rundung gara-gara dia, sudah seharusnya dia menolong ku. Jadi untuk apa aku harus merasa berhutang budi padanya." Annelise bicara penuh penakanan, sorot matanya memancarkan amarah tertahan. Meski Annelise paham bahwa perundungan yang terjadi padanya bukan kesalahan Bryan, namun amarah pada Bryan tetap ada. Sebab dia harus berurusan dengan Gisele gara-gara Bryan. Seharusnya memang tidak salah kalau dia kesal pada laki-laki itu.

Lusy ingin menimpali lagi perkataan Annelise, tapi Bryan tiba-tiba sudah lewat dan berhenti tepat di depan mereka. Bryan menatap wajah Annelise, memperhatikan luka memar di beberapa bagian wajahnya. Luka itu sudah tentu akibat perundungan yang dilakukan Gisele dan teman-temannya kemarin.

"Apa kamu baik-baik saja.?" Entah sejak kapan Bryan menjadi peduli dan ingin tau keadaan orang lain. Biasanya dia paling anti menanyakan kabar seseorang. Bisa jadi karna Bryan melihat langsung kekejaman Gisele saat merundung Annelise.

"Aku masih hidup." Jawab Annelise acuh. Dia kemudian beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kelas meninggalkan Bryan bersama Lusy di luar kelasnya.

"Maafkan Annelise ya, dia sedang banyak masalah belakangan ini. Di tambah kejadian perundungan kemarin. Emosi Annelise jadi tidak stabil, dia menjadi dingin dan ketus." Tutur Lusy yang merasa prihatin dengan kondisi Annelise.

Bryan tidak menjawab, dia mengangguk kecil sebelum berlalu dan masuk ke dalam kelasnya tanpa menanggapi perkataan Lusy. Bryan mendadak hilang respek pada Annelise karna sikap acuhnya.

Flashback Off.

...***...

"Ya ampun, kenapa takdir membawaku berada di sekitar pria menyebalkan itu. Bahkan aku harus berinteraksi dengannya setiap hari." Annelise menghela nafas berat dan tampak pasrah.

"Kalau bukan karena uang, mana mungkin aku bersedia menerima tawaran Pak Shaka. Sikapnya benar-benar dingin, bahkan Pak Shaka saja tidak separah itu." Annelise lantas melangkah pergi ke ruangan Felix, dia harus meminta arahan pada asisten pribadi Bryan. Menjadi sekretaris adalah pengalaman pertamanya, Annelise merasa harus banyak belajar, apalagi Bosnya tidak seperti orang lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!