Langkah demi langkah menapaki jalanan khusus pejalan kaki, pemilik wajah sendu berkulit sawo matang itu sesekali menyeka bulir keringat dipelipisnya. Sambil menjinjing tas berwarna coklat pekat yang warnanya tampak memudar.
Bangunan beratap biru menghentikan langkahnya, mencari tempat berjarak diantara beberapa orang yang ada disana, untuk mengistirahatkan kakinya yang sudah hampir setengah hari ini aktif melangkah.
"Permisi, Mba" ucapnya mengulas senyum saat hendak duduk disebelah wanita ber-almamater disampingnya. Wanita tadipun mengangsur duduknya sedikit menepi ke sisi kanan.
Gadis bernama Arliana itu mengambil sebotol air dalam tasnya, menghilangkan rasa haus dan mungkin saja memperlambat rasa lapar yang mulai terasa datang.
Sejenak mengambil ponselnya sekedar melihat waktu. Pantas saja ... ternyata hari mulai sore.
Bus yang ditunggu oleh semua orang yang ada di halte itu pun sampai. Bergantian satu persatu masuk ke dalamnya, tak ketinggalan Arliana.
Lagi-lagi gadis itu duduk bersebelahan dengan perempuan yang tadi duduk disebelahnya saat berada di halte.
"Pulang kuliah ya, Mba?" sapanya berbasa-basi
"Hm ... Iya. Mba nya?" balas perempuan tadi, wajahnya yang tanpa ekspresi mulai menunjukkan bahwa dia juga manusia ternyata. Seulas senyum walau sebentar tersemat diwajahnya
"Baru pulang dari biro jasa penyalur asisten rumah tangga dan penjaga jompo, Mba" jawab Arliana panjang. Wanita tadi menatapnya sekilas lalu bibirnya membentuk bulatan kecil
"Bukan orang sini ya?"
"Iya, Mba. Saya perantau"
"Darimana?"
"Dari desa kecil dipedalaman kota Medan, Mba" jelas Arliana
"Ooo ... Pantesan kaku banget manggil, Mba nya. Kalau biasa panggil kakak atau abang pake itu aja kali, Mba. Nggak usah ilangin jati diri" ucap wanita tadi yang mulai akrab, kali ini senyumannya bertayan lama bahkan sampai menampakkan gigi-giginya
"Hehe ... Iya, waktu itu pernah manggil abang sama orang, saya malah dimarahin, Mba. Katanya 'Saya bukan tukang bakso ya!'" balas Arliana berkacak pinggang menirukan suara laki-laki yang pernah marah saat dulu ia pernah berbicara saat pertama kali sampai di Jakarta.
"Haha ... Lucu juga kamu ya. Oke lah, saya duluan ya. Kosan saya di balik gang situ!" Tunjuknya saat bus mulai melambatkan laju kendaraannya.
"Makasi, Bang. Hapal banget saya turun dimana!" ucap gadis beralmamater tadi pada kernet dan sopir sambil menepuk bahu kernet tersebut
"Sampe rumah langsung makan! Jangan lupa baju kotor gue di kamar tu di cuci in! Gue gantung dibalik pintu!" ucap sopir bis tersebut
"Iyee! Bawel banget sih. Entar pulang jangan lupa beliin gue nasi goreng pake ayam ye. Law kagak gue masukin got tu baju kotor lo sekalian!" jawab gadis tersebut sambil lari
"Iyeee! Pamrih banget lo jadi orang. Untung adek gue lo!" jawab sopir sembari menginjak gas
"Tadi katanyanya ngekos, nggak taunya warga asli sini" ucap Arliana dalam hati. Teringat pesan ibunya kalau di kota besar nanti jangan cepat percaya dan akrab sama seseorang walaupun kelihatannya baik.
\=\=\=\=
Arliana mengunci pintu kamar kos-kosannya. Menggantungkan ras kusamnya dibalik pintu lalu segera membersihkan diri di kamar mandi.
Ponselnya berdering, gadis itu melihat panggilan masuk dan langsung mengangkatnya.
"Iya, Pak. Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam. Bagaimana tadi? Lancar? Apa langsung dapat pekerjaan?" tanya seseorang dari seberangsana.
"Kalau saja melamar kerja segampang itu, tidak akan banyak pengangguran dimuka bumi ini, Pak" jawab Arliana tertawa
"Iya ... Iya. Kamu benar juga. Jadi, besok kamu tidak izin lagi kan? Saya bingung mau jawab apa kalau nanti bos nanyain kamu"
"Maaf merepotkan, Pak. Besok Arliana kerja kok. Bapak kalau mau libur juga nggak apa-apa. Kita gantian nanti biar Arli yang ngizinin bapak sama pak Bos!"
"Kamu ini bisa saja. Ya sudah, Bapak mau kerja lagi"
Panggilan itu pun berakhir, Nasib baik Arliana punya tetangga di kampung yang keluarganya ada di Jakarta. Jadi walaupun tidak terlalu akrab, Arliana tidak merasa sebatang kara hidup di kota besar seperti ini.
Untuk menghidupinya gadis itu saat ini bekerja di sebuah mini market, sambil menunggu pekerjaan yang selama ini selalu ia incar. Menjadi Art atau penjaga jompo, kenapa? Karena dia tidak akan kebingungan mencari tempat tinggal.
.
.
.
Selamat membaca semua semoga ada hikmah dalam setiap bacaan, walau hanya sekedar hiburan 🙂👌
Suara alarm handphone terdengar memekakan telinga. Pemilik ponsel yang terletak di atas nakas itu mengambilnya dengan meraba. Mematikan bunyi bising itu lalu melempar sumber bunyi ke sebelahnya.
Rambut panjang melebihi bahu itu tampak tidak rapi namun masih terlihat sehat dinilai dari kilau hitamnya.
"Aduh! Kok sudah pagi aja sih. Baru juga nutup mata!" umpatnya malas, matanya masih terpejam namun tangannya kembali meraba ponsel yang tadi ia lempar karena berdering.
"Hm! Aku udah bangun" ucapnya manja pada seseorang diseberang sana
"Hari ini livenya jam sepuluh kan? Aku mau ngantar mama checkup nih!" suara kicauan dari seberangsana tampak seperti keberatan dan penuh dengan penolakan.
"Huuuft, atur aja deh! Gue mandi dulu. Satu jam lagi aja kita mulai livenya, pokoknya harus gue yang antar mama, nggak boleh orang lain titik!" ucapnya lalu mematikan panggilan itu sepihak. Mengambil cepitan rambut yang ada di laci nakas lalu turun dari kasur, memasangkan kakinya pada sendal berbulu halus berwarna putih berkarakter kelinci.
Belum sempat ia masuk ke dalam kamar mandi, suara ketukan dari luar menghentikan aktifitasnya.
"Masuk saja, Ma. Nggak dikunci kok!" ucapnya sedikit mengeraskan suara. Sudah pasti yang datang ke kamarnya sepagi ini adalah Mamanya.
Wanita berusia sekitar 60 tahunan itu tampak segar dengan gamis berwarna maron dan hijab berwarna krem itu masuk mengumbar senyum.
"Anak ganteng mama belum mandi?" ucapnya memeluk dan mencium pipi anaknya
"Ya Allah, asem beneer anaknya Mama"
"Ya makanya itu, ini juga mau mandi" jawabnya membenarkan kembali rambut panjangnya yang tidak rapi di depan kaca
"Ih ... Agak cabi deh." ucapnya sendiri menatap pantulan wajahnya di kaca
"Mama nih ... Nggak usah masak hari ini ya, Ma. Aku tuh selalu nggak bisa nolak masakan mama. Jadi gendut kan nih. Harus diet deh kayaknya"
"Nggak perlu diet-dietan lah, Sayang. Kamu itu udah ganteng. Kalau diet bolehlah dietnya si dady corbuzier itu aja, sekalian kamu fitnes biar tambah ganteng anaknya mama" ucap sang mama memegang kedua bahu dan menatap intens darah dagingnya tersebut.
"Aku ini cantik, Ma. Amara, Lady Amara. Bukan ganteng" ucap nya manja sambil memeluk mamanya memberikan kecupan pada pipi wanita tua itu
"Kamu itu, Damar. Anak gantengnya mama! Sampai kapanpun kamu itu tetap Damar. Anak yang ada dalam perut Mama yang mama tunggu-tunggu kedatangannya. Yang paling mama sayangi bahkan sebelum kamu lahir kedua ini." balas perempuan itu lembut tapi penuh dengan ketegasan
"Kata Amel hari ini kalian ada live kan, ya sudah siap-siap. Nanti kalau pekerjaannya udah kelar panggil mama di kamar ya. Hari ini jadikan kamu yang antar mama checkup? "
"Iya, Mama. Kan aku udah janji. Mandi dulu ya, Ma. Ntar Amel ngerep lagi tau aku belum siap-siap. Soalnya aku majuin waktunya, biar bisa ngantarin mama. Sekalian kita ke travel nya ya, Ma" ucap laki-laki berpenampilan wanita itu, tanpa lebih dulu mendapatkan persetujuan dari ibunya ia langsung masuk kedalam kamar mandi
Wanita tua itu menarik nafas dalam lalu membuangnya dengan kasar. Bibirnya bergerak semu sepertinya sedang berdzikir dalam diam.
"Ya Allah kembalikan anak hamba ke jalan yang benar" Doanya lirih menatap bingkai foto berisikan tampilan sang anak memakai gaun merah cantik dengan mahkota membingkai kepalanya yang terpajang besar diatas kasur tidur kamar itu.
.
.
.
Episode 2, ayo berikan saran dan kritik kalian teman-teman. Maaf kalau masih ada typo disana sini 🙏 Happy reading 🥰
Arliana dan beberapa teman satu pekerjaannya tampak bekerja diluar. Ada yang memindahkan barang-barang dari mobil box dan ada pula yang tampak sedang memeriksa sesuatu disana. Itulah yang sedang dikerjakan oleh gadis itu.
Dengan membawa beberapa catatan nama-nama barang dan pena, gadis itu tampak sibuk.
Setelah semuanya hampir selesai gadis itu tertarik dengan seseorang yang gerak-geriknya tampak gelisah. Mencurigakan!
Minimarket tempat nya bekerja kebetulan berdampingan dengan bank, sudah hal yang biasa melihat orang keluar masuk dari gedung itu tapi entah kenapa laki-laki berpakaian khas sopir orang kaya itu begitu menarik perhatiannya.
Gelagatnya seperti sedang memantau seseorang, selalu mengusap kasar wajahnya dan telihat sangat tegang.
Arliana terus memperhatikannya, sampai seseorang keluar dari dalam sana diantar oleh security yang sedang bertugas hari itu.
Saat wanita tua itu hendak memasuki mobil, sang security tadi didorong sampai terjatuh oleh laki-laki yang dari tadi diperhatikan Arliana. Lalu dua orang berbadan besar menghadang perempuan tua itu dan mengambil paksa tas yang di jinjingnya. Wanita itu berteriak, meminta pertolongan namun tidak ada yang berani karna para perampok itu membawa senjata api dan juga senjata tajam. Security tadi mencoba menolong dengan memberikan perlawan kepada orang yang berbadan besar itu namun kalah telak. Perempuan tadi berteriak meminta pertolongan lagi tidak kuat menahan tas yang sedari tadi ia pertahankan. Tubuh tuanya terpental menabrak badan mobil.
Tanpa berpikir panjang Arliana berlari mendekati perampok itu dengan membawa galon air mineral kosong. Memberanikan diri memukulkan benda itu sekeras mungkin tepat mengenai kepala salah satu perampok yang berhasil merampas tas si ibu tua.
"Aaaa!" erang laki-laki itu memegang kepalanya lalu spontan melihat ke arah Arliana.
"Beraninya sama orang tua! Pengecut!" ucap Arliana memberikan tendangan tepat pada perut bagian bawah perampok itu.
Laki-laki itu kesakitan, beringsut duduk dan melemparkan tas yang berhasil ia pegang kepada temannya.
"Pak! Bangun dong! Woy ... Bantuin!" ucap Arliana pada security dan teman-temannya yang hanya jadi penonton disana. Namun tidak ada yang bernyali besar seperti dia.
Walau sendiri nyali Arliana tidak ciut sedikitpun. Walau hanya pernah masuk dalam kelas beladiri beberapa tahun saja, Arliana memberanikan diri membahayakan dirinya sendiri demi orang lain.
"Berani juga loe ya, cantik!" ucap laki-laki berbadan besar lainnya menatap Arliana dengan tatapan jahat. Menyerang wanita itu tanpa perduli kalau lawannya adalah seorang wanita.
Arliana mulai kewalahan, sudut bibirnya berdarah. Sementara laki-laki yang sempat KO tadi sudah bisa mengatasi kesakitannya.
"Sudah, Bro! Kita harus segera pergi!" ucapnya
"Kita harus pergi sekarang!" jerit laki-laki yang sejak awal dicurigai oleh Arliana tadi. Pandangan wanita tua yang terduduk bersandar di bahu mobil itu penuh dengan kebencian menemui asal suara. Sambil memegang dada wanita itu menyumpah sang sopir pribadi walau lirih
"Oke" jawab laki-laki yang sedang menghajar Arliana
Tendangan terakhir membuat Arliana terjatuh,
"Aaa .... "
"Makanya jangan sok jadi pahlawan!!! Cuih!" umpat perampok itu sambil meludah meninggalkan Arliana yang sedang kesakitan
Sambil melayangkan satu tendangan
"Grep!" seketika laki-laki itu terjerembab karena Arliana menangkap kaki yang menendangnya dan menarik kaki tersebut dengan sisa-sisa tenanga yang ia miliki
"Bug! Bug!" Arliana memberikan pukulan serta tendangan pada laki-laki tersebut, lalu mengambil tas milik si ibu tadi
Saat berjalan menghampiri wanita tua tadi langkahnya terhenti, tubuhnya ambruk tepat dihadapan wanita tua itu, mata Arliana membulat penuh. Saat suara tembakan terdengar menggelegar.
Sakit! Sakit sekali rasanya, pandangannya buram dan semakin lama semakin menghitam.
Tas yang ia pegang kembali diambil oleh salah satu perampok dan pergi dengan mobil hitam yang berada tepat didepan mobil wanita yang baru saja keluar dari bank tadi.
"Tolong! Tolong! Ya Allah ... Nak. Bangun, Nak. Bangun!"
"Siapa saja! Tolong telepon ambulance!!!" Wanita tua itu menangis. Memeluk Arliana yang bersimbah darah
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!