"YURA!!"
Teriakan yang begitu mengganggu Indra pendengaran siapa saja yang mendengar dari mulut seorang wanita paruh baya, seraya memekik ia menggedor pintu kayu berwarna putih itu beberapa kali. Berharap bisa membangunkan sang penghuni kamar yang masih setia memejamkan matanya padahal cahaya matahari sudah masuk kedalam kamar, melalui cela gorden.
Tok! Tok! Tok!
"Bangun Yura! Udah jam berapa ini?!" teriak wanita itu lagi bertambah naik satu Oktaf karena tidak mendapati kehidupan didalam sana bersuara. Mungkin kalau mereka memiliki tetangga baru, mereka tidak akan betah tinggal bersebelahan dengan keluarga Yura yang tanpa absen selalu cosplay jadi penyanyi rocker.
Suara yang begitu melengking itu mampu membuat Yura terperanjat bangun dari tidurnya. Ia duduk di atas ranjang sembari sebelah tangannya menggaruk-garuk kepalanya sudah Seperti monyet baru bangun tidur.
"Iya, ini udah bangun bunda" teriak Yura dari dalam kamar, ia menguap selebar-lebarnya seraya meregangkan otot-otot tubuhnya.
"Cepetan mandi, udah jam berapa itu?! katanya mau bimbingan"
Seketika Yura sejenak menghentikan pergerakannya, pikirannya masih ngeleg. Begitu otaknya sudah kembali ke setelan pabrik ia langsung melirik jam digital yang ada di atas nakas, mata Yura langsung membulat sempurna begitu mengetahui jam sudah menunjukkan pukul 07:20.
"Mampus gue kesiangan!" ia langsung berlari masuk kedalam kamar mandi.
"Bisa di gorok gue sama pak Burhan kalau telat" Yura mulai panik didalam kamar mandi.
Hari ini ia ada jadwal dengan dosen pembimbing untuk menyerahkan proposal Karena baru-baru ini judul penelitian Yura baru keluar. Maklumlah Yura ini mahasiswa akhir yang nulis proposal dan bolak-balik revisi melulu.
Tapi sayangnya hari ini Yura malah kesiangan, dan semua ini gara-gara ia begadang menulis proposal yang akan ia serahkan hari ini.
Dengan kecepatan di atas rata-rata Yura bersiap-siap. Dari mulai mandi, pakai baju dan dandan. Yura hanya membutuhkan waktu selama 10 menit, banyangkan 10 menit Yura sudah selesai padahal biasanya 20 menit juga tidak cukup untuk itu. Yura akhirnya keluar kamar, ia langsung berjalan dengan terburu-buru menuruni anak tangga.
"Bunda, bunda!" teriaknya sambil menuruni anak tangga memanggil Rita—ibunda Yura.
"Gak usah teriak teriak Yura! Ini bukan kebun binatang" gemas Rita ia sedang mengepel lantai di bagian dapur.
"Ish, gak ada waktu bun, Yura udah telat nih" Yura memakai sepatunya dengan terburu-buru.
"Salah siapa bangun kesiangan!" dengus Rita.
Yura sudah tidak perduli dengan Omelan sang bunda, ia dengan cepat meraih tangan sang bunda untuk di cium. "Yura...!! Dapur baru selesai di pel kamu malah injek pakai sepatu!" teriak Rita sudah tidak terkira.
Ngerti kan ya rasanya kalau kita baru selesai ngepel lantai tapi orang rumah lainnya dengan santai malah nginjek lantai yang masih basah. Rasanya pingin di tendang sampai ke Afrika supaya di mangsa sama singa disana.
Yura hanya nyengir tanpa dosa, ia langsung berlari keluar rumah dengan segera, malas dengerin teriakan sang bunda yang pasti tidak akan ada habisnya.
"Sarapan dulu!" teriak Rita yang tidak di gubris.
Belum lagi Yura harus menunggu angkot di Simpang jalan sana. Haduh, mau jam berapa lagi Yura sampai, bisa-bisa dosen pembimbingnya murka nanti.
Sampai di depan gerbang Yura melihat anak tetangganya duduk di atas motor sudah rapih dengan baju kemeja hitam ciri khas satreskrim karena tetangganya ini anggota polisi dan jangan lupa ia sedang menyeruput susu kotak cokelat bergambar sapi favoritnya.
Seragamnya sangar, minumnya susu bocah.
"Woy indomilk!" teriak Yura pada sang tetangga.
Yang merasa di panggil terperanjat kaget, sampai kesedak susu yang ia minum sebelum menoleh "Boncel bangsat! Ngagetin aja loh ye!" kesalnya. Sementara Yura yang di panggil 'boncel' itu hanya tertawa tanpa dosa "lagian ni bed nama gue udah Segede gaban ya cel. Apa perlu gue print pakai spanduk biar Lo bisa liat. Aidan cel, Aidan. Bukan indomilk" ucap pria bernama Aidan menggebu-gebu membusungkan dadanya yang terdapat name tag 'AIDAN' dibagian dada sebelah kanannya. Ia merasa tidak terima jika ia di panggil dengan sebutan 'indomilk'.
Yura menghampiri Aidan yang masih duduk di motor seraya menyedot susu kotak yang ia pegang "Kek lu bener aja dah bang manggil gue" gerutu Yura. Karena memang Aidan ini selalu memanggilnya dengan panggilan 'boncel' padahal dia tidak sekecil atau sependek itu. Itu hanya karena dia di samping Aidan yang notabennya adalah tiang listrik berjalan. "Lo mau kemana bang?" ia mengalihkan topik.
Aidan nampak merotasi bola matanya "Lo liat gue udah ganteng pakek kemeja gini menurut Lo mau kemana?" Aidan melempar kotak susu yang sudah kosong ke tempat sampah yang berada di samping Yura.
"Mau ke depan Sono noh, mangkal" jawab Yura sekenanya sambil menunjuk gang depan lalu ia terkekeh setelahnya.
"Lu kira gue kang ojek" ucap Aidan dengan tidak santainya. Aidan pun mendengus "udah deh cel, gue mau kerja. Udah siang noh" tunjuk Aidan pada langit yang memang sudah cerah. Secerah masa depan si Yura.
Aidan menghidupkan mesin motornya.
Astaga, Yura hampir saja melupakan jadwalnya hari ini. Dengan buru-buru ia naik ke jok motor belakang Aidan tanpa permisi pada sang empunya.
"Weh, ngapain Lo cel? turun gak! Gue mau ke kantor sekarang udah siang" ucap Aidan menarik lengan Yura untuk turun dari atas motornya.
"Gue yang udah kesiangan bang. Anterin gue dulu yuk ke kampus, ada bimbingan sama dosen hari ini." Yura memegang pundak Aidan megambil posisi.
Aidan sedikit memutar tubuhnya menghadap Yura "Bukan urusan gue. Turun gak!"
"Pelit banget Lo bang, tolong gue napa. Entar gue segala nunggu angkot dulu, nambah kelamaan" ucap Yura memelas.
"Makannya belajar naik motor!"
"Ogah, entar nyebur ke got lagi" mengingat Yura pernah belajar naik motor dan di ajari oleh Wira—kakaknya. Tapi karena tubuh Yura yang terlampau kaku membuatnya malah nyebur di got depan rumah Aidan dan di saksikan oleh keluarga Bimantara—notabennya keluarga besar Aidan yang sudah jelas semuanya cogan berseragam. Sakitnya gak seberapa, malunya sampai tua.
"Ya udah naik mobil noh, kan Lo bisa naik mobil."
"Nah itu bang masalahnya, gue bisa naik mobil tapi kagak bisa parkir."
"Dasar boncel dodol" Aidan mendorong kepala Yura dengan jari telunjuknya sangking gemasnya dengan gadis satu ini.
Yura malah nyengir di katai sedemikian oleh Aidan. "Mau ya bang anterin gue ke kampus" ucapnya memelas kembali.
Aidan nampak berfikir. "Tapi isi bensin gue."
"Dih perhitungan banget dah Lo bang, pantes gak ada yang mau nikah sama Lo."
"Kalau sama Lo harus perhitungan, kalau gak nanti jatuhnya kebiasaan. Tapi bakal beda kalau sama cewek lain, gue harus stay cool."
"Jatuhnya lo bermuka dua dong."
"Bodo amat. Pokoknya isi bensin gue."
"Iya-iya aman" pasrah Yura akhirnya menurut. Susah soalnya kalau harus nego dengan Aidan.
"Awas kalau lu bohong ya cel, gue gentayangan lu." ancam Aidan.
"Iya Abang Aidan putra Bimantara yang paling ganteng." tidak lupa ia tersenyum semanis mungkin tapi dipaksakan.
Aidan tersenyum mendengar pujian dari Yura menampilkan eye smile miliknya.
"Minta sama Mama gue helm sono, kan gak lucu aparat gak tertib peraturan" titah Aidan, Yura kembali turun menuruti perintah Aidan untuk meminta helm pada Mama Aidan.
Tidak membutuhkan waktu lama, Yura pun keluar dari dalam rumah Aidan, ia bahkan sudah mengenakan helm di atas kepalanya.
"Buruan naik" titah Aidan lagi setelah melihat Yura keluar. Yura menurut, ia kembali duduk di jok belakang motor Aidan. Dan Aidan mulai menjalankan motornya mengantar Yura ke kampus.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di kampus Yura karena memang tadi Aidan memotong jalan demi dia dan Yura tidak terlambat sampai ke kampus dan kantornya.
Begitu turun dari atas motor Aidan, Yura langsung melepaskan helmnya, dan memberikannya pada Aidan. Yura langsung buru-buru berlari masuk kedalam pelataran kampus.
"Eh, boncel bensin gue gimana?!" teriak Aidan begitu melihat Yura langsung ngacir masuk kedalam kampus melupakan janjinya.
Mendengar teriakan Aidan, Yura membalik tubuhnya tapi masih tetap berlari "entar gue isi gue udah terlambat!" balas Yura juga berteriak.
Aidan memasang wajah sebelnya "masalahnya bensin gue udah sekarat ini boncel" gerutunya sendiri karena Yura sudah jauh mana mungkin ia teriaki. "Dasar boncel. awas aja lu kalau manfaatin gue ye. Entar malam gue tagih tu bensin."
...Jangan lupa tinggakan jejak👇...
"Samlekom mama" teriak Aidan begitu sampai rumah.
Tak!
Centong nasi melayang dan mendarat tepat di kepala Aidan. Aidan pun menoleh dari mana asal centong nasi itu berasal dan ternyata itu dari wanita paruh baya yang berdiri di dapur sedang menatapnya tajam.
"Eh, mama udah pulang" Aidan langsung menampilkan gigi putih nan rapih dengan dua gigi kelinci miliknya seperti tidak punya dosa dan salah sama sekali.
"Kalau salam tu yang bener adek" tegur Nada—mama Aidan yang sedang memasak beberapa menu makan malam untuk malam hari ini.
Ia kembali tersenyum, kali ini senyumnya di buat semanis mungkin, membuat matanya membentuk bulan sabit"assalamualaikum Queen of Bimantara" ulangnya lagi seraya mencium pipi Nada.
"Nah, gitu baru bener. Waalaikumsalam Anak ganteng" jawab Nada seraya mengaduk-aduk masakan yang ia buat jangan lupa ia tersenyum juga pada sang putra.
"Wes ada perkedel." langsung saja Aidan mencomot salah satu perkedel yang asapnya saja masih mengepul, yang tersaji diatas meja dan memasukkannya kedalam mulut begitu saja.
"Cuci tangan dulu Idan! Kebiasaan banget" kesal Nada melihat Aidan langsung mencomot perkedel itu begitu saja tanpa mencuci tangannya terlebih dulu. Ia memukul bokong putra bungsunya dengan nampan.
"Hamhun mahh" ucapnya seraya mengunyah perkedel yang ternyata masih panas di dalam mulutnya. Setelah ini pasti melepuh lidahnya karena memakan perkedel yang ternyata baru di angkat dari penggorengan oleh Nada. Ia berlari menuju lantai 2 dimana letak kamarnya berada.
Ia langsung saja berdiri di depan cermin besar yang ada di dalam kamarnya melihat lidahnya yang sudah mulai mati rasa. "Mati dah lidah gue." gerutunya setalah melihat lidahnya.
Ia melepas seragam yang ia kenakan dan masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tidak membutuhkan waktu lama ia keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya tubuhnya terasa lebih segar. Ia menarik kaos hitam tanpa lengan dan celana pendek berbahan kain berwarna senada.
Ia menyisir rambutnya yang tidak seberapa itu agar sedikit lebih rapih lalu setalahnya mengambil ponsel yang ada di atas nakas sebelah ranjangnya memotret dirinya sendiri.
"Widih ganteng banget dah anak papa Saga ini." gumamnya mengangumi diri sendiri.
Ia mencari kontak seseorang dan akhirnya menemukannya.
^^^Masyaallah cel, kegantengan gue udah kayak apotik tutup^^^
^^^Aidan^^^
Apotik tutup?
Boncel
^^^Gak ada obat😂^^^
^^^Aidan^^^
Najis!😒
Boncel
^^^Emang gitu orang yang punya fisik serba kekurang kayak lo. Selalu ngiri sama kesempuraan yang gue punya.^^^
^^^Aidan^^^
Dan setelah pesan itu terkirim tidak ada balasan dari Yura. Aidan langsung saja keluar menuju balkon kamar. Pasti sebentar lagi yang ia tunggu-tunggu akan terjadi.
"INDOMILK SACET!!!" teriak Yura dari rumah sebelah begitu menggelegar seantero kompleks.
Semantara orang yang di teriaki sudah tertawa terbahak karena berhasil menyulut manusia sumbu pendek seperti Yura.
Kembali ia mengirim pesan pada Yura.
^^^Kurang naik satu oktaf cel. Naikin lagi😂^^^
^^^Aidan^^^
Lo kira gue lagi belajar paduan suara heh?😈
Boncel
^^^Loh jadi tu tadi apa?^^^
^^^Oh gue tau Lo lagi bersaing sama toa masjid ya cel.^^^
^^^Aidan^^^
Yura yang membaca pesan Aidan pun meremas ponselnya geram.
"INDOMILK COKELAT SIALAN!!" teriak Yura lagi tidak tertahankan.
Aidan kembali tertawa ia sangat suka sekali jika mendengar atau melihat Yura meledak-ledak seperti ini. Gadis itu memang salah satu kaum sumbu pendek yang kesabarannya lebih tipis dari tisu.
^^^Jangan lupa utang Lo cel^^^
^^^Aidan^^^
Ia kembali mengirim pesan pada Yura untuk yang terakhir kali. Setelahnya keluar dari dalam kamar menuruni anak tangga berjalan kearah dapur membuka kulkas mengambil sekotak susu coklat favoritnya.
"Kamu tuh suka banget kalau disuruh gangguin Yura sih dek." ucap Nada tiba-tiba sambil mencuci peralatan dapur yang baru selesai ia pakai untuk memasak. Nada tadi sempat mendengar teriakan yang berasal dari rumah sebelah.
Aidan terkekeh setelah menyedot susu itu hingga tandas dari kotaknya "Gak buat dia kesel gak seru rasanya dunia Idan ma." ia membuang kotak yang sudah kosong ketempat sampah.
"Hih, kan kasian tu anak. Kata Tante Rita, proposal dia di tolak terus dan sampai sekarang dia masih sibuk revisi melulu dek."
Aidan menghampiri Nada membantu sang Mama mencuci piring "dia aja yang goblok mah, nyusun proposal aja kek nyusun pidato buat presiden."
"Kamu pikir nyusun proposal itu gampang dek?"
Aidan mengedikkan bahunya acuh.
"Assalamualaikum." salam seseorang dengan baju PDH TNI AD masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam, mas." Nada langsung meraih tangan sang suami untuk ia cium dan Saga—ayah Aidan membalas mencium kening sang istri.
"Astagfirullah! Idan masih polos ya ma, pa. Kalau mau mesra mesraan tuh sana di kamar. Jangan di sini, jiwa jomblo idan meronta-ronta melihatnya."
Saga mendengus "polos gundulmu!"
Nada terkekeh karena umpatan sang suami terhadap anaknya "makannya cari istri dek, nunggu apa lagi?" Nada menyahuti ucapan sang anak.
Aidan menggeleng "no, no, no mah. Aidan anak paling bontot, gak elit banget kalau Idan yang duluan nikah. Jadi apa halo dek yang lain kalau Aidan langkahi. Jadi bujang lapuk?" ia mengingat kakak-kakaknya belum ada yang menikah. Ya kali dia duluan, itu tidak akan pernah terjadi di kamus Aidan dan tidak akan pernah terjadi di hidup Aidan. Ia harus mengikuti urutannya, itu baru benar.
Lagian mau nikah juga sama siapa? Pacar juga kagak punya. Dan jika punya Aidan juga belum memiliki persiapan untuk ke jenjang yang lebih serius. Ia belum memiliki pikiran yang terlalu jauh seperti menikah.
Walaupun dia sudah memiliki persiapan seperti tempat tinggal yang terletak di depan rumah orangtuanya. Tapi percayalah, ia membeli rumah itu juga bukan atas keinginannya. Tapi atas bujuk rayu dari sang papa, katanya rumah itu sedang di jual dengan harga miring. Jadilah Aidan sepakat membeli rumah itu dengan uang yang sudah ia tabung dari awal tugas sebagai polisi setelah lulus dari akademi. Setidaknya selama bekerja menjadi abdi negara ia sudah mampu membeli rumah dengan uang hasil dari kerja kerasnya. Tapi bukan hanya dia saja sih, kedua orangtuanya juga menyuruh kakak-kakaknya memiliki rumah terlebih dahulu sebagai bekal berumah tangga kelak.
"Aidan pamit deh." ucapnya melangkah menuju pintu utama. Ia berjalan seraya kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana.
"Mau kemana udah mau magrib loh ini dek." tegur Nada.
"Mau nagih utang bentar." ucapnya sudah tidak terlihat.
"Anakmu jadi rentenir ma?" tanya Saga menatap wajah sang istri.
"Gak lah pa, ada-ada aja."
Tidak membutuhkan waktu lama hanya perlu beberapa langkah saja Aidan tiba di rumah orang yang menurutnya memiliki utang padanya. Siapa lagi kalau bukan Yura.
Iya Yura punya hutang, hutan bensin maksudnya. Dan Aidan menagih itu. Soalnya Yura itu anaknya suka lupa atau pura-pura lupa kalau urusan hutang-piutang dan juga janji. Kali ini Aidan tidak akan membiarkannya lolos dengan itu semua.
"Assalamualaikum" ucapnya begitu memasuki rumah tetangganya.
"Waalaikumsalam" jawab Rita yang berada di dapur sedang memasak.
"Eh, Tante. Yuranya ada?" tanya Aidan to the point.
"Ada tuh anaknya di kamar. Naik aja." ucap Rita santai. Mereka sudah terlalu akrab dan terbiasa seperti ini, Aidan yang kadang suka keluar masuk sesuka hati dari rumah Yura begitupun Yura. Sudah menganggap seperti itu rumah dan kelaurga sendiri.
Aidan langsung saja menaiki anak tangga menghampiri gadis itu di kamarnya.
Tok! Tok! Tok!
"Boncel!" pekik Aidan begitu sampai di depan pintu kamar Yura. Tidak lupa ia menggedor pintu kamar gadis itu. Tidak ada sahutan dari dalam kamar.
Semantara Yura yang berada di dalam kamar sedang duduk di meja belajarnya merevisi ulang proposalnya itu memutar bola matanya malas. "Ngapain juga sih nih indomilk sachet datang. Gak cukup apa tadi udah buat gue kesel." gerutunya malas tapi ia tetap bangkit dari duduknya untuk membuka pintu. Bisa-bisanya pintunya terbelah menjadi 2 jika terus-menerus di ketuk seperti itu oleh Aidan.
Ceklek!
Pintu itu terbuka menampilkan Aidan yang masih berdiri di depan pintu dengan senyuman manis yang terlihat teramat sangat di paksakan.
"Apa sih bang?" tanyanya malas, padahal ia sudah tau apa tujuan pria itu datang kesini tapi pura-pura lupa saja seperti biasa. Ia melengos tidak ingin menatap wajah Aidan.
Aidan malah menengadahkan tangannya didepan wajah Yura dengan senyuman manis yang dipaksakan tadi.
Tapi Yura yang malah pura-pura tidak mengerti maksud dari Aidan itu mengangkat tangannya, meraih dan menggenggam tangan Aidan yang menengadah di depan wajahnya. Jangan lupa cengiran bodoh khas gadis ini.
Aidan menatap Yura sejenak, wajahnya kembali kesetelan pabrik. setalahnya ia menghempaskan tangan gadis itu begitu saja dari tangannya. "Apaan Lo malah genggam tangan gue?" ucapnya sebel.
"Lah kan Lo tadi yang begini." ucap Yura menirukan tangan Aidan seperti sebelumnya.
"Tapi gue gak minta tangan Lo boncel..." kesabaran Aidan sudah mulai terkikis habis, ia menjitak kepala Yura.
Tak!
"Sakit anjir!" ucapnya mengusap kepalanya yang di jitak oleh Aidan.
"Tante mul—" dengan segera Yura membekap mulut Aidan yang sudah bersiap mengadu.
"Mulut Lo bang, gue ledakin sekalian pakek boncabe mau?! Dasar tukang ngadu!"
Aidan menurunkan tangan Yura dari mulutnya dengan kasar. "Abis cebok Lo ya cel? Tangan Lo bau tai."
Yura mendelikkan matanya dan dengan kekuatan penuh ia menendang tulang kering Aidan sekuat tenaga membuat Aidan mengadu karena merasakan sakit yang luar biasa di bagian tulang kering sebelah kanannya.
"Boncel sialan!" umpatnya kesal.
Yura mendengus "kalau Lo cuma mau ngajakin gue ribut sono Lo pulang dah bang, gue lagi banyak kerjaan."
Aidan menggeleng "enak aja, bayar dulu utang Lo baru gue pergi."
Yura melipat tangannya di dada, mengangkat dagunya tinggi-tinggi "utang apaan? gue gak punya utang ye."
"Wah, lo bilang gak punya utang hah? Lu utang isi gue bensin dan sekarang gue minta duit buat isi bensin, mana duit bensin." tangan Aidan kembali menengadah seraya menggerak-gerakkan telapak tangannya pertanda meminta.
"Astagfirullah, cuma dari sini ke kampus doang Lo mintain gue duit bang?" Yura menatap Aidan tidak percaya.
"Iya, gara-gara nganterin Lo bensin gue habis tadi."
Yura mendengus, berjalan masuk kembali ke kamarnya Seraya menghentak-hentakkan kakinya saat berjalan pertanda ia sedang sebel dengan Aidan. Ia mengambil dompet dan menarik selembar uang dari sana.
"Nih!" ia menyerahkan uang itu pada tangan Aidan yang masih menengadah.
"10 ribu dapat apa boncel...? Bensin juga isinya setetes kalau segini." Aidan protes karena uang 10 ribu yang di berikan oleh Yura tidak berarti baginya.
"Lah jadi mau Lo berapa? Naik angkot aja cuma 5 rebu udah sampai depan kampus."
"Beda dong cel, itu motor gue motor sport. Lu tau kan tu motor kalau sekali isi bensin kagak cukup seliter. Ini malah Lo kasih 10 ribu. Untuk mandi Lo juga kagak cukup."
"Se sport sportnya motor Lo masih kalah sama angkot. Angkot sekalipun butut masih adem gak kepanasan kayak naik motor Lo yang sport itu. Udah terima aja." final Yura ia menutup pintu kamarnya dengan keras menimbulkan suara yang cukup keras dan membuat Aidan terperanjat kaget.
"Awas ya lu cel, gue gak mau nganterin lu ke kampus lagi." ucapnya pada pintu yang sudah di tutup. "Haduh rugi gue, isi bensin segini cuma sampe depan sono doang." ia menuruni tangga rumah Yura. Di bawah ia bertemu dengan Rita yang sudah selesai memasak di dapur.
"Kenapa dan?" tanya Rita begitu melihat Aidan turun.
"Gak papa Tante." jawab Aidan tersenyum manis kali ini senyumnya tulus.
"Nih tadi Tante buat rendang, kasih sama Mama ya." Rita menyerahkan mangkuk berisi rendang yang ia masak.
"Wah, dari aromanya aja udah enak banget ini Tante." ucap Aidan mencium aroma masakan Rita. "Makasih Tante, kalau gitu Aidan pulang dulu. Assalamualaikum." Aidan berjalan keluar dari rumah itu.
"Waalaikumsalam."
...Jangan lupa Tinggalkan jejak👇...
Aidan pulang dari kantor sedikit larut di karenakan hujan, ia bahkan sudah basah kuyup karena kehujanan di jalan. Namun saat begitu sampai rumah gerbang rumahnya malah di kunci dan lampu rumahnya juga pada mati. Sepertinya kedua orangtuanya sedang tidak ada di rumah. Tumben sekali pergi tidak menghubunginya.
Aidan sedikit berdecak karena kesal "Papa, Mama malah pada kemana sih ini?" gumamnya di bawah rintikan hujan. Dia sudah basah kuyup karena nekat menerobos hujan.
Aidan menatap rumah yang terletak didepan rumah orangtuanya. Dimana letak rumah miliknya sendiri berada. Tapi sayang seribu sayang, tubuhnya yang sudah basah kuyup itu juga tak mampu masuk kerumahnya sendiri yang ada di seberang sana, dikarenakan kunci rumah tersebut ada di dalam rumah orangtuanya. Bodoh memang dia, seharusnya tadi dia membawa kunci serep rumah orangtuanya atau kunci rumahnya sendiri untuk jaga-jaga. bodoh Aidan, bodoh!
"Hadeh" keluhnya, tubuhnya sudah menggigil karena kedinginan.
Tatapan Aidan beralih melihat rumah yang tepat berada disebelah rumah orangtuanya.
"Ke rumah Tante Rita dulu aja kali ya" gumamnya melihat lampu rumah itu masih menyala pertanda penghuninya belum tidur, mungkin ia bisa berteduh di sana sambil menunggu orangtuanya pulang. Kan tidak mungkin ia hujan-hujanan di depan rumah begini. Aidan pun berjalan ke area rumah tetangganya dan sesampainya di sana ia mengetuk pintu tersebut.
Tok! Tok! Tok!
Butuh waktu yang cukup lama sampai sang pemilik rumah membukakan pintu.
"Eh, kenapa Lo kesini bang?" itu suara Yura yang membuka pintu terkejut mendapati Aidan yang sudah basah kuyup di depan pintu rumahnya sudah seperti anak kucing yang di buang pemiliknya.
"Gue numpang berteduh boleh ya cel. Orangtua gue pergi belum pulang, gue gak bisa masuk rumah" ujarnya seraya menggigil dan memeluk tubuhnya sendiri. Sumpah dia sudah kedinginan.
Yura pun melengos kesamping melihat rumah orangtua Aidan memang terlihat gelap seperti tidak ada penghuninya.
"Ya boleh-boleh aja sih" Yura mengangguk tanpa ragu. Ia menatap iba dari ujung kepala sampai ujung kaki penampilan Aidan yang basah kuyup, cuma kepalanya aja yang kering karena ketutupan sama helm. "Tapi Lo basah kuyup begitu gak papa emangnya bang? Masuk dulu yuk ganti baju pakai baju mas Wira. Entar Lo masuk angin lagi" usul Yura ia khawatir melihat penampilan Aidan. Walaupun Yura dan Aidan itu bak tom and Jerry tapi Yura tetap memiliki rasa perikemanusiaan ya.
Aidan tidak menolak, jujur ia sudah kedinginan sekali. Menunggu pulang kedua orangtuanya juga entah sampai kapan, bisa-bisa ia mati membeku karena memakai pakaian basah kuyup seperti ini.
Yura mempersilahkan masuk Aidan kedalam rumahnya. Aidan membuka sepatunya lebih dulu, meletakkannya di depan pintu lalu selanjutnya melangkah masuk. Tapi rumah itu juga terlihat agak sunyi, tidak ada terlihat keberadaan Rita maupun Sandi—ayah Yura.
"Bonyok Lo kemana cel?" tanya Aidan sambil mengikuti langkah Yura dari belakang gadis itu kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan orangtua gadis itu.
"Pergi kondangan."
"Jadi Lo sendirian di rumah?"
Yura mengangguk. Mereka kini menaiki tangga menuju kamar Wira—kakak Yura. Mereka memang tidak canggung dikarenakan sudah hidup berdampingan cukup lama sebagai tetangga dari kecil malah. Jarak usia mereka juga hanya 2 tahun dan Aidan sudah menganggap Yura seperti adik sendiri karena memang dia tidak memiliki adik dan juga Kakak perempuan.
"Emang Lo gak takut?"
"Takut apa?"
"Hantu mungkin."
Yura malah terkekeh "hantu kali yang takut gue."
Aidan manggut-manggut "iya si. Kan Lo maknya hantu." ia malah ikut terkekeh.
Yura berbalik menghadap Aidan menatap Aidan tajam. Kini mereka sudah sampai depan pintu kamar Wira. "Enak aja lo katain gue maknya hantu." ucapnya tidak terima. Tangannya membuka handle pintu tersebut. Yura dan Aidan masuk kedalam kamar itu dan Yura membuka lemari pakaian milik sang kakak. "Sana Lo masuk kamar mandi, biar gue yang cariin bajunya." usul Yura.
"Handuknya mana cel?"
Yura mengambil salah satu handuk dari dalam lemari. "Nih" ia pun melempar handuk itu pada Aidan dan di tangkap oleh pria itu. Setelah mendapatkan handuk Aidan langsung masuk kedalam kamar mandi yang ada di dalam kamar Wira untuk melepas seluruh pakaiannya yang sudah basah, ia juga mandi di sana sekalian supaya nanti saat orangtuanya pulang dia tidak perlu mandi lagi.
Tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk Aidan mandi, karena ia juga sudah kedinginan, Aidan cuma membilas tubuhnya saja. Aidan pun keluar dari dalam kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya.
"Mana bajunya cel?" tanya Aidan begitu tiba di belakang gadis itu yang masih berdiri dan sedikit membungkuk menghadap lemari.
"Eh, udah–akh!!!" teriak Yura kala mendapati tubuh Shirtless Aidan memperlihatkan tubuh berotot dan roti sobek yang ada di area perutnya membuat Aidan juga terlonjak kaget karena jeritan Yura yang sangat melengking itu "Kenapa gak pakai baju sih bang?!" buru-buru Yura menutup penglihatannya dengan sebelah tangan ia tidak ingin menodai mata sucinya. Walaupun saat kecil dulu ia sering melihat Aidan tidak pakai baju bahkan tidak pakai celana tapi sekarang sudah beda konsepnya mereka sudah dewasa dan Yura sudah tidak pernah melihat tubuh Aidan selain wajah, tangan dan kaki pria itu setelah mereka beranjak remaja. Yura segera melangkah dengan terburu-buru ingin keluar kamar sambil memicingkan mata karena malu melihat tubuh Aidan yang bikin gelap mata. Dan karena terburu-buru pula kaki Yura malah tersandung kaki ranjang membuatnya terjatuh dan yang lebih parahnya lagi ia terjatuh mendarat di atas tubuh Aidan. Sementara Aidan tubuhnya sudah membentur lantai lebih dulu.
"Aduh!" keluh Aidan kesakitan karena kepala dan punggungnya terbentur lantai cukup keras.
Mata Yura membulat sempurna kala ia mendarat di atas tubuh Aidan dan yang lebih parahnya lagi, tangan Yura yang masih suci itu memegang dada Aidan yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Kini malah matanya mengerjap lucu menatap wajah Aidan yang ada di bawahnya. Ia tidak pernah berada sedekat ini dengan pria yang hampir setiap hari membuatnya kesal ini. Tapi menurutnya Aidan cukup tampan, malah sangat tampan bahkan dari jarak dekat seperti ini dan lagi tahi lalat yang berada di bawa mata kanannya menambak kadar ketampanan pria itu.
Oho, malah sempat-sempatnya terpesona.
"Awas cel" ucap Aidan sembari memegang kedua pundak Yura berusaha menyingkirkan tubuh gadis itu yang berada di atasnya.
Suara Aidan menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
Astaga Yura barusan Lo mikirin apa?
Namun sebelum Yura sempat bangkit dari atas tubuh Aidan, suara seseorang membuat keduanya terlonjak kaget.
"Astagfirullah Yura, Aidan!"
Terlihat didepan pintu kamar yang memang terbuka lebar itu berdiri Rita dan juga Sandi dengan wajah yang menahan murka karena menciduk keduanya dalam posisi yang siapa saja melihat posisi itu pasti akan berpikir yang tidak-tidak.
"Kalian berdua–" ucap Rita tertahan ia memejamkan kedua matanya menahan amarah yang akan meledak.
Yura segera bangkit dari atas tubuh Aidan, begitu juga Aidan yang bangkit dari atas lantai sambil memegangi handuknya agar tidak merosot. "Bunda... Ja-jangan salah paham dulu, itu–"
Mendengar bantahan sang anak membuat Rita kian murka "ya ampun Yura!" itu sudah jelas-jelas mereka berbuat yang tidak-tidak Yura masih membantahnya.
Teriakan keras Rita sampai terdengar oleh orangtua Aidan yang baru sampai rumah. Melihat motor sang putra yang terparkir begitu saja di depan gerbang, membuat kedua orangtua Aidan menghampiri rumah tetangga mereka dan malah mendengar teriakan Rita yang begitu menggelegar, mereka langsung masuk menaiki lantai dua.
"Ada apa ini?" tanya Nada. Membuat Aidan membulatkan matanya. Saga menatap kedalam kamar itu mendapati sang putra hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya tanpa atasan sama sekali. "Astagfirullah Aidan!" Saga juga nampak murka. Ia sepertinya paham situasi apa yang terjadi disana.
Sandi tampak mendekati Aidan, ia menatap wajah Aidan seperti sedang mengintimidasi dirinya. Biasanya dia yang mengintimidasi orang, eh sekarang malah dia yang terintimidasi.
"O-om ini enggak–" ucapnya gagu merasa tersudutkan.
Bugh!
Satu pukulan melayang tepat di pipi Aidan dari Sandi. Yura, Rita dan Nada menjerit histeris melihat Sandi memukul Aidan sementara Saga diam tidak berbuat apa-apa, ia hanya menatap kecewa sang putra. Menurutnya Aidan pantas mendapatkannya.
"Om, ini cuma salah paham" ucap Aidan yang memang benar adanya. Ia memegangi pipinya yang di pukul oleh Sandi. "Pa, Aidan gak buat yang enggak-enggak. Idan cuma–" Aidan berusaha membela diri menatap Saga berusaha menjelaskan apa yang terjadi pada sang papa.
"Diam Aidan!" untuk pertama kalinya Aidan di bentak oleh sang papa. Hal itu membuat siapa saja terkesiap. Air mata Nada sudah membasahi pipi. Ia benar-benar kecewa melihat kelakuan sang putra bungsunya. "Papa mendidik kamu bukan untuk merusak anak gadis orang seperti ini Adian!"
Nada mendekati sang putra "kamu Bener-bener ngelakuinnya dek?"
"Gak mah, kalian semua salah paham." wajah Aidan nampak frustasi karena semua orang tidak ingin mendengar penjelasannya.
"Jangan bohong!" teriak Nada pada sang putra.
"Ma... Idan–"
"Tanggung jawab, kamu harus tanggung jawab sama apa yang kamu lakuin ke anak saya" suara sandi memotong perkataan Aidan.
"Ayah!" pekik Yura.
"Apa Yura?! Apa?! Kalian masih mau mengelak lagi hah?! Sudah jelas-jelas kalian sedang berbuat yang bukan-bukan masih mau mengelak lagi ra?!" Sandi memicingkan kedua matanya merasa frustasi. "Selama ini kami membiarkan kamu keluar masuk kamar anak om itu karena om percaya kamu tidak akan pernah macam-macam sama Yura, karena om tau kamu itu anak baik sedari kecil, kamu udah anggap Yura itu adik sendiri dan om juga udah anggap kamu itu seperti anak sendiri Aidan! Tapi ternyata om salah, orang yang om percaya ternyata yang merusak Yura, anak om! Kamu harus tanggung jawab Aidan!" Sungguh Sandi sudah sekecewa itu.
"Apa yang mau di tanggung jawabkan? Kami gak berbuat yang aneh-aneh. Please ini salah paham." Aidan memicingkan kedua matanya frustasi dan mencoba menjelaskan, ia juga mengacak-acak rambutnya. Tapi semua orang di sana tidak mau dengar. Mereka memilih percaya dengan apa yang mereka lihat.
"Saya gak mau tau, kamu harus menikahi Yura. Jika tidak habis reputasimu dan kedua orangtuamu di tangan saya." ancam Sandi tidak tertahankan. Sandi tau sebesar apa nama Bimantara diluar sana.
Kalau soal reputasi Aidan tidak bisa berkutik, susah payah kedua orangtuanya membangun reputasi mereka sebagai pangdam dan kepala dokter bedah yang tentunya di segani dan di hormati oleh orang-orang. Lebih-lebih reputasi dirinya yang notabennya seorang polisi muda yang baru berdinas kurang lebih dua tahun juga di pertaruhkan disini, bisa-bisa ia kena sangsi dan di mutasi. Aidan tidak mau.
Kedua muda-mudi itu menundukkan kepalanya dalam. Padahal mereka tidak melakukan apapun, tapi malah semua orang menjadi salah paham.
Meski satu komplek sering memuji jika ketiga putra dari keluarga Saga dan Nada adalah para calon menantu idaman termasuk Aidan si paling bontot yang terkenal pekerja keras, ramah, rajin menabung dan sangat menghormati orangtua. Tapi percayalah sedikitpun Yura tidak pernah berpikir dia dan Aidan akan memiliki hubungan yang lebih dari sekedar tetangga dan teman masa kecil.
Ini sangat jauh di luar jangkauan Yura
...Jangan lupa tinggalkan jejak👇...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!