Bara mengamati wajah gadis menawan di hadapannya sedang tak berdaya karena efek obat tidur yang berhasil dia masukkan ke dalam minumannya.
Lani, terbaring tak sadarkan diri di sebuah kamar hotel bersama lelaki yang sangat dia benci. Bara membuka gorden jendela kamar hotelnya yang berada di lantai 7 dan menghadap ke arah jalan raya. Jalan gelap yang bertabur gemerlap kendaraan bermotor berjejer dan bergerak ke kanan dan ke kiri. Tangan kirinya ia masukkan ke dalam kantung celana hitamnya, tangan kanannya memegang ponsel yang ia tempelkan di telinganya.
Setelah menyelesaikan panggilan di ponselnya, Bara menengok ke arah gadis itu. Langkahnya mendekat. Dan semakin mendekatkan wajahnya. Tercium aroma wangi parfum yang membuatnya bergairah. Perlahan tangannya mengusap lembut kening, pipi hingga bersarang di bibirnya. Bara meraba kedua bibir manis Lani.
"Kamu memang manis Lani." Bara mengecup keningnya lalu turun ke hidungnya dan segera menyusup di kedua bibir Lani yang sejak tadi menggodanya.
Bara bangkit, meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Wajahnya menyeringai. Ia membuka kamera di ponselnya, menempatkan ponsel itu di atas meja dengan kamera menghadap ke arah ranjang.
Rekam.
Jarinya menekannya. Di depan kamera Bara melepas kaos panjangnya dan membuang ke lantai, kakinya naik memasang posisi akan menggagahi Lani yang masih memejamkan mata. Tangannya menarik ke atas ujung kaos Lani hingga terbuka menyisakan bra yang menutupi tubuhnya saja. Lalu Ia menciumi kembali gadis itu dan mulai memeluk tubuh gadis yang tetap tertidur itu. Tangannya meraih selimut menutupi dirinya dan tubuh Lani yang bergumul di dalamnya.
Hawa dingin perlahan menyusup membuat Lani merasakan kulitnya merinding. Matanya masih berat untuk terbuka, kepalanya terasa pening. Ia menggosok kedua matanya agar terbuka, lalu duduk menyingkap selimut dari atas dadanya. Hawa dingin semakin terasa menggesek kulit lengan, leher dan dadanya. Lani mengusap lengannya. Tiba-tiba matanya membulat.
Terbuka. Wajahnya menunduk memandangi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam. Mulutnya terbuka saat tersadar pemandangan di hadapannya adalah sebuah kamar yang sangat asing baginya.
"Aaaaaaaaaarrgggggh." suara Lani membuat lelaki di sampingnya tersentak, namun tak juga membuatnya membuka mata, mendesis menarik selimut menutupi dirinya.
Dia hanya mengubah posisi tidurnya yang semula menghadap Lani menjadi membelakangi gadis yang sedang merasa syok itu.
"Ke.... ke... na pa??" Lani menutupi dadanya dengan kedua tangan. Kepalanya menoleh ke samping dan menemukan dirinya sedang berada di atas tempat tidur bersama seorang laki-laki.
"A...a..pa.. ini??" Matanya berkaca-kaca.
Tangannya gemetar, rasanya kakinya mendadak lemas. Lani merosot ke lantai, mencari di mana pakaiannya dengan berderai air mata.
Kenapa ada petir di pagi hari? Itu yang ia rasakan pagi ini. Tiba-tiba Lani merasa dunianya hancur tanpa ia tahu bagaimana kejadiannya.
Lani menemukan T-shirt dan celana training nya tergeletak di lantai. Ia segera lari ke dalam kamar mandi. Di depan cermin, Lani melihat seluruh tubuhnya.
Kini tetes-tetes air mata itu semakin deras. Lani terduduk di lantai kamar mandi, kalut. Dipakainya kembali pakaiannya lalu berdiri lagi.
Keluar kamar mandi, Lani mencari di mana waist bag, handphone dan sepatunya sambil mengingat apa yang terjadi kemarin.
Frustasi, Lani tak menemukan apapun. Ia kembali menangis di lantai dengan kepala tertunduk di atas lututnya.
Kenapa ia tak mengingat apapun kemarin?
"Kenapa aku di sini? kenapa aku tidur dengan laki-laki? apa yang terjadi kemarin? Gimana....." pertanyaan itu membombardir hatinya.
Isak tangisnya membangunkan Bara yang lalu duduk bersandar di tempat tidur.
"Kenapa nangis?" senyum Bara menyeringai
Lani mengenal suara itu. Ia mengangkat kepalanya dan memandang sumber suara. Matanya membelalak saat melihat laki-laki yang sangat ia benci tersenyum memandangi dirinya yang sedang terlihat bodoh pagi ini.
"Bara?"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Bara lengkap dengan tatap mata yang merah membara.
Lani tak mampu menahan kekecewaan dan amarahnya pada lelaki di hadapannya. Titik-titik air mata itu jatuh tepat saat keempat bola mata mereka bertemu.
Dendam menjalar ke nadinya.
"Bajingan!!!!!!!"
Ia membuka pintu kamar lalu menutupnya dengan keras. Tidak.. tidak boleh ada air mata setelah keluar dari kamar neraka itu. Jangan biarkan orang-orang berprasangka.
Meski badannya masih gemetar karena perasaan yang campur aduk, gadis 20 tahun ini mencoba menutupi dengan tenang.
Duduk di jok belakang taksi online yang di pesan, dia membuka waistbagnya saat ponselnya berdering.
Sebuah panggilan dari ibu. Lani mengatur nafas sebelum mengangkatnya.
"Assalamualaikum ibu.. ada apa?
"Ibu berniat mengunjungimu ke rumah Tante Ambar, tapi kata tante Ambar kamu semalam tidak pulang. Kamu ke mana nak?"
Deg... Seperti petir yang sudah berlalu tapi datang lagi. Lani memutar otak.
"Lani ada projek praktikum dengan teman bu, jd menginap di tempat teman. Kenapa ibu tidak bilang mau datang sepagi ini?"
"Semalam ibu gelisah, jd ibu buru-buru datang sama kakak kamu."
"Ibu tunggu di situ Lani sebentar lagi sampai."
Rupanya beberapa pesan tante Ambar belum sempat ia balas. Ada tiga panggilan tak terjawab juga. Dua kali saat malam satu kali pagi tadi.
Gelisahnya semakin tinggi. Tersadar, bajunya masih sama seperti hari kemarin. Masih memakai setelan olahraga.
Pagi-pagi dia sudah memikirkan masalah yang kompleks. Sambil menunggu sampai di rumah, Lani mencoba menyusun skenario yang akan dia ceritakan kalau-kalau mereka memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.
Matanya menutup erat, buliran air mata kembali lolos. Pedih sekali sampai-sampai dia menepuk dadanya.
"Mbak, kenapa? Sakit?" Supir taksi melihatnya menepuk dada dari kaca spion
"Nggak pak, keselek permen aja tadi."
"Pelan-pelan mbak.. kemarin tetangga saya ada yang mati karna keselek begitu."
Lani meringis, "Kalo boleh saya juga udah pengen mati aja rasanya pak." Batinnya
Setelah satu belokan, mereka sampai. Lani turun agak jauh dari rumah dan berjalan kaki supaya mereka menyangka dia baru saja lari pagi.
Benar saja. Ibu dan tantenya sudah ada di halaman sedang mereview tanaman hias milik tantenya yang memang gemar mengoleksi.
"Assalamualaikum.."
Kedua ibu-ibu itu menengok.
"Dari mana aja kamu, tante telepon nggak diangkat wa juga nggak dibalas." Tante Ambar menerima salim dari keponakannya yang memang menumpang selama kuliah di sini.
"Ibu sehat??" Lani belum menjawab, dia lebih dulu memeluk ibunya yang sudah amat dia rindukan,
"Maaf tante kemarin sore Lani pergi ke kost teman karena ada projek. Karena ketiduran jadi Lani lupa nggak kasih kabar." Skenario mulai dijalankan.
"Sayang, lain kali kamu jangan begini. Tante Ambar di sini gantiin ibu jagain kamu. Kamu nggak boleh merepotkan."
"Iya bu.. maaf ya tante... Jangan manyun heheh.." Lani mencolek lengan tantenya yang sudah bersila tangan
"Lain kali kalo bikin aku panik, nggak aku kasih makan mbak.. Biar kapok!!" Jawab si adik kandung ibunya.
"Tapi sekarang kasih makan dong tante.. Lani laperr." Godanya
"Hiih enak aja habis pergi langsung minta makan. Nggak mau, mandi dulu sana kamu bau kambing!!" Jawab tante Ambar sembari berjalan ke dalam rumah.
"Kakak mana bu?"
"Lagi cari bengkel dulu, tadi ban mobilnya gembes, untung sudah sampai sini."
Lani merebahkan dirinya sejenak di dalam kamar. Hatinya masih sakit mengingat apa yang sudah dilaluinya semalam. Lani segera mandi, menggosok kasar tiap sentimeter bagian tubuhnya seolah banyak kotoran yang menempel. Tangisnya mengalir kembali. Tak percaya dirinya sudah tidak perawan.
Meski kesakitan dalam hatinya terus menggerus, wajahnya tak boleh menampakan apa yang dirasakan. Kan jadi rumit bila ada yang tahu.
Lani keluar dari kamarnya dengan wajah riang, seperti biasa. Menyapa adik sepupunya yang sedang bermain PS di sofa. Memeluk kembali ibunya yang berdiri memanaskan makanan yang dibawa dari kampung halaman.
"Ibu,, Lani kangeeen banget sama ibu. Lani pengen dipeluk yang lama.."
"Eh, ada apa anak ibu meluknya kenceng banget?"
"Nggak papa. Lani kangen. Ibu menginap ya di sini."
"Biasanya anak ibu kalau berubah manja begini pasti ada sesuatu. Cerita?!"
"Em.. enggak lagi banyak pikiran aja soalnya banyak tugas."
Lani memejamkan matanya sejenak di bahu sang ibu. Mencari kenyamanan untuk hatinya yang gusar. Melepas sejenak kekecewaan dan dendam pada dirinya sendiri.
***
Beberapa minggu yang lalu.
Derap langkah para mahasiswa kelas C semester 5 berlarian masuk ke dalam kelas salah satu dosen paling disiplin. Satu detik mereka lebih lambat, tak akan ada pintu yang terbuka untuk mereka belajar hari itu.
Lani, si ketua kelas. Berjalan dengan santai saat yang lainnya berlarian mencari kursi agar tak berada di line paling depan. Ia tak ingin capek-capek berebut sepeti teman-teman. Baginya duduk di manapun sama saja. Dosen akan tetap berkeliling untuk mengecek daftar hadir atau sekedar melempar pertanyaan kepada para mahasiswanya.
Hari ini adalah pertemuan kedua di semester ini. Semangat belajar masih tinggi setelah gempuran libur semester panjang kemarin.
Lani menangkap sesosok mahasiswa asing, baru pernah ia lihat. Minggu kemarin anak itu tidak terlihat di kelasnya juga kelas yang lain di semesternya.
"Mahasiswa baru? Atau pindahan?" Tanya Lani memastikan sebagai ketua kelas
Dia acuh saja. Tangannya sibuk menggambar sketsa. Telinganya tersumpal earphone putih.
"Pantes gak denger, kupingnya disumpel." Karin menggerutu dan memilih pergi tanpa melanjutkan investigasi.
Tak berapa lama dosen datang. Langsung menutup pintu dan menguncinya.
Baru satu menit setelah memberi salam sebelum mengajar, seseorang mengetuk pintu.
"Kamu, hey, buka pintunya lihat siapa yang datang." Kata dosen kepada salah satu mahasiswa yang duduk di dekat pintu.
Sesuai perintah, ia membuka pintu lalu duduk kembali ke bangkunya. Seorang mahasiswa bertubuh gempal tersenyum menganggukkan kepalanya.
"Permisi pak, boleh saya masuk?"
"Boleh, tapi tolong pintunya ditutup dari luar yah!!" Kata dosen.
Mahasiswa tadi mencerna perintah beliau. Dia masuk ke dalam kelas lalu hendak menutup pintu. Di depan pintu ia berdiri mencerna kalimat " tutup dari luar yah!"
Ia pun mengikuti perintah lalu menutup pintu dari luar. Setelah menutup pintu barulah dia sadar sekarang dia berada di luar kelas lagi.
Seluruh mahasiswa di kelas itu sontak tertawa terbahak melihat aksinya yang dengan polos mengikuti perintah dosen. Menutup pintu dari luar artinya dia tidak diizinkan masuk ke dalam kelas. Dengan wajah innocent dia pun pergi meninggalkan ruang kelas yang sudah ia tutup dari luar.
Dosen melanjutkan kuliahnya. Memberi sedikit penjelasan lalu melemparkan beberapa pertanyaan kepada para mahasiswanya.
Mendadak kuis. Di akhir sesi perkuliahan, mendadak dosen membagikan lembaran kertas.
"Sekarang kita kuis. Silakan dengarkan pertanyaan yang saya membacakan dan kalian segera tuliskan jawaban di lembar kertas yang saya bagikan itu."
"Haaaaa...." Sontak semua terkejut, suasana kelas menjadi riuh
"Stop, diam..diam.. Silakan siimak baik-baik atau kalian tidak akan mendengar pertanyaan saya." dosen sedikit menggebrak mejanya membuat para mahasiswa terdiam.
Suasana kelas hening selama dosen membacakan pertanyaan. Mereka menuliskan jawaban di kertas masing-masing.
"Itu saja pertanyaan saya, silakan dilanjutkan menjawab. Lani. Tolong setelah ini kumpulkan semua jawaban teman-teman kamu."
"Siap pak."
Dosen duduk di mejanya di depan kelas dan melanjutkan aktivitasnya mengetik sesuatu. Sesuai perintah, Lani berdiri berjalan mengelilingi meja teman-temannya untuk meminta lembar jawaban mereka.
Langkahnya terhenti di bangku paling belakang. Mahasiswa asing tadi menarik paksa lembar jawaban teman di sebelahnya dan mencengkeram kerah pemilik jawaban itu untuk mengikuti perintahnya. Lani sedikit heran, belum pernah ia melihat mahasiswa ini di kelasnya tapi sudah berlagak jagoan.
"Heh, nggak boleh nyontek. lepasin temen gue!!" Bentak Lani pada mahasiswa asing itu
"Siapa lu sok-sok an perintah gue? Dosen?" jawabnya sengak
"Gue ketua kelas, dosen nyuruh gue kumpulin lembar jawab. Sini jawabannya!"
"Gue belum selesai." Mahasiswa itu dengan entengnya menyalin jawaban dari mahasiswa yang ia cengkeram tadi
"Nyontek lu? Kembaliin lembar jawaban dia atau gue laporin ke dosen!!" Lani mulai emosi
"Gue bilang tunggu belum selesai." dia masih santai menulis
Lani merampas paksa jawaban yang ada di depannya, membuat dia geram lalu berdiri menantang Lani.
"F*ck!!! Gue bilang bentar.!!" Suara kerasnya membuat seisi kelas terkejut dan diam.
Dosen di depan pun mendekat kepada mereka.
"Ada apa ini?" tanya dosen menghampiri keduanya
"Dia nyontek pak," kata Lani sangat berani.
"Bara!! Kamu sudah saya ijinkan kembali mengulang kelas saya. Jangan bikin onar kamu atau saya coret dari daftar perkuliahan saya sehingga kamu nggak lulus lagi?" Dosen membentak mahasiswa asing itu yang bernama Bara
Wajah Bara memerah. Dia menggertak kedua rahangnya, menatap tajam penuh amarah pada Lani yang membuatnya gagal menjawab kuis. Dengan berani, Lani menatap balik mata itu.
Selepas kepergian Dosen dari ruang kelas. Lani hendak beranjak dari tempat duduknya namun Bara tiba-tiba menggebrak kursi di samping Lani. Beberapa mahasiswa yang masih tersisa di dalam kelas kaget dan menjauh dari keduanya.
"Gue kasih peringatan yah. Jangan sok jadi ketua kelas!!" Ancam Bara pada Lani lalu keluar kelas dengan membanting pintu dengan sangat keras.
Lani berjingkut, mengedipkan matanya karena kaget.
"Huuh, siapa sih dia? kok gue baru pernah liat?" Tanya Lani pada teman-temannya
"Namanya Bara, mahasiswa entah semester berapa tapi berapa tingkat di atas kita gitu deh. Denger-denger si dia harus ngulang beberapa mata kuliahnya yang nilainya E semua." sebuah penjelasan membuat Lani manggut-manggut.
"Halah, mahasiswa ngulang aja belagu!! Sebel gue kalo ngeliat penindasan. Nih gue kasih tau kalian yah, kalau ada manusia kayak dia jangan mau diintimidasi kaya tadi!"
Lani bergegas menuruni anak tangga untuk mengejar acara rapat bersama Himpunan Mahasiswa yang sudah terlambat ia hadiri karena perkuliahan tadi. Selain menjadi ketua kelas, lani juga aktivis di himpunan mahasiswa sebagai sekretaris. Kesibukannya berorganisasi adalah salah satu nilai plus bagi Lani sebag IPai penerima beasiswa.
Ya, Lani menerima beasiswa jalur prestasi karena IPK nya yang selalu menduduki peringkat dua di prodinya setiap semester dan ketrampilannya berorganisasi. Tak heran jika namanya juga dikenal oleh banyak dosen. Hebatnya, tahun ini Lani masuk ke dalam nominasi mahasiswa teladan tingkat Universitas.
Meski berprestasi dan dikenal banyak dosen, tak membuat Lani menjadi sombong. Ia justru sangat disukai teman-teman seangkatannya dan kakak angkatan karena sikapnya yang ramah dan suka menolong.
Hampir sempurna, terlihat seperti itu sosok Lani. Tak ada manusia yang sempurna, dibalik kesempurnaan prestasinya tentu ada kekurangan yang ia miliki.
Kehidupan pribadinya tak seindah teman-temannya. Lani, berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya meninggal tak berapa lama setelah Lani diterima kuliah membuat Lani harus berusaha menghidupi dirinya sendiri selama menuntut ilmu. Awalnya ia ingin menyudahi saja keinginannya untuk kuliah, karena ibunya hanya penjual catering biasa yang pasti akan keteteran untuk membiayai kuliah anak bungsunya ini.
Lani adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang harus ia hidupi sendiri. Lani tidak ingin membebani ibu ataupun kakaknya. Keputusannya untuk meng cancel kuliahnya ditentang oleh sang ibu. Ibunya bersi keras agar Lani tetap melanjutkan kuliah di Universitas ini karena ibunya tahu kampus ini adalah impiannya sejak SMA.
Beruntung, ada tante Ambar, adik kandung ibu Lani yang sejak muda sudah menyayangi Lani seperti anaknya sendiri. Rumah tante Ambar tak jauh dari kampus. Ia menawarkan Lani untuk tinggal bersamanya agar Lani tak perlu mengeluarkan biaya kost dan makan sehari-hari. Akhirnya Lani setuju untuk melanjutkan mimpinya.
Sekuat tenaga Lani berusaha agar nilainya sempurna. Sering kali ia mencari informasi beasiswa. Lani berpikir dengan mendapat beasiswa biaya kuliahnya akan semakin ringan. Dengan alasan inilah Lani berusaha keras untuk memenuhi syarat beasiswa dari kampusnya. IPK minimal 3,5 dan aktif berorganisasi, sanggup Lani jalani.
Semua usaha kerasnya membuahkan hasil yang diinginkan. Sejak semester dua hingga semester 5 ini Lani dapat mempertahankan nilai IPKnya di angka 3,8 dan tetap aktif berorganisasi sehingga pihak kampus tanpa ragu tetap melanjutkan beasiswanya sampai dua semester mendatang.
Tante Ambar dan keluarganya sangat senang dengan kehadiran Lani. Dengan kepintarannya dia bisa menjadi gur les untuk anak-anaknya yang masih SMP dan SD. Sesekali juga Lani membantu tantenya menjaga butik. Tante Ambar tetap memberikan gaji seperti menggaji guru les pada umumnya, jadi uang yang ia terima bisa ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya tanpa membebani Ibu di kampung.
***
Sore ini Lani seperti kehabisan tenaga. Selepas rapat, Lani meluruskan kakinya di lantai dan bersandar di dinding. Catatan hasil rapat masih terbuka ditindih kacamata berbingkai hitam miliknya. Matanya terpejam sejenak, mengatur nafas yang berat.
"Lani capek?" ucap Varo, ketua HIMA yang merupakan kakak tingkatnya.
Lani mengangguk dengan mata masih menutup.
"Gue anterin pulang yuk!" Varo duduk di samping Lani yang mengenakan kemeja navi dan celana katun warna hitam
"Bentar kak bentar, biarin gue bernafas lega dulu." katanya
"Hahaha. Oke. Gue beliin air minum yah."
Lani hanya mengacungkan jempol ke arah Varo sebagai jawaban.
Di saat ia sedang merasakan ketenangan di sore hari, tiba tiba terdengar suara.
BUUKKK
Seperti orang menabrak dinding ruangan HIMA tempat ia beristirahat. Spontan matanya terbuka. Telinganya terpasang mendengar suara sayup-sayup.
"Brengsek lu!! Ngelawan gue? Gue cuma minta rokok lu doang pelit lu"
Risih sekali rasanya mendengar kata-kata kasar itu, Lani segera bangkit dan menuju ke luar ruangan.
"Ah, lu lagi si kak!! Ngapain lagi lu sama temen gue?" Lani melihat Bara sedang merogoh paksa saku celana temannya
"Kali ini bukan urusan lu. Nggak usah sok ya!!" Bara menatap tajam
"Urusan gue lah, lu berisik di depan ruangan gue, dan orang di depan lu itu temen gue."
Bara mendongak membaca tulisan di atas pintu ruangan itu. Lalu melepas cengkeramannya setelah mendapatkan sebungkus rokok dari saku korban.
"Oooh, lu HIMA. Nih temen lu gue balikin!" Bara mendorong kasar
"HEh, rokok gue. Kalo mau minta satu aja." Protes Arif, orang yang ia cengkeraman tadi meminta balik rokoknya
"Nih gue balikin." Bara melempar kembali bungkusan rokok yang sudah teremas.
"Heh manusia sengak!! Lu nggak tahu aturan yah? Di kampus nggak boleh ngerokok!!" Kata-kata Lani membuat langkah Bara kembali terhenti lalu berbalik mendekat lagi padanya
"Hahahaha, lu ngomong itu ke gue?? LU bilang juga nih sama temen lo!! Siapa yang bawa rokok ke kampus hah?? " Bara menyeringai lalu pergi
"Hiih!! Dasar cowok nyebelin. Lu juga Rif, ngapain bawa-bawa rokok di kampus!" Lani berbalik memarahi Arif.
"Yaah kenapa nyalahin gue, bawa rokok bolehlah asal nggak ngerokok di sini. Gue kan mau ngerokok di kantin" Arif pun pergi meninggalkan Lani yang sudah kesal
"High, kenapa sih hari ini harus ketemu orang nyebelin." gerutunya
"Kenapa sih marah-marah?" Varo datang membawa dua botol teh dingin
"Ada mahasiswa gila!!"
"Jangan marah-marah nanti cepet tua! Mau pulang bareng nggak? GUe mau pulang nih udah sore." Varo masuk ke dalam ruangan diikuti oleh Lani
"Ayok, gue nebeng ya kak, capek banget rasanya." Lani meraih tas nya yang tergeletak di lantai
"Mau dianterin rumah atau butik?"
"Rumah aja."
Varo memang sering mengantar Lani pulang ketika mereka selesai rapat atau kegiatan kampus bersama, makanya Vero tau kalau Lani juga bekerja di butik yang ada di depan kampus mereka.
Rasanya tenang sekali ketika tubuh lelahnya mendapatkan guyuran air segar. Titik-titik air yang keluar deras dari shower seperti memijit otot-otot pundak dan kepalanya. Berdiri diam di bawah shower di kamar mandi, meresapi setiap tetes air yang mengenai kulitnya, seperti beban dan lelah yang ia bawa dari kampus jatuh dan mengalir bersama air.
Malam ini, ia masih punya tugas sebagai guru les murid SMPnya. Hidangan makan malam sudah tersaji saat ia keluar dari kamar. Lilitan handuk di atas kepalanya masih menempel saat ia mencoba mencolek sambal buatan Tante Ambar yang menjadi favoritnya.
"Heh!! tunggu si Om!" Tante Ambar menampik tangan Lani yang ingin mencolek sambal dengan gorengan di tangannya
"Hehe. Ooooom buruan oooom. Lani laper!!" Lani berteriak memanggil omnya yang masih sibuk di dalam kamar mandi
"Kak Lani, besok Yumna ulangan loh!" Kata Yumna, sepupunya yang masih SD saat menarik kursi dan duduk di sampingnya.
"Eh, enak aja. Hari ini giliran kak Lani ngajarin gue!!" sahut Malik, sepupunya yang masih di bangku SMP
Lani tidak menjawab, tangannya sibuk mengupas kulit jeruk yang tampak segar di matanya
"Yumna belajar sama bunda dulu yah!" Kata Tante Ambar
"Nggak mau ah, bunda kalo ngajarin suka marah-marah kayak singa." Ucapan Yumna membuat Lani tertawa
"Oke-oke, karena hari ini jadwalnya kakak Malik jadi kak Lani ngajarin kak Malik dulu yah. Nanti Yumna coba kerjain soal dari Kak Lani sambil nunggu Kak Lani selesai sama Kak Malik. Gimana?" sebuah solusi keluar dari mulut Lani
"Oke deh."
"Tante tolong malam ini gaji Lani 2X yah karena spesial malam ini ada 2 sesi. Hahahha." Lani menggoda Tantenya
"Dasar mata duitan!!" ucap Tante Ambar.
Lani harus bisa menghasilkan uang sendiri karena tak ada ayah yang membiayainya, dan usaha catering ibu yang tidak selalu mulus. Uang hasil menjadi guru les cukup bisa membantunya mencukupi kebutuhan kuliah seperti buku-buku atau fotokopi. Sedangkan urusan makan dan tempat tinggal Tante Ambar sama sekali tak pernah mempermasalahkan. Malah kadang-kadang ia masih dapat jatah uang saku dari Om nya saat om nya itu baru saja gajian.
Lani sudah seperti anak pertama Ambar. Dulu saat setelah menikah, Ambar tak kunjung hamil selama 5 tahun. Hingga Ambar membantu kakaknya mengasuh Lani seperti anaknya sendiri, akhirnya Ambar bisa hamil. Maka itulah kenapa Ambar sangat menyayangi Lani. Baginya Lani seperti keberuntungan yang membawa keluarganya semakin bahagia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!