Tanah megah yang diapit oleh 3 gunung besar di bagian perbatasannya itu tampak sangat memukau saat matahari terbit.
Cahaya orange yang hampir menghilang berganti biru cerah tak berawan menambah kemewahan kerajaan Elderia.
Di balik tembok tembok megah yang menjulang tinggi istana, aura keagungan terasa begitu kental.
Namun di dalam kamar yang sepi, seorang pangeran muda terbaring lemah. Alaric Eldorion, putra kedua Raja Eldorion.
Wajah yang pucat dan matanya yang biasanya penuh semangat, kini terlihat sayu. Tubuhnya terbaring lemah di tempat tidur, dipenuhi oleh penurunan energi yang mendalam. Napasnya terdengar berat, sesekali diselingi oleh batuk yang melemahkannya.
"Maafkan saya pangeran. Raja Regulus Eldorion menginginkan anda untuk hadir di acara malam ini." Seorang pengawal pembawa kabar menunduk hormat pada sang pangeran kedua.
Betapa mengejutkannya kabar itu bagi Alaric. Dirinya saat ini bahkan tidak bisa berjalan dengan benar, namun ayahandanya malah menyuruhnya untuk berjalan menuju aula pesta yang jaraknya hampir 5 km dari kamarnya.
Tanpa perintah apapun, pengawal tersebut langsung pergi setelah menyelesaikan tugasnya. Tidak ada penghormatan lain yang di terima Alaric sejak dirinya berdiam diri di kamar seminggu yang lalu.
"Sial, Tubuh ini selalu tidak bisa diajak bekerja sama!! Pasti.... Ayah akan diolok olok lagi oleh para bangsawan lain jika aku tidak bisa hadir malam ini."umpat sang pangeran. Wajahnya memerah kesal pada dirinya sendiri yang bahkan seperti mayat hidup.
Dia berusaha duduk tanpa bantuan siapapun. Rambut hitam panjangnya yang berantakan belum pernah ada yang merawatnya sama sekali.
Matanya yang hitam seakan masuk kedalam jurang keputusasaan. Dengan tubuh gemetaran yang seperti itu, dia bersiap seorang diri di kamarnya.
Begitulah nasib pangeran yang sudah tidak di hargai lagi di istana ini. Para pelayan yang bertugas untuk membantu Alaric sekarang sibuk menjilati sepatu pangeran mahkota yang adalah kakak kandung Alaric.
Alaric sudah terbiasa dengan keadaannya ini. Dia hanya bisa mengumpat dan menyalahkan dirinya sendiri karena terlahir dengan tubuh yang jauh dari kata sehat.
* * * *
Seorang pemuda dengan paras yang rupawan melangkah dengan elegan di lorong istana, rambut hitam panjangnya berkibar seiring gerakan angin.
Mata merah keturunan raja yang intens seolah menyimpan rahasia yang dalam, menciptakan daya tarik misterius. Wajah dengan garis tegas yang sangat mendominasi itu terlihat sangat tampan dan gagah.
Busana kerajaannya menonjolkan keanggunan, dan langkahnya yang mantap mencerminkan kepercayaan diri seorang pemimpin yang memikat hati banyak orang.
Valerian Eldorion berjalan menuju Aula dengan sangat elegan membawa sebilah pedang di tangannya.
Dia melihat Alaric yang berjalan dengan tersendat sendat. Tangannya mencari pegangan pada dinding sekitarnya sebagai penopang. Tubuhnya bungkuk berusaha menopang badannya dengan susah payah.
Wajah Valerian yang tegas seketika berubah risih. Ekspresi penuh kekecewaan yang kemudian membuat tangannya mengulurkan pedang yang dia bawa dan mendorong Alaric hingga tersungkur dengan begitu keras.
"Sedang apa kalian pengawal!! Dia sekarat, kembalikan saja dia pada tempatnya!! Jangan biarkan dia pergi kemana mana!!" Valerian membentak pengawal yang berada paling dekat dengannya.
Pengawal itu langsung membantu Alaric berdiri dan membopongnya mundur karena sudah lama menghalangi jalan Valerian.
Saat hendak melewati Alaric, Valerian berbisik tepat di telinga Alaric, "Tidak perlu menyusahkan orang lain. Dasar pria tidak berguna."
Valerian kemudian berlalu hendak memasuki Aula pertemuan.
"Tunggu sebentar, Valerian. Kau tidak perlu memperingatkan ku. Aku tau apa yang harus aku lakukan. Dasar bajingan!!"
Dengan susah payah, Alaric akhirnya mengungkapkan rasa kekesalannya pada sang kakak yang tidak pernah menjenguknya sama sekali.
Valerian hanya menyeringai. "Baguslah kalau kau menyadari ketidak berguna-an mu."
* * * *
Alaric kembali terbaring lemah di kamarnya. Busana yang susah payah dia pakai kini tampak kusut karena usaha para pengawal yang membawanya ke kamar.
Rambut panjangnya yang tadi rapi sekarang kembali berantakan menjuntai kesana kemari. Serta mata hitam gelap yang sangat jauh dari mata keturunan raja yang berwarna merah darah itu sangat membuatnya frustasi.
Sial!! Sial!! Andaikan saja aku lebih sehat!! Valerian tidak akan pernah memperlakukanku seperti ini!!
Tangan lemah Alaric memukul dadanya kesal. Dan malah membuatnya terbatuk batuk hingga muntah darah yang menodai pakaian baru nya.
Meskipun begitu, tidak ada seorang pun pelayan maupun pengawal yang tampak peduli dengan keadaan Alaric.
Seorang pelayan wanita kemudian masuk membawa segelas teh dengan aroma khas pengobatan Alaric.
Dalam sehari, setidaknya ada 1 obat herbal yang akan dikirimkan pada Alaric. Dan pelayan ini lah yang selalu mengirimkannya.
"Pangeran, kenapa anda bisa sampai seperti ini? Anda harus meminum obatnya. Mari saya bantu."
Pelayan wanita itu perlahan membantu Alaric duduk dan memberikan gelas teh itu pada Alaric. Dia kemudian membersihkan noda darah yang sedikit banyak menodai busana hitam milik sang pangeran.
Hanya wanita ini yang selalu merawat Alaric di masa sakitnya. Satu wanita ini saja yang membuat Alaric sedikit bernafas lega dan berpikir semua akan baik baik saja.
Disaat sang pelayan membersihkan bekas muntahan Alaric, sang pangeran meminum teh itu dengan santai dan melihat pekerjaan pelayan yang sangat dia kagumi.
Uhuk!!!
Jantung Alaric tiba tiba berdegup sangat kencang.Wajahnya berubah pucat dan keringat dingin menetes di dahinya.
Pandangan matanya buram dan kabur. Perutnya terasa mual seakan seluruh isi perutnya meminta untuk dikeluarkan.
Dadanya sesak. Sulit untuk bernafas namun tetap dia paksakan. Dan yang paling menjengkelkan dari semuanya adalah.... Sang pelayan wanita tampak menyeringai melihat penderitaannya.
Alaric terjatuh, pandangannya yang buram kini semakin gelap dan suram. Cahaya perlahan meredup berganti kegelapan yang sangat pekat.
Apakah ini adalah akhir dari hidupku?
.
.
.
"Bocah!! Jujur saja, kau bisa mendengarku kan? Hey!! Bocah ingusan!! Bangun!!"
.
.
.
Hanya ada kegelapan yang di lihat Alaric. Mimpi penuh dengan warna hitam dan suara anak kecil terdengar sangat mengesalkan di telinga Alaric. "Berisik!! Siapa kau!!"ujar Alaric kesal.
"Makanya, bangun bodoh!!"
Deg!!
Mata Alaric terbuka lebar. Dirinya melihat sekeliling dan sadar masih berada di kamar yang sama dengan terakhir kali dia lihat.
Tidak ada siapapun. Hanya ruangan kosong yang sudah rapi dan tampak lebih cerah dibanting terakhir kali dia melihatnya.
Apakah itu tadi hanya mimpi?
"Akhirnya, bangun juga si lemah dan bodoh satu ini!!"
Suara yang sama yang dia dengar di dalam kegelapan membuat Alaric duduk dan mengedarkan pandangannya.
Matanya berhenti pada Pria kecil transparan melayang yang sedang menyeruput secangkir teh yang juga sama transparannya. "Gila!! Siapa kau!!"
Pria mini dengan pipi gembul menggemaskan itu menatap tajam Alaric dan melayang berputar di atas kepala Alaric. "Berani sekali kau mengatakan aku gila!! Dasar tak tau untung!! Harusnya aku yang bertanya. Siapa dirimu!! Kau... Bukan manusia?"
"Apa?! Hey makhluk astral aneh nan tidak jelas!! Jelas jelas aku adalah manusia. Yang tidak manusia itu dirimu!! Kau melayang seperti hantu, mengerti!!"
Alaric merasa seperti ada kekuatan yang membuatnya bisa berbicara ketus seperti itu. Sudah berapa lama dia tidak bisa berbicara ketus dan lancar seperti itu? Dia sangat senang bisa meluapkan kekesalannya dengan santai.
Pria mini transparan itu tiba tiba menghilangkan cangkirnya dan melipat tangan dengan angkuhnya, "Sepertinya kau tidak mengenaliku? Baiklah.... Biar aku kasih tau ya.... Aku.... Elion Lightbringer. Sang legen-"
"Legenda Lightbringer yang tersohor itu? Tidak mungkin!! Jangan mengada ada makhluk astral!!" Alaric menuding pria transparan itu tepat di hidungnya. Urat empat siku tidak bisa disembunyikan oleh sang legenda yang sering di sebut sebagai pembawa cahaya.
"Itu memang benar aku!! Bocah sialan!!"
"Hey hey,,, mana ada pahlawan yang jadi kurcaci melayang gini?"
"Buktinya aku ada disini dan hanya kau yang bisa melihatku. Harusnya kau bangga!!"
"Suaramu membuatku risih, jadi kenapa aku harus bang- Uhuk!!!!"
Alaric kembali memuntahkan darah dari dalam tubuhnya. Meskipun dia merasa sangat sehat untuk bisa berdebat, namun keadaan dalam tubuhnya belum berubah sama sekali.
"Makanya jangan ngeyel!! Rasain tuh!!"
.
.
.
*karya ini merupakan karya jalur Kreatif*
Elion Lightbringer, ksatria legendaris yang pernah mengarungi samudra perang dan menghancurkan kejahatan yang mengepung dunia. Dalam cerita-cerita lisan, namanya menjadi kisah inspiratif bagi setiap ksatria yang bermimpi membasmi kegelapan.
Dengan pedangnya yang bersinar cahaya keemasan, Elion memancarkan keberanian yang tak terbantahkan. Teknik pedangnya begitu mahir, setiap gerakannya seperti tarian angin yang menggetarkan hati lawan-lawannya.
Ksatria terkuat.
Ilmu pedang yang mengesankan.
Diagungkan seluruh penjuru kerajaan.
Terkenal sebagai ksatria berdarah dingin yang bisa membunuh iblis hanya dengan sekali tebasan pedang. Jarang bicara dan kemudian menghilang di balik reruntuhan Medan perang yang berhasil dia menangkan. Hingga saat ini, keberadaannya masih menjadi misteri.
Namun, cerita ini bukan sekadar legenda untuk Alaric. Ketika sosok mini muncul di hadapannya dengan klaim bahwa dirinya adalah Elion Lightbringer, Alaric tidak bisa membendung keraguan dan ketidakpercayaannya.
Bagaimana mungkin legenda yang menghancurkan kejahatan itu sekarang bisa dalam sosok mungil yang berbicara dengan nada ceroboh?
"Bagaimana aku bisa percaya padamu? Aku tidak sebodoh itu berpikir jika kau itu sang Lightbringer yang pernah hidup 300 tahun yang lalu itu," ujar Alaric dengan suara ragu, sementara pandangannya terfokus pada bocah mungil di hadapannya.
Elion tersenyum, mata kecilnya berkilau seperti bintang. Cangkir yang tadinya hilang, kembali muncul dan dengan santai berpose sedang meminum tehnya.
"Aku juga tidak percaya jika kau memang keturunan raja melihat tubuh lemah mu itu."sindir Elion melirik sinis ke arah Alaric.
Dengan menghela nafas kasar, Alaric capek berdebat dengan sosok kecil itu. Dia sekali lagi meneliti bocah mini yang sombong itu.
Rambut biru kehitaman yang panjang terikat menjadi satu dengan mata biru yang memabukkan terlihat begitu imut berbeda dengan yang dideskripsikan oleh buku legenda. Tapi keduanya hampir terlihat mirip.
Mata mereka kemudian bertemu. Tatapan tajam Elion mini refleks membuat Alaric memiringkan kepala, "kenapa?"
"Sudah kuduga, kau tidak terpengaruh dengan tatapanku. Kau..... Sudah berapa lama kau mulai meminum darahku."
"Apa? Meminum darahmu? Kapan? Menjijikkan!!"
Elion tampak bingung dengan jawaban Alaric. Dirinya terbang memeriksa seluruh tubuh Alaric yang tampak masih berantakan. "Jadi begitu ya? Kau.... Baumu begitu busuk!! Pergilah mandi sana!!" Dengan tangan mungilnya yang menyumbat hidung, Alaric tampak kesal mendengar perintah Elion.
Bau tak sedap benar menganggu Indra penciumannya. Padahal dia ingat baru tadi sore dia mandi, tapi sudah berbau seperti ini?
"Apa harus aku siramkan air agar kau sedikit wangi?"
"Ah, berisik!! Aku akan mandi, sialan!!"
"Dasar bocah tidak sopan!!"
* * * *
Rambut yang tadinya berantakan sekarang tampak lebih terawat. Busana yang juga mulai berbau itu sudah berganti busana elegan berwarna biru yang dipilihkan Elion untuknya.
Meskipun wajahnya masih tampak pucat, tapi dia masih bisa sedikit menambahkan bedak dengan bantuan cermin di meja.
"Jadi maksudmu, aku sebenarnya bisa mati karena darahmu yang ada di dalam teh yang ku minum itu?" Alaric menarik kesimpulan dari penjelasan Elion yang tampak berbelit belit sejak dirinya masuk kedalam kamar mandi.
Wajahnya membuat beberapa garis berusaha mengerti dengan bahasa yang kurang lebih sulit dipahami.
"Racun dalam darahku sangat kuat hingga bisa membunuh hanya karena setetes saja. Dan anehnya, kau tidak mati sedangkan aku tiba tiba muncul begini dengan pengelihatan menyempit begini. Omong omong tabib tadi hebat juga bisa mengetahui kandungan racun di dalam darahku itu,"
Elion berdiri di depan kaca dan bingung karena penampakannya tidak terlihat dengan matanya.
"Tabib? Apa ada yang merawat ku sebelum ini?" Alaric memutar kursinya menatap Elion dengan penuh harapan. Elion masih dengan tangan yang terlipat melayang mundur dan berbalik tak melihat Alaric.
"Seorang tabib bersama beberapa orang lainnya merawat mu. Mereka kemudian meninggalkanmu atas perintah salah satu pria yang sepertinya anggota keluarga Kerajaan. Terlihat dari warna matanya yang se merah darah."
"Mungkin, itu adalah Valerian. Putra mahkota yang membenciku."
"Tapi.... Ya sudahlah. Aku juga sudah mengecek bahwa tidak ada yang bisa melihatku selain dirimu. Jadi, berbanggalah, bocah lemah!!"
Alaric tidak memperhatikan ucapan terakhir Elion. Dia berjalan kembali ke ranjangnya. Berjalan saja sangat melelahkan baginya.
Secara fisik, Alaric memang terlihat sangat sehat. Namun di dalamnya, dia masih memiliki penyakit yang dideritanya sejak kecil.
"Elic,"panggil Alaric tiba tiba.
"Siapa yang kau panggil itu? Aku Elion!! E-Li-On!!"sanggah Elion kesal namanya diganti seenaknya.
Tapi putra kedua itu sekali lagi tidak peduli. "Kau tau Elic. Sisa hidupku mungkin hanya sampai aku berumur 20 tahun saja. Tapi.... Aku ingin melihat Valerian duduk di singgasana sebelum kematianku. Dan itu terlihat sangat mustahil."
Suasana tiba tiba menjadi suram. Hening. Bahkan Elion tidak bergerak sama sekali. "Dilihat sekilas, semua pasti sudah tau akan hal itu. Kau itu sangat lemah! Aku bahkan sampai kebingungan membersihkan peredaran darah kotor di tubuhmu!!"
"Elic, bisakah kau membuatku bertahan sampai penobatan raja Valerian terlaksana?"
"Bukankah hubungan kalian tidak baik?"
Alaric menggeleng. Hubungan mereka tidak buruk sejak awal, bahkan mereka sangat akrab saat mereka masih kecil.
Valerian yang sangat menyayangi Alaric meskipun dengan penyakit yang di deritanya. Tapi, semenjak tabib mendiagnosa jika Alaric akan hidup sampai 20 tahun, Alaric berubah menjadi liar.
Dia sering menghancurkan barang dan menghina Valerian dengan sangat kasar. Bahkan ada cerita jika dia hampir membunuh Valerian dengan melemparkan pisau buah dari belakang.
"Aku ingin Valerian tidak merasa sedih disaat aku mati nanti, tapi sebelum itu, aku ingin melihat tahta Kerajaan ini ada di tangan yang tepat. Dan itu adalah tangan Valerian,"
Mata Alaric memancarkan cahaya. Berbeda dari sebelumnya yang sangat menjengkelkan bagi Elion, kini sorot mata pangeran kedua itu tampak meminta belas kasihan dari Elion. "Jadi, kumohon, bantulah aku sang ksatria legenda!!"
Situasi itu meningkatkan Elion pada seseorang.
"Seorang pangeran tidak pernah memohon!! Hentikan tatapan matamu itu!! Lagipula, aku membutuhkanmu untuk mengetahui bagaimana darahku bisa ada di masa ini." Elion melengos melayang layang mengibarkan rambutnya.
"Jadi? Kau mau membantuku kan Elic?"
Tatapannya kembali cerah. Jika Elion membutuhkan bantuannya berarti dirinya tidak akan sekarat lagi seperti sebelumnya.
"Bicara apa kau? Jangan salah sangka! Aku hanya butuh bantuanmu karena aku tidak terlihat. Tentang permintaanmu tadi, aku belum memutuskannya!!"
"Baiklah baiklah. Makasih, Elic!!"
"Namaku Elion, bocah prik!! Ingat itu!!"
"Tapi sekarang kau menjadi mini-lion, jadi aku akan memanggilmu Elic! Ataukah harus ku panggil Minion?"
"Ucapkan sangat tidak sopan. Ehem!! Panggilan yang pertama saja kalau begitu,"
"Baiklah, Elic!"
Alaric tidak menduga sangat mudah mempermainkan kurcaci mini yang menyebut dirinya sebagai Elion sang legenda itu.
Sedangkan Elion. Dia tiba tiba menghilang menyembunyikan wajahnya yang mungkin terlihat lucu karena malu.
Mini Elion sangat menggemaskan. Dengan pipi gembul, tangan yang pendek dan mungil juga sorot mata yang harusnya tegas menjadi lebih lebar seperti seorang bayi membuat Alaric sangat ingin menggodanya.
"Elic? Kau pergi kemana? Kembalilah!! Elic!!"
Alaric berteriak sedikit keras. Suaranya sudah hampir sampai batasnya dan membuatnya terbatuk batuk saking bersemangatnya.
Batuknya memuntahkan darah segar. Alaric tidak lagi panik. Itu sudah seperti rutinitasnya selama hampir 14 tahun ini.
Suara pintu yang perlahan membuka tidak juga meredakan batuk Alaric yang semakin menjadi. Seorang pria datang dan melihat pemandangan memilukan Alaric yang sedang bertarung dengan darah yang terus keluar dari mulutnya.
"Pengawal!! Cepat panggil tabib!!"seru pria itu melotot pada semua pengawal yang mengikutinya.
Valerian Eldorion.
Pria tampan itu berlari bergegas mencarikan aroma Terapy yang mungkin bisa meredakan batuk Alaric.
"Kenapa kau duduk! Kau tau jika dirimu itu sangat menyusahkan kan? Kembali tidurlah!!" Valerian menepuk nepuk punggung Alaric.
Wajahnya berkerut. Dia berlutut menyetarakan tingginya dengan Alaric yang duduk di ranjang.
Elion kembali muncul berputar putar di sekitar Alaric. "Bocah ini muntah lagi? Apa kau tidak bosan? Sepertinya darahmu sangat banyak ya?"
Alaric malah melotot mendengar suara Elion yang sangat menjengkelkan itu. Dia mengibas ngibaskan tangannya mengusir Elion yang hinggap tepat di kuncir rambut Valerian dengan wajah menyebalkan khas miliknya.
"Ada apa?! Kau tidak membutuhkanku? Aku bahkan sudah berlutut seperti ini, diam saja kau!!"
Valerian salah memahami perilaku Alaric. Dia kemudian menotok leher Alaric menghentikan darah yang terus keluar tanpa henti.
Bodohnya aku.... Bahkan dia sampai tidak membutuhkanku lagi. Pasti dia sangat membenciku kan? Tapi Baguslah! Dia jadi punya tujuan untuk tetap hidup.
Alaric terbelalak. Dia melihat ke arah Valerian yang sedang berwajah datar melihat ke arahnya. "kenapa? Kejadian merepotkan apa lagi yang ingin kau lakukan? Tetaplah diam sampai tabib memeriksa mu kembali."
Aku akan pergi. Dia bisa lebih tenang jika aku pergi kan? Semoga-
Tangan Valerian yang membantu Alaric berbaring kini mulai menjauh. Begitu juga suaranya yang tiba tiba menghilang. Alaric masih belum percaya dengan apa yang dia dengar baru saja. Itu seperti suara Valerian. Tapi wajah dan bahkan mulut Valerian tidak terlihat seperti sedang berbicara padanya.
Valerian kemudian berjalan pergi berganti tabib dan beberapa pengawal yang berjaga di kamarnya.
"Valerian,"panggil Alaric menghentikan langkah sang putra mahkota.
Tanpa bersuara, dia menoleh menunggu apa yang akan Alaric katakan. "Kalau kau tidak keberatan, apakah kau mau makan malam bersamaku?"
Wajah Valerian sedikit berubah namun tak sampai sepersekian detik ekspresinya kembali datar. "Akan ku pertimbangkan nanti. Jangan banyak bicara dan tidur saja sana!"
Valerian menutup pintu kamar Alaric perlahan. Sebelum tertutup rapat, Alaric melihat senyuman kecil Valerian yang begitu hangat.
"Jangan kepedean. Tolong jangan kepedean, Alaric."batinnya meronta ronta gembira. Dalam pikirannya, dia sangat senang mengetahui Valerian ternyata tidak membencinya yang selalu menjadi beban.
Cahaya lilin gemerlapan memenuhi ruangan mewah di istana Elderia. Alaric duduk di ujung meja panjang, menunggu kedatangan Valerian untuk makan malam bersama.
Suasana harum bunga dan aroma makanan lezat mengisi ruangan, menciptakan atmosfer yang mewah namun tegang.
Ketika pintu terbuka, Valerian memasuki ruangan dengan langkah tegas. Wajahnya yang gagah, ditutupi dengan sedikit ekspresi keras. Alaric mencoba tersenyum ramah, tetapi pandangan tajam Valerian membuat suasana semakin tegang.
"Kau tidak se-sehat itu untuk datang kesini, Alaric," ujar Valerian dengan nada skeptis, sambil duduk di seberang Alaric.
Alaric mencoba memulai percakapan, "Bagaimana harimu, Valerian?"
Valerian menoleh dengan sebelah mata, "Biasa saja, apa hubungannya denganmu?"
Jawaban yang dingin dan singkat. Namun, Alaric tidak terpengaruh.
Pelayan istana mulai menyajikan hidangan yang lezat. Alaric dengan penuh keyakinan memegang piringnya dan berkata, "Valerian, lihatlah ini, aku bukan lagi pangeran yang lemah."
Valerian menatap Alaric dengan ekspresi heran. Namun, ketika Alaric mulai mengiris daging, kejutan tergambar di wajah kakaknya. Alaric, yang biasanya kesulitan melakukan tugas-tugas fisik, kini memegang pisau dengan kepercayaan diri yang baru.
Tangannya tidak lagi gemetaran seperti terakhir kali mereka makan bersama. Dan itu sekitar 2 tahun yang lalu.
"Kau... Sudah sembuh?" ucap Valerian, suaranya tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.
Alaric tersenyum, "Sekarang aku memiliki kekuatan untuk melindungi kerajaan dan keluarga kita. Bukan untuk membuktikan diri, melainkan untuk membuktikan bahwa bahkan yang lemah pun dapat menjadi kuat."
"Bisa mengiris daging bukan berarti sudah bisa mengalahkan musuh. Tidur saja dengan tenang di kamarmu dan jangan mengacau."
Pfffft....
Alaric bisa mendengar jelas Elion yang menahan tawa di pojokan. Sedari tadi, sang legenda hanya melihat interaksi dua kakak beradik ini dengan diam.
"Ternyata dia terlihat lebih pintar dan bijaksana. Tidak seperti adiknya,"sindir Elion melirik sinis pada Alaric. Mulutnya masih saja menahan senyuman karena ejekan Valerian untuk Alaric.
Diam kau!
Elion awalnya sedikit heran dengan keputusan Alaric yang tiba tiba mengajak sang putra mahkota makan bersama. Tapi, melihat interaksi dingin dan canggung ini entah mengapa menjadi hiburan tersendiri bagi Elion.
"Seperti ada manis manisnya,"katanya.
Valerian diam diam melihat Alaric yang sedikit murung karena ucapannya. Dia segera menyelesaikan makannya dan melihat sekeliling Alaric yang tidak terlihat ada siapapun.
"Kemana perginya pengawal mu? Harusnya dia ada disini, apa harus aku yang memapah mu? Merepotkan!"seru Valerian sekali lagi skeptis.
"Pengawal? Aku tidak pernah bersama pengawal. Bahkan aku selalu mandi sendiri. Tidak seperti dirimu yang dibantu para pelayan yang seksi dan montok itu."
"Apa!? Tidak ada pengawal? Selama di istana Ruby, kau... Sendirian?"
"Kenapa? Apa itu hal yang aneh bagimu? Tenang saja, aku sudah terbiasa."
Valerian tidak menjawab. Tapi wajahnya sangat menahan amarah hingga memerah dan bahkan hampir meledak.
"Waduh, waduh.... Sepertinya akan ada yang di gantung lagi nih!" Elion yang duduk di pundak Alaric tiba tiba bersuara dengan santainya.
"Apa!? Gantung? Apa maksudmu?", Alaric berbisik tanpa suara.
"Saat kau mau mati kemarin, seorang pelayan wanita digantung tepat di sebelah kamarmu. Apa kau tidak tau?"
Mata Alaric terbelalak. Pelayan wanita? Setelah diingat ingat, Alaric memang belum melihat pelayan wanita yang biasanya membawakan obat untuknya.
"Dia menggantung wanita itu tanpa belas kasihan. Bahkan sebelum di gantung, wanita itu sudah terlihat seperti mayat hidup entah apa yang sudah dia lakukan."sambung Elion menggeleng gelengkan kepala.
"Kau akan tidur di kamarku malam ini. Jadi cepat ikuti aku." Valerian langsung berdiri masih dengan menahan amarah berjalan dengan langkah yang berat.
Tidak ada waktu untuk ragu, Alaric mengikuti Valerian namun masih bingung dengan keputusan Valerian yang tiba tiba.
Valerian, dengan langkah mantap, memimpin Alaric melewati koridor-koridor istana menuju kamar tidurnya. Cahaya gemerlap lilin menyinari lorong, menciptakan bayangan di dinding yang terlihat menyatu dan terpisah seiring langkah keduanya.
Sesekali, Valerian melirik dan memperlambat jalannya karena melihat Alaric yang sudah kehabisan nafas mengikutinya.
"Kenapa aku harus tidur dikamar mu? Aku bisa tidur di kamarku sendiri seperti biasa."
"Lalu menjadi beban karena tiba tiba diculik begitu? Diam saja dan jangan banyak protes!"
Tanpa berbalik sedikitpun, suara Valerian membuat para pengawal yang mengawalnya menunduk ketakutan.
Alaric semakin bingung dengan situasinya. Dia mengingat suara hati Valerian yang tanpa sengaja dia dengar saat di kamarnya.
"Elic, apa kau memberiku kekuatan untuk membaca pikiran?"bisik Alaric pada Elion yang duduk di pundak Valerian menghadap padanya. "Sudah kubilang jangan memanggilku begitu!! Lagi pula, aku tidak punya kekuatan magic, apalagi membaca pikiran. Kau bodoh ya!"
Karena penasaran, Alaric mencoba menyentuh pakaian Valerian yang berkibar di depannya.
-kurang, Pelayan yang kurang lalu apa lagi? Sepertinya ayah sudah tidak memperdulikannya lagi, haruskah aku memberikan pria tua itu pelajaran?
Suara Valerian kembali terdengar di telinga Alaric.
"Wow!!! Tak kusangka kau bisa membaca pikirannya? Aku juga bisa mendengarnya karenamu!" Mata Elion bersinar kagum. Dia sesekali melihat ekspresi datar Valerian dan kembali melihat wajah Alaric dan mendengar pikiran Valerian.
Valerian tiba tiba berhenti, dan berbalik membuat Alaric panik dan melepaskan sehelai kain yang tadi berhasil dia tangkap. "Ah, iya, kenapa Valerian?"tanyanya gugup.
Wajah Valerian sedikit berkerut menaruh curiga pada gerak gerik Alaric. "Tubuh tidak berguna mu itu pasti sudah lelah kan? Masuklah ke kamar dan tidurlah duluan. Aku akan segera kembali."
Tepat seperti yang dikatakannya, Valerian melenggang pergi tanpa mendengar jawaban Alaric. Dada Alaric sudah sangat sesak mengingat tubuhnya semakin melemah karena berjalan terlalu jauh.
"Dasar lemah! Cepat duduklah di ranjang itu dan aku akan membantumu," Elion menunjuk ranjang besar Valerian dan bahkan sudah pergi terlebih dahulu sebelum Alaric.
Dengan ragu, Alaric menuruti permintaan Elion. Dia sudah tidak punya tenaga untuk berdebat dengan legenda gila satu ini.
Ruangan itu dipenuhi oleh aroma lavender dan nuansa keemasan dari lampu temaram yang menyala pelan. Sangat nyaman berbeda dengan kamar Alaric yang bahkan berbau obat obatan herbal.
Alaric duduk bersila dan di belakangnya, Elion sudah bersiap menempelkan tangan mungilnya pada punggung Alaric.
"Aduh!! Rambutmu menganggu!! Singkirkan itu!!"seru Elion kesal terus menabrak rambut Alaric yang terurai indah.
Dengan tertawa pelan, Alaric menyingkirkan rambutnya dan mulai memejamkan mata merasakan apa yang akan Elion perbuat.
"Dengar nak, aku akan mengajarimu teknik pernafasan atau (Lumina Vitae) untuk mencegah tubuhmu hancur hanya karena berjalan. Kalau kau hancur seperti tadi, bagaimana aku bisa mencapai tujuanku? Maka dari itu, jangan salah paham dan ikuti saja arah peredaran darahmu yang akan ku alirkan."
Alaric mengangguk. Dengan sorot mata penuh tekad, Elion mendekati tempat tidur di mana Alaric beristirahat.
Dengan lembut, Elion menempatkan tangan kecilnya di punggung Alaric. Kilatan cahaya emas menyusup ke dalam tubuh Alaric, membawakan kehangatan dan kekuatan baru.
"Pejamkan mata, tapi jangan tidur!!" Sempat sempatnya Elion membentak Alaric karena fokus Alaric hampir hilang karena kehangatan yang dia rasakan.
Alaric merasakan energi yang mengalir melalui dirinya, mengisi setiap serat otot dan membangunkan kekuatan yang terpendam.
Elion mulai melepaskan tangannya membiarkan Alaric mencari sendiri jalan untuk aliran kekuatan yang dia berikan. Dan tanpa disangka, tubuh Alaric menerima aliran itu dan bahkan bisa mempelajarinya dalam waktu singkat.
Senyum tipis terukir di wajah chibi nan mungil Elion. "Bakat alami ya? Sayangnya tubuh yang lemah menghambatnya mendapatkan kekuatan itu."gumam Elion terus memperhatikan konsentrasi Alaric yang sampai ke batasnya.
Alaric Kembali terbatuk batuk memecahkan aliran yang selesai dia pelajari.
"Lagi? Jangan sampai muntah!! Kau bakal mengotori kamar cantik ini!!" Elion berteriak teriak memukuli kepala Alaric yang menderita karena batuk.
Beberapa palayan berdatangan membawakan wadah dan juga handuk yang mungkin di perlukan Alaric.
Seperti sebelumnya, Alaric muntah darah. Namun ada sedikit yang berbeda. Darahnya lebih kental dan hitam dari pada sebelumnya.
Kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah Alaric malah membuat Elion tertawa terbahak bahak. "Tenanglah bung!! Bagian dalammu memang lemah, tapi sekarang kau mungkin bisa mendaki gunung menuruni lembah dan bahkan terbang di udara."
Terbang di udara? Itu hanya ungkapan berlebihan dari Elion. Yang pasti, Elion sudah memeriksa kekuatan fisik Alaric yang bertambah sedikit demi sedikit.
* * * * *
Saat membuka mata, pertama kali yang dilihat Alaric adalah tubuh kakaknya yang sangat kekar dan berotot. Meskipun itu tertutup busana tidur yang sedikit tebal, namun otot dan tubuhnya masih bisa terlihat jelas bagi Alaric.
"Bahkan orang yang mati pun bisa bangun jika kau menatapnya begitu,"
Valerian menguap mengucek matanya yang masih buram saat melihat Alaric. Mata merahnya yang sangat kental serta Wajahnya yang tampan sangat memukau bahkan dengan garis garis bekas tidur yang berantakan.
"Kau sudah bangun? Sekarang, pergilah Kembali ke kamarmu."tunjuk Valerian ke arah pintu kamar dan kemudian berbalik melanjutkan tidurnya.
Tidak terima diusir, Alaric melemparkan bantalnya pada Valerian kesal, "Kalau kau mengusirku begini, kenapa juga kau membawaku ke kamarmu! Dasar iblis merah!!"
"Ya... ya... terserah. Sekarang pergilah cepat!!"
.
.
Karya ini merupakan karya jalur Kreatif
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!