Seorang siswi kelas dua di SMK Pariwisata bernama Hanum Rais. Tepatnya di tahun 2000 murid yang bersekolah masih terbiasa berjalan kaki. Adapula yang menaiki sepeda dan sepeda motor. Jarak rumah Hanum ke sekolah sekitar 2 km. Dibanding dengan teman-temannya yang lain letak rumah Hanum yang agak jauh. Ia bersama teman-temannya setiap hari berangkat dan pulang sekolah melewati sebuah tanjakan angker di desa sebrang bernama desa Kenanga. Semua orang yang melewati tanjakan tersebut selalu dihantui rasa ketakutan dan mengalami kejadian tak biasa di waktu tertentu.
Teng..teng..teng
Bel sekolah berbunyi tanda pelajaran telah usai. Para siswa siswi berbondong-bondong keluar kelas menuju gerbang.
"Hanum..ayo kita pulang!" teriak Lili dari luar kelas Hanum.
"Loh kok kamu..yah pasti kebagian jadwal piket ya" keluh Lili.
"Iya Li, maaf ya tadi aku gak sempet ngomong" lirih Hanum.
"Hem.. kok sendirian sih piketnya partner mu dimana?" tanya Lili lagi.
"Aku tadi sempat ngeluh sama ketua kelas tapi ya gimana kita harus profesional. Kebetulan hari ini Bela izin sakit, Beni izin ada kepentingan keluarga, Dandi diskors, Dwi pindah sekolah. Jadi terpaksa aku harus melakukannya sendiri" ujar Hanum sambil menaikkan kursi keatas meja.
"Duh kasian banget. Eh bentar Han aku mau susul Doni sama Gugun takutnya mereka kelamaan nunggu terus ninggalin kita" kata Lili buru-buru.
Sekitar lima menit Lili bersama Doni dan Gugun datang.
"Biar kami bantu Han takutnya nanti pulang kesorean. Sekarang udah jam setengah tiga ingat jangan sampai Maghrib" ujar Gugun ngos-ngosan karena dipaksa berlari oleh Lili.
"Makasih ya semua" kata Hanum sambil tersenyum.
Mereka pun menyapu dan mengepel seperti tugas piket yang sudah tertulis di mading kelas.
"Sekarang apa lagi Han?" tanya Doni.
"Udah Don kita pulang yuk teman-teman!" ajak Hanum sambil menggendong tas.
Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar.
"Astaghfirullah.." teriak Hanum dan teman-temannya yang terkejut.
"Waduh jangan hujan dulu dong tadi gak sempat bilang Ayah minta dijemput lagi" gumam Lili.
Tak lama kemudian terdengar suara deraian air hujan diiringi dengan hembusan angin yang kencang.
"Teman-teman maaf ya gara-gara aku kalian jadi gak bisa pulang tepat waktu" lirih Hanum.
"Ah sudah gak apa-apa Han kita ini kan setia kawan, kamu jang berkecil hati gitu dong" kata Lili sambil menatap Hanum.
"Benar tuh kata Lili, kita harus berangkat dan pulang sekolah bersama" cetus Gugun.
"Karena ini hari rabu dan besok seragamnya masih dipakai gimana kalau kita tunggu di ruang olahraga saja. Disana kan ada beberapa matras kita bisa rebahan sebentar sambil menunggu hujan reda" ujar Hanum.
"Yuk kita kesana" kata Lili.
Sesampainya di ruang olahraga mereka serempak menata matras supaya nyaman digunakan sebagai alas untuk istirahat sejenak.
Hembusan angin membuat mereka beberapa kali terlihat menguap. Tanpa sadar mereka berempat tertidur.
_______
"Kakak mau isi bensin sebentar Han, tunggu disini dulu ya!" kata Raka.
"Eh iya Kak" jawab Hanum singkat.
"Jam segini kok baru pulang rumah kalian dimana?" tanya seorang Ibu penjual bensin.
"Rumah kita di desa sebrang Bu melewati tanjakan desa Kenanga" jawab Raka
"Aduh Nak, lebih baik kalian cepat pulang jangan sampai Maghrib disana ada penunggunya. Wujudnya seram, Kakek saya dulu pernah dibawa tersesat ke dunia lain sampai tiga hari tiga malam untungnya masih ketemu. Ada juga yang terkena penyakit aneh bahkan sampai meninggal. Aduh buruan sana pulang, sebentar lagi saya juga mau tutup gak kuat jualan sampai malam" ucap Ibu penjual bensin.
"Han ayo naik kita harus cepat pulang!" ajak Raka.
"Iya Kak" kata Hanum sambil menaiki motor.
Sekitar tujuh menit mereka menaiki motor tanjakan desa Kenanga sudah mulai terlihat. Rumah penduduk terlihat sudah mulai jarang dan rumpun pohon mulai terlihat membuat suasana semakin ngeri apalagi hari mulai gelap.
"Kak sepanjang jalan nanti kita ngobrol terus ya, terserah Kakak mau cerita apa Hanum dengarkan. Hanum minta Kakak tetap fokus ya!" pinta Hanum.
"Iya Han, kok kamu pulangnya sampai jam segini?" tanya Raka.
"Hanum kebagian piket kelas Kak sedangkan teman piket Hanum yang lain kebetulan semuanya izin. Kalau Kakak sendiri kenapa?" ucap Hanum.
"Hari ini jadwal ekskul Kakak Han" kata Raka.
"Ngomong-ngomong makasih ya Kak, untung tadi masih ada Kakak disana jadi Hanum ada teman pulang" ucap Hanum.
"Iya sama-sama" kata Raka singkat.
"Ooh iya Hanum penasaran deh, katanya Gugun di sekolah Kakak tidak ada murid yang berasal dari sebrang desa Kenanga emang itu benar Kak?" tanya Hanum penasaran.
"Astaghfirullah.. astaghfirullah.. astaghfirullah" gumam Raka.
"Kak..Kakak kenapa?" tanya Hanum berbisik.
Hanum bertambah panik mendapati Raka yang tiba-tiba tertunduk dan tidak menjawab pertanyaannya. Tak lama mesin motor mereka mati tepat diatas tanjakan desa Kenanga. Raka turun dari motor begitu juga dengan Hanum.
"Kak motornya kenapa?" tanya Hanum sedikit membungkuk melihat ke depan wajah Raka yang menunduk.
"Kamu sudah tahu kan kalau di sekolah itu tidak ada murid yang berasal dari desa sebrang lalu kenapa kamu mau saat kuajak pulang bersama. Hahaha argh..kamu kena perangkap. Ikutlah bersamaku ke dunia ghaib dan kamu tidak akan bisa kembali haha argh.." ucap Raka yang wajahnya tiba-tiba saja pucat pasi dan bola matanya berwarna putih.
"Aaaa aku tidak mau, kenapa kakiku tidak bisa bergerak aku mau pulang lepaskan!" teriak Hanum ketakutan.
_______
"Lepaskan aku!" teriak Hanum.
"Han..Hanum bangun Han sudah reda Han ayo kita pulang!" kata Lili sambil menggoyang-goyangkan tubuh Hanum.
"Astaghfirullah..ternyata cuma mimpi" gumam Hanum sembari mengusap kedua matanya.
Hanum, Lili, Doni dan Gugun kemudian berjalan kaki menyusuri ruang koridor sekolah menuju gerbang.
"Kita harus bergegas mumpung masih jam lima, masih ada waktu sebelum maghrib dan juga hari bertambah gelap karena masih mendung" ujar Gugun melihat kearah jam tangannya.
"Aku bawa senter kok sengaja buat situasi seperti ini, senternya bapak buat ronda malam aku pinjam hehe" kata Doni.
"Anak pintar, eh tapi nanti jangan lupa dikembalikan loh. Kalau tidak kamu bisa diomeli haha" ledek Lili.
"Ngomong-ngomong tadi kamu mimpi apa Han sampai berkeringat seperti itu, mimpi dikejar-kejar sama hantu penunggu tanjakan desa Kenanga ya hiii?" tanya Doni.
"Huss pamali jangan bilang seperti itu nanti saja di pondok sehabis ngaji aku ceritakan" kata Hanum.
Mereka semakin mempercepat langkah karena kebetulan saat itu ada mobil yang melintas melewati tanjakan desa Kenanga.
"Lari saja biar kita tidak ketinggalan mobil itu!" kata Doni.
Alhasil mereka pun berlari dengan kencang. Tanjakan desa Kenanga curam juga panjang sekitar beberapa meter baru jalannya mulai menurun dan datar. Rambu jalan terpampang jelas dan banyak supaya pengendara lebih berhati-hati. Di saat musim hujan begini jalanan licin, tak sedikit pengendara roda dua sering tergelincir dan jatuh.
Dibalik pepohonan dan semak-semak itulah ada sebuah desa yang bernama Kenanga. Konon diberi nama kenanga karena bunga kenanga atau kantil banyak tumbuh di desa tersebut. Desa sebrang tempat tinggal Hanum sering menyebutnya desanya orang mati. Sering tercium aroma wangi yang menusuk-nusuk atau malah kadang bau tak sedap seperti bau bangkai.
"Haaaa aku lari duluan, kalian cepatlah" kata Doni.
"Doni gimana sih kan dia yang bawa senter malah duluan huh" gumam Lili.
"Aduh bau apa ini?" keluh Hanum sambil menutup hidung.
"Ayo teman-teman larinya lebih cepat!" kata Gugun yang menyadari sesuatu.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di perbatasan desa. Doni lebih dulu sampai di rumah, disusul Lili yang rumahnya agak masuk gang kemudian Gugun dan terakhir Hanum.
Selesai membersihkan diri, Hanum bersiap untuk sholat kemudian menuju pondok tempat biasa ia mengaji. Disusul teman-temannya yang lain. Disana mereka diajarkan mengaji oleh dua guru yaitu seorang ustadz dan ustadzah. Selesai mengaji Hanum, Lili, Gugun dan Doni tidak langsung pulang.
"Ustadz Hanif, Hanum mau bertanya apakah manusia bisa melihat setan secara langsung?" tanya Hanum.
"Dalam Al-Qur'an jin, manusia dan malaikat itu merupakan makhluk ghaib yang eksistensinya wajib kita imani. Jin dan malaikat tinggal di alam ghaib. Sedangkan kita manusia tinggal di alam nyata. Jin ada yang muslim dan kafir. Jin yang mempunyai sifat membangkang tidak beriman kepada Allah itu adalah setan. Begitu juga dengan manusia yang tidak taat kepada perintah Allah SWT memiliki sifat setan. Jin tidak bisa dilihat wujud aslinya oleh manusia. Tapi Jin bisa melihat manusia dari keberadaannya. Jin biasanya tinggal di tempat kosong seperti rumah yang lama tak berpenghuni, tempat-tempat kotor seperti toilet. Golongan jin biasa memakan darah, kotoran hewan, tulang belulang. Jin bisa menyerupai hewan seperti ular, anjing, keledai dan juga bisa menyerupai manusia. Jin yang menyerupai ini bertujuan untuk mengganggu dan menakuti manusia" jelas ustadz Hanif.
"Jadi Ustadz warga sering diganggu dengan makhluk halus itu perbuatan jin?" tanya Hanum lagi.
"Betul. Itulah mengapa saat kita akan masuk rumah membaca do'a, dan hendaknya saat mulai senja saat adzan Maghrib baiknya di dalam rumah menutup pintu dan jendela dengan lafadz bismillah" ujar Ustadz Hanif.
"Lalu Ustadz tentang desa Kenanga?" tanya Gugun.
"Desa itu dulunya ramai tanahnya subur sayur mayur tumbuh dengan lebat hingga karena suatu petaka ditinggalkan begitu saja dan dibiarkan terbengkalai" jawab ustadzah Anisa.
"Pasti banyak jin disana hiii" kata Lili.
"Kalian tahu tidak mobil yang tadi kita lihat di tanjakan, sopirnya terlihat aneh. Kalau kalian perhatikan tatapannya seperti kosong, kacanya agak transparan jadi dari luar kita bisa lihat. Saat aku menengok tiba-tiba sopirnya juga melihat kearah ku membuatku terkejut dan spontan aku langsung lari meninggalkan kalian hehe maaf ya" jelas Doni.
"Huh dasar pantesan ngibrit. Tadi aku juga mencium bau kurang sedap seperti bau bangkai" ucap Gugun.
"Iya aku juga menciumnya" kata Hanum.
"Barangkali ada tikus atau hewan yang mati, di sekitar sana kan masih banyak pepohonan dan semak-semaknya masih rimbun" kata ustadz Hanif.
"Ya sudah anak-anak ayo pulang ini sudah malam besok kalian sekolah bukan" tambah ustadzah Anisa.
Hanum pulang bersama Gugun dan ustadzah Anisa sementara Lili, Doni arah pulangnya sama dengan ustadz Hanif.
"Ustadzah kalau mimpi dikejar-kejar hantu apa mungkin mimpi itu bisa jadi kenyataan?" tanya Hanum.
"Yang namanya mimpi itu hanya bunga tidur, sebelum tidur sunnah untuk wudhu dan jangan lupa berdo'a. Baca ayat kursi" jawab ustadzah Anisa.
"Ooh rupanya disini, sudah berapa kali bapak bilang berhenti mengajar ngaji. Kamu begini tidak menghasilkan uang tidak membuat bapakmu ini kaya. Sudah waktunya kamu menikah, ayo pulang menikahlah dengan juragan Karto jadilah isterinya yang ketiga. Kebunnya banyak, sawahnya lebar, sudah pasti kamu tidak akan kekurangan. Ayo ikut bapak!" teriak seseorang yang ternyata itu adalah Ayah dari ustadzah Anisa.
"Pak tangan Nisa sakit ampun Pak lepas Nisa gak mau menikah sama juragan Karto Pak" rengek ustadzah Anisa sembari menangis.
"Pakde tolong lepaskan kasihan ustadzah" pinta Hanum memelas.
"Ah sudah anak kecil jangan ikut campur sudah sana, jangan panggil anak saya ustadzah ngerti" pekik Ayah ustadzah Anisa.
Ustadzah Anisa dan ayahnya kemudian pergi. Bukan hanya satu atau dua kali mereka melihat ustadzah Anisa diperlakukan seperti itu oleh ayahnya. Apalah daya keduanya mau menolong pun tidak bisa.
"Semoga segera datang seorang ustadz atau habib untuk melamar ustadzah Anisa kasihan melihatnya diperlakukan semena-mena oleh ayahnya sendiri" gumam Hanum.
"Iya Han kamu tahu kan rumor tentang ayahnya ustadzah, Pakde Wiro itu yang setiap malam Jum'at sering membawa sesajen ke desa Kenanga untuk pesugihan katanya" ucap Gugun.
"Huss tahu darimana, jangan ngelantur ah sudah sana pulang!' kata Hanum.
"Iya Han aku pernah melihatnya di malam hari gelagatnya mencurigakan" tambah Gugun lagi.
"Huam.. besok lagi ceritanya ya aku ngantuk aku pulang dulu ya!" ujar Hanum sembari berjalan menuju rumahnya.
"Aah selalu begitu kamu payah Han awas ya lain kali akan aku buktikan ucapanku" gumam Gugun.
Saat akan memejamkan mata Hanum kembali teringat akan mimpinya tadi siang di sekolah.
"Raka..Raka itu siapa kenapa tiba-tiba aku bisa langsung akrab dengannya. Apakah sebelumnya aku pernah melihat dia? Aah mungkin saja itu tipu daya jin yang dikatakan ustadz Hanif. Sudahlah sebaiknya aku tidur" kata Hanum kepada dirinya sendiri.
_______
"Haaaa tidak lepaskan kakiku. Aku gak mau ikut sama Kakak aku mau pulang. Aku masih mau hidup" teriak Hanum.
_______
"Han, ada apa bangun Nak ini Ibu. Kamu mimpi apa? Istighfar" teriak Ibu Dwi sembari menggoyangkan tubuh Hanum.
"Astaghfirullah mimpi itu lagi, Hanum barusan mimpi buruk. Kenapa ya Bu, Hanum sering kali mimpi tentang Kak Raka sebenarnya siapa dia?" ungkap Hanum.
"Raka? Hanum sering bermimpi tentang Raka, mimpi apa?" tanya Ibu Dwi penasaran.
"Kak Raka tadinya manusia biasa seperti kita Bu tapi berubah menjadi sosok menyeramkan kemudian mengajak Hanum untuk tinggal di desa Kenanga" jelas Hanum.
"Raka.. sepertinya Ibu tidak asing dengan nama itu. Nanti Ibu ingat-ingat lagi sekarang tidur lagi ya. Ini minum dulu, Hanum terlihat sangat ketakutan sampai berkeringat. Ibu temani tidurnya ya" kata Ibu Hanum sambil mengusap rambutnya.
Keesokan paginya seperti biasa Hanum bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia menghampiri Gugun yang ternyata telah lebih dahulu menunggunya.
"Gun, kenapa ya kok aku mimpi tentang Raka lagi?" tanya Hanum kepada Gugun.
"Ha Raka siapa sih Han?" Gugun yang merasa bingung balik bertanya.
"Eh iya semalam aku lupa mau cerita sama kalian" kata Hanum.
Tak lama kemudian mereka sampai di gang rumah Doni dan juga Lili yang sudah menunggu.
"Nah sekarang kita sudah berkumpul ayo Han mulai ceritakan tentang mimpimu kemarin!" pinta Gugun.
"Ooh iya semalam kamu lupa kan. Ayo cerita sekarang sambil kita jalan ke sekolah biar gak kerasa capek dan tahu-tahu sudah sampai hehe" ujar Lili.
"Yee..emang dikira kita naik motor kali ah gak kerasa capek" ledek Doni.
"Kalian berdua kalau ketemu pasti berantem mulu udah pasti jodoh seratus persen yakin, iya kan Gun?" gurau Hanum.
"Hahaha" Gugun tertawa.
Sekitar sepuluh menit berjalan mereka sudah melewati perbatasan. Kini mulai memasuki hutan desa Kenanga.
"Jadi kemarin siang aku mimpi bertemu dengan seseorang bernama Raka. Entah mengapa saat itu aku langsung akrab dengannya. Kami berdua menaiki sebuah sepeda motor menuju pulang. Waktu itu hampir maghrib ia mempercepat laju motornya. Tiba-tiba saat di tanjakan desa Kenanga.." Lani menengok kearah kanan kiri dan menyadari ia sedang berada tepat di tanjakan membuat bulu kuduknya berdiri.
"Sudah ya akan aku ceritakan lagi setelah melewati tanjakan" bisik Hanum.
Teman-temannya seolah mengerti apa yang dimaksud Hanum.
"Aku kesal banget sama Pakde Wiro, masa anaknya sendiri diperlakukan kasar seperti itu" kata Hanum lagi mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Lagi? Cih Ayah macam apa dia. Eh kalian sudah dengar belum kalau Pakde Wiro itu suka mencari pesugihan di desa Kenanga loh. Ayahku pernah melihatnya di malam hari mengendap-endap membawa sesajen kalau tidak salah itu dilakukan setiap malam Jum'at" ujar Lili.
Gedung sekolah yang mereka tuju sudah nampak terlihat dan sebentar lagi mereka akan sampai.
"Itu memang benar Li aku juga pernah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dengar kan Han aku tidak membual sudah banyak yang melihatnya" ucap Gugun.
"Iya Han, anak Mbakyu ku yang masih umur sepuluh bulan setiap malam Jum'at pasti merengek semalaman rewel" tambah Doni.
"Setiap malam Jum'at, bukankah itu nanti malam" kata Hanum.
"Betul. Ayo kita selidiki, kita ikuti Pakde Wiro diam-diam aku penasaran apa yang ia lakukan di desa Kenanga. Kok gak takut dia sendirian hiii" kata Lili.
"Baiklah aku setuju" ujar Hanum.
Setelah masuk gerbang sekolah mereka berpisah. Diantara mereka berempat hanya Gugun dan Doni yang satu kelas.
Dua jam pelajaran bel pun berbunyi tanda istirahat pertama dimulai sekitar lima belas menit.
Mereka bertiga tidak menyia-nyiakan waktu dan langsung menuju koridor kelas Hanum memintanya kembali bercerita tentang mimpi kemarin.
"Kak Raka seperti habis melihat sesuatu, mesin motornya juga tiba-tiba mati. Ia kemudian berdiri dan tidak menjawab pertanyaanku sambil menunduk. Lalu nada bicaranya berubah begitu juga dengan wajah dan matanya terlihat mengerikan. Ia berkata mau membawaku ke desa Kenanga, saat itu aku tidak bisa berlari kakiku seperti ada yang menahan. Dan kalian tahu enggak semalam aku memimpikannya lagi. Itu membuatku begitu ketakutan sampai Ibu menemaniku tidur" jelas Hanum.
"Siapa sebenarnya Raka, mungkinkah ada hubungannya dengan desa Kenanga?" tanya Gugun.
"Entahlah Gun, aku juga sempat menanyakannya sama Ibu. Sepertinya Ibu tahu sesuatu tentang Raka" kata Hanum.
Teng..teng.. Bel kembali berbunyi, mereka berempat kembali masuk kelas. Dengan tertib mereka mengikuti semua jadwal pelajaran. Tepat pukul satu lewat empat puluh lima menit mereka pulang.
"Hari ini kebetulan tidak ada yang piket ya jadi kita bisa pulang tepat waktu hehe" kata Doni.
"Huh dasar penakut" ledek Lili.
"Biarin memangnya kamu mau kita kaya kemarin mengalami kejadian serem" ucap Doni.
"Aku harap tidak pernah mimpi lagi seperti kemarin" keluh Hanum.
"Iya Han. Eh nanti malam kita jadi menguntit Pakde Wiro?" tanya Gugun.
"Tentu saja" jawab Lili singkat.
"Tapi gimana kalau ketahuan? Bisa habis kita mau minta tolong siapa coba?" ujar Doni.
"Aku akan beritahu Ibu supaya siaga, ini menyangkut guru ngaji kita. Aku yakin Ibu pasti mau membantu. Rumah kami kan bersebelahan sama Pak RT pasti lebih mudah saat nanti minta bantuan" jelas Hanum.
"Ide bagus Han" kata Lili.
"Iya betul aku juga setuju" tambah Gugun.
Kebetulan saat mereka pulang matahari masih bersinar terang selain itu juga banyak penduduk desa yang lalu lalang.
Sesampainya di rumah mereka segera berganti pakaian. Kemudian bersama menuju tempat biasa mereka bermain di bawah pohon beringin besar.
Lili, Gugun, dan Doni sudah tiba disana sementara itu Hanum menyusul bersama ibunya.
"Bude ikut juga" sapa Lili.
"Iya Li Bude juga tidak tahu Hanum tiba-tiba menarik tangan Bude rupanya mengajak kemari" ucap Ibu Dwi.
"Ibu ceritakan sama kami siapa itu Raka?" pinta Hanum.
"Sekitar tiga puluh tahun lalu desa Kenanga dahulunya sangat subur banyak sayur mayur dan buah-buahan hasil kebun petani disana dibawa ke kota oleh mobil-mobil bak. Itu menandakan penduduk desa makmur bergantung pada alam. Hingga suatu perkara tiba, setahun kemudian tidak ada hujan penduduk dilanda kekeringan, kelaparan dan penyakit mulai menyerang desa Kenanga. Pakde Wiro dahulu merupakan salah satu warga disana yang diagung-agungkan karena ilmu supranaturalnya memberitahu semua bahwa yang terjadi merupakan peringatan karena mereka lalai lupa akan alam yang sudah memberi kemakmuran. Ia meminta sesajen berupa anak laki-laki berusia 7 tahun. Kebetulan saat itu penduduk desa Kenanga belum begitu banyak. Hanya ada satu anak laki-laki berusia 7 tahun. Seorang anak yang menderita penyakit kulit langka dikorbankan. Anak itu merupakan anak sulung dari pasangan juragan Karto dan Ningsih. Awalnya Pakde Wiro bersama sesepuh desa memberitahukan hal ini baik-baik dan memberi imbalan kepada keluarga juragan Karto namun ditolak. Beberapa kali mereka kembali mendatangi rumah juragan Karto namun jawabannya tetap sama. Pakde Wiro bersama sesepuh dan beberapa warga desa nekat membawa anak tersebut dan menjadikannya tumbal. Pakde Wiro memenggal kepalanya di hadapan juragan Karto dan istrinya seketika membuat mereka pingsan" jelas Ibu Dwi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!