NovelToon NovelToon

Kisah Cinta Bara Dan Gala

Perasaan Gala

Seorang pria tengah menatap lurus kearah jendela melihat riuhnya jalanan yang di padati kendaraan, beberapa kali ia menghela nafasnya panjang di sertai gemuruh hatinya yang tidak menentu. Gentala Pratama Putra Bramasta, anak bungsu dari Bramasta Adigufta. Raganya memang berada di tempatnya saat ini, tapi pikiran serta hatinya tengah gundah gulana di sertai bebrapa praduga dan perasaannya yang tak menentu.

Dari arah belakang seorang pria menepuk pundaknya, Gala refleks menoleh kearah pria tersebut dengan tersenyum kecut. Pria tersebut adalah saudara kembarnya, Bara Pratama Putra Bramasta. Bara adalah kakak dari Gala, ia menatap sang adik dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Masih belum ada kabar?" Tanya Bara.

Gala menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ada, aku tidak tahu dia kemana selama satu tahun ini." Lirih Gala.

Gala kembali menatap lurus keluar jendela, sudah satu tahun berlalu tanpa ada kabar dari seseorang yang selalu ia rindukan. Bara sangat tahu, sebesar apa rasa cinta dan juga sayangnya adiknya pada wanita tersebut, tetapi ia juga tidak bisa berbuat apapun selain mensupport sebagai saudara. Beberapa kali Gala mencoba mendatangi kediaman gadis pujaannya, tetapi hasilnya tetap nihil karena begitu ia sampai di tempat gadisnya, selalu saja orang yang ia cari tidak ada.

Melihat rapuhnya Gala, membuat Bara enggan memulai ataupun mencoba mencintai lawan jenisnya, meskipun banyak wanita yang mengantri diluaran sana.

Sebuah ketukan membuat keduanya tersadar, mereka saling menatap satu sama lain, sedetik kemudian Bara menyuruh orang yang mengetuk pintunya untuk masuk.

"Masuk." Ucap Bara dari dalam.

Ceklek..

Pintu ruangan terbuka dengan begitu lebarnya, keduanya nampak terkejut melihat kehadiran kakak perempuannya bersama suaminya. Seulas senyun nampak menghiasi wajah si kembar, mereka langsung menghamburkan tubuhnya memeluk kakak tercintanya.

"Aahhh, aku kangen banget sama kalian berdua." Ucap Violetta- kakak sulung Bara dan Gala.

"Gala juga kangen." Seru Gala.

"Bara juga." Timpal Bara.

"Kenapa kalian hanya memeluk Tata, kalian tidak merindukanku juga? Aisshhh, dasar adik ipar menyebalkan." Gerutu Azrio.

"Sorry, yang ngomel gak diajak." Cibir Gala.

Violetta melepaskan pelukan kedua adiknya, dia menatap keduanya secara bergantian. Dilihat dari wajah Gala, Violetta yakin kalau adik bungsunya itu tengah tidak baik-baik saja. Bara yang mengerti akan tatapan kakaknya pun memejamkan matanya sebagai isyarat, ia mempersilahkan kakak dan juga kakak iparnya untuk duduk di sofa ruang kerjanya.

"Bagaimana perusahaan? Apakah ada kendala?" Tanya Azrio. Ia merapatkan tubuhnya kepada sang istri, Bara dan Gala memutar bola matanya malas melihat keuwuan yang selalu membuat matanya perih.

"Sejauh ini baik-baik saja." Jawab Bara.

"Syukurlah." Ucap Azrio.

"Kenapa?" Tanya Violetta menatap kearah Gala.

"Apanya?" Tanya Gala bingung.

"Kau mungkin bisa menyembunyikan wajah melowmu dari orang lain, tapi tidak dengan kakakmu ini Gentala." Tegas Violetta. Tangannya bersidekap mulai menampilkan wajah siap menginterogasi adiknya, selama ini ia jarang menemui langsung adiknya, sehingga ia tidak tahu apa yang terjadi selama ia ikut dengan suaminya.

Gala menatap kearah Bara, sedangkan yang di tatap hanya mengendikkan bahunya santai. Azrio mengerutkan keningnya menatap sang istri, dia penasaran kenapa istrinya itu menatap Gala dengan tatapan menginterogasi. Violetta menangkup wajah adik bungsunya, terlihat buliran Kristal mulai menumpuk di pelupuk matanya, Gala menundukkan wajahnya seakan tak ingin terlihat cengeng di mata sang kakak.

"Coba ceritakan." Ucap Violetta lembut.

"Hiks, sekarang aku merasakan apa yang dulu kakak rasakan. Dan, ini sakit sekali." Lirih Gentala.

Violetta merengkuh tubuh kekar Gala, dia mengusap lembut kepala dang adik layaknya seorang ibu yang tengah menenangkan anaknya.

"Apa ini tentang Seora?" Tanya Violetta.

Gala menganggukkan kepalanya di bahu Violetta. "Sudah satu tahun ini dia menghilang, sebelumnya kami baik-baik saja setelah mengungkapkan rasa cinta satu sama lain. Tetapi, tiba-tiba dia pergi tanpa kabar sama sekali, saat aku menyusulnya ke negara A dia selalu tidak ada. Bahkan kak Jay, dia mengatakan kalau dia tidak tahu kemana Seora pergi." Jelas Gala diiringi isak tangisnya yang kian pilu.

"Tenangkan dirimu dek, mencintai seseorang terkadang bisa melukai diri sendiri. Aku tahu betul seperti apa sakitmu sekarang, meskipun tidak sebanding dengan apa yang pernah aku lalui selama bertahun-tahun. Jika, kamu benar-benar mencintainya, kau harus menerima segala konsekuensinya." Ucap Violetta.

"Aku merasa, hanya aku yang mencintainya tidak sebaliknya. Setiap aku mengajaknya untuk menuju ke arah yang lebih serius, dia selalu beralasan bahkan mengalihkan pembicaraan. Kadang aku bingung dengan sikapnya, terkadang dia manis dan terkadang dia juga dingin, padahal aku selalu berusaha untuk mengerti dirinya seperti apa yang bunda ajarkan padaku kak, coba katakan padaku salahku dimana? Aku rapuh kak, aku terlalu mencintainya dengan dalam sampai aku kehilangan separuh jiwaku, kemana dia? Jika dia tidak mau berdampingan denganku, setidaknya aku tahu dia bahagia dengan siapa." Ucap Gala tergugu.

"Heleehh, gegayaan ngomong kek gitu. Giliran ditinggal lost contact aja nangees, apalagi liat dia sama yang lain? Ngereog gak tuh." Cicit Bara.

Azrio menyenggol lengan Bara, sungguh adik iparnya satu ini selalu saja jujur. Violetta berusaha menenangkan dan memberikan pengertian pada Gala, setelah dirasa adiknya tenang Violetta pun tersenyum mengusap sisa air mata Gala di wajahnya.

"Gala, tidak semua rencana kehidupan yang kita susun akan berdiri kokoh seperti apa yang kita mau. Tuhan bisa saja memberikan susunan kehidupan yang lebih baik, manusia hanya bisa berencana Gala. Kakak mohon sama kamu, jika memang Seora tidak berjodoh denganmu maka ikhlaskan, lepaskan dia sebagaimana dia melepasmu atas keinginannya sendiri. Perjalanan hidup kamu masih panjang, jangan terlalu menggantungkan hidupmu kepada orang lain karena kau akan merasakan sakitnya. Cukup aku dan kakakmu yang merasakannya, aku tidak ingin adikku juga terluka karena pengorbanan cinta jika semua itu hanyalah sia-sia." Pesan Azrio.

Gala yang paham pun hannya menganggukkan kepalanya, Bara mengacungkan jempolnya pada Azrio menandakan ia setuju dengan ucapannya. Sebagai saudara kembar, Bara pastinya merasakan sakit jika kembarannya sakit.

Mereka berempat berbincang-bincang setelah sekian lama tidak bertemu, sudah hampir 3 tahun lamanya Violetta tak menginjakkan kakinya di tanah airnya. Kesibukan Azrio semakin betambah, bahkan ia juga sepakat untuk menunda kehamilannya karena keduanya ingin menebus waktu yang sudah lama terlewatkan. tampak tawa renyah dari keempatnya, Bara bersyukur dengan hadirnya Violetta membuat tawa Gala kembali setelah sekian lama bersedih.

Satu jam kemudian.

Ramdan mengetuk pintu ruangan Bara, ia membawa beberapa berkas penting dan juga menyapa sepupunya yang sudah lama tak bertemu. Bara menjadi CEO menggantikan posisi Violetta, Ramdan menjadi asisten pribadinya. Sedangkan Gala, dia mulai menggarap perusahaan baru yang akan ia kembangkan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Meskipun ia ingin belajar mandiri, tetap saja bisnisnya di bantu oleh ayahnya dan juga para kakaknya.

Perubahan sikap Gala

Saking asyiknya mengobrol, mereka sampai lupa waktu. Ramdan melihat jam di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukkan waktunya untuk istirahat. Bara memerintahkan Ramdan untuk menyiapkan makan siang di ruangannya, ia malas untuk keluar karena pasti banyak perempuan gila yang terobsesi dengannya maupun Ramdan dan juga Gala.

*

*

Sore Hari.

Saat selesai makan siang, Violetta dan Azrio pulang ke mansion terlebih dahulu. Bara kembali melanjutkan pekerjaannya hingga jam pulang pun tiba, Gala sendiri kembali ke perusahaan miliknya yang letaknya berjarak satu jan dari perusahaan Bara.

"Ram, jadwal besok?" Tanya Bara.

"Besok ada meeting dengan perusahaan Makropionophella, pertemuan dengan client dari Jepang. Setelahnya, tidak ada pertemuan lagi." Jawab Ramdan.

"Makropionophella? Lah, kak Azrio katanya mau pergi ke makam besoknya sama kak Vio? Terus besok siapa yang gantiin kak Azrio?" Tanya Bara heran.

"Makropionophella, memang punya kak Rio. Tapi kalau kamu lupa, dia juga punya asisten kali boss." Ucap Ramdan. Dia memutar bola matanya malas, jika kepala Bara sudah mengepul sudah bisa di pastikan kalau majikan sekaligus sepupunya itu ngelag.

"Emang kak Vano ikut?" Tanya Bara.

"Ingin sekali menjawil mulutmu boss, kalo majikannya ikut tentu saja assisten pribadinya ikut ege. Mumpung gak ada orang, gue gak mau bersikap formal sama lu ege. mending loe dinginin dulu tuh kepala, jangan banyak nanya dulu soalnya gue gak mau kepancing emosi." Kesal Ramdan.

"Mentang-mentang umurnya lebih tua, bisa seenaknya gitu? Padahal cuman nanya doang." Ucap Bara memberenggut.

"Iya, habisnya loe selalu aja ngeselin setiap kali masuk jam pulang. Gue nyuruh loe dinginin kepala, soalnya masih ada yang mau gue bahas soal kerjaan lusa yang pastinya kita harus persiapkan dari sekarang." Jelas Ramdan.

Bara pun beranjak dari duduknya, dia masuk ke dalam kamar mandi guan mencuci wajahnya yang lelah. Setelah selesai, dia kembali duduk di kursi singgasananya seraya melonggarkan dasinya yang terasa mencekik.

"Lusa, kita akan meninjau proyek yang ada di Bandung." Ucap Ramdan menyodorkan map berwarna merah pada Bara.

"Berapa lama kita disana?" Tanya Bara melihat map yang di berikan oleh Ramdan, dia membacanya dengan seksama.

"Kurang lebih, lima hari." Jawab Ramdan.

"Hmm." Ucap Bara singkat.

Mereka berdua membahas pekerjaan untuk lusa nanti, setelah semuanya beres, keduanya lun keluar bersamaan. Bara masuk kedalam mobilnya, dia menyalakan mesin mobilnya kemudian melaju menuju sebuah tempat yang sudah lama tak ia kunjungi, jika pikirannya tengah lelah pastinya dia akan menengkan dirinya sejenak.

Satu jam kemudian.

Bara memarkirkan mobilnya di samping jalan, dia berjalan menuju sebuah kursi yang terletak di tengah hamparan rumput hijau. Dia menatap bunga yang bermekaran dengan warna cerah di depannya, satu hal yang tidak di ketahui oleh orang lain adalah, dia menyukai bunga. Terkesan aneh, tetapi itulah Bara. Baginya, melihat bunga segar memberikan ketenangan untuk dirinya, bahkan rasanya ia enggan beranjak jika melihat hamparan bunga luas dengan warna yang mencolok serta harumnya menguar di indera penciumannya.

"Hufft, Gala. Maafkan aku, aku tidak bisa memberitahukan semuanya sekarang. Aku takut kau hancur Gal, walau bagaimanapun kita itu satu." Gumam Bara menatap lurus kearah depan.

Hari ini, Bara bukan lelah karena pekerjaannya yang setiap harinya menumpuk. Dia tengah resah, memikirkan bagaimana nasib adiknya jika suatu saat ia menyampaikan kabar Seora yang sebenarnya. Entah kapan waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, Gala terlihat berantakan sampai ia tak tega menumpuk kembali lukanya.

Triingg.

Terdengar suara notifikasi pesan masuk kedalam hp-nya. Bara merogoh saku jasnya, dia mengeluarkan benda pipih canggih itu kemudian membuka pesan masuk.

[Bar, biar aku yang menjelaskan pada Gala. Aku bertanggung jawab atas Seora, setelah pekerjaanku selesai aku janji akan datang langsung kesana ]

[Kalau bisa, kau datanglah secepatnya. Aku tidak mau melihat saudara kembarku berantakan, jika kau tidak menepati janjimu. Maka, aku tidak akan tinggal diam!]

Bara mematikan ponselnya dan kembali memasukkan benda pipih itu ke dalam sakunya, ia bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju mobilnya.

*

*

Mansion Bramasta.

Violetta dan juga Azrio tengah berkumpul di ruang keluarga bersama Bram dan juga Renata, Gala berlalu begitu saja tanpa menyapa ataupun sekedar mengucap salam pada semua orang yang tengah menatapnya dengan aneh.

"Tuh anak kenapa? Gak biasanya nyelonong gitu?" Heran Renata menatap punggung Gala yang kian menjauh.

"Dia lagi galau bun, biarin aja." Ucap Violetta.

Tampak Renata menghela nafasnya panjang, dia lupa kalau anak bontotnya itu tengah menunggu kabar dari Seora. Gala anak yang paling dekat dengannya, meskipun ia tidak bercerita banyak mengenai kabar Seora, tetapi naluri seorang ibu mengatakan bahwa tengah terjadi sesuatu pada Seora.

Tak lama kemudian, Bara masuk ke dalam mansion dengan mengucapkan salam. Semua yang ada di ruang keluarga menjawabnya dengan serempak, Bara menghampiri kedua orangtuanya, meraih tangan kanan keduanya untuk ia salimi.

"Bara duduk." Titah Bram.

Bara duduk di sofa tunggal, dia menyandarkan tubuhnya yang terasa begitu remuk karena pekerjaannya.

"Apa kau tahu kabar Seora?" Tanya Bram.

"Enggak dad, kak Jay juga lagi nyari keberadaan Seora." Jawab Bara.

"Daddy tidak suka di bohongi!" Tekan Bram.

Bara menghela nafasnya panjang, dia menatap ke sekeliling rumah memastikan tidak ada Gala disana. Setelah dirasa aman, Bara memberikan isyarat dengan bicara tanpa suara dan memperagakan kedua tangannya untuk menjawab keraguan ayahnya. Tampak Bram dan juga Renata terdiam setelah mencerna isyarat Bara, Violetta bahkan membulatkan matanya tak percaya.

"Haiishh, kau tahu darimana Bara?" Tanya Violetta memastikan.

"Biar lebih jelasnya, nanti akan ada yang datang menjelaskan semuanya secara langsung. Aku gak mau ngasih tahu Gala sendirian, aku takut dia membenciku karena menyembunyikan semuanya, walaupun sebenarnya aku baru tahu seminggu belakangan ini." Jawab Bara.

"Anakku, Gala." Lirih Renata.

"Desak dia untuk datang, aku tidak mau melihat Gala semakin murung. Aku ingin dia kembali seperti Gala yang kita kenal, rasanya ada banyak yang hilang dari dalam dirinya, terlebih lagi dia kehilangan berat badannya dan daddy khawatir dia jatuh sakit." Ucap Bram.

Walaupun Bram tipikal ayah yang tegas, dia tetap mengkhawatirkan ketiga anaknya terutama Gala. Si bontotnya itu paling sensitif dan juga manja, tetapi kali ini dia berubah menjadi pendiam dan juga dingin, sungguh itu bukanlah Gala. Mereka merindukan sosok Gala yang berisik dan pecicilan, terlebih lagi mereka khawatir Gala jatuh sakit karena bisa di pastikan ia akan terus merengek takut jarum suntik.

Di dalam kamar Gala.

Tampak Gala menjatuhkan tubuhnya diatas kasur, ia menatap kearah langit-langit kamar dengan sendu. Biasanya, sepulang kerja selalu ada seorang gadis virtual yang menyambutnya. Entah kemana perginya gadis pujaannya, sungguh dia ingin menemuinya dan memeluknya dengan sangat erat.

"Sebenarnya, kau ini kemana Seora? Sampai kapan kau menyiksaku seperti ini? Kau bilang mencintaiku, tetapi kau seakan memberikan harapana besar padaku. Lalu, kau dengan mudahnya menjatuhkan harapan itu bak gelas yang di lemparkan sampai pecah, hancur seketika." Gumam Gala.

Kepalanya seakan berdenyut, ia merasakan pusing memikirkan gadisnya. Tak terasa, matanya perlahan memejam tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Gala tertidur dengan posisi terlentang, pikirannya terlalu berisik sehingga ia memutuskan untuk meredamnya dengan cara tidur.

*

*

Keesokan harinya.

Gala masih tetap diam, bahkan dia juga tak merawat dirinya. Renata menatap sendu kearah putra bungsunya, benar apa yang dikatakan Bram, anaknya itu terlihat kehilangan banyak berat badannya.

Bara berjalan sambil memainkan ponselnya, satu notifikasi pesan yang cukup membuatnya tak bisa mengalihkan pandangannya.

[Aku akan datang, mungkin aku sampai disana sore hari.]

[Oke, aku tunggu kedatanganmu. Jelaskan semuanya dengan rinci, jangan sampai Gala tahu dari orang lain.] - Bara.

Setelah selesai membalas pesan yang masuk kedalam ponselnya, Bara bergabung dengan yang lainnya untuk sarapan. Gala yang berubah menjadi pendiam, membuat suasana sarapan yang biasanya hangat, kini menjadi hening dan hampa.

Kedatangan Jayden

Sore hari.

Waktu berjalan dengan begitu cepat, Bara yang tengah mengerjakan pekerjaannya pun langsung menutup laptopnya saat melihat jam di tangan kirinya.

"Ramdan." Panggil Bara.

Ramdan masuk kedalam ruangan Bara, dia berjalan mendekat kearah Bara yang tadi memanggilnya.

"Apa kau butuh sesuatu?" Tanya Ramdan.

"Ck, jangan seformal itu saat berdua. Sebenernya risih aja dengernya, kalau ada orang lain aja formalnya." Ucap Bara berdecak.

"Issh, ya gue juga risih sih." Ucap Ramdan.

"Oh iya, untuk besok yang rencana ke Bandung undur dulu. Gala lebih butuh gue, nanti gue kabarin lagi kapan ke Bandungnya." Ucap Bara.

"Emangnya si Gala kenapa? Nanti gue mampir dah ke rumah om Bram, keliatannya anak itu agak gak beres." Tanya Ramdan.

"Ya loe tahu sendiri Ram, dia lagi galau. Gue mau bujukin dia buat ikut ke Bandung nanti, sekalian kita ketemu abah sama ambu disana." Ucap Bara.

"Oke, bisa diatur. Gue juga udah kangen banget sama abah, gue juga kangen kue buatan ambu." Ucap Ramdan.

Bara bangkit dari duduknya. "Gue pulang duluan, ada urusan." Ucap Bara.

"Sip, gue juga mau beresin laporan dulu terua balik." Sahut Ramdan.

Bara merapikan penampilannya yang sedikit acak-acakan, dia keluar dari ruangannya diikuti oleh Ramdan. Seperti biasanya, para karyawan menatap Bara dengan tatapan memuja, ketampanannya mampu membuat para wanita terhipnotis. Bagaimana respon Bara, dia cuek bebek dan lebih memilih berjalan lurus kearah tujuannya. Sesampainya di parkiran, dia langsung masuk kedalam mobilnya dan menancapkan gasnya menuju kediamannya.

30 Menit kemudian.

Bara sudah sampai di kediamannya, ia langsung bergegas masuk kedalam mansion menemui seseorang yang sudah menunggunya. Begitu masuk, dia dapat melihat seseorang yang tengah duduk di temani oleh kakak iparnya, wajah semua orang yang tengah berkumpul di ruang keluarga pun tampak begitu serius.

Tak lupa, Bara mengucapkan salam dan juga menyalimi tangan kedua orangtuanya. Tak lama kemudian, Gala datang dengan wajah lesunya. Renata menyuruh Gala untuk bergabung dengan yang lainnya, awalnya Gala hendak menolak, tetapi Renata menyebutkan nama Seora membuat dirinya duduk di sebelah ibunya.

"Kok, ada kak Jayden? Kenapa gak ngabarin kalo mau kesini kak? Terus, diamana Seora? Apa dia tidak ikut?" Cecar Gala.

Tamu yang datang adalah Jayden, dia sengaja menunda pekerjaannya dan juga meninggalkan anak istrinya demi meluruskan semua yang terjadi. Jayden adalah sepupu Seora, dia tinggal berdua dengan Seora setelah mengetahui bahwa kedua orangtua mereka meninggal dunia. Tampak Jayden menghela nafasnya panjang, dia merasa bersalah karena menutupi kebenaran mengenai Seora yang selama ini di cari oleh Gala.

"Seora tidak ikut, justru kedatanganku kesini untuk membahasnya. Saat aku menjelaskan semuanya, aku harap kau bisa menerima semuanya Gala." Jawab Jayden.

Perasaan Gala menjadi tidak karuan, jantungnya berdegup dengan kencang di seeti hawa dingin menusuk ke dalam dadanya. Renata memegang lengan putranya, ia mengusapnya dengan lembut memberi ketenangan pada Gala.

"Seora sudah menikah Gal." Ucap Jayden.

Deg!

Jantung Gala seakan berhenti berdetak, lidahnya terasa kelu mendalati kabar buruk tersebut.

"K-kau bercanda? Dia tidak mungkin menikah, kami saling mencintai kak." Sanggah Gala.

"Maafkan aku Gala, aku tidak bisa menjaga sepupuku dengan baik. Sejak kita tinggal di negara A, Seora banyak berubah terutama saat dia dekat dengan istriku, penampilannya tidak culun lagi. Banyak pria yang berlomba-lomba mendekatinya, dia juga berteman dengan banyak orang sampai ia lupa daratan. Aku yang selalu sibuk bekerja tidak terlalu memperhatikan perubahannya, kehiduapannya mengikuti kebebasan pergaulan disana. Seora jatuh cinta pada seseorang disana, dia pergi dari rumah tanpa memberitahu kami kalau dia sudah menikah satu tahun belakangan ini, saat ini dia tengah mengandung bahkan akan segera melahirkan. Seora diam-diam menikah dengan Chris di London, dia sangat pandai bersembunyi sampai anak buahku yang ku tugaskan mencarinya pun tak menemukannya. Sebagai kakak sepupunya, aku minta maaf padamu Gala. Aku tidak tahu pasti kenapa dia bisa melakukan ini padamu, dia memberikan harapan yang tinggi padamu bahkan membalas cintamu sebelumnya, bahkan aku merasa gagal mendidiknya yang sudah ku anggap adik kandung sendiri. Jadi, kumohon padamu untuk ikhlaskan dia bersanding dengan lelaki pilihannya meskipun berat bagimu, aku mau kau melanjutkan hidupmu tanpa ada bayang-bayang Seora." Jelas Jayden.

Gala memalingkan wajahnya yang sudah memanas, tangannya terkepal kuat dengan sorot mata yang kian menajam, namun kosong. Renata mengusap punggung putra bungsunya, ia dapat merasakan kesedihan yang tengah Gala tahan. Hening, tidak ada yang berani mengeluarkan suara begitu Jayden selesai berbicara, sampai akhirnya Bram pun memulai kembali obrolannya.

"Kenapa Seora tidak mengatakannya langsung pada Gala? Kenapa dia menggantungkan hubungannya? Apa dia memang berniat ingin menyakiti anakku?" Cecar Bram beruntun, nada dingin serta intonasi yang cukup membuat Jayden terdiam.

"Setelah apa yang kami lakukan untuk kalian, apa ini balasan yang kami terima setelah berhasil membawa kalian keluar dari badai. Aku sangat ingat betul, bagaimana Seora duku yang selalu di bully oleh Lily saat kuliah di negara K, Gala dan aku yang selalu pasang badan untuk membelanya. Seora tidak akan ada di titik dimana dia merasakan semua kemewahan yang saat ini kalian rasakan, keluarga kami memang membantu dengan ikhlas, tetapi kami tidak ikhlas ketoka salah satu anggota keluarga kami ada yang tersakiti." Tegas Bara.

Dulu, saat Violetta kembali menemukan Azrio dengan sekelumit masalah sampai menikah tidaklah mudah. Bara dan Gala turun tangan membantu sang kakak dalam mengatasi masalahnya, Jayden juga awalnya hanya seorang asisten pribadi Azrio sebelum kebenaran itu terungkap. Seora yang dulu selalu di bully karena keculunannya, tetapi sekarang dia berubah bahkan dengan teganya meninggalkan Gala begitu saja tanpa memberi kepastian.

"Cukup! Apapun alasannya, aku tidak mau mendengarnya. Aku tidak suka membahas pengkhianat, aku tidak suka di kasihani oleh siapapun itu. Katakan padanya, ingat! Karma itu nyata adanya tanpa aku minta." Ucap Gala penuh penekanan. Setelah itu, dia bangkit dari duduknya kemudian berjalan menaiki tangga.

Renata hendak mengejar putra bungsunya, tetapi Bram menahannya karena ia tahu seperti apa kondisi Gala saat ini, dia pasti membutuhkan ruang untuk dirinya sendiri. Gigi Bara menggertak dengan kuat, bahkan urat-uratnya pun terlihat dengan jelas. Jayden menundukkan kepalanya, dia merasa gagal menjadi orangtua penggangi bagi Seora. Azrio menepuk pundak Jayden yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri, dia tahu kalau Jayden sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk Seora.

"Aku ingin marah, tetapi kau tidak sepenuhnya salah disini." Ucap Bara dingin.

"Ya, sebenarnya aku malu untuk datang kesini. Tapi, aku tetap harus menyampaikannya karena aku tidak mau Gala berharap lebih pada Seora." Ucap Jayden.

Gala tak kuat menahan sesak di dadanya yang kian menghimpit, dengan cepat ia bangkit dari duduknya berjalan menaiki tangga. Sementara yang lainnya, mereka hanya menatap punggung Gala yang kian menghilang dari pandangan. Bara pun menyusul saudara kembarnya, dia tahu betul bagaimana sakitnya seorang Gala yang selama ini berharap pada Seora. Siapa sangka, gadis yang dulunya pendiam dan culun mengkhianati ketulusan Gala yang selama ini bersabar menunggunya.

BRAAAAKKKKK!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!