Sebelum membaca cerita ini, sangat disarankan untuk membaca novel yang berjudul "Suamiku, Kamu Satu Selamanya" terlebih dahulu supaya tidak bingung di tengah jalan. 😁🤭
Di sebuah ruang kamar VIP Rumah Sakit Husada, berbaring seorang laki-laki berusia 56 tahun bernama Pak Bambang. Ia mulai sakit beberapa hari yang lalu. Entah apa penyebabnya. Karena selama ini ia baik-baik saja. Semakin hari sakitnya semakin parah dan tubuhnya melemah. Dokter pun sudah angkat tangan. Istrinya setiap hari menangis di sampingnya.
Pak Bambang memiliki dua orang anak. Satu orang laki-laki berusia 28 tahun bernama Ricko Argadinata, dan satu orang perempuan berusia 20 tahun bernama Sita Argadinata.
Pak Bambang juga memiliki sahabat dekat bernama Pak Ramli. Kedekatan mereka melebihi keluarga. Setiap ada masalah, mereka selalu saling membantu. Bahkan, jika Pak Bambang dinas di luar daerah yang jauh dari rumahnya, ia selalu menginap di rumah sahabatnya tersebut.
Pak Bambang adalah seorang polisi, sedangkan Pak Ramli adalah seorang pengusaha kecil. Mereka tidak sengaja bertemu di jalan dan akhirnya hubungan mereka semakin dekat.
Karena beberapa hari yang lalu sibuk dengan pekerjaannya, hari ini Pak Ramli baru bisa menjenguk Pak Bambang di rumah sakit. Perjalanan dari rumah Pak Ramli ke rumah sakit menempuh waktu tiga jam.
Saat Pak Ramli dan Pak Bambang berbincang-bincang di dalam kamar, istri Pak Ramli dan istri Pak Bambang berbincang-bincang di luar kamar.
"Maaf, Pak, saya baru bisa menjenguk hari ini," ucap Pak Ramli pada Pak Bambang dengan sangat menyesal.
"Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih sudah datang menjenguk saya," balas Pak Bambang dengan tersenyum lemah.
"Bagaimana keadaan Pak Bambang?" tanya Pak Ramli dengan prihatin.
"Rasanya, umur saya sudah tidak lama lagi, Pak," jawab Pak Bambang dengan pesimis.
"Jangan bicara seperti itu, Pak. Pak Bambang harus kuat," kata Pak Ramli memberi semangat.
"Pak Ramli, hubungan kita sudah sangat dekat seperti saudara. Saya tidak pernah bertemu dengan orang, teman, ataupun sahabat sebaik Pak Ramli. Kalau saya pergi nanti, hubungan kita hanya akan tinggal kenangan, Pak," ujar Pak Bambang panjang lebar dengan lemah.
"Pak Bambang pasti sembuh. Jangan bicara yang tidak-tidak, Pak," kata Pak Ramli tidak mau mendengar sahabatnya itu berkata seperti itu.
"Saya berharap, kita bisa menjadi keluarga yang sesungguhnya. Sebelum saya pergi, saya ingin menikahkan anak laki-laki saya dengan putri Pak Ramli," kata Pak Bambang seraya menatap mata Pak Ramli.
"Tapi …, putri saya masih sekolah, Pak. Dia masih SMA dan tidak akan mau menikah di usia mudah," balas Pak Ramli.
"Saya mohon, Pak. Saya ingin menjalin hubungan keluarga dengan Pak Ramli sebelum saya meninggal. Saya sudah tidak kuat lagi. Saya mohon pernikahannya dilaksanakan di kamar ini. Di depan saya tiga hari lagi," ujar Pak Bambang memohon seraya memegang tangan Pak Ramli.
"Iya, Pak. Nanti akan saya bicarakan dengan istri dan anak saya dulu. Semoga mereka mau menyetujuinya," balas Pak Ramli mengiyakan permintaan Pak Bambang.
“Terima kasih, Pak. Semoga mereka semua setuju,” ucap Pak Bambang merasa sedikit lega karena Pak Ramli mau menjadi besan-nya.
Setelah itu Pak Ramli dan istrinya pamit untuk pulang.
***
Sesampainya Pak Ramli di rumah, hari sudah malam. Ia mendiskusikan perbincangannya dengan Pak Bambang pada istrinya. Tentu saja istrinya menolak. Anak gadisnya masih sekolah, masa depannya masih panjang. Tidak mungkin ia membiarkan anaknya menikah muda.
"Bu, Pak Bambang sudah banyak membantu kita. Ayolah kita penuhi permintaan terakhirnya," bujuk Pak Ramli pada istrinya.
"Tapi, Pak, Intan masih muda. Apa Bapak tega merenggut masa depan anak kita?" balas Bu Romlah, istri Pak Ramli.
"Pokoknya, tiga hari lagi Intan harus menikah dengan anak Pak Bambang. Titik!" seru Pak Ramli lalu berdiri meninggalkan istrinya di ruang tengah sendirian.
Setelah itu Bu Romlah menghampiri kamar Intan. Ia membuka pintu kamar itu dan melihat anak gadisnya yang tertidur lelap. Ia menitikkan air mata karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk anaknya. Ia sangat paham dengan sifat suaminya yang keras kepala dan tidak bisa dibantah.
Pagi hari, seperti biasa Pak Ramli, Bu Romlah, Intan, dan Johan sarapan bersama sebelum memulai aktivitas di luar rumah. Saat itulah Pak Ramli mengutarakan maksudnya pada Intan.
"Intan, dua hari lagi kamu harus menikah dengan anak teman Bapak," ucap Pak Ramli pada Intan tiba-tiba.
"Intan kan masih sekolah, Pak. Apalagi 2 hari lagi? Bapak bercanda ya?" balas Intan tidak percaya seraya menatap Pak Ramli.
"Bapak serius, Ntan. Lusa kamu ikut Bapak ke rumah sakit. Kamu tahu kan Bapak tidak suka dibantah!" ucap Pak Ramli tegas.
"Tapi, Pak, gimana dengan sekolah Intan? Tinggal beberapa bulan lagi Intan lulus, Pak," ujar Intan pada Bapaknya.
"Kamu masih bisa melanjutkan sekolahmu, bahkan kuliah pun kamu juga bisa Intan," balas Pak Ramli.
"Tapi, Intan masih belum mau menikah, Pak. Intan masih ingin bebas. Intan selalu menuruti kata - kata Bapak. Bahkan saat Bapak melarang Intan pacaran, Intan juga nurut sama Bapak. Intan mohon, Pak, jangan nikahkan Intan. Bu, tolong Intan Bu," mohon Intan pada Ibunya dan mulai menangis. Ibunya hanya bisa menunduk sambil meneteskan air matanya.
"Cepat habiskan sarapanmu! Segera berangkat ke sekolah!" perintah Pak Ramli. Intan pun menghabiskan makanannya meskipun rasanya sangat sulit untuk menelan. Ia sudah tidak nafsu makan lagi.
***
Di sekolah Intan tampak murung, tidak ceria seperti biasanya. Melly, Vina, dan Rita, sahabat Intan merasakan ada yang tidak beres dengan sikap Intan. Saat istirahat biasanya Intan yang mengajak mereka ke kantin duluan, tapi kali ini tidak, Intan tetap di bangkunya. Ia melipat tangan di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di sana.
"Kamu kenapa, Ntan?" tanya Melly yang kebetulan sebangku dengan Intan. Vina dan Rita yang duduk di bangku depan mereka pun memutar kursi mereka ke belakang menghadap Intan.
"Aku mau dinikahkan sama Bapak," jawab Intan lirih setelah itu air matanya menetes.
"Kenapa tiba - tiba dinikahkan, Ntan? Kamu ketahuan pacaran?" tanya Vina penasaran karena ketiga sahabat Intan itu tahu kalau bapaknya Intan melarang Intan untuk pacaran.
"Enggak. Aku juga nggak tahu kenapa Bapak tiba - tiba menyuruh aku menikah. Bahkan aku belum tahu siapa calon suamiku, wajahnya, usianya, dan pekerjaannya. Yang aku tahu, aku akan menikah di rumah sakit 2 hari lagi," jelas Intan pada ketiga sahabatnya itu. Melly pun memeluk Intan begitu juga Vina dan Rita.
"Sabar ya, Ntan. Mungkin Bapak kamu ada alasan lain," ucap Melly menenangkan hati Intan.
"Yup betul! Positive thinking aja, Ntan. Kita selalu ada untuk kamu," tambah Rita memberikan semangat sambil tersenyum.
"Iya, Ntan. Enak kali nikah. Ada yang nemenin bobok, Hahaha," timpal Vina yang sontak membuat Melly dan Rita ikut tertawa juga. Intan hanya mengulum senyum mendengarkan candaan Vina.
"Yuk ke kantin! Lapar nih," ajak Melly.
Mereka berempat pun akhirnya pergi menuju kantin bersama.
Sesampainya di kantin, seperti biasa mereka berempat memesan bakso dan es jeruk makanan favorit mereka. Sambil menunggu pesanan datang, tiba - tiba Adit menghampiri mereka dan duduk di samping Intan.
"Hai, Ntan. Kamu kenapa? matamu sembab?" tanya Adit yang melihat Intan tidak seceria biasanya.
"Nggak apa-apa, Dit. Kamu sudah makan?" tanya Intan mengalihkan pembicaraan.
"Sudah, dari tadi aku nungguin kamu. Kamu kenapa?" tanya Adit penasaran karena ini pertama kalinya ia melihat Intan seperti ini.
"Mmmm … aku …, aku agak nggak enak badan, Dit," jawab Intan berbohong. Ia tidak mau mengatakan yang sebenarnya pada Adit. Ia tahu Adit dari dulu menyukainya. Bahkan beberapa kali menyatakan cintanya, tapi Intan menolaknya karena larangan bapaknya untuk berpacaran.
"Kenapa kamu masuk sekolah kalo sakit, Ntan? Ayo ke UKS," ajak Adit sambil menarik tangan Intan.
"Nggak usah, Dit! Aku nggak apa-apa kok," tolak Intan sambil melepaskan tangannya dari tarikan tangan Adit.
"Ya udah. Aku ke kelas dulu. Kalau ada apa-apa, kamu hubungi aku, ya?" ucap Adit sebelum pergi. Intan pun menganggukkan kepala dan tersenyum.
***
Visual Intan Wulandari
Setelah bertemu klien, siang itu Ricko menjenguk papanya yang masih berada di rumah sakit. Setiap wanita yang berpapasan dengannya, entah itu perawat, dokter, atau anggota keluarga pasien langsung jatuh cinta dengan ketampanan dan kegagahan tubuh Ricko.
Ricko ke rumah sakit masih mengenakan kemeja warna navy dengan setelan jas warna hitam dan dasi melilit di lehernya. Setelah sampai di ruangan papanya, Ricko segera duduk di samping papanya.
"Bagaimana keadaan Papa?" tanya Ricko dengan lembut sembari menggenggam tangan papanya dengan kedua tangannya.
"Semakin lemah. Papa rasanya sudah tidak kuat lagi, Rick. Oh iya, kamu tahu sahabat Papa, Pak Ramli, kan?" tanya Pak Bambang pada Ricko.
"Iya. Kenapa Pa?" tanya Ricko seraya mengerutkan keningnya.
"Papa berniat menikahkan kamu dengan anak Pak Ramli, Rick. Papa ingin menjalin hubungan keluarga dengan beliau sebelum Papa meninggal," ucap Pak Bambang pada Ricko.
"Tidak bisa, Pa. Papa tahu kan, Ricko sudah punya Rossa?" tolak Ricko.
"Iya, Papa tahu, tapi Papa sudah meminta Pak Ramli untuk menikahkan anaknya dan kamu 2 hari lagi di depan Papa, Rick," balas Pak Bambang.
"Enggak bisa, Pa. Ricko nggak mau. Lagipula mengurus pernikahan itu butuh waktu, tidak bisa hitungan hari," balas Ricko tetap kukuh pada pendiriannya.
"Lusa, kamu hanya perlu menikah di depan penghulu, Rick. Surat - suratnya bisa kamu urus setelahnya. Ayolah Ricko, kabulkan permohonan Papa untuk yang terakhir," ucap Pak Bambang memohon.
"Ricko akan memikirkannya lagi, Pa. Ricko harus kembali ke perusahaan sekarang," ucap Ricko lalu mencium punggung tangan papanya.
***
Setelah kepergian Ricko, Pak Bambang segera menelepon Pak Ramli untuk menanyakan bagaimana kelanjutan dari pernikahan anak mereka.
“Bagaimana, Pak? Apa anak Pak Ramli setuju dengan rencana kita?" tanya Pak Bambang pada Pak Ramli yang ada di seberang telepon.
"Tentu saja, Pak. Semuanya beres. Tinggal panggil pak penghulu saja. Lusa, saya akan membawa anak saya ke rumah sakit," balas Pak Ramli dengan sangat bersemangat.
"Terima kasih, Pak. Saya sangat bahagia mendengarnya," balas Pak Bambang seraya tersenyum senang.
"Sama-sama, Pak. Saya juga bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga Pak Bambang. Jangan banyak pikiran. Semoga cepat sembuh," ujar Pak Ramli.
Setelah menyelesaikan percakapannya dan menutup sambungan telepon, Pak Ramli segera menelepon sekolah Intan. Ia meminta izin pada pihak sekolah dan mengatakan Intan akan tidak masuk sekolah mulai besok selama 3 hari karena ada urusan keluarga. Pihak sekolah pun mengizinkannya tanpa menanyakan lebih detail.
***
Di perusahaan, Ricko tidak bisa berkonsentrasi. Ia memikirkan permintaan papanya terus-menerus. Di sisi lain ia juga memikirkan perasaan Rossa kekasihnya.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak tahu anak Pak Ramli seperti apa dan berapa usianya?" gumam Ricko di dalam ruangannya.
Tidak berapa lama kemudian Rossa masuk ke dalam ruangan Ricko tanpa mengetuk pintu seperti biasanya karena Ricko membebaskannya keluar masuk kantornya. Rossa melihat keanehan pada wajah Ricko.
"Ada apa, Sayang?" tanya Rossa sambil berdiri di belakang Ricko yang duduk di kursi lalu memeluk leher Ricko dari belakang.
"Sakit papaku semakin parah," jawab Ricko tanpa memandang ke arah Rossa.
"Mm … maaf, aku belum bisa menjenguknya. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk," balas Rossa sok prihatin. Padahal di dalam hatinya ia sangat tidak perduli dengan keadaan Pak Bambang.
‘Bukankah itu semakin bagus kalau ia cepat mati? Maka tidak ada lagi yang menghalangiku menikah dengan Ricko,’ batin Rossa.
Rossa pun tersenyum licik karena memang selama ini Pak Bambang belum menyetujui hubungan Ricko dengan Rossa. Pak Bambang merasa Rossa bukanlah wanita yang cocok untuk Ricko.
"Nggak apa-apa, Sayang. Ada apa kamu ke sini?" tanya Ricko sambil menarik tangan Rossa hingga kini Rossa duduk di pangkuannya.
"Tentu saja merindukanmu. Sudah 3 hari kita tidak bertemu. Apa kamu tidak merindukanku?" tanya Rossa dengan manja dan bibir cemberut yang dibuat-buat.
"Tentu saja aku merindukanmu, Sayang. Sudah sore, ayo pulang!" ajak Ricko sambil menurunkan Rossa dari pangkuannya lalu menggandeng tangannya ke luar kantor.
***
Visual Ricko Argadinata
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!