NovelToon NovelToon

Secret Love

Pertemuan Pertama

"Yuhuuu, aku lepas dinas yah kak" ucap Ara dengan sangat riang.

"Mau kemana lagi lo bocah? Senang banget lepas dinas" tanya Yuyun, teman Ara yang kebagian dinas pagi.

"Mau main sama baby Ale dan tidur seharian" jawab Ara dengan sangat semangat. Ia telah berganti pakaian. Tadi mengenakan setelan pakaian OK selama berada di ruangan, kini berganti menjadi pakaian biasa.

"Eh, ponakan lo pasti makin gembul" Yuyun memang sudah sangat lama tidak melihat ponakan Ara.

"Nantilah baru ku bawa main" janji Ale.

Ale lalu berjalan ke lantai 1 rumah sakit, lebih tepatnya ke tempat parkir rumah sakit dimana motornya berada. Sesekali Ara membalas sapaan bidan ataupun dokter yang berpapasan dengannya.

Ara bekerja di rumah sakit Cakrawala. Ujung selatan pulau. Rumah sakitnya berdiri kokoh di 100 Meter dari laut yang diberi pembatas pagar besi dengan ketinggian 2 meter untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Di depan rumah sakit, ada beberapa lapangan yang dibatasi dengan pepohonan tinggi yang berjejer. Sementara di sisi kanan bangunan rumah sakit adalah tempat dimana para tentara berada, entah apa namanya. Meskipun papanya Ara adalah seorang tentara, namun perempuan itu tidak tahu banyak hal tentang instansi tersebut.

Ara menoleh ke kiri dan ke kanan sebelum menarik gas motornya, tentu saja demi keamanan.

Ckiit

Suara ban yang berdecit itu membuat Ara juga ikut menghentikan laju motornya. Ia menoleh ke kanan, sebuah mobil berhenti tidak jauh darinya, hanya tersisa beberapa centimeter.

"Kalau mau mati, jangan pilih cara yang begini, dek" ucap si pengendara. Pengendara itu bahkan turun dari mobilnya.

"Maaf, om" ucap Ara. Ia tidak ingin masalah semakin membesar.

"Ada yang luka?"

Ara menggelengkan kepalanya.

"Tidak ada, om. Terima kasih " Ara lalu kembali melajukan motornya.

Lelaki itu menghela napasnya. Kenapa saya bisa se-gegabah ini? Tanyanya dalam hati, sebelum kembali memasuki mobilnya dan menduduki kursi kemudi. Ia harus buru-buru ke bandara karena suatu hal.

✨✨✨

"Mamiii" teriak Ara dari teras rumah. Gadis itu tinggal bersama om dan tantenya yang ia panggil mami dan papi. Sedangkan orang tuanya tinggal di provinsi sebelah yang masih berada di pulau yang sama. Hanya saja jika ingin bertemu, salah satunya harus melewati jalur udara untuk mengefisienkan waktu.

"Kebiasaan nih teriak-teriak" Anala mencubit pipi anaknya, lebih tepatnya ponakan dari suaminya.

Ara hanya meringis saja.

"Mandi dulu!" suruh Anala.

"Aye-aye mami" tidak menunggu lama, Ara berlari kecil menaiki anak tangga yang menghubungkannya dengan lantai atas.

Tidak ingin membuat baby Ale menunggu lama, kurang dari 20 menit Ara sudah selesai.

"Cucu grandma baik-baik saja, gak rewel juga kok" beritahu Anala.

"Iya dong, baby Ale gak boleh rewel yah sayang, kasihan grandma nya " Ara menemani bayi dalam dekapannya itu bercerita, meskipun respon yang diberikan hanya matanya yang berkedip-kedip atau tawa khas bayi berumur 4 bulan.

"Kata papi, papa dan mama kamu mau datang berkunjung" beritahu Anala.

"Iya, mi. Semalam mama juga menelpon, bertanya mau dibawakan apa. Padahal kalau rindu, Ara bisa ke sana, biar papa dan mama bisa beristirahat saja"

"Mana ada papamu beristirahat nak? Kak Adiyaksa tuh tipe orang yang gak bisa diam, lihat saja sekarang, diumurnya yang masih 54 tahun, beliau sudah menjadi Mayor jendral."

Ya, Aurora adalah putri seorang mayor jenderal yang memegang kekuasan di daerah ko***dam IV/ ATLANTIS RAYA. Lebih tepatnya dibagian ibu kota negara dan sekitarnya.

Karena itu, Endra, sang adik meminta izin agar Ara ikut dengannya saja. Selain karena ingin merasakan jadi orang tua, alasan lainnya adalah karena kasihan kepada Ara yang harus ikut pergi kesana-kemari saat papa dan mamanya kunjungan. Meskipun begitu, Adiyaksa tidak benar-benar meninggalkan anaknya, sebisa mungkin ia mengunjungi anaknya satu hingga 2 kali dalam sebulan. Lelaki itu tentu telah melakukan segala cara agar anaknya ikut dirinya ke Atlantis, namun Ara menolak.

"Istirahat gih, baby Ale udah tidur tuh" suruh Anala pada putrinya.

Ara mengangguk. Ia mengubah sofa disebelahnya agar membentuk bed. Lalu merebahkan badannya di atas sana sambil memeluk anak kecilnya. Meksipun Ale hanya keponakannya, tapi Ara benar-benar menganggapnya seperti anak sendiri.

Anala menggelengkan kepalanya. Ia cukup takjub dengan tingkah putrinya yang tenang dan damai itu, hingga bisa menyebarkan kedamaian pada orang-orang sekitarnya.

Saat jarum jam menunjukkan angka 12 siang, barulah Ara bangun dari tidurnya, namun tidak mendapati Ale di sisinya. Sepertinya bayi itu sudah diambil alih oleh Anala.

"Wuihh, putri tidur kita sudah bangun nih"

Suara itu membuat Ara dengan cepat menoleh dan mendapati muka tengil kakaknya. Meskipun umur kakaknya sudah 29 tahun, keisengan lelaki itu tidak surut sedikit pun. Seperti sekarang, ia menggelitiki adiknya.

"Mbaaaak, tolong" teriak Ara.

"Kak!" teriak Ayra, istri dari kakaknya Ara.

"Dih, curang, sukanya ngadu" Tama merengut.

"Gendong dong kak" Ara menjulurkan dua lengannya, meminta kakaknya untuk menggendongnya.

Tama lalu mengangkat adiknya bak karung beras, membuat gadis 20 tahun itu tertawa girang.

Pemandangan itu membuat Ayra dan Anala mengusap dadanya, mohon bersabar.

"Tumben ke sini?" heran Ara.

Tama dan istrinya memang masih berada di provinsi yang sama dengan Ara, hanya saja berbeda kabupaten.

"Papa dan mama yang minta" jawab Ayra.

"Paham paham, kalau papa dan mama gak minta, berarti gak kesini dong?"

"Heh, bocah, kamu gak lupa ingatan kan? Perasaan baru weekend kemarin kita berpisah deh" Tama menyentil kening adiknya yang duduk sambil menyandarkan kepalanya pada bahunya.

Ara hanya cengengesan saja. Apa yang Tama katakan memang benar adanya, kakak dan mbaknya memang mengunjunginya nyaris tiap pekan.

"Kerjaan aman?" tanya Ayra.

"Aman gak aman, mbak. Mbak tahu sendiri gimana kalau banyak cito tapi stok jass menipis dan steam juga error, ingin rasanya re-sign aja, mana dokternya juga suka teriak" curhat Ara.

"padahal papi sudah bilang, gak usah kerja. Di rumah sajalah temani mami menghabiskan uang" ucap Anala enteng.

"Ini nih yang bikin nih bocah gak mau pulang. Karena mami terus manjain dia. Bener kan bocah, kamu gak mau pulang karena gerakan kamu terbatas di sana?" tuding Tama.

"Kakak tuh pinter deh. Ya iya dong, siapa juga yang mau di kawal terus, padahal aku kan bukan putri raja" ringis Ara. Ia membayangkan saat dirinya masih kecil, ia akan diantar jemput sekolah oleh anggota papanya. Kemana-mana juga mesti diikuti. Hal itu membuatnya tidak bisa bermain-main jauh dari rumah, padahal ia salah satu makhluk bumi yang paling aktif saat itu.

Pertemuan Selanjutnya

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, sepulang dari kantor, Endra mengajak istri dan kedua ponakannya serta menantunya untuk dinner di luar.

"Gak nunggu sampai papa datang saja, pi?" tanya Ara.

"Nunggu kak Adiyaksa lama, sayang. Kalau papa kamu datang, kita dinner lagi" jawab Endra. Lelaki itu memilih profesi berbeda dengan kakaknya. Adiyaksa memilih menjadi prajurit, sedangkan Endra memilih menjadi pebisnis. Namun hal itu tidak membuat hubungan keduanya renggang, malah semakin terikat, apalagi sejak Ara tinggal dengannya.

Mereka berangkat menggunakan mobil yang sama, dan yang menjadi sopir tentu saja si tuan muda Tama. Dua lelaki di depan sibuk dengan urusan pekerjaan, sementara tiga perempuan lainnya sedang asyik berbincang tentang apapun yang tidak menyangkut pekerjaan.

"Ara mau ke toilet dulu"

Mendengar ucapan iparnya, Ayra dengan tahu diri mengambil alih stroller yang diatasnya ada baby Ale. Sayang sekali baby Ale tidak mau ikut dengannya, padahal ia juga ingin merasakan menjadi seorang ibu. Umurnya sudah 28 tahun, pernikahan nya sudah memasuki tahun ke 4 namun ia belum diberikan kepercayaan untuk menjadi seorang ibu.

Briuuukk

Ara terhempas ke dinding, mungkin karena tidak terlalu memperhatikan sekitarnya, hingga ia menabrak - atau ditabrak seseorang?

"Maaf, dik" ucap seorang perempuan yang berambut kikis.

Ara tersenyum.

"Gak apa-apa, kak" katanya.

"Ada apa Alexi?" tanya seorang pria.

Ara menatap pria itu, pria yang sama- yang nyaris menabraknya di jalan tadi pagi.

"Tadi gak sengaja nabrak adik ini, kak" beritahu perempuan tadi, yang Ara dengar namanya adalah Alexi.

Pria tadi lalu mengikuti arah tunjukan dagu Alexi, sebelah alisnya terangkat.

"Kamu yang nabrak dia atau dia yang nabrak kamu?"

"Eh.."

"Maaf, kak. Benar ucapan om barusan, bisa jadi tadi sayang tidak melihat jalan hingga menabrak kakak. Maaf" Setelah mengatakan hal itu, Ara bergegas memasuki toilet.

"Kakak kenapa sih?" tanya Alexi pada lelaki di depannya.

"Gak kenapa-kenapa sayang" Altair mengacak pelan rambut Alexi, sebelum mengajaknya pergi.

✨✨✨

"Lho, mau kemana?" tanya Anala.

"Ke rumah sakit, mi. Kak Arumi tiba-tiba nge-chat, minta tukaran shift, suaminya sakit katanya." jawab Ara. Karena ini hari Senin, ia berpakaian rapi. Setelan kerja khas penunjang di rumah sakit Cakrawala berwarna hijau jade dan juga wedges berwarna hitam polos.

"Terus nanti gak ikut jemput mama?" tanya Ayra.

"Mama landing jam berapa?"

"Jam setengah 3 siang kayaknya."

"Kalau gak sempat, nanti Ara kabarin " jawab Ara kemudian. Ia berjalan mendekati stroller Baby Ale, lalu menunduk agar bisa mencium pipi bayi yang sedang berjemur itu.

"Hati-hati" Ucap Endra.

Ara mengangguk. Ia lalu berjalan mendekati Tama, lalu menodongkan telapak tangannya.

"Apa?" tanya Tama heran.

"Uang jajan, kak" rengek Ara.

Tama menghela napasnya. Ia mengeluarkan selembar uang merah dari dompetnya, lalu memberikannya kepada si adik.

"Thanks ma Bro" Ara mengecup pipi kakak laki-lakinya.

Hal itu lantas membuat yang lain terkekeh geli, kecuali Tama tentu saja yang sedang menahan senyumnya.

"ASI nya baby Ale ada di kulkas" ucap Ara sebelum pergi.

Untung saja tadi ia cepat membuka ponselnya dan melihat chat Arumi. Ara iya-iya saja, tanpa memperhatikan berapa banyak pasien yang sudah menantinya.

Saat memarkirkan motornya, ia dibuat heran. Ada banyak tentara yang berdiri di sekitar rumah sakit. Ya dia tahu jika dekat dari sini ada batalyon, tapi tidak begini juga.

Kebingungan Ara semakin menjadi-jadi saat para tentara itu tidak hanya berada di area parkir, melainkan sampai ke lantai 3 rumah sakit, lebih tepatnya sampai di ruang tunggu yang tidak jauh dari pintu ruangannya. Untuk sampai di pintu ruangannya, Ara harus melewati ruang tunggu yang terdapat banyak tentara duduk di sana. Ini jam berapa sih? Perasaan tadi aku berangkatnya pagi deh? Kok udah ramai saja? Apakah ada cito? Apa pula hubungannya cito dengan bapak-bapak tentara ini? Tanya Ara dalam hatinya.

"Maaf, dek, administrasi untuk kelengkapan berkas dimana yah?" tanya seorang lelaki.

Ara mengangkat wajahnya, matanya berkedip-kedip heran, diantara banyaknya orang di ruang tunggu, kenapa ia harus bertemu dengan lelaki ini lagi?

Rupanya tidak hanya Ara yang terkejut, Altair pun sama.

"Si-sini, saya antar om" ucap Ara cepat setelah berhasil menguasai dirinya.

Ia mengantarkan Altair hingga di depan ruang administrasi, dimana seorang dokter sudah menunggunya. Ara bisa menebak, jika salah satu pasien pre-OP hari ini bukan orang sembarangan. Hal itu terbukti saat ia hendak kembali menuju ruangannya dan mendapati direktur ikut duduk di ruang tunggu, di sebelah pria yang Ara tebak seumuran papanya.

"Pasiennya siapa sih?" tanya Ara pada Yuyun. Yuyun dan Arumi memang satu shift.

"Istrinya pangdam, Ra" jawab Yuyun.

Mereka bekerja sambil bercerita.

Hingga saat jarum jam menunjukkan angka 10, operasinya selesai.

"Ara, tolong serahkan barang pribadi pasien kepada keluarganya" titah dokter Rifai.

Ara lalu meninggalkan kamar operasi dan membuka pintu di depannya.

"Keluarga ibu Giandra Hirawan?" panggil Ara.

"Di sini" yang menjawab adalah direktur.

Ara lalu berjalan ke ruang tunggu, kepalanya masih tertutupi nurse cup agar rambutnya tidak terjatuh saat di kamar operasi.

"Ada apa dik?" tanya lelaki paruh baya yang berambut cepak.

"Maaf, pak. Ini adalah barang pribadi milik ibu." ucap Ara sambil memberikan sebuah plastik transparan yang berisi cincin, anting dan juga kalung.

"Terima kasih"

Ara lalu menunduk sejenak sebelum kembali memasuki ruang transfer pasien.

"Kok bisa barang pribadinya ikut masuk?" heran Ara.

"Pasiennya tuh cito. Gak sampai sejam di IGD langsung di dorong ke OK. Mungkin gak ada yang berpikir sampai ke sana" jawab Yuyun.

Pasien tadi adalah pasien pertama untuk hari ini. Namun baru satu pasien saja, Ara bahkan sudah kelaparan.

"Tahan, bentar lagi istirahat" Yuyun menyemangati Ara.

Ara mengangguk.

Jika ada yang mengira jika Ara adalah seorang perawat, perkiraan kalian tentu saja salah. Ara adalah lulusan kesehatan masyarakat yang mengabdikan diri di salah satu unit rumah sakit yang bernama CSSD. CSSD adalah singkatan dari Central Sterile Supply Departement. Jika ada yang ingin tahu lebih jauh, silahkan searching sendiri menggunakan ponsel yang ada ditangan kalian masing-masing.

Ara bersorak senang saat melihat jarum jam sudah menunjukkan angka 12 siang. Waktunya istirahat, waktunya makan juga. Perutnya sudah meronta-ronta sejak tadi.

Di ruang makan sudah banyak orang, rupanya tidak hanya Ara yang kelaparan. Dan dari orang-orang tersebut, Ara tahu jika pasien tadi memanglah istri dari pangdam V/ MAHALAGA RAYA. Ia tentu mengerti dengan segala keistimewaan yang ia saksikan tadi, apalagi rumah sakit ini adalah salah satu primadona yang ada di selatan Mahalaga. Jika ingin ke rumah sakit militer, butuh waktu setidaknya 2 jam perjalanan.

Kedatangan Mama dan Papa

Ara duduk manis di kursi penumpang seat depan. Di sebelahnya ada Tama yang mengendarai mobil.

"Padahal Ara capek, kak. Ingin rasanya rebahan saja sampai pagi" rengek Ara.

Tadi ia dijemput paksa oleh Tama, padahal ia sudah menolak. Tubuhnya terasa remuk, tidak sanggup untuk berjalan. Namun apa daya, ia tidak bisa mendebat si kakak.

"Gak lama, dik. Kamu juga gak ngapa-ngapain. Tidur aja kalau kamu ngantuk, kakak gak bakal isengin kamu" kata Tama.

Ara benar-benar memejamkan matanya. Ia memang sangat mengantuk dan capek.

"Sendirian saja?" tanya Adiyaksa pada putranya.

"Sama adik, pa. Tapi tertidur di mobil" Jawab Adiyaksa setelah mencium punggung tangan papanya. Ia lalu beralih memeluk mamanya.

"Mama rindu sekali" ucap Arawinda. Padahal ia baru pekan lalu mereka berpisah.

"Lebih cepat, kasihan adikmu" kata Adiyaksa.

Sementara di mobil, Ara baru saja bangun. Ia mencari keberadaan kakaknya, namun tak ia temukan. Saat akan membuka pintu mobil, ia dikejutkan dengan terbukanya pintu pengemudi.

"Eh, anak papa sudah bangun yah" sapa Adiyaksa setelah duduk di seat belakang.

"Maaf, pa. Tadi ketiduran. Kak, tunggu dulu" dengan cepat Ara berpindah ke seat belakang, duduk diantara mama dan papanya yang sudah menguyel dirinya.

"Makin cantik saja anak mama ini" ucap Arawinda.

"Mamaku kan juga cantik " Ara dan mulut manisnya memang tidak perlu diragukan lagi.

"Habis dinas yah dik?" tanya Adiyaksa.

"Iya, pa. Makanya tadi ketiduran" jawab Ara.

Tama hanya diam bak supir beneran, menyaksikan nona muda dan kedua orang tuanya saling melepaskan rindu.

"Tama, langsung ke rumah sakit saja yah" kata Adiyaksa.

"Papa mau ngapain di rumah sakit?" tanya Tama.

"Mau ketemu teman lama" jawab Adiyaksa.

Tama mengangguk mengerti.

"Adik tunggu di kantin saja yah papa, mama" pinta Ara.

"Iya, sayang. Kalau Tama?"

"Ikut adik saja, ma" Tama menjawab pertanyaan mamanya.

Adiyaksa lalu membawa istrinya menuju lantai 8 rumah sakit, dimana sahabatnya berada. Lelaki paruh baya itu mengenakan celana kain yang dipadukan dengan baju kaos hitam, sementara Arawinda mengenakan midi dress yang menutupi hingga betisnya.

"Maaf, cari siapa?" tanya seorang lelaki yang berjaga di depan pintu ruangan.

Adiyaksa menoleh.

"Izin, maaf" ucap lelaki berseragam tersebut.

"Izin, silahkan masuk" lelaki tersebut bahkan sampai membukakan pintu untuk Adiyaksa dan Arawinda.

"Sudah sa-" Altair menghentikan ucapannya saat tahu jika yang datang datang adalah pangdam IV/ ATLANTIS RAYA.

"Izin, maaf pangdam" ucap Altair. Tadi posisinya membelakangi pintu masuk, hingga tidak melihat siapa gerangan yang datang.

"Maaf, Adiyaksa." ucap Hirawan saat melihat kedatangan sahabatnya. Ia tadi di kamar mandi. Ia lalu menjabat tangan sahabatnya lalu saling berpelukan.

"Tidak apa-apa." Adiyaksa menepuk pundak Hirawan.

"Silahkan duduk"

Adiyaksa lalu duduk di sofa bersama istrinya.

"Bagaimana keadaan Giandra, mas?" tanya Arawinda.

"Sudah lebih baik, hanya saja masih letih karena operasi tadi" jawab Hirawan.

"Silahkan di lihat. Mungkin ia akan senang saat melihatmu "

Mendengar ucapan Hirawan, Arawinda lalu berdiri.

"Silahkan, Tante" Altair lalu berdiri dari tempatnya duduk.

"Mau kemana?" tanya Hirawan pada anaknya.

"Ke bawah sebentar, ayah. Sambil nunggu adik " jawab Altair.

Hirawan mengangguk. Ia lalu kembali bercakap-cakap dengan Adiyaksa.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Arawinda.

"Sudah lebih baik, Win. Maaf karena kedatanganmu ku sambut dengan cara seperti ini"

Arawinda tersenyum.

"Gak apa-apa. Gak ada yang tahu kalau akan seperti ini. Namanya musibah yah mau gimana? Selagi kamu sehat dan baik-baik saja, aku bersyukur sekali "

"Kamu yang terbaik " lirih Geandra .

Arawinda tertawa kecil mendengar ucapan Giandra. Dulu mereka bertetangga saat masih pengantin baru. Namun seiring berjalannya waktu, para suami melanjutkan pendidikan hingga mereka terpisah. Untungnya, mereka berada di pulau yang sama, hanya saja berbeda provinsi, namun itu bukan hal yang sulit, karena hanya butuh waktu 1 jam 45 menit untuk mereka bertemu. 30 tahun berlalu, namun mereka masih sehangat itu.

"Ayah, tolong panggilkan Altair" pinta Geandra.

"Biar Naya saja" Anak kedua Hirawan itu lalu berdiri dan memanggil kakaknya yang sedang bercakap-cakap dengan om-om ajudan ayahnya.

"Ada apa, bu?" tanya Altair pelan.

"Kalau ibu meminta mu menikah dalam waktu cepat, apakah kamu mau?" tanya Geandra.

"Bu!"

"Jawab, sayang "

"I-iya, bu"

Geandra bernapas lega.

"Ayah dan ibu sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak sahabatnya ayah dan ibu dulu. Seharusnya sekarang kita bisa makan malam bersama, namun karena kondisi ibu yang seperti ini, hal itu tidak terjadi"

"Ibu sembuh dulu, jangan pikirkan yang lain lagi" Naya mengelus kepala ibunya.

"Iya, sayang" Geandra membawa tangan anak perempuannya ke bibirnya.

"Bu!"

"Gak apa-apa, ibu suka. Waktu kakak dan adik masih kecil, ibu suka cium tangan kecil kalian" untuk pasien yang baru menjalani operasi, Geandra bisa dikategorikan menjadi pasien yang proses kesembuhan nya cukup pesat.

"Terima kasih karena selalu berada di sisi ibu." ucap Geandra pada tiga orang kesayangannya.

"Cepat sembuh, sayang" Hirawan mencium kening istrinya di depan anak-anaknya.

"Ayah nih, curang. Tebar kemesraan di depan adik" rengek Naya. Meskipun ia adalah seorang tentara wanita berpangkat letnan, ia masih akan merengek jika di depan keluarganya.

Senyum Altair terbit melihat interaksi di depannya. Berbanding terbalik dengan tadi subuh hingga pagi, ia bahkan lupa cara bernapas saat itu.

✨✨✨

"Kakak besuk siapa tadi?" tanya Endra.

"Besuk istrinya Hirawan."

"Kak Hirawan yang itukah? Yang sering ikut kakak pulang ke rumah dulu?"

Adiyaksa mengangguk. Saat Taruna dulu, ia memang sering mengajak Hirawan pulang ke rumahnya, sebab rumahnya dulu tidak jauh dari pusat pendidikan. Itulah sebabnya Endra juga mengenal sosok Hirawan.

"Kamu gak pernah ketemu dia?" tanya Adiyaksa.

"Gak pernah, kak. Tahu sendiri gimana sibuknya beliau "

"Hirawan juga belum lama jadi pangdam di sini."

"Jadi kedatangan kakak memang untuk membesuk kak Hirawan?"

Adiyaksa menggelengkan kepalanya.

"Lebih dari itu. Kakak akan menjodohkan Ara dengan anaknya " jawab Adiyaksa jujur.

"Kak, jangan begini " kata Endra cepat.

"Dik, ini bukan hanya sekedar perjodohan biasa. Lebih jauh daripada itu, ini adalah sebuah janji dari kami berdua. Kamu ingat kan waktu kakak penugasan di perbatasan dan hampir mati disana?"

Endra mengangguk.

"Saat itu saya hanya berdua dengan Hirawan. Karena maut sudah di depan mata, kami hanya berani membayangkan yang indah-indah saja, termasuk akan menjodohkan anak-anak kami nanti. Disaat Tuhan sudah menjawab doa kami, sudah memberikan kami kesempatan untuk melanjutkan hidup, kami benar-benar tidak ingin ingkar janji. Kakak mohon pengertianmu" Adiyaksa bahkan sampai menangkup kedua tangannya di depannya wajahnya, memohon agar adiknya setuju.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!