NovelToon NovelToon

SEMUSIM

Prolog

Jam menunjukkan angka 7 malam saat Johan masuk ke dalam rumahnya dengan menggendong bayi 6 bulan yang mengenakan jaket merah, Ketika ia menutup pintu dan menguncinya pikiran beserta kenangan Johan menyatu dalam melodi malam.

"Sehat terus bro... anak papa harus hebat kaya mama... maafin papa yang nggak bisa jaga mama mu dengan baik Chriss..." ujar Johan menciumi setiap inci wajah bayinya yang terlelap, rindunya jelas, tapi kenyataannya sangat kontras. Di peluknya erat bayi itu dan dibawa kekamar, dengan gerakan singkat ia rebahkan tubuh tanpa melepas keberadaan anaknya. Mengambil selimut dan menenggelamkan diri dibawahnya dengan Chriss. Dirinya berusaha untuk terlelap, tapi entah mengapa Nata membayangi pikiran, hingga Johan hanya bisa memejamkan mata dengan pikiran menerawang.

"Sayang, nanti kalau aku pergi kamu jangan sedih ya?" Kata Nata di usia kehamilannya yang hampir 7 bulan. Johan terpaku dengan ucapan istrinya.

"Kamu ngomong apa sih?" Elak Johan mengeratkan pelukannya, mereka berdua sama-sama menikmati sunset dari balkon kamar mereka. Dengan lembutnya Johan mengusap perut buncit istrinya.

"Kakak-kakak baby udah nungguin mamanya di sana... seenggaknya nanti ada kamu disini yang jagain baby... aku di sana jagain Vernon sama Joshua..." ujar Nata memejamkan matanya menikmati hangatnya senja di dalam dekapan suaminya. Vernon dan Joshua adalah dua bayi yang mendiami rahim Nata tidak lebih dari 4 bulan dalam kurun waktu satu setengah tahun sebelum baby tinggal lebih lama dari kakak-kakaknya, dan mereka di beri nama sebelum disemayamkan dalam hangatnya pelukan Tuhan Bapa.

"Kamu ngomong apa sih sayang... semua akan baik-baik saja... kamu... baby... Vernon... Joshua... kita... semua akan baik-baik saja... jadi jangan mikir aneh-aneh... baby juga butuh kamu..." tukas Johan melembutkan suaranya, untuk kesekian kalinya sejak anak ketiganya ini hidup di rahim Nata, wanita itu selalu mengatakan hal yang membuat Johan takut kehilangan. Ia tak pernah tau apa yang sebenarnya Nata sembunyikan bahkan sampai di bulan ke 7 kandungan istrinya itu, tidak ada hal yang mencurigakan sampai Nata selalu mengatakan waktunya tak lama lagi untuk menyusul Vernon dan Joshua.

Johan menegakkan tubuhnya, semua kenangan berkelebat dalam pikirannya. Semua memory yang Nata tinggalkan dalam benaknya saling bersahutan membuat kepala Johan pusing, di usapnya kepala mungil Chriss, ia mendaratkan ciuman penuh kasih di dahi Royal Baby nya. Mata elang lelaki itu jatuh pada jam dinding yang menunjukkan angka 9 malam.

"Nata... banyak teka-teki yang kamu tinggalkan... kenapa semuanya membuat kepalaku pusing?" Ujar Johan lalu mulai menikmati vodkanya dengan taburan es batu untuk melupakan sejenak bagaimana menyatukan puzzle yang berserakan.

Johan tersentak mendengar suara Christian menangis keras di sampingnya. Sejak dua hari ini Christian tidur di kamarnya, disampingnya, bayi enam bulan itu masih menangis keras.

"Kenapa sayang?" Tanya johan bingung sendiri, ia mencoba mengingat apa yang mamanya ajarkan sebelum berangkat ke kanada. Ia mengambil dot dan mengisinya dengan 3 sendok susu formula, menyeduhnya dengan air hangat dari dispenser yang ada di kamarnya.

"Jangan terlalu panas..." ujar johan pada dirinya sendiri seakan mengingat ucapan mamanya. Tanpa pikir panjang meminum susu dari dot itu.

"Aaggrrhh... panas..." desis johan lalu menumpahkan susu dalam dot itu ke gelas kosong. Ia buat lagi dengan air dingin yang lebih banyak dari air panas.

"Iya sayang... sebentar... papa bikinin susu ya... sabar sayang..." ujar johan lalu mendekati christian. Memberikan susu pada bayi nya. Namun bayi mungil itu tak mau masih tetap menangis dengan wajah yang semakin merah biru.

"Ha??? Trus apa kalau kamu nggak haus bro?" Tanya johan frustasi. Ia berusaha mengingat lagi. "Apa popoknya penuh?" Tanya johan lagi lalu mengecek diaper christian.

"Popok kamu penuh... risih ya..." ujar Johan lalu melepas diaper itu yang sudah penuh. Lalu menggantinya dengan diaper baru. Johan tersenyum memandang duplikat Natasha yang mulai diam dan tidak menangis lagi.

"Mau minum?" Tanya johan seakan akan christian paham apa yang dibicarakan papanya.

Johan menyodorkan mulut dot ke arah bibir mungil Christian, dan bayi itu tidak menolak.

Dengan begitu Johan bisa bernafas lega lalu merebahkan diri di samping bayinya.

Namun matanya tak bisa terlelap, ia asyik menatap bayi mungilnya yang fokus pada botol susunya. Sesekali terdengar bayi itu bergumam, bahasa khas bayi.

"Maafin papa ya Chris..  papa egois..." desis johan mengecup lembut pipi chuby bayinya yg langsung berhenti ngedot, dimana dotnya ia jatuhkan dan menatap lekat papanya, seakan tau apa yang papanya bicarakan.

"Kenapa udah minumnya?" Tanya johan membetul kan posisi botol itu tapi chris menolaknya dan tertawa kecil ke arah papanya.

"Kamu paham papa bilang apa?" Tanya johan merasa konyol dengan ucapannya sendiri. Namun saat itu baby chris menepuk pipi johan dengan tangan mungilnya.

"Udah dua hari sejak eyang kmu berangkat ke kanada... dan papa gak mau kamu dirawat orang yang salah... maafin papa ya... papa aja bingung gimana ngerawat kamu kaya eyang..." ujar johan memutuskan tak peduli anaknya itu paham atau tidak dengan ucapannya. Bayinya itu membulatkan mata, tampak lucu bagi johan, terlebih mata itu selalu mengingatkannya pada mediang istri.

"Kamu tau chris... mama adalah wanita terhebat yang papa kenal setelah eyang... mama pasti seneng banget kalau liat kamu tumbuh sehat kaya gini..." ujar johan seakan mengalihkan pembicaraannya sendri, dan lelaki itu tersenyum saat melihat ternyata putra kecilnya sudah terlelap dengan jempol berada di mulut mungilnya, perlahan johan melepaskan jari chris dari mulutnya.

Mengecup lembut dari mulai dahi, hidung kedua pipi chuby, hingga dagu bayi mungilnya itu.

"Mimpi indah jagoan papa..." bisik johan lembut.

"Apa besok chriss aku ajak ke kantor aja ya... aku masih belum percaya sama baby sitter..." gumam Johan berbicara sendiri.

Sebenarnya di rumah itu pun ada asisten rumah tangga kepercayaan mamanya, tapi bagi Johan tugas wanita paruh baya itu hanya masak dan bersih bersih. Chriss itu urusannya sendiri. Lagi pula bu Arum -asisten rumah tangganya- itu selalu pulang di sore hari setelah semua pekerjaannya selesai.

"Besok kita tengok mama ya bro..." ujar Johan lagi lalu ikut memejamkan mata sembari memeluk tubuh mungil jagoan kecilnya.

###

Rindu Bukan Sesuatu Yang Bisa Dikendalikan

Pagi-pagi sekali Johan terbangun tidurnya saat merasakan hembusan angin di wajahnya, kesejukan yang entah dari mana menerpanya. Lelaki itu membuka matanya dengan masih setengah sadar,

"Nata?" gumam Johan seperti melihat wanita yang sangat dirindukannya itu kini sedang membuka jendela kamarnya dengan senyum lembut.

"Sayang?" panggil Johan mencoba memastikan jika yang ada di depannya saat ini benar-benar istrinya yang

pergi dari dunia ini 6 bulan lalu.

Bukannya menjawab pertanyaan Johan, wanita itu hanya tersenyum lalu menatap pagi yang masih gelap gulita.

"Sayang, kamu nggak akan pergi lagi kan?" ujar Johan kali ini bangkit dari duduknya berjalan mendekat

kearah ibu dari anak-anaknya. menyentuh kedua pipi Nata yang masih sama seperti

dulu.

"Vernon dan Joshua baik-baik saja Jo, jaga Chriss untukku..." lembut suara Nata bagai bisikan udara,

sangat halus. tangan seputih salju itu mengusap pipi Johan perlahan sebelum bias warnanya memudar.

"Sayang... tolong, jangan tinggalkan aku! Chriss juga membutuhkanmu, kumohon..." rintih Johan yang

mulai merasa sesak dalam dadanya, sakit yang tak bisa dia gambarkan dalam bentuk kata seperti apa. ia tak ingin kehilangan Nata lagi, ia mecoba meraih udara dimana tadi Nata berdiri.

Seperti terhempas dari ketinggian, Johan tersadar. ia menatap nanar langit-langit kamarnya, diluar masih gelap dan

jendela kamar masih tertutup rapat.

"Nata," bisik Johan putus asa, erangan kecil disampingnya menyadarkan Johan pada kenyataan saat ini.

"Chriss, mama baru saja menjengukmu," tukas Johan sebelum mendaratkan kecupan di dahi kecil putranya yang bahkan  tak membuka mata sekalipun tubuh kecilnya beberapa kali menggeliat.

Tak lagi melihat gelagat Chriss akan bangun, Johan memilih membersihkan dirinya sendiri,

“itu tadi, kenapa kau terasa nyata untukku?” tanya Johan menerawang.

Selesai dengan urusan kamar mandinya, masih dengan bathrobenya Johan memilh memeriksa email dan

beberapa pekerjaan yang sempat tertunda, sejak kepergian Natha kadangkala Johan mempercayakan semua pekerjaan di kantor ke Alvian sekretarisnya kecuali untuk pertemuan-pertemuan tender penting yang memang harus dirinya sendiri, selebihnya Johan akan memantau dari rumah. Sebelumnya ada Ghina-ibunya yang akan

menjaga Chriss untuknya setiap kali ada pertemuan atau tander yang mengharuskannya datang ke Perusahaan. Namun dua minggu lalu Ghina Kembali ke Kanada karena ada kendala dengan Perusahaan mereka yang di sana, dan mau tidak mau Ghina harus Kembali sebab beliaulah pondasi kuat Perusahaan yang nyaris di tinggalkannya 5 bulan sejak kepergian Natha, demi cucunya tersayang.

“Jangan egois Jo, setidaknya kalau kamu tidak mau menikah lagi ya pekerjakan baby sitter! Mommy

tau kamu gak akan pernah bisa melupakan Natha, Mommy juga nggak bisa melupakan Natha… tapi Chriss juga berhak mendapat perawatan yang berkualitas, cepat atau lambat Mommy pasti kembali ke Kanada, kamu tau peninggalan Daddy tidak bisa di biarkan terbengkalai begitu saja… atau Mommy bawa Chriss ke Kanada?” ujar Ghina suatu ketika mulai ada kasak kusuk masalah pada perusahaan mereka di Kanada.

“No Mom!” sontak saja Johan dengan tegas menolak keinginan Mommynya nmembawa royal baby nya ke Kanada, itu tidak boleh terjadi. seperti apapun Chriss adalah harta berharga yang di tinggalkan Natha.

“Jo, cepat atau lambat kamu  juga pasti harus kembali ke kantor, kamu pikir bisa terus-terusan di rumah seperti ini? mau kamu kasih makan apa anakmu?” protes Ghina tak terima jika siklus kualitas hidup cucunya akan lebih

buruk dari anaknya dulu.

“Mom, dengerin penjelasan Jo dulu, kalau Jo tidak bisa kembali ke kantor demi menjaga Chriss, Jo bisa mempekerjakan Manajer Plan. Jadi perusahaan kita tidak terbengkalai Mom, dan cucu kesayangan

Mom itu tidak akan jatuh di tangan orang yang salah,” sahut Johan yakin menatap ibunya yang justru menjatuhkan pukulan ke pundaknya. “Aghrr Momm!!! ini KDRT Momm!” protes Johan.

“Kamu pikir semudah dan semurah itu memperkerjakan Manajer Plan?” tukas Ghina membuat Johan mengerutkan

kening.

“Kita rekrut yang berpengalaman dong Mom, gampang kan? kalau masalah biaya selama dia bisa

memberikan hasil yang bagus kan setimpal Mom?” Sahut Johan masih dengan pendiriannya.

“Mommy sama mediang Daddy kamu terjun di dunia bisnis sudah 40 tahun lebih Jo, dalam perekruitan Manajer

Plan tidak pernah semudah hanya mencari yang berpengalaman, ada banyak aspek yang harus kamu pastikan sebelum kamu menjadikannya Manajer plan dalam usahamu. Mungkin iya dia punya pengalaman yang bagus 10 atau 20 tahun bekerja di industri ini, tapi kita tidak tau selama 10 atau 20 tahun yang dia lalui itu sesuai atau tidak dengan visi misi kita? kita juga tidak tau selama 10 atau 20 tahunnya itu di jalan yang benar-benar lurus atau tidak, dan apakah pekerjaan dia betul-betul bisa di pertanggung jawabkan selama menjadi bagian dari kita? dia

tipe orang yang haus kekuasaan atau justru orang yang memperjuangkan keadilan, itu point-point yang tidak bisa di lewatkan Jo…” tukas Ghina dengan serius yang seketika terdiam melihat ekspresi putranya yang terbengong tapi menunjukkan sorot tatapan penuh kekaguman.

“woah! Mommy!!! aku baru tau kalau Mommy sekeren ini!” Sahut Johan lalu bertepuk tangan penuh kebanggaan.

“hey! kurang ajar! apa selama ini Mommy tidak keren?” tukas Ghina tak terima dengan pengukuhan anaknya.

“nggak gitu Mom, pokoknya Mom ter the best nya Johan…” sahut Johan masih terbahak dengan reaksi ibunya.

Johan hanya mampu tersenyum mengenang kejadian itu, ibunya yang luar biasa. Analisisnya sangat

dalam disaat dirinya hanya berfokus pada keselamatan Chriss ibunya justru berusaha menyelamatkan satu keluarga dan bahkan satu perusahaan, bagaimana jadinya jika saat itu tanpa Ghina mengatakan sejauh apa kemungkinan terburuknya satu keputusan? mungkin Marthino Company kini hanya tinggal nama, apalagi belum lama ini orang yang semula akan ia percaya menjadi Manajer Plan mewakilinya mengelola perusahaan terjerat kasus hukum. Untungnya ia punya ibu yang luar biasa hebat.

dddrrrtttt…. dddrrrttttt…

Getaran ponsel membuat Johan mengalihkan kenangan tentang ibunya sebulan lalu sebelum Ghina kembali

ke  Kanada, melihat papan nama di ponselnya Johan terkekeh pelan. “dasar pengganggu!” sahut Johan sebelum menggeser tombol hijau.

“Nggak kurang pagi Al?” sarkas Johan membuat yang di ujung sana terbahak.

"Jangan bilang lo baru bangun Jo..." sergah sekertaris yang juga sahabatnya semasa kuliah  setelah mengendalikan terbahaknya.

"Nggak sih, udah dari tadi, ini baru buka berkas-berkas yang lo kirim di email, emang sih semalem jagoan ngajak begadang tapi aman kok" sahut Johan lalu berjalan mendekati ranjang di mana Chriss masih terlelap, tangannya membelai rambut tipis Chriss dengan penuh kasih sayang.

"Makanya lo punya baby sitter aja apa salahnya sih? Ada benernya nyokap lo bilang nikah lagi atau punya baby sitter... biar lo gak terlalu repot juga..." ujar Alvian terbahak.

"udah mirip emak emak aja lo..." sinis Johan membuat Alvian terkekeh.

"Terlalu banyak peritungan lo Jo..." tawa Alvian semakin merebak.

"Lo ngapain telpon jam segini?" Tegas Johan terdengar judes, tapi bagi Alvian itu adalah hal biasa, sahabatnya memang selalu terlihat judes dan sinis.

"Sampe lupa gue... hahaha... gue cuma mo ingetin... jam 9 ada meeting sama Ranjani Group... jangan lupa lo..." sahut Johan.

"Nggak bisa lo gantiin aja Al?" Tanya Johan rasanya akan teralalu pagi, ia khawatir Chriss belum bangun.

"Gila! Udah berbulan-bulan lu ngilang... setiap meeting gue yang handle... please lah! ini Ranjani Group... lo udah rencanain ini dari tahun kapan... sekrang lo lempar ke gue gitu aja... " sumpah serapah Alvian membuat Johan tersenyum tipis. Asik juga pagi-pagi bikin sahabatnya marah.

"Oke gue dateng Al... tapi gue bawa Chriss ya..." sahut Johan dengan nada tenang dan terkesan jutek, padahal hatinya senang bukan kepalang membuat Alvian jengkel.

"Bawa aja ga papa... ini juga kantor lo, gak ada yang larang kan?" jawab Alvian dengan nada lebih santai dari sebelumnya.

"Gue tau... sekalian gue mau ajarin chriss meeting... biar bsok dia sukses kaya gue..." sahut Johan sembari membelai pipi gembil bayi itu.

"Kayaknya lo perlu di periksa deh Jo! gila aja kali... lo mau bawa tu bayi ke ruang meeting??? Lo waras gak sih?" Tanya Alvian semakin emosi.

"Dia anak gue... suka suka gue lah... lagian lo bilang tadi itu kantor gue gak akan ada yang larang... jadi... masalahnya dimana?" Tantang Johan dengan ketenangan yang luar biasa.

"Lo waras? yakin mau bawa Chriss ke ruang meeting? Gua nggak bisa bayangin kalau Chriss rewel, lo bapaknya dan lo tau kaya gimana anak lo kalau ketemu orang baru kan? lo ngerti gak sih!!!" Sahut Alfian dengan naik pitam.

"Udahlah itu pikir nanti, ini Chriss udah bangun, gua mandiin dulu... bye..." jawab Johan lalu secara sepihak mematikan sambungan dan langsung terbahak.

"Eh... anak papa udah bangun..." sahut Johan tak lepas memandang putranya yang menggeliat sembari mengucek matanya tampak lucu, terdengar gumaman lirih bayi kecil itu.

"Mandi yuk.." ajak lelaki itu lalu menggendong jagoan kecilnya.

"pinternya anak papa... belum di bangunin udah bangun sendiri..." ujar Johan sembari mengangkat tinggi tinggi bayi mungil itu. Yang selalu Johan syukuri adalah Chriss tidak pernah menangis kalau ia mandikan, jadi tidak perlu repot. Dan tentang ucapan Alvian tadi jika anaknya akan rewel setiap ketemu orang baru, ia akan cari cara nanti yang terpenting dalam pelukannya Chriss tidak akan rewel itu yang ia yakini

"Waduh... ini duo ganteng udah rapi aja pagi-pagi... mau kemana?" Goda bu Arum yang baru saja masuk membawa belanjaan.

"Mau ke kantor bu..." jawab Johan kalem.

"Lho...? Trus den Chriss mau dibawa gitu Mas Jo..." tanya bu Arum sopan.

"Iya... sekalian saya ajarin meeting..." kelakar Johan membuat bu Arum tertawa.

"Bisa aja Mas Jo, kalau ibu tau pasti mencak-mencak...” ungkap wanita paruh baya yang sudah seperti ibunya sendiri itu membuat Johan terbahak tak tertahankan, ia tau ibunya pasti akan marah-marah apalagi Chriss belum ada 1 tahun sudah ia ajak kemana-mana hanya berdua. “mau sarapan apa mas?" Tanya bu Arum akhirnya.

"Apa aja bu yang ada... sekalian bikin tim buat Chriss ya bu Arum..." pinta Johan membuat bu Arum mengangguk hormat.

Seperginya bu Arum ke dapur Johan menuju beranda rumah, dilihatnya pak Tarno yang sift malam bergantian dengan pak Yudhi yang sekarang jatah sift pagi.

"Pagi pak tarno... pak yudhi..." sapa Johan.

"Pagi mas Johan..." sahut keduanya serempak. Meskipun majikan mereka tergolong sebagai orang yang cuek bahkan terkesan jutek, majikannya itu tak pernah mengijinkan mereka memanggilnya pak, apalagi pak Tarno yang sudah bekerja di keluarganya sejak Johan masih kecil, dan bahkan jika dirumah memang Johan sangat ramah dengan orang yang bekerja dirumahnya sangat berbading balik dengan dia yang ada di kantor, seperti kepribadian yang berbeda.

"Mau ngantor pak?" Tanya pak Tarno urung pergi.

"Iya...ada meeting..." sahut Johan pendek.

"Saya pamit dulu ya pak..." salam pak tarno membuat Johan mengangguk.

"Pak yudhi... bisa minta tolong keluarkan mobil saya dari garasi?" Pinta Johan terdengar sopan.

"Siap pak..." jawab Pak Yudhi lalu melesat mengambil kunci mobil dan membuka garasi, sempat dilihat Johan satpamnya itu memanaskan dan membersihakan bodi Sparta nya.

Johan bisa saja membeli banyak mobil yang lebih mewah dari sparta tapi entahlah, dia lebih nyaman dengan keadaan ini apalagi mobil itu memiliki banyak kenangan dengan Natasha.

"Kok papa jadi inget mama terus ya... kamu kangen mama Chriss?" Tanya Johan menatap lembut putra semata wayangnya yang menatap dengan membola membuat Johan tersenyum sendiri. Mata itu sama seperti milik Natasha.

 ####

Laka Tak Pernah Bisa Di Duga

Jam 8.15, saatnya berangkat. Setelah ia menata keperluan Chriss dalam satu tas gendong atas bantuan bu Arum, ia pun melesat di jalan raya dengan bayi mungilnya yang duduk terjaga sabuk pengaman di belakang. Johan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang sesekali ia tengok belakang memastika anak nya baik baik saja, sempat ia berhenti di pinggir jalan untuk memberikan biskuit pada jagoan kecilnya itu.

Saat ia melajukan mobilnya lagi, handphone nya berdering, namun ketika Johan akan mengambil ponsel itu justru jatuh dari dasboard.

"Sial!" Umpat Johan lalu tangan kirinya mencoba meraih ponsel yang jatuh itu, sedangkan tangan kanannya masih menyetir, mengingat ia harus lekas sampai kantor.

Dan ketika ia berhasil mengmbil handphonenya matanya terbelalak kaget dengan seorang gadis yang tiba-tiba ada di depan mobilnya. Seketika Johan menginjak pedal rem, begitu mobil berhenti yang ia lihat pertama adalah chris "kamu gak papa kan bro?" Tanya Johan pada jagoannya yang masih asik memakan biskuit padahal brusan ia sempat hampir terpental.

"Eh... gadis itu..." gumam Johan lalu turun dari mobil, bgitu keluar ia sadar, ini kesalahannya, bahkan keberadaan mobil sparta nya melewati jalur sepeda. Untung suasana sepi.

Ketika ia akan mendekati gadis itu Johan terhenyak, sepeda berwarna hitam itu bagian belakangnya sudah penyok menghantam kerasnya jalanan, dan ia mendapat tatapan tajam dari gadis berkerudung abu-abu dihadapannya.

"Bisa lo mundurin mobil lo sekarang?" Tanya gadis itu tajam.

"Maksutnya?" Tanya Johan tak mengerti.

"Jangan paksa gue ngomong kasar tuan muda!" Tegas gadis itu lagi.

"Ya gue nggak ngrti mksutnya gimana... bisa diperjelas?" Tanya Johan yang merasa heran juga kenapa gadis itu tidak cepat berdiri padahal ia bisa.

"Bisa mundurin mobil lo sekarang gak?!" Tegas gadis itu dengan nada lebih tinggi.

"Gue gak paham lo bilang apa... sini gue bantu berdiri..." ujar Johan dengan tenang mengulurkan tangannya. Tapi gadis itu bergeming.

"Gue gak butuh tangan lo... gue butuh lo mundurin mobil lo sekarang..." ujar gadis itu masih tajam menatap mata Johan.

"Alesannya?" beo Johan masih tak mengertu

"Lo bego apa bego si... gaya aja berdasi... pikiran nya telmi..!" Tegas gadis yang tersulut emosi, pikirannya kalut dengan semua permasalahan tanpa henti, tapi hal itu tentu tidak bisa membuat Johan mengertu. Johan semakin bingung dan mengerutkan keningnya. "Liat nih!!! Rok gue kelindes ban mobil lo!!! Gimana gue mau berdiri bego!!!" Sergah gadis itu dengan wajah memerah entah marah atau malu johan tak mengerti.

"Tuh kan gue jadi ngomong kasar..." gumam gadis itu menunduk dengan menggumpal kemarahan dalam dirinya, gadis itu sedikit bersyukur karena dia tak pernah lupa menggunakan celana panjang dibalik rok nya yang sopan, sebab jika hari ini dia tidak ada janji temu juga dia tidak akan mengenakan rok itu.

Seketika johan baru sadar akhirnya ia masuk mobil dan memundurkan mobilnya. Sekilas ia menatap putranya yang masih asik dengan biskuit ditangan.

"Lo gak papa kan?" Tanya johan setelah turun dari mobilnya dan melihat gadis itu berdiri, tidak ada yang cacat dari penampilannya hanya sepedanya yang bosopa dan... rok krem nya yang terlihat ada bercak hitam aspal.

"Lo udah buang buang waktu gue..." tegas gadis itu lalu melihat jam tangannya. "Astaghfirullahal 'adhim..." pekik gadis itu lalu lemas dan terpuruk kembali ke bawah.

"Lo nggak apa?" Tanya Johan khawatir melihat mata gadis itu memerah menahan airmata.

"Gue telat..." desis gadis itu dengan mata nanar.

"Telat apa?" Tanya Johan gak mengerti.

"Harusnya gue sekarang interview... udah lewat seperempat jam... dan itu artinya gue gagal kerja lagi... ini semua gara-gara elo!" Tuduh Gadis itu menunjuk muka Johan yang membelalakkan mata.

"Kok jadi gue yang salah si?" Elak Johan.

"Iya... lo nabrak gue... dan liat... mobil lo aja masuk zona untuk sepeda... itu artinya lo emang salah..." tegas Gadis itu memandang johan tajam. Dan dengan cengo nya johan menatap mobilnya, lalu ia menoleh kanan kiri, tidak terlalu ramai.

"Gue akan ganti kerugian lo berapapun..." tukas Johan lalu memberikan kartu namanya pada Gadis itu "tapi gue harus pergi sekarang... lo bisa hubungi gue... atau ke kantor gue yg ada di kartu itu..." sambung Johan lagi.

Dengan marah gadis itu merebut kartu nama Johan, “sialan!” pekik Airha lalu mengangkat sepedanya yang tergolek mengenaskan, bagian belakang sepeda itu penyok membuat Airha menghela nafas kasar. “bagi duit 100 buat servis ban!” ujar Airha menodongkan tangannya membuat Johan menghela nafas entah dengan persepsi yang bagaimana.

“Nih, kalau kurang hubungin gue ya! gue buru-buru…” jawab Johan menyerahkan 5 lembar seratus ribuan Airha yang semula cemberut tak bisa mengendalikan ekspresinya, senyumnya seketika terbit tanpa Johan sadari, karena akhirnya lelaki itu menuju mobil setelah melihat jam tangannya.

“iya! hati-hati!” pekik Airha tanpa lagi menoleh ke Johan, lebih fokus tersenyum melihat lima lembar uang seratus ribuan lalu beralih ke sepedanya lagi. Pekikan Airha sempat membuat Johan tertegun sesaat lalu tersenyum tipis sebelum masuk ke mobil.

Thiiiiinnnn…..

Suara klakson mobil menandakan Johan akan melaju, Airha hanya melambaikan tangan sebelum mobil itu melesat. “satu masalah terselesaikan, tinggal masalah lain Rha…” desis Aira ketika sadar ia melewatkan waktu interview nya, yahhh… setidaknya ada tambahan uang lima ratus ribu, lumayan kan? pikirnya dengan pandangan menerawang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!