1 Sayap Patah.
Seorang pria tengah mengamati foto gadis cantik, yang tergenggam erat di jemari tangannya.
“Rosalin,” gumam Dirga lirih, memandangi potret gadis yang selama ini menjadi pujaan hatinya. Gadis itu menjadi sulit di luar jangkauan karena penyakit seksual aversion disorder yang diderita. Dirga belum siap untuk membuka rahasia besar mengenai penyakitnya itu pada Rosalin.
Alasan pertama, karena ia tidak ingin gadis itu menjauh setelah mengetahui penyakitnya. Dan alasan kedua, Dirga juga tidak ingin merusak persahabatannya selama ini. Bisa saja Rosalin akan merasa kecewa dan menjauh saat mengetahui perasaan cinta sekaligus penyakit yang dideritanya.
“Seharusnya ini menjadi waktu yang tepat karena hari ini ulang tahunmu, Rosalin. Waktu yang tepat untuk menyatakan cinta padamu, tapi—,” Dirga menghentikan ucapannya.
Pria itu meraih kunci mobil. Kemudian ia segera meninggalkan apartemen pribadinya, pergi menuju tempat tinggal sang gadis pujaan.
***
Tiba di apartemen Rosalin Dirga menghentikan mobilnya di basemen. Kemudian ia keluar dan bergerak menuju lift. Alat transportasi dalam gedung akan mengantarkan menuju lantai tertinggi di mana unit milik Rosalin berada.
Sudah menjadi hal yang biasa Dirga datang ke apartemen Rosalin. Di waktu siang atau malam hari. Hanya untuk sekedar melihat, atau menyapa. Sekaligus memastikan gadis yang ia cintai itu dalam keadaan baik-baik saja.
Bahkan Dirga juga mengetahui password pintu apartemen Rosalin. Hampir tak ada rahasia di antara keduanya.
Hanya dua rahasia yang Dirga sembunyikan dari gadis itu. Dua hal yang sangat penting, yaitu mengenai perasaan cintanya, juga kelainan seksual yang ia derita.
Pintu lift terbuka.
Dirga melangkah yakin. Tangan kanannya merogoh saku jas, untuk memastikan sebuah cincin yang sudah ia siapkan masih tersimpan dengan aman. Rencananya cincin itu ya akan berikan pada Rosalin untuk kado ulang tahunnya yang ke-25 tahun. Tepat malam ini.
Dirga berdiri di depan pintu. Sebelum menekan sandi pintu. Pria itu berdiam sejenak sekedar mengatur debar jantungnya yang bertalu-talu. Bukan hanya itu Dirga juga meyakinkan dirinya akan mengutarakan perasaannya pada Rosalin malam ini juga.
“Semua akan baik-baik saja aku harus mengutarakan sekarang atau tidak sama sekali, sebelum pria sialan itu mendahuluiku aku akan mengutarakan perasaan padamu, aku akan memberitahumu Rosalin,” lirih Dirga meyakinkan dirinya.
Telunjuk Dirga bergerak lincah menekan sandi pintu. Lima detik berikutnya, pintu terbuka. Pria itu menyembunyikan setangkai mawar merah di belakang punggung. Kemudian ia mendorong pintu lantas menerobos masuk.
Ada yang aneh ada sepatu pria di rak. Biasanya hanya ada alas kaki dan sepatu heels milik wanita. Dirga melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sudah larut malam, hampir tengah malam. Tidak mungkin papa Rosalin berkunjung semalam ini? Lantas siapa yang datang?
Mengalahkan rasa ragu, Dirga terus memacu kedua kakinya untuk melangkah masuk. Semakin mencurigakan karena terdapat sepatu heels milik Rosalin yang terlepas sembarang.
Bukan hanya itu yang lebih mengherankan, sebuah dress yang menjadi songkok kain tertumpuk di depan pintu kamar Rosalin.
Dirga bergerak mendekat ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Kedua manik matannya fokus melihat ke atas ranjang. Di mana ada sepasang pria dan wanita sedang berpacu mengeruk kenikmatan, terus bergelut di atas ranjang. Suara dan deru nafas mereka saling bersahutan. Saling mengalahkan satu sama lain.
Pria itu menundukkan kepala. Ia takut menerima kenyataan seikat bunga yang ia bawa terjatuh ke lantai sejalan dengan suara lenguhan dan suara mengarang seorang wanita. Siapa lagi, tidak lain dan tidak bukan wanita itu adalah suara Rosalin yang sedang bercinta dengan seorang pria.
Detik berikutnya Dirga menegakkan kepala. Ia kembali melihat ke dalam kamar lewat celah pintu. Dugaannya tepat wanita yang baru saja mengerang penuh kenikmatan memang Rosalin. Sayang sekali pria yang memberikan kenikmatan itu bukan dirinya, melainkan pria lain. Sungguh Dirga ingin sekali berada di posisi itu. Partner Rosalin di atas ranjang.
Dirga menelan ludah, meneguk rasa pahit. Ada getir di ujung tenggoroknya yang membuat dadanya terasa sesak. Ini sangat pedih!! Kenyataan yang sangat pahit. Bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang dirinya yang cacat Tidak mampu menjadi pria normal, bahkan untuk wanita yang sangat dicintainya.
Untuk mengurangi rasa hancur, patah hati, dan luka. Dirga memutuskan untuk segera pergi dari apartemen Rosalin. Tidak, pria itu tidak akan membiarkan hatinya lebih terluka lagi dengan melihat gadis yang ia puja, terus menunjukkan suara dan rasa puas yang diberikan oleh pria yang bukan dirinya.
***
Dinginnya angin malam Dirga biarkan masuk ke kamarnya. Ia membiarkan pintu kamar terbuka dan angin berembus dari luar melewati balkon kamarnya.
Sejak pulang dari apartemen Rosalin, Dirga merasa teramat sakit tak berdarah! Dadanya terasa sesak! Ia juga tidak percaya, mampu memacu kedua kakinya berjalan meninggalkan tempat tinggal Rosalin. Dan kini ia sudah tiba di apartemennya lagi.
“Huffft!” desahnya kesal.
Dirga beranjak dari tidur. Meraup wajahnya kasar dengan kedua tangan. Ia cemburu, ia marah, tapi ia tidak berhak untuk cemburu apalagi marah? Bertanya pun ia tidak berhak!
Malam semakin larut, pagi hampir menjelang. Dirga pun berusaha untuk tidur membawa luka hatinya ke alam mimpi. Pria itu merasa terbuang, tersudutkan, tidak percaya, dan tidak bisa melakukan apa pun.
Dia bukan anak kecil lagi yang bisa menangis dan mendapat pelukan dari mamanya. Dia juga bukan remaja yang bisa menghapus kesedihan dengan pergi nongkrong bersama teman-teman sebaya atau dia bisa merajuk manja pada sang papa ketika mendapat masalah.
Dirga juga sudah melewati usia 20-an di mana ia bisa dengan bebas pergi ke klub malam atau diskotik untuk sekedar melepaskan diri dari masalahnya dengan meminum air haram.
Dirga kini berusia 28 tahun dia menjabat sebagai wakil direktur senior di Abraham Group, yang merupakan perusahaan milik keluarga. Dirga juga merupakan CEO dari perusahaan furnitur interior yang sudah digelutinya sejak 4 tahun lalu. Pria itu tidak akan membiarkan dirinya terlihat bodoh di depan mama, papa, dan keluarganya.
Kesedihan mengantarkan Dirga terlelap, hingga pagi hari itu terjaga karena sebuah panggilan telepon.
Rosalin.
Nama yang terpapar di layar ponselnya. Pria itu menggeser ikon warna hijau, memberanikan diri tetap menerima telepon dari sang gadis pujaan.
“Halo,” sapa Dirga dengan suara parau khas bangun tidur.
“Halo Dirga, selamat pagi,” balas Rosalin di seberang telepon.
“Selamat pagi,” sahut Dirga singkat.
“Apa semalam kamu datang ke apartemenku?” selidik perempuan itu. Pasalnya hanya ada dua orang yang mengetahui password pintu apartemen. Pertama adalah papanya. Dan kedua adalah Dirga. Selain itu tidak ada orang lain yang tahu.
“Iya aku datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun,” jawab Dirga. “Tapi sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat,” imbuhnya.
“Maaf aku tidak tahu kalau kamu akan datang,” ujar gadis itu memelankan suaranya. “Aku sungguh menyesal,” tambahnya.
“Tak apa!” ketus Dirga. Sejujurnya ia ingin tahu siapa yang semalam bergelut di atas ranjang dengan perempuan itu, tetapi gengsi masih mendominasi. Ia berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan rasa cemburu dan rasa ingin tahunya.
Rosalin tidak menanggapi ucapan Dirga. Selanjutnya, pewaris Abraham Group tersebut, mendengar suara pria memanggil Rosalin dengan sebutan sayang.
Dirga berusaha menahan emosinya. Rosalin bukan hanya menghancurkan perasaan, tetapi juga membuat Dirga seperti orang yang terbuang! Tidak penting dan tidak dihiraukan. Namun tetap saja Dirga masih sangat mencintai wanita itu.
Klik
Dirga mengakhiri panggilan telepon. Ia melempar ponselnya sembarang. Sakit tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa penyakitnya rasa cinta rasa kagum terhadap Rosalin begitu menyiksa hati membuat dadanya terasa begitu berat dan sesak.
Ketika alarm ponsel berbunyi Dirga segera beranjak. Tidak ada waktu berlama-lama untuk menikmati patah hati banyak pekerjaan yang menanti.
To be continue...
Sentuhan Ajaib.
Pria bernama lengkap Dirga Xavier Abraham, tengah duduk di mobil. Di sampingnya sang sekretaris, duduk di belakang kemudi melajukan mobil untuknya.
“Tommy! Kenapa ini bisa macet! Sudah lama sekali, kita bisa terlambat sampai ke Bandung. Kalau caranya seperti ini! Kamu tahu kan ada Buyer penting dari Australia yang harus kita temui! Bisa kacau semuanya kalau kita tidak mendapatkan proyek ini!” keluh Dirga seraya melirik arloji di pergelangan tangannya. Bisa jadi ia akan terlambat dan ia tidak ingin hal itu terjadi.
“Tunggu sebentar Tuan, sepertinya terjadi kecelakaan yang mengakibatkan macet panjang.” Tommy dengan bergegas memeriksa aplikasi Google Map di ponselnya. Jalur yang ia lewati berwarna merah dan sangat panjang. Seharusnya ia tidak lewat jalan tol, kalau tahu seperti ini.
“Bagaimana Tom, apa kita bisa tiba tepat waktu?” desak Dirga.
“Tuan, bagaimana kalau kita turun di sini dan melewati perkampungan warga, nanti kita bisa memesan taksi dari sana,” usul Tommy. Jangan sampai mereka terlambat. Ia tahu bagaimana pentingnya buyer dari Australia tersebut.
“Kamu mau aku jalan kaki dan berkeringat?” Dirga menyipitkan mata.
“Kalau begitu, kalau Tuan tidak mau. Bagaimana kalau Tuan, beritahu saja kita akan terlambat datang?” tanya Tommy memberikan opsi lain.
Dirga menghembuskan nafas panjang. “Baiklah ayo kita turun sekarang!” titahnya.
“Siap Tuan!” Tommy menepikan mobilnya jalanan yang macet, bertambah macet saja.
Kemudian kedua pria itu meninggalkan mobil dan berjalan ke arah rest area yang tidak terlalu jauh dari sana. Dengan begitu mereka memiliki akses agar bisa ke rumah warga dengan lebih cepat.
“Tom kita pesan go-jek saja!” titah Dirga.
“Tapi Tuan ini kita masih berada di Jakarta, mungkin pengemudinya tidak mau kalau mengantarkan sampai ke Bandung,” sahut si sekretaris.
“Ayo lakukan saja kita harus segera cepat sampai di sana!” desak Dirga.
“Tidak Tuan, aku akan memesan taxi saja.” Tommy mengeluarkan ponselnya.
“Ya benar kamu pesan taksi, kita ke stasiun kereta saja! Dengan begitu kita bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan!” ucap Dirga
“Siap Tuan!”
Tak sampai lima belas menit, taxi yang mereka pesan sudah tiba. Keduanya masuk ke dalam duduk di kursi belakang. Sepanjang perjalanan Dirga terlihat gundah gulana karena ia tidak ingin terlambat!
Sekitar 15 menit perjalanan dengan taksi mereka tiba di Stasiun Kereta Api.
Dengan sigap Tommy segera membeli tiket di loket, sementara Dirga duduk menunggu dengan tidak sabar.
“Tuan Ayo kita masuk sekarang,” ajak Tommy setelah berhasil membeli 2 tiket kereta.
Dirga beranjak dari duduk. Ia melangkah cepat dan masuk ke dalam kereta. Tepat saat dia berbelok untuk memilih kursi, tangannya bersentuhan dengan seorang gadis yang hendak keluar dari kereta.
“Ada apa Tuan?” tanya Tommy.
“Kamu lihat gadis tadi, gadis di sini yang baru saja lewat?” tanya Dirga karena tidak melihat ke mana arah gadis itu pergi.
“Tidak Tuan. Memangnya kenapa, apa dia melukaimu?” selidik Tommy. Pandangannya menyapu, mengamati Dirga dari ujung kaki ke ujung kepala.
“Aku harus mencarinya sekarang!” Dirga berbalik dan hendak mengejar gadis yang bersentuhan dengannya tadi.
“Tapi Tuan kita harus bertemu dengan Buyer dari Australia. Bukankah itu lebih penting!” kekeh Tommy menghentikan niat Dirga.
“Tidak Gadis itu lebih penting!” serunya.
“Tidak Tuan!” Tommy menghadang Dirga, menyadarkan pria itu! Dan akhirnya, pewaris Abraham Group itu pun mau duduk, tanpa menjelaskan apa pun pada sekretarisnya.
Sepanjang perjalanan di dalam kereta Dirga tidak bisa tenang. Pikirannya selalu tertuju pada gadis yang tadi sempat bersentuhan dengannya. Ini sebuah keajaiban, bisa dibilang ini 8 keajaiban dunia. Bagaimana bisa dirinya yang selama ini, sejak masa remaja tidak pernah berhasrat? Hanya dengan bersentuhan sekian detik saja dengan seorang gadis yang tak dikenalnya, tubuhnya bereaksi lebih.
Tunggu! Apa dia sudah sembuh? Apa dia harus bertanya dengan dokter Edo sekarang juga?
“Tuan! Ada apa dengan gadis tadi?” tanya Tommy.
“Jangan tanya kenapa! Selesai menemui buyer, kamu harus mencari Gadis itu. Aku tidak mau tahu!” seru Dirga.
“Ya Tuan!”
Setelah 2 jam perjalanan via kereta api Dirga dan Tommy turun. Mereka pun naik taksi kembali agar tiba di lokasi tujuan. Total 3 jam perjalanan, barulah mereka tiba di lokasi. Lantas, bertemu dengan bayar dari Australia tersebut.
Sepanjang pertemuan, Dirga tidak bisa fokus. Ia terlihat gundah, gulana, gelisah tak menentu. Tommy lah yang lebih sering menjawab pertanyaan dari Buyer.
Untung saja Buyer dari Australia tersebut menyetujui perjanjian. Menyepakati kerja sama. Mulai bulan depan mereka akan mengambil produk furniture interior dari perusahaan yang Dirga pimpin.
“Thanks Mister!” ucap Tommy seraya menjabat tangan pria dan wanita yang ada di hadapannya.
“Cari gadis yang berpapasan denganku tadi!” titah Dirga mengepalkan jemari tangannya.
Mereka berdua tengah duduk di sebuah mobil. Dalam perjalanan pulang kembali ke Jakarta.
Tommy pikir Dirga sudah melupakan kejadian di dalam kereta. Nyatanya Dirga masih memerintahkan untuk mencari tahu Gadis itu. Apa alasannya? “Tuan kalau boleh tahu. Kenapa Anda ingin sekali bertemu dengan gadis itu?” tanya Tommy.
“Kamu tahu masalah terbesarku selama ini? Kamu tahu kelainan ku kan?” ujar Dirga datar.
“Ya Tuan. Lantas kenapa?”
“Tadi saat aku bersentuhan dengan gadis itu. Hanya bersentuhan sekian detik saja, aku kembali berhasrat! Pokoknya kamu harus segera menemukan gadis itu, kalau bisa malam ini juga!” Bibir Dirga terjatuh rapat memperlihatkan rahangnya yang kokoh.
Tommy terkesiap.
“Kalau kamu sampai tidak mendapatkannya! Awas saja karena kamu yang telah membuatku kehilangan gadis itu. Sebenarnya ini lebih penting daripada Buyer dari Australia! Kamu harus membayarnya Tom!”
“Maaf Tuan, aku tidak tahu aku benar-benar tidak tahu,” lirih Tommy menyesal.
“Siapa yang menyuruhmu meminta maaf, aku ingin kamu menemukan gadis itu!” titah Dirga tidak dapat diganggu gugat.
“Siap Tuan, setelah tiba di kantor saya akan segera mencari gadis itu!” ucap Tommy. Ya, dia akan memeriksa CCTV di stasiun kereta. Mungkin dengan begitu ia bisa mencari tahu identitas gadis yang dimaksud oleh Tuan Dirga.
Sebenarnya Dirga sudah tidak sabar hingga menunggu tiba di kantor, baru Tommy mencarinya. Jangankan menunggu tiba di kantor menunggu sampai 1 menit pun ia tidak sabar.
Siapa gadis itu sebenarnya? Siapa gadis yang tidak ia tahu namanya itu? Kenapa tubuhnya bereaksi lebih? Bahkan berhasrat! Bukan hanya menyentuh. Dirga ingin melakukan lebih selain bersentuhan dengan gadis yang belum dikenalnya itu.
Kalau bisa dia ingin menciumnya, memeluknya, dan berniat menghabiskan malam yang panjang dengan gadis yang bahkan ia belum tahu siapa namanya.
Sebagai seorang pria dewasa, Dirga mengetahui kelainan seksualnya itu sudah cukup lama. Ia merasakan hal aneh karena dia tidak bisa berkeinginan untuk bercinta. Hal itu karena ia menyaksikan langsung bagaimana dua orang lelaki yang jahat. Merudapaksa kakaknya. Bukan hanya itu Dirga Xavier Abraham juga menyaksikan Kakak perempuannya, Devita Xavier Abraham menjemput maut tepat di hadapannya.
Pertemuan tak sengaja dan sentuhan sekian detik dari gadis itu. Mungkinkah akan mengubah hidup Dirga yang selama ini terkurung dengan penyakit yang dideritanya?
To be continue. ..
Perjodohan.
Ponsel milik Tommy berdering. Ada panggilan telepon dari Nyonya Rani, yang merupakan Mama dari tuan Dirga.
“Halo Nyonya,” sapa Tommy setelah menggeser icon warna hijau di layar gawainya.
“Tommy di mana Dirga?” tanya suara di seberang.
“Kami sedang dalam perjalanan ke kantor Nyonya,” sahut Tommy seraya melirik arloji di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul 03.00 sore.
“Bilang pada Dirga untuk segera pulang ke rumah sekarang juga, sejak tadi aku menghubungi nomornya tapi tidak diangkat!” ujar Nyonya Rani.
“Baik Nyonya. Akan segera saya sampaikan."
“Baiklah kalau begitu.”
Panggilan telepon berakhir.
Tommy kembali mengantongi benda pipih nan canggih miliknya itu, ke saku jas bagian depan.
“Tuan, Nyonya Rani meminta Anda untuk segera pulang, sekarang juga,” tutur Tommy melihat Dirga yang sejak tadi diam saja.
Dirga tidak menjawab, ia hanya menganggukkan kepala tipis sebagai tanda ia mengiyakan.
“Kita pulang ke rumah saja,” titah Tommy pada si pengemudi.
“Baik,” sahutnya.
Tommy melirik ke arah Dirga, bosnya itu terlihat sedang merenung memikirkan sesuatu. Bahkan setelah 30 menit perjalanan dan mereka sudah tiba di halaman rumah. Dirga masih mematung dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Tuan, apa yang sedang anda pikirkan?” selidik Tommy.
“Tom, Sepertinya aku sudah sembuh!” lirih pria itu. Menautkan jemari, sangat yakin dengan apa yang baru saja ia lontarkan.
“Apa benar gadis yang tadi tidak sengaja bersentuhan dengan Tuan di kereta, berhasil membuat Anda sembuh?” selidiknya tidak yakin. Di dunia ini Tommy lah yang paling dekat dengan Dirga. Ia mengetahui segala kekurangan dan kelebihan Bosnya. Rahasia besar atau rahasia kecil dari pria tampan yang saat ini duduk di sebelahnya. Ia juga tahu banyak cara yang sudah dilakukan Dirga untuk menyembuhkan penyakitnya.
Dan Baru kali ini Dirga mendeklarasikan kalau dirinya sembuh. Jangan-jangan gadis yang ditemuinya tadi adalah gadis ajaib penuh aura ? Apakah seperti itu? Pikir Tommy seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Iya Tom, tadi tidak sengaja aku hanya bersentuhan. Mungkin telapak tanganku menyentuh punggung tangannya dan hanya sekian detik, tapi rasanya aku ingin bercinta dengan gadis itu,” akui Dirga mengepalkan tangan. Ia menelan ludah, tidak sabar melakukan apa yang baru saja ia ucapkan. Bercinta dengan gadis itu.
“Benarkah seperti itu Tuan? Ini rasanya aneh untukku, karena aku masih ingat saat kita di LA dan saat aku memilih gadis cantik untuk menggoda Tuan di klub malam itu. Bahkan aku memintanya untuk tidak mengenakan sehelai benang pun saat kalian berada di dalam kamar, itu tidak berhasil! Tuan masih ingat kan?!! Malam itu Tuan keluar dari kamar hotel meninggalkan gadis itu begitu saja!” papar Tommy.
“Aku juga tidak tahu Tom, mungkin ini semacam ke keajaiban dunia yang ke-8 atau ke-9!” ujar Dirga yang memejamkan mata dan bayangan gadis berambut panjang itu melintas dalam benaknya.
“Tuan sebaiknya kita segera turun, Nyonya Rani sudah menunggu kehadiran Anda,” ucap Tommy mengingatkan.
“Ya,” sahut Dirga keduanya turun. Lantas berjalan masuk melewati gerbang utama lalu memasuki kediaman rumah besar. Semua anggota keluarga Abraham menempati rumah itu ada orang tua Dirga yaitu Nyonya Rani dan Tuan Arif di sana.
“Tom,” panggil Dirga menghentikan langkah kakinya.
“Ya Tuan,” jawab Tommy.
“Cepat, sebaiknya kamu segera cari gadis itu!” titah sang bos tidak sabar.
“Apa harus sekarang Tuan?” tanya Tommy. Ia berniat menyapa Nyonya Rani terlebih dahulu sebelum pergi.
“Iya cari dia sekarang, sampai ketemu! Jangan berhenti sebelum menemukannya!” tegas Dirga dengan tatapan tajam.
“Baiklah Tuan, aku akan mencarinya sekarang juga!” Tommy menunduk sopan lantas berbalik. Kemudian ia bergerak ke garasi dan memilih satu mobil untuk digunakan dalam misinya kali ini.
Sementara itu Dirga kembali melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam rumah. Ternyata sang mama sudah menunggu kehadirannya sejak tadi. Nyonya Rani duduk di ruang tamu dengan pandangan mata tertuju pada Putra semata wayang, yang tengah berjalan ke arahnya.
“Dirga, kamu sengaja tidak menerima telepon dari mama?” protes wanita itu dengan suara lembut. Sejak kehilangan putri pertamanya, Nyonya Rani sangat menyayangi Dirga. Ras a sayang yang teramat besar pada putranya, bukan karena ia adalah satu-satunya pewaris keluarga Abraham. Namun, Dirga adalah satu-satunya semangat. Satu-satunya harapan. Satu-satunya anak yang ia miliki saat ini. Tempat ia mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya.
“Maaf Ma, Dirga tidak sempat membuka HP,” jawabnya seraya melebarkan bibir terpaksa.
“Mama tidak marah, asalkan kamu datang ke kencan buta sore ini. Salah satu sahabat mama memiliki seorang putri yang sangat cantik. Diska maharin, bukan hanya cantik dia juga pintar. Dia selebgram dan memiliki bisnis outfit dan fashion sendiri. Wanita cantik dan mandiri yang bisa menggetarkan hatimu,” ujar nyonya Rani mempromosikan gadis itu.
“Ma,” lirih Dirga pelan. “Percuma! Mama sudah tahu kan siapa yang ada di hati Dirga? Rosalin Ma! Dirga mencintai Rosalin Ma. Seberapa banyak Mama menyuruhku untuk kencan buta, tetap Rosalin yang Dirga pilih. Tetap Rosalin yang ingin Dirga nikahi, karena hanya rosalin yang Dirga cintai!” tegas sang putra. Dirga memang selalu kekeh dengan pilihannya, pun begitu mengenai pilihan hati. Sekali Rosalin, tetap Rosalin.
“Dirga anakku sayang mama tidak setuju kamu dengan Rosalin. Kita semua tahu Rosalin seperti apa ,dia bukan gadis baik-baik. Dia rajin pergi ke klub malam. Dia sering jalan dengan pria. Disentuh sana sini. Cipika cipiki sama siapa saja! Mama tidak suka Rosalin. Mama tidak setuju kamu dengannya!” Nyonya Rani tetap kekeh dengan keinginannya.
“Tidak Ma, pokoknya Dirga mau sama Rosalin. Kalaupun Dirga punya anak, Rosalin adalah ibu dari anak-anak Dirga. Bukan wanita pilihan Mama itu!” Baik Dirga maupun Nyonya Rani sama-sama keras kepala dengan keinginan mereka masing-masing.
“Dirga!” seru Nyonya Rani meninggikan suaranya. Bahkan hampir seperti teriakan. “Pokoknya mama tidak mau kamu sama Rosalin. Pilih wanita dengan profesi lain. Mama tidak suka kamu menikah dengan model itu! Dokter muda sudah kamu tolak, arsitek cantik juga kamu tolak! Sekarang selebgram dan pengusaha muda juga kamu tolak. Apakah kamu ingin menikah dengan wanita berkarier di dunia modeling? Baik kalau kamu ingin menikah dengan seorang model. Mama izinkan, tapi tidak mau jika itu Rosalin!”
“Tidak, tidak bisa! Tidak semudah itu. Rosalin itu cinta pertamaku dan aku akan mencintai rosalin sampai kapanpun. Meski mama melarangnya! Setelah aku sembuh aku akan menikahi Rosalin!” tegas Dirga.
“Terserah kamu mau apa yang penting sore ini kamu harus menemui Diska Maharin, tidak ada kata tapi atau apapun! Awas aja kalau kamu kabur, sama saja kamu mempermalukan Mama di hadapan teman mama!” ancam Nyonya Rani merasa geram. Ia pergi meninggalkan ruang tamu. Sudah sering, setiap membicarakan pasangan hidup, selalu berakhir dengan pertengkaran.
To be Continue...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!