Pov 1
Aku adalah seorang istri yang tak seberuntung istri-istri lain. Dari awal pernikahanku suamiku sudah acuh dan mengabaikanku.
Namaku Anindita aku biasa dipanggil anin. Usiaku 32 tahun, aku menikah dengan seorang laki-laki dewasa berusia 38 tahun. Suamiku bernama Bagas Aji Saputra, aku biasa memanggilnya dengan sebutan Mas Aji. Suamiku bekerja sebagai salah seorang staf disalah satu perusahaan garmen yang ada didaerahku.
Kami menikah Lima bulan lalu,pernikahan kami terjadi karna ketidaksengajaan.
Flashback
" Hujan sangat deras nin, ayo naik kemobilku saja nanti aku antar kamu sampai kekostan. " Ucap mas aji kala itu.
Malam itu kami lembur bekerja, sudah menjadi kebiasaan jika akhir tahun kantor pasti sangat banyak pekerjaan yang mengharuskan kami kerja dengan waktu lebih.
Hujan deras mengguyur daerah kami sore itu hingga malam. Aku yang terbiasa pulang pergi naik bus atau kendaraan umum lainya kebingungan saat hendak pulang karna malam hari apa lagi dalam keadaan hujan deras sangat susah mencari kendaraan umum.
Malam itu mas aji menawari tumpangan, aku dan mas aji saling mengenal saat kami sama-sama mengadu nasib melamar pekerjaan diperusahaan ini. Namun karna ijazah yang aku miliki hanya ijazah smk aku hanya diterima sebagai karyawan biasa dibagian produksi. Sementara mas aji yang memang lulusan sarjana diterima sebagai staf dengan jabatan yang tinggi dibagian kantor.
Kami sering berinteraksi namun diantara kami tak ada yang spesial selain berteman biasa.
" Maaf mas gak usah, aku mau nunggu taxi aja. " Ucapku kala itu.
" Jangan nin, ini sudah sangat malam ayo aku antar jangan takut. " Desak mas aji.
Karna memang sudah sangat larut ahirnya aku tak bisa menolak lagi tawaran mas aji. Teman-temanku yang lain mereka naik sepeda motor, ada yang naik taxi ada juga yang dijemput keluarga, suami atau temanya.
Aku memang datang merantau dari desa untuk mengadu nasib dikota ini. Orangtuaku yang bermatapencaharian sebagai petani tak mampu membiayaiku untuk sekolah lebih tinggi. Awalnya aku bekerja disalah satu rumah makan selama 2 tahun. Namun entah bagaimana ceritanya rumah makan tempatku bekerja sudah tutup. Aku selalu berpindah-pindah pekerjaan karna sistim kontrak yang diterapkan dimasing-masing perusahaan.
Karna ingin membantu perekonomian keluarga aku sampai lupa untuk mencari pasangan. Apa lagi aku selalu sibuk bekerja stiap harinya. Hingga aku tak ada waktu untuk serius memilih pendamping hidup. Beberapa kali ayahku mencoba menjodohkanku dengan anak juragan dikampungku namun aku selalu menolaknya karna aku memang ingin menikah dengan laki-laki yang benar-benar aku cintai.
" Maaf ya mas jadi ngerepotin, Mas aji jadi harus terlambat pulang karna harus mengantarku terlebih dahulu. Padahal arah rumah kita itu berbeda. " Aku merasa sangat tidak nyaman apa lagi pakaianku sedikit basah terkena air hujan saat aku tengah menunggu angkutan umum.
" Jangan sungkan nin, tidak masalah ko. Em sebentar lagi sampe ke kontrakan kamu nin. Nanti aku numpang kamar kecil ya,kebelet banget soalnya. " Ujar mas aji sambil terkekeh.
" Ooh iya mas boleh. Gak baik juga kalau ditahan bisa jadi penyakit. " Jawabku canggung.
Tak selang beberapa lama kami sampai didepan kostan. Malam hari begini apa lagi hujan deras suasana kostan sangat sepi, awalnya aku merasa takut mengizinkan mas aji numpang ketoilet. Tapi jika aku harus menolak aku lebih merasa tidak enak. Dia saja mau repot-repot mengantarku, masa iya hanya numpang ketoilet saja tidak aku izinkan.
Tapi entah mengapa perasaanku mendadak gelisah dan tak enak. Aku berusha menepis perasaan itu, kami turun dan aku mempersilahkan mas aji masuk kekamar kostan ku tanpa menunggu waktu lama.
Tak lama mas aji keluar dari kamar mandi, kami terkejut saat pintu mendadak didobrak dari arah luar.
Duaaar
gubraaaak
" Astaga! ada apa ini bapak-bapak? "tanyaku semakin takut, jantungku sudah berdetak tak berirama. Kakiku gemetaran. Keringat dingin mulai membasahi keningku. Betapa tidak, lima orang laki-laki dan satu orang perempuan yang aku kenal baik. Yaitu ibu pemilik kost mendobrak paksa pintu kostan yang sebenarnya tidak aku kunci. Pintu tak sengaja kututup, tapi pintu tertutup karna tertiup angin.
" Anin, kamu begini ya ternyata. Berbuat mesum dikostan saya! " Teriak bu Wiwi sembari menyilangkan tanganya didepan dada. Sorot matanya mengerikan, tak pernah aku melihat bu wiwi semarah ini.
" Me-mesum? " Aku kebingungan saat mendengar tuduhan dari bu wiwi.
Aku baru saja mengeringkan rambutku yang basah terkena air hujan, sementara mas aji baru saja keluar dari kamar mandi.
" Iyaa, kamu masih mau ngelak. Itu buktinya kamu memasukan laki-laki kedalam kamar kosan. Ini sudah sangat larut, diluar hujan deras. Lalu apa lagi jika bukan mesum ?Masih mau ngelak dengan keadaan yang sudah diperlihatkan. Saya bukan orang bodoh anin! "
Ucap bu wiwi
Bu wiwi mencak-mencak, aku semakin bingung sementara ekspresi mas aji diluar dari dugaanku.
Mas aji menatapku dengan tatapan marah, matanya memerah menandakan betapa marahnya dia. Tatapanya begitu menakutkan, bah srigala yang siap menerkam mangsanya. "
" Tidak bu, semua ini tak seprti yang ibu fikirkan bu. Kami tidak mesum, dia hanya numpang kekamar kecil bu. Sungguh kami tidak melakukan apapun. " Aku berusaha membela diri. Namun tatapan mereka sangat memeperlihatkan jika mereka sama sekali tak percaya dengan apa yang aku katakan.
Terlebih mas aji terlihat tengah membenarkan resleting celannya saat dia keluar dari kamar mandi. Mas aji juga hanya mengenakan kaos dalam karna kemejanya yang basah mungkin ia lepas saat berada didalam kamar mandi. Hingga saat dia keluar seakan dia baru saja mandi dan membersihkan diri. Apa lagi rambut kami sama-sama basah.
Mungkin mereka mengira kami baru saja mandi besar padahal kami baru saja masuk dan belum ada 10 menit mas aji berada didalam kamar kostan kami.
" Sudah kepergok masih mau ngelak aja kamu ya nin! Kamu pilih kami nikahkan paksa atau mau diarak rame-rame! " Ancam pak yoyo suami dari bu wiwi.
" Arak aja pak arak, biar mereka jera dan tidak mengulangi hal yang sama. Juga sebagai peringatan buat penghuni kost yang lain agar tak melakukan hal yang sama seprti mereka! " Ucap salah satu bapak yang tadi mendobrak pintu kostan kami.
Mendengar keributan ini sontak semua penghuni kost dan warga sekitar berbondong-bondong mendatangi kami. Mereka bahkan ada yang mengabadikan lewat vidio Diponselnya. Namun dengan cepat bu wiwi meminta mereka menghapus dan tidak mempublikasikan vidio itu karna itu akan sangat berpengaruh pada usha bu wiwi.
Malam ini saya merasa sangat dipermalukan, belum lagi kemarahan mas aji yang menganggap saya bersekongkol dengan pemilik kost dan warga untuk menjebak dia. Singkat cerita ahirnya malam itu kami dinikahkan secara paksa oleh warga.
Flashback off.
Semenjak hari itu mas aji menjadi berubah sikapnya. Meskipun kami tinggal satu atap mas aji tidak pernah mengaggapku sebagai seorang istri. Mas aji bersikap baik hanya saat kami berkunjung kerumah orangtuaku itupun hanya saat didepan orangtuaku. Semenjak menikah kami hanya bebarapa kali saja berkunjung kerumah orangtuaku.
Aku hidup satu atap dengan mertuaku karna mas aji sudah mampu kredit rumah disalah satu perumahan ternama dikota ini. Mas aji adalah anak pertama dari dua bersaudara. Mas aji memiliki seorang adik perempuan yang berusia 20 tahun. Adik mas aji maih duduk dibangku kuliah. Mas aji sama seprtiku menjadi tulang punggung keluarganya karna ayahnya sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat lima tahun lalu.
Aku tidak diizinkan bekerja setelah kami menikah. Mas aji melarangku bekerja dengan alasan aku harus patuh kepadanya. Sebagai baktiku terhadap suami aku selalu mengurus semua keperluannya, bahkan aku tak hanya mengurus suamiku. Tapi aku juga harus mengurus ibunya yang sering sakit karna darah tinggi.
Menyiapkan sarapan untuk suami dan adik iparku, mengurus mertua yang terkadang selalu kasar. Seprti halnya pagi ini.
" Mbaaa kamu itu bisa gak si kalau setrika baju itu yang rapih! Ini mana gak wangi, kurang rapih sebenernya mba iklas gak sih bantuin aku! " Keluh Miska pagi ini kala ia memintaku menyetrika baju kuliahnya. Padahal aku tengah sibuk didapur membuat sarapan untuk suamiku. Belum lagi mertuaku yang teriak-teriak minta obat dari dalam kamar.
" Maaf mis, mba kan sibuk. Kalau kurang licin, kurang rapih atau kurang wangi kamu strika ulang aja ya !" Ucapku sembari menuangkan sayur dalam piring saji. Karna suamiku sebentar lagi pasti turun untuk sarapan.
" Ish kalau harus setrika sendri ngapain tadi minta tolong mba! " Dengkus miska sambil mendorongku, hingga aku membentur meja makan.
" Mis, kamu bisa gak si pelan-pelan. Bisa kan jangan dorong mba! Hargai kerja keras mba dirumah inu, mba tuh cape bangun pagi harus ngurus ini itu. Apa gak bisa kamu ngerjain sendri! "
" Oooh jadi kamu cape ngurus adik sama ibuku disni? Kamu mulai berani bentak-bentak adikku! Apa kamu sadar siapa kamu dirumah ini haaa! " Tanpa aku tau suamiku mendengarkan keluh kesahku. Sebenarnya tidak ada niat hati untuk mengeluh hanya saja sikap miska membuatku terpaksa harus mengatakan semua itu.
" Mas kamu salah faham, bukan itu maksud aku. Kamu tau sendri aku lagi masak, hanya karna baju yang kurang wangi miska protes. Harusnya dia bisa mengerjakan sendiri hal sepele seprti itu. Memangnya aku ini siapa mas? " Aku menghampiri suamiku yang sudah duduk dimeja makan. Meskipun aku marah tapi aku berusaha tetap mengurus suamiku. Mengambilkan nasi dan lauk dipiringnya menuangkan air dalam gelasnya. Terkadang aku menyuapinya saat dia sibuk dengan ponselnya.
Aku hanya berharap suatu saat ada sedikit rasa cinta yang tumbuh diantara kami. Lebih tepatnya dihati mas aji, karna entah sejak kapan rasa cinta dan sayang mulai tumbuh dalam hatiku. Meskipun sampai detik ini mas aji sama sekali belum menyentuhku walaupun seujung kuku. Kami tinggal satu kamar namun tidur ditempat terpisah, mas aji tidur diatas ranjang dan kasur yang empuk sementara aku tidur disofa dekat pintu kamar. Sengaja posisi sofa dijauhkan dari ranjang agar mas aku tidak mengganggu tidur mas aji. Ucap mas aji kala itu.
Ibu dan adik mas aji memang tau jika kami tak seprti pasangan suami istri pada umumnya namun mereka tak tau jika mas aji belum menyentuhku sama sekli.
" Letakan piring itu, aku tidak jadi sarapan. Lebih baik kamu ambil sarapan buat ibu dan kasih ibu obat. " Ucap mas aji setelah itu mas aji pergi kekantor.
Seprti biasa mas aji tak mau aku mencium tanganya, dia hanya mengizinkanku menyalaminya itupun hanya sebatas menempel. Tak bersalaman seprti seharusnya.
Sepeninggal mas aji aku begantian mengurus mertuaku yang super cerewet .
" Kamu itu kebiasaan ya lelet! " Ucap ibu mertuaku sembari mengambil piring dari tanganku.
" Bu udah kenapa si bu, jangan suka marah-marah ibu kpan darah tinggi. Mana mau sembuh kalau ibu suka marah-marah. " Ucapku dengan sabar. Meskipun ibu mertuaku selalu bersikap buruk namun aku tetap menghormatinya dan memperlakukan dia dengan baik seprti ibu kandungku sendri.
Entah mengapa kemarahan ibu terhadapku selalu aku anggap angin lalu. Aku tak pernah memasukan kedalam hati meskipun ucapan ibu kadang menyakitkan.
*******
" Eeeh kenapa lu bro, dateng-dateng ko muka ditekuk! " Ucap arman.
Teman kantor sekaligus sahabat mas aji. Arman adalah teman dekat mas aji, arman yang merekomendasikan pekerjaan itu dulu pada mas aji.
" Halah biasa bro, istriku kerjaanya bikin kesel mulu. Tau deh sampe kapan pernikahan palsu ini terus berlangsung. Cape aku bro!" Keluh aji sembari menjatuhkan bokongnya dikursi kerjanya.
Amar adalah sahabat sekaligus tempat curhat ternyaman bagi aji. Apapun aji sampaikan pada arman, tak ada yang aji tutup-tutupi dari arman. Baik itu pekerjaan, rumah tangga, orangtua dan semuanya.
" Jii, kenapa gak coba kamu buka hati buat si anin. Jalani pernikahan kalian seperti pada umumnya. Kasian ji, dosa lu ji. Mana dia baik banget, kamu pernah mikir gak siji. Anak orang udah kamu bawa kerumah, ngurus semuanya. Tapi tidak pernah sekalipun kamu buat dia seneng. Ji salah satu kewajiban seorang suami adalah memberi nafkah batin pada istrinya. Kamu dosa jiii! " ucap arman. Arman memang lebih dewasa dari aji. Meskipun arman masih lajang tapi sedikit banyak arman sudah belajar bagaimana caranya menjadi suami yang baik dan apa saja tanggungjawab seorang suami terhadap istrinya.
" Ceramah kaya ustad aja lu bro, nikah aja belum pake bicara soal tanggung jawab. Kalau mau ambil aja dia buat kamu mar! " Ucap aji sembari melempar buku pada sahabatnya amar.
" Huh dinasehatin ko sewot! Ada gitu ya orang curhat dikasih solusi malah marah-marah. Aneh cuma kamu ji suami yang nawarin istrinya pada orang lain. Emang rada-rada nih temen yang satu ini. Sarap lu ji! " kini giliran arman yang sewot. Aji terkekeh kalau sudah melihat arman yang ngoceh, karna menurut aji arman mirip emak-emak komplek kalau udah mode marah-marah pas belanja rapi sayur pada naik.
" Kerja-kerja! " Ucap aji saat mendapati amar masih sewot sembari membuka laptopnya.
" Hai jii! " Sapa fita yang baru saja datang. Fita adalah teman satu devisi aji dan arman. Fita tetap tak menyerah mendekati aji meskipun dia tau aji sudah menikah. Fita tau alasan pernikahan aji daj anin jadi fita merasa ada peluang untuk mendapatkan hati aji.
" Haai mis, ada apa mis tumben jam segini baru nyampe. " Tanya aji tanpa menoleh sedikitpun. Aji memang selalu seprti itu seolah bersikap acuh walapun sebenarnya dia tidak seburuk itu. Hal itulah yang membuat fita semakin penasaran dengan aji.
Bagi fita sifat acuh tak acuhnya aji itu sangat menantang dan membuatnya penasaran.
" Mobilku mogok ji, terpaksa aku naik ojek online tadi. " Suara fita dibuat mendayu dayu, mungkin agar aji menoleh dan melihat kearahnya namun nyatanya nihil. Aji tetap fokus pada layar komputernya.
" Ooh. " Tak selang lama hanya jawaban itu yang keluar dari mulut aji.
" Ish nyebelin banget si kamu ji! " dengkus fita sembari menghentakan kakinya dan kini fita berjalan menuju meja kerjanya sembari memanyunkan bibirnya.
" Pfftttttt, hahahaaa fita-fita kamu gada kapoknya ya usaha ngedeketin aji. Dia udah punya istri fit, sadar woy! " Goda arman semakin membuat fita belingsat.
Diwaktu yang sama namun tempat yang berbeda seorang gadis bersama kekasihnya masuk kesalah satu kamar kost seorang pria.
" Hei sayang apa hari ini kamu mau bolos lagi hum? " Tanya fatan pada miska yang kini sudah merebahkan dirinya diatas kasur fatan dengan pose menggoda.
" Bukankah kamu lebih suka aku seprti ini fatan? " Miska mulai membuka blazer yang ia kenakan. Menyisakan tanktop berwarna hitam yang melekat ditubuh bagian atasnya. Gundukan kembar yang ukuranya tak terlalu besar itu semakin terlhat tegap menantang menggoda mata fatan yang sedari tadi memang fokus pada titik itu.
" Ya sudah kalau begitu, kita tiduran aja disini. Kamu minum dulu ya sayang, aku tau kamu kepanasan pastinya. " Ucap fatan sembari mengambil minuman yang entah kapan sudah ia siapkan sebelumnya.
Minuman kemasan dengan segel yang sudah terbuka, namun miska yang bodoh sama sekali tidak curiga. Bahkan miska meminumnya hingga tandas.
Tak selang beberapa lama miska mulai merasa pusing dan stelah itu miska tertidur sangat pulas.
Melihat kondisi miska sesuai dengan apa yang dia harapkan fatan tertawa puas dan fatan mulai melancarkan aksinya.
" Gadis bodoh, mau aja dia dikibulin. Huuh ternyata gampang banget bikin dia begini. Rasanya senjataku ini sudah sangat ingin keluar dan menjelajah liang kenikmatan dari gadis sombong ini. " Gumam fatan sembari membuka semua pakaian yang melekat ditubuh miska.
Fatan adalah seorang pengangguran yang kerjaanya lontang lantung dijalanan. Fatan awalnya adalah seorang mahasiswa sama seprti miska namun karna beberapa kali melakukan pelanggaran ahirnya fatan di DO dari kampus dan sekarang fatan hanya keluyuran dan mabok-mabokan setiap harinya. Fatan mendekati miska karna fatan tau miska sangat memujanya sewaktu dia masih kuliah dulu. Fatan memanfaatkan miska agar tetap bisa membayar kostan dan makan. Fatan sama sekali tak mencintai miska dia hanya ingin mendapatkan uangnya miska saja. Miska yang bodoh dan merasa bangga sudah berhasil menaklukan fatan ahirnya dengan mudahnya percaya begitu saja akan cinta fatan bahkan misa sering kali memakai uang kuliahnya untuk diberikan pada fatan.
Sementara dirumahnya anin baru saja menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Baru saja anin ingin merebahkan tubuhnya diatas kasur suara teriakan ibu mertuanya terdengar melengking ditelinga.
" Aniiin, cepet kesni! " Teriak ibu mertuaku.
" Iya bu ada apa? Kan bisa ibu panggil anin pelan-pelan! " Ucap anin setelah mendekati ibu mertuanya yang kini wajahnya sudah merah padam. Matanya melotot hampir keluar dari porosnya.
" Anin kembalikan uang ibu sekarang atau ibu laporik kamu sama aji sekarang! " Tak ada angin tak ada hujan mertua anin menuduh anin mengambil uang yang anin sendiri sama sekali tak tau dimana ibu mertuanya biasa menyimpan uang.
" Apa bu uang? Uang yang mana yang ibu maksud? " Tanya anin dengan bingung.
" Udahlah gak usah banyak ngele, kamu kan yang ambil uang ibu yang ada didalam bantal! Ngaku aja anin, kamu yang terahir kali masuk kamar ibu. Kamu yang bersihin kamar ibu. Ngaku aja anin, cepet kembaliin uang ibu sekarang anin! " Anin terus didesak bahkan ibu mertuanya sampai menggeldah tubuh anin.
" Uang apa bu anin gak tau, ibu kehilangan uang? Berapa, mungkin ibu salah naruh atau ibu lupa kalau uangnya udah kepake. Kita cari dulu yuh bu! " Anin masih berusha bersikap sabar dan tenang. Meskipun dia sendiri bingung namun dia tetap berusha bersikap tenang.
" Iya betul, kita harus cari uang itu tapi bukan dikamar ibu melainkan dikamar kamu! " Ibu mertua anin berjalan dengan sangat cepat menuju kamar anin. Tanpa segan mertua anin menggeledah seisi kamar bahkan sampai lemari pakaianpun tak luput dari jangkauannya.
" Buu stop buu! Nanti mas aji marah kalau kamarnya berantakan buu! " Anin berusha mencegah ibu mertuanya namun justru anin yang didorong hingga kepalanya membentur pintu.
Dua kali didorong dua kali terbentur dan dua kali disalahkan untuk hal yang tidak ia lakukan hari ini. Ini bukan pertama kalinya anin diperlakukan seprti ini dan dituduh oleh mertuanya sendri.
" Kamu sembunyikan dimana anin uang ibu? Itu uang dua juta ibu simpan untuk biaya pengobatan ibu, mana uangnya anin! " bahkan mertua anin terus menuduh meskipun ia tak menemukan bukti apapun didalam kamar itu.
Kondisi kamar berantakan, pakaian berserakan dimana-mana, anin yang takut akan kemarahan suaminya lekas bebenah dan membereskan kekacauan yang mertuanya lakukan.
Karna kesal mertua anin ahirnya kembali lagi kedalam kamarnya, dia menuduh anin tapi dia lupa bahwa ada orang lain selain anin yang tinggal bersamanya dirumah itu.
" Awas kamu ya nanti ibu laporin kamu sama aji! Siap-siap kamu anin. " Ucap mertua anin sebelum meninggalkan anin dengan kekacauan yang sudah ia buat.
" Astaga ibu, bagaimana bisa dia menuduhku mencuri uangnya. Lagian aku masuk kamar ibu kan pas ibu didalam. " Gumam anin seorang diri sembari merapihkan kembali kamarnya seperti semula.
Dua jam anin berada didalam kamar merapihkan dan membereskan kekacauan yang terjadi. Saat anin ingin merebahkan tubuhnya deru mesin mobil suaminya terdengar. Anin ahirnya keluar dan menyambut suaminya pulang, meskipun aji selalu acuh tapi anin tak pernah lelah memperhatika aji meskipun hal sekecil apapun.
" Ajii ajiii kasih tau istri kamu agar dia jangan jadi pencuri. Berapa sii kamu kasih dia uang sampe dia ambil uang berobat ibuu! " Baru saja aji masuk rumah ibunya langsung menghadang aji dan melaporkan apa yang baru saja terjadi.
" Uang apa si buu?" Tanya aji sembari menghela nafas, aji terlihat sangat lelah. Itu begitu jelas tergambar dari raut wajahnya yang lesu. Matanyapun terlihat sangat sayu.
" Uang ibu ilang mas dan ibu nuduh aku! " ucap anin yang mendengar aduan ibunya.
" Ibu gakan nuduh orang sembarangan anin! Buat apa kamu ambil uang ibu, apa kurang uang yang aku kasih selama ini buat kamu! " Sentak aji.
" Mas kamu! "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!