NovelToon NovelToon

He Is Mine

Prolog

Diandra Marwa Kirana adalah seorang gadis yang berprofesi sebagai dokter. Dia adalah dokter umum di salah satu rumah sakit ternama di kota tersebut. Kehidupan Diandra sangat bertolak belakang dengan kakaknya Jacob Pratama. Orang tua mereka berpisah saat mereka masih kecil Diandra ikut dengan ibunya sedangkan Jacob ikut dengan ayahnya. Jacob menikah dengan Wanda anak dari Killer seorang mafia.

Edward adalah pesaing besar Killer, Edward merasa geram karena Jacob telah berhasil merebut aset berharga milik Edward. Edward memberi misi kepada anaknya untuk menaklukan Jacob. Jika dia berhasil maka semua aset keluarga akan di berikan kepada Eldar.

Eldar mencari tahu tentang keluarga Jacob, Eldar ingin melumpuhkan Jacob lewat keluarganya. Seringai licik terukir di bibir Eldar yang mendapatkan apa yang dia mau pencariannya berhasil dia menemukan tentang adik Jacob.

"Persiapkan penerbangan ke kota S!" seru Eldar pada asisten setianya.

"Jacob, lihatlah apa yang akan ku lakukan pada adikmu"

Sedangkan seorang gadis yang memakai jas dokter berjalan menelusuri lorong rumah sakit. Sudah satu tahun dia dilantik menjadi seorang dokter, dia terus memegang teguh sumpahnya.

Bahagia, rasa itu datang ketika dia bisa mengobati seseorang. Hanya dengan melihat orang yang dia obati sembuh perasaannya begitu bahagia.

"Ibu, aku menemukan kebahagiaanku kembali setelah kesedihan ku karena kepergian mu dari dunia ini, semoga Allah memudahkan ku untuk membantu mereka yang sakit. Dimana pun kau berada, semoga Allah melindungi mu, kakak. Ayah, meski kau tak pernah menganggap ku, tapi aku selalu berdoa semoga Allah mengampuni segala ke khilafan mu, Amin. Aku hanya ingin berjalan seperti air yang mengalir, aku juga tidak ingin terlalu berharap untuk bisa bertemu dengan kakak dan ayahku kembali, karena harapanku saat kecil selalu berujung dengan kekecewaan. Tapi ibu selalu mengajarkanku untuk tetap optimis, meskipun mereka melupakan kita tapi kita tidak boleh melupakan bahkan benci pada mereka. Kita doakan yang terbaik untuk mereka. Itulah amanat ibuku yang selalu ku pegang teguh, benci akan menjadikan manusia disertai setan. Sedangkan setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Mungkin kisah masa kecilku tak begitu indah seperti teman-temanku, tak ku pungkiri kadang hati ini merasa iri ketika melihat temanku mendapatkan kasih sayang dari figur seorang ayah. Ayah apa salahku, sehingga kau sangat membenciku, kakak tak sedikit sajakah kau mengingat kebersamaan kita waktu kecil, sehingga tak satupun kabar kau kirimkan. Jujur mungkin bukan hanya aku yang kecewa tapi ibulah yang lebih menderita, selalu menanti kabarmu, bagaimanapun dia selalu khawatir denganmu, merindukanmu, setiap sholat dia tak pernah lupa berdoa untukmu, semua dia simpan di dalam hati, meski tak pernah sekalipun ibu mengatakannya tapi aku tahu ibu tertekan dengan kerinduannya untukmu kakak sehingga membuatnya menderita, derita yang hanya bisa ku lihat sampai akhir hayatnya. Pilu, itulah yang ku rasakan ketika mengingat semua itu. Kini semua itu hanya akan ku simpan sebagai kenangan, kenangan yang menjadikan diri ini untuk lebih optimis dan membantu setiap orang yang membutuhkan bantuan. Senyum mereka adalah sumber kebahagiaanku. Ya Allah bimbinglah terus hambamu ini agar selalu amanah menjalankan kewajibanku. Lindungilah setiap langkah apa yang akan ku jalani, hamba berserah kepadamu akan takdir hamba, sesungguhnya engkaulah zat yang maha agung".

Bab 1

Pagi yang cerah, indahnya Cakra wala memberi semangat tersendiri bagi seorang gadis yang melangkah keluar dari rumah kontrakannya.

"Pagi Bu dokter?" sapa riang seorang pemuda tampan yang menunggunya. Gadis itu tersenyum manis pada pemuda yang ada di depannya.

"Pagi juga bang ojol"

Pemuda itu memberikan helm, dengan sigap gadis itu menerima dan langsung memakainya. Snelli tak lupa dia sampirkan ke bahu, lalu bergegas naik ke sepeda.

"Sudah siap Bu dokter" tanya pemuda itu.

"Siap bang" jawab gadis itu.

Sesampai di rumah sakit, gadis itu turun dari motor seraya melepas helm yang dia pakai, pemuda tampan itu melepas helm dan mantelnya, mereka berderap memasuki lobi rumah sakit.

"Kamu nanti pulang jam berapa?" tanya pemuda tampan yang memakai seragam perawat.

"Belum pasti bang, lihat nanti saja" jawab gadis itu.

"Nanti kalau pulang hubungi aku, Okey!" seru pemuda tampan itu.

"Siap" jawab gadis itu mengacungkan jempol. Mereka berpisah arah, gadis itu menuju ruangannya sedangkan pemuda itu menuju ruang pergantian perawat.

Di depan pintu sudah ada perawat yang menungguh.

"Selamat pagi dokter Diandra" sapa perawat.

"Pagi sus," Diandra meletakkan tas ke meja lalu memakai snelli.

"Dok, ini daftar pasien hari ini" kata perawat itu menyodorkan berkas. Dengan sigap Diandra menerima lalu membuka berkas tersebut. Perawat itu masih berdiri di sebelah Diandra.

"Baiklah, kita pergi sekarang" ajak Diandra tak lupa dia mengalungkan stetoskop di lehernya.

Di sebuah hotel berbintang, seorang lelaki berusia 30 tahun duduk bersila menatap file yang di terima dari asistennya.

"Kamu sudah menemukan dia?" tanya lelaki itu pada asistennya.

"Rumahnya yang di desa itu kosong semenjak ibunya meninggal gadis itu pindah ke kota"

"Hanya itu yang kau tahu?" geram lelaki itu pada asistennya.

"Dia sudah bekerja di rumah sakit menjadi seorang dokter" terang asistennya.

"Siapkan mobil, aku akan pergi ke rumah sakit itu" perintah lelaki itu

"Baik tuan" dengan sigap asisten itu segera memenuhi perintah sang tuan.

Sampai di rumah sakit mobil hitam mewah telah terparkir di area depan rumah sakit, rumah sakit di kota itu tak begitu besar seperti di kotanya. Lelaki itu tidak turun dari mobil, dia mengintai di dalam mobil. Tatapan lelaki itu tertuju pada ambulan yang membawa pasien seperti habis kecelakaan. Pasien itu di dorong menuju UGD. Lelaki itu terus mengintai dari dalam mobil, dia melihat seorang dokter mudah berlari dengan seorang perawat memasuki ruang UGD tersebut. Lelaki itu turun dari mobil dia melangkah ke lobi rumah sakit tersebut. Lelaki itu duduk di ruang tungguh di depan UGD. Tak berapa lama pintu ruangan tersebut di buka. Terlihat seorang perawat pria keluar mencari keluarga pasien. Tak ujung lama dokter yang itu keluar. Tatapan mata dokter itu mengarah pada seorang lelaki yang duduk di bangku tunggu.

"Permisi, maaf apa anda wali korban?" tanyanya lembut. Lelaki itu menelisik dokter yang ada di depannya. Gadis yang sederhana, tubuh yang mungil, wajah yang di bilang jelek juga gak, cantik apalagi, wajah pas-pasan, pakaian tertutup, berhijab seorang dokter muda, dan tag namanya, dr. Diandra Marwa Kirana.

"Maaf, apa anda wali dari pasien?" tanyanya lagi. Lelaki itu menggeleng.

"Oh, maaf, saya kira anda walinya" maaf Diandra pada lelaki itu.

"Dok, ini keluarga pasien" perawat datang bersama seorang bapak-bapak.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya bapak itu cemas.

"Anak bapak mengalami patah tulang di kakinya, jadi harus segera di operasi" papar Diandra.

"Anda harus tanda tangan dulu pak" terang perawat.

"Tapi dok saya tidak punya biayanya" terang bapak itu senduh.

"Anda tanda tangani saja pak, setelah ini saya bantu bapak untuk mengurus BPJS. Anak anda sekarang yang lebih penting pak" terang Diandra. Bapak itu mengangguk.

"Baik dok, terima kasih anda bersedia membantu" ucap tulus bapak itu. Selesai menandatangani Diandra membantu bapak itu mengurus BPJS. Lelaki yang tadi masih mengamati Diandra yang mondar mandir mengurus BPJS. Seorang pemuda yang memakai seragam perawat terlihat menghampiri Diandra.

"Kamu gak pulang?" tanya pemuda itu.

"Maaf, ini aku lagi ngurus BPJS buat bapak itu. Kamu pulang dulu saja" jawab Diandra. pemuda itu menghela nafas dalam.

"Yang bertugas mengurus keperluan BPJS itu perawat bukan kamu dokter" papar pemuda itu.

"Abang mending pulang dulu saja. Nanti aku pulang naik angkot aja" seru Diandra. Pemuda itu menghela nafas dalam.

"Kalau gitu aku pulang dulu, nanti kalau kamu mau pulang hubungin aku saja!" tukas pemuda itu. Diandra mengangguk.

"Terima kasih bang Riki" ungkap Diandra pada Riki. Riki adalah kakak kelas Diandra waktu SMA. Riki dan Diandra berteman semenjak mereka duduk di bangku SMA, Riki dan Diandra sama-sama mendapat beasiswa, Riki memilih jurusan perawat sedangkan Diandra memilih jurusan kedokteran. Mereka bekerja di rumah sakit yang sama kebetulan rumah sakit tempat Diandra magang adalah tempat Riki bekerja jadi mereka sering bertemu, Diandra di tarik untuk mengisi bagian dokter umum di rumah sakit tersebut. Karena dokter yang dulu di mutasi ke pusat. Kebetulan nilai dan kinerja Diandra sangat bagus sehingga direktur rumah sakit menarik Diandra saat dia lulus.

"Aku pulang dulu" pamit Riki.

"Hati-hati"

Lelaki itu masih terus memperhatikan Diandra bersama dengan pemuda tampan tersebut sampai pemuda itu meninggalkan Diandra. Diandra berjalan menuju bapak yang menungguh di bangku tungguh.

"Pak, sebaiknya bapak mengambil KK bapak dulu, anak bapak sudah saya daftarkan untuk BPJS, maaf pak apa keluarga bapak mempunyai KIS?" tanya Diandra. Bapak itu menimang.

"Ada dok di rumah"

"Kalau gitu bapak ambil dulu, biar aku yang jaga anak bapak" saran Diandra.

"Tapi, apa dokter tidak sibuk?" tanya bapak itu segan. Diandra mengulas senyum.

"Saya tidak sibuk pak, kebetulan jam tugas saya sudah selesai"

"Oh, terima kasih banyak dok, saya akan ambil berkas yang di butuhkan dulu, dok, titip anakku" kata bapak itu pamit untuk pulang. Diandra mengangguk.

"Pak, hati-hati!" saran Diandra. Bapak itu mengangguk lalu bergegas pergi dari rumah sakit. Diandra menatap pintu ruang operasi yang masih tertutup. Bunyi adzan magrib terdengar di toa masjid rumah sakit. Sudah magrib tapi bapak itu juga belum kembali, apalagi pintu ruang operasi juga masih tertutup sudah 2 jam operasi berlangsung. Diandra melihat jam di pergelangan tangannya sudah setengah jam waktu magrib berlangsung sedangkan Diandra belum melaksanakan sholat magrib terlihat Diandra nampak gusar pikirannya, bapak itu tak kunjung kembali pintu ruang operasi juga belum terbuka.

"La Hawla walaquwwata illah Billah"

Ceklek..

Pintu ruang operasi terbuka, nampak dokter yang keluar dari dalam. Bertepatan bapak pasien itu kembali dari rumah.

"Dok, bagaimana keadaan pasien?" tanya Diandra.

"Alhamdulillah operasinya berjalan lancar, tinggal menungguh pasien sadar"

"Alhamdulillah," Ucap syukur bapak pasien. Diandra menghela nafas lega, dia pamit untuk melaksanakan sholat magrib dulu. Diandra melangkah menuju masjid di rumah sakit tersebut. Selesai sholat Diandra kembali menemui bapak pasien untuk mengantar bapak itu menuju resepsionis mengurus administrasi dan menyodorkan KIS yang bapak itu bawah.

Diandra pulang setelah selesai mengurus semua. Ponsel yang ada di tas dia ambil hendak menghubungi Riki, tapi niatnya dia urungkan mengingat Riki pasti sibuk Diandra memilih naik angkot saja. Sayangnya sudah jam 9 malam tidak ada angkot lagi. Diandra memilih berjalan karena jarak rumahnya tidak jauh paling hanya 1 kg.

Bab 2

Malam sunyi, jalanan juga nampak sepi, Diandra terus melangkah di atas trotoar, jalanan malam ini tidak seperti biasanya yang ramai karena cuaca yang mendung dan sepertinya akan hujan, angin berembus kencang, Diandra mempercepat langkah kakinya agar cepat sampai di rumahnya, saat dia akan masuk ke gang tibah-tibah tubuhnya roboh dan dia tidak sadarkan diri.

Lelaki itu mengangkat tubuh Diandra yang terkulai lemas di bawahnya ke dalam mobil. Sesampai di hotel lelaki itu membaringkan Diandra di ranjang.

"Jacob adikmu ada di tanganku sekarang" seringai licik Eldar.

Sinar mentari menyinari wajah cantik seseorang yang sedang tidur, merasa wajahnya menghangat sedikit demi sedikit gadis itu membuka matanya. Kepalanya terasa berat, dia mencoba untuk bangun tapi tak sanggup.

"Aw,," lirihnya.

"Kau sudah bangun!" kata seorang lelaki menghampirinya yang masih mengenakan handuk kimono dengan rambut basah. Gadis itu mengerjap dia mencoba untuk bangun sebisa mungkin.

"Kamu siapa?" lirih gadis itu pada lelaki di depannya. Lelaki itu tersenyum kecut pada gadis itu.

"Kau lupa, bukankah semalam kita_"

"Maksud kamu apa?" sela gadis itu.

"Uda lah nona, kau seorang dokter tapi kau juga pemuas ranjang_"

"Tidak, apa yang kau lakukan padaku" elak Diandra menatap nyalang lelaki di depannya.

"Lihatlah, bahkan kau sampai menanggalkan bra mu" cetus lelaki itu melirik bra yang tergeletak di lantai. Diandra terpengangah melihat pakaiannya yang tergeletak di lantai dia mengintip sedikit membuka selimut.

Deg'

"Tidak" lirihnya, dia mencoba mengingat apa yang terjadi tapi kepalanya semakin pusing, dia tidak mengingat apapun yang telah terjadi semalam. Diandra semakin pusing, entah bius apa yang di berikan kepadanya.

"Kenapa kepalaku sesakit ini?" lirihnya, lelaki itu menatap datar pada Diandra. Diandra mencoba berdiri untuk mengambil bajunya yang tergeletak di lantai tapi saat hendak berdiri dia terjatuh naasnya keningnya terbentur meja.

Bug'

Lelaki itu dengan sigap menghampiri Diandra yang tergeletak dengan darah mengucur dari keningnya.

"Menyusakan" gerutunya membopong tubuh Diandra yang terbalut selimut dan di baringkan ke ranjang. Lelaki itu mengambil kotak P3K dengan sigap mengobati luka di kening Diandra. Selesai mengobati lelaki itu berganti baju setelah itu meninggalkan Diandra yang masih terlelap.

"Berterima kasihlah padaku karena hari ini kau tak perlu capek-capek bekerja" seringai lelaki itu pergi mengunci Diandra di dalam, dia berjalan menuju restoran yang ada di lantai bawah untuk menemui seseorang.

Sedangkan Riki nampak gusar, dia mencoba menghubungi Diandra tapi tidak aktif.

"Suster Yesi, dokter Diandra ada di dalam?" tanya Riki pada perawat yang pendamping Diandra kemarin.

"Dokter Dian belum datang" papar suster Yesi pada Riki. Riki menghela nafas berat.

"Kalau boleh tahu tadi malam dokter Diandra pulang jam berapa?" tanya Riki. Suster Yesi menggeleng.

"Maaf, kemarin aku sif pagi jadi tidak tahu dokter Dian pulang jam berapanya, coba tanya suster Wina saja dia sif malam!" ide suster Yesi.

"Terima kasih" kata Riki seraya pamit pada suster Yesi.

"Sama-sama"

Riki menuju ruang CCTV untuk mengecek rekaman kemarin sore kebetulan yang berjaga adalah Gio teman Riki.

"Lihat Diandra keluar lobi sekitar pukul 8 malam. Apa di rumahnya tidak ada?" tanya gio pada Riki. Riki menggeleng.

"Kenapa dia tidak menghubungiku saat mau pulang" keluh Riki. Gio menghendikkan bahu.

"Kamu tenang saja, siapa tahu dia sedang main ke rumah temannya atau keluarganya" ucap gio menenangkan Riki.

"Mending kamu kembali bertugas, nanti malah di cariin pak Bagio lho, kalau nanti dokter belum kembali, aku bantu kamu cariin dia" papar Gio. Riki mengangguk.

"Kalau begitu aku kembali dulu, thanks ya" pamit Riki kembali.

Saat Riki berjalan ke ruang praktek dokter umum Riki berpapasan dengan suster Yesi.

"Pak Riki," panggil suster Yesi. Riki berhenti.

"Ya sus, ada apa?" tanya Riki.

"Begini, tadi kata dokter Irawan dokter Diandra izin cuti beberapa hari karena dia pulang ke kampung katanya ada urusan mendadak gitu" jelas suster Yesi. Riki sempat berfikir aneh biasanya kalau ada sesuatu Diandra bilang pada Riki dulu.

"Pak Riki" panggil suster Yesi mengagetkan lamunan Riki.

"Eh, ya sus, kalau gitu terima kasih" kata Riki. Suster Yesi mengangguk.

"Sama-sama".

Riki pamit meninggalkan suster Yesi, suster Yesi memilih masuk kembali ke ruang praktek dokter umum untuk membantu dokter yang menggantikan Diandra untuk sementara waktu.

"Selamat siang tuan Eldar" sambut seseorang lelaki paruh baya pada Eldar.

"Selamat siang tuan Irawan" Eldar menyambut balik dokter Irawan.

"Sungguh kehormatan tersendiri bagi saya anda bersedia menjadi donatur rumah sakit" tutur dr. Irawan pada Eldar. Eldar menatap dr. Irawan dengan datar.

"Tapi soal cuti dokter Diandra, saya harap anda tidak keberatan" papar Eldar pada dr. Irawan.

"Tentu, dokter Diandra boleh cuti semaunya" balas dr. Irawan. Eldar mengangguk, kemudian dia berpamitan dulu pada dr. Irawan.

"Anda sudah bangun nona" papar wanita paruh baya yang bermata huzel pada Diandra saat Diandra membuka matanya. Diandra mengernyit mendapati dirinya yang sudah memakai baju dan di sebelahnya ada wanita paruh baya yang cantik.

"Apa aku bermimpi?" gumannya lirih tapi masih terdengar olehnya. Wanita paruh baya itu tersenyum lembut pada Diandra.

"Anda tidak bermimpi nona" sela wanita paruh baya itu seraya mengambil makanan di nampan dan menyodorkan pada Diandra.

"Dari tadi malam kata tuan Eldar anda belum makan, tolong makanlah biar anda tidak sakit!" tutur lembut wanita paruh baya itu pada Diandra. Diandra menggeleng.

"Tidak, anda siapa? dan siapa itu tuan el_"

"Tuan Eldar nyonya, dia menyuruh saya untuk menjaga anda di sini" lanjut wanita paruh baya itu.

'Jadi lelaki itu namanya Eldar, terus kenapa aku berada di sini, bahkan aku tidak mengenalnya' batin Diandra berkecamuk.

"Nona, sebaiknya anda harus makan, nanti kalau anda tidak makan anda akan sakit, dan tuan Eldar akan marah" papar wanita paruh baya itu pada Diandra. Diandra tetap tidak mau.

"Aku ingin pulang" pinta Diandra.

"Bagaimana anda bisa pulang, anda saja masih lemah" tolak wanita paruh baya itu. Diandra menatap berang pada wanita paruh baya itu.

"Nyonya, tapi aku mau pulang, tolong bilang pada majikan anda agar melepaskan ku" ungkap Diandra sendu.

"Nona, tuan pasti akan memulangkan anda, tapi untuk saat ini anda masih sakit, jadi lebih baik anda makan agar cepat sembuh, biar anda bisa pulang!"

"Aku tidak lapar" celetuk Diandra.

Klik

Pintu terbuka menampilkan Eldar masuk ke dalam dengan sorotan tajam.

"Tuan" hormat wanita paruh baya itu pada Eldar.

"Biarkan dia jika tidak mau makan" kata Eldar dengan menghunus. Diandra tidak menghiraukan ke hadiran Eldar dia memilih melengos menatap dinding.

"Tinggalkan kita!" seru Eldar pada wanita paruh baya itu.

"Baik tuan" wanita paru baya itu bergegas meninggalkan mereka berdua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!