Brukk
gadis berhijab hitam tersungkur membuat lututnya berdarah.
"Siapa yang suruh lo duduk, ha!!" bentak gadis berkuncir kuda.
Ditariknya hijab Azura yang membuat gadis itu menahan nyeri pada kepalanya sebab Diana kakak tirinya itu bukan hanya menarik hijabnya namun juga rambutnya. belum lagi Azura harus menahan perih saat jarum pentul di hijabnya yang menancap di leher gadis itu akibat tarikan kasar Diana.
Azura terisak, gadis itu sudah tak bisa menahan genangan air mata yang kini membasahi pipi chubbynya.
Azura Ainun Azkia gadis cantik, putih, nan pendek. Tinggi Naura hanya berkisar 150 cm, bukan pendek banget sih, Azura itu mungil, tak lupa pipi Chubby nya yang berisi membuat gadis itu bertambah menggemaskan.
"Sekarang juga, lo beresin kamar gue!"
"Sampai gue menemuin debu sedikitpun di kamar gue, gue bakal aduin lo ke mama?" lanjut Diana mengancam Azura.
Mendengar nama mama, tubuh Azura tiba-tiba bergetar hebat, Azura menggenggam erat kedua tanganya pada pinggir baju.
jika sudah menyangkut Mama tirinya itu, Azura tau betul apa yang akan terjadi selanjutnya pada dirinya.
Diana tersenyum licik saat melihat Azura yang menunduk ketakutan. Dia merasa ada kesenangan tersendiri melihat adik tirinya itu menderita.
"hiks... I-iya kak, Azura bakal bersihin kamar kakak sampai bersih kok, Hiks," Azura menjawab dengan diiringi tangisan.
"Ck, drama lu, nangis mulu yang lo gedein." ketus Diana bersedakap dada menatap sinis pada Azura yang masih menunduk.
"Udah sono buruan bersihin kamar gue?!" Diana mendorong kasar bahu Azura hingga membuat ia tersungkur kembali.
Melihat Azura yang tersungkur, bukanya dibantu berdiri, Diana justru menertawai adik nya itu. lalu Diana beranjak pergi meninggalkan Azura yang masih menangis.
Azura menatap sendu bahu Diana yang mulai menghilang, Aku salah apa kak? Batin Azura.
Azura berusaha berdiri dengan menopang pada pinggir pintu kamar. Azura sebenarnya baru saja mau memasuki kamarnya dengan berlari kecil, namun teriakan Diana yang menggelegar membuat gadis itu kehilangan keseimbangan dan tersungkur di lantai akibat terkejut.
Setelah itu Azura pun berjalan menuruni tangga dengan langkah kaki pincang. Bahkan Azura tak mempedulikan perih pada lututnya yang terus mengeluarkan darah.
Sekarang yang ada di benak Azura, ia harus segera membersihkan kamar kakaknya itu agar Azura tak dimarahinya lagi.
Azura menghapus peluh di dahinya, bahkan baju gadis itu kini banyak berkeringat, Azura tersenyum lebar melihat kamar Diana yang sudah bersih dan rapi.
Diambilnya dua bungkus plastik besar berisi semua sampah cemilan yang ada di kamar Diana untuk ia buang ke kedepan.
Biasanya saat siang hari ada truk pengakut sampah yang mampir untuk mengambil semua sampah di depan kompleks nya. Sampah yang sudah di bungkus sengaja di taruh di depan pagar begitu saja agar nantinya diambil sendiri oleh pembersih sampah itu.
Azura selesai membersihkan tubuhnya yang kini terlihat lebih segar. Ia merebahkan tubuhnya di sisi ranjang sambil mengelus sebuah bingkai yang berisi foto alm. sang mama yang sudah tiada akibat penyakit leukimia.
air mata Azura kembali mengenang, dipeluknya foto sang mama erat, sangat erat seakan ia mengulurkan semua kerinduan pada sang bunda tersayang.
Tak terasa terlalu banyak menangis membuat Azura mengantuk, ia pun tertidur dengan masih memeluk foto bunda nya.
Azura bahkan lupa jika lutut yang terluka belum ia obati sama sekali.
°°°°°
Di lain tempat terlihat wanita dewasa yang cantik dengan baju oversize, celana jeans, tak lupa kacamata hitam yang bertelegar di hidung mancungnya. Wanita itu meraih sebatang rokok di sela jari nya lalu menghisapnya dengan santai.
Sedangkan pria gagah berjas rapi tersenyum lembut pada wanita tersebut.
"Jangan liatin gue? gue enek kalau lo liatin terus. Mending liat noh?" tunjuk wanita itu pada sekumpulan wanita cantik yang menatap suaminya dengan minat.
"Nggak ah, entar lo cemburu? gue juga lebih suka lihat istri gue yang cuantikk ini, dari pada mereka, ihhh." gombal pria yang dia sebut suaminya.
Pria itu bahkan merinding saat melihat kumpulan wanita penggoda yang sedang menatapnya seakan siap menerkam dia kapan saja.
Mendengar gombalan suaminya, wanita itu memutar bola matanya malas."Nggak usah gombal, semua itu nggak akan mempan sama gue, ndre," celetuk Vara.
"Dihh, gombalan gue itu ampuh ya, bukti nya aja sekarang lo bisa nikah sama gue yang cakep nya sejagat raya." pede Andre menyisir rambutnya ke belakang membuat para wanita tadi berteriak histeris akan aksinya.
Tak dengan Vara yang menatap Ilfil pada kepedean suaminya sejak dulu.
Drett...
Ponsel Vara tiba- tiba berbunyi, Vara pun merogoh saku celananya, terterah jelas nama polisi dari ponselnya.
"Halo, Ada apa ya pak?"
"Selamat siang bu, begini anak ibu telah kami bebaskan, jadi ibu dapat menjemput anak ibu sekarang." ujar seseorang di seberang sana.
"Baik pak, dan terimakasih atas infonya."
Vara menutup ponselnya, lalu beranjak sambil membuang puntung rokok nya ke sembarang arah. Andre yang melihat istrinya beranjak dia pun mengikuti langkah istrinya yang terlihat tergesa-gesa.
Andre menancap gas mobil menuju kantor polisi, di samping nya Vara sedang memakan permen karet sambil terus menyibukkan diri dengan ponselnya, Andre bahkan tak tahu siapa yang istrinya hubungi sekarang.
Sesampai nya di kantor polisi, Vara berjalan tegak, memasukkan satu tangan nya di dalam saku. Di pasang nya kacamata hitam itu dengan mulut yang tak berhenti mengunyah permen karet di ikuti Andre yang merapikan dasinya yang sedikit miring.
"Hey boy, How are you?" ujar Vara merangkul bahu anaknya.
"I'm ok Mom. Mom, are you drunk?" Tanya sang anak yang bernama Reiga Pada Mommy nya, sebab pria itu dapat mencium bau alkohol dan rokok dari mulut sang mama.
"Ya, gue baru aja dari club sama tuh, badut gue?" tunjuk santai Vara pada sang suami yang kini menatapnya tajam.
Bagaimana natapnya nggak tajam coba, suami ganteng gitu dibilang badut? Hahaha agak laen nih, Mommy yang satu ini.
Reiga melototkan mata nya pada sang mama yang sempat-sempatnya mampir ke klub sebelum menjemput nya. Padahal sudah dua hari lalu Reiga menelpon wanita itu untuk menjemput dirinya tempat waktu, Bahkan tadi Reiga harus menunggu lama sang mama yang malah asik sendiri dengan hobinya.
Kalian jangan terlalu terkejut jika ke club itu memang sudah menjadi hobi mama nya sejak wanita itu menderita atas kehilangan anak tunggalnya yang dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun akibat kasus pembunuhan Riko Geryo.
Reiga Malik Arkhava sudah 2 tahun mendekam di penjara atas kasus yang tak pernah ia lakukan, bahkan sudah banyak pengacara yang Andre dan Vara carikan. Namun tak ada satupun yang berhasil membebaskan Reiga dari tuduhan, sebab mereka kekurangan bukti, atau saksi mata.
Reiga pun menerima semua hukuman itu, Reiga juga berjanji setelah keluar dari sel ia akan mencari pembunuh yang sudah membuat ia hampir gila di dalam sel selama kurang lebih dua tahun ini.
Selama dua tahun terkurung di dalam jeruji besi, tak mudah bagi Reiga untuk menemui kunjungan orang tuanya. bahkan ia juga harus waspada pada teman satu sel nya yang kapan saja bisa membunuhnya.
Setiap sel berisi 4 orang dengan bermacam kasus, misalnya Teno pembunuh bayaran sekaligus ketua di dalam sel nya. Ada Bio mantan pemerkosaan, Dino mantan napi dan yang terakhir ia.
Teno dikenal sangat berkuasa di selnya, bahkan Bio dan Dino mau saja menjadi babu nya dan harus menaati semua perintah Teno.
Di mana kala itu Reiga baru saja masuk sel, Tino dengan garang memerintah Reiga untuk memijat punggungnya. Namun dengan santainya Reiga menolak dan lebih memilih menyibukkan diri membaca buku yang bisa di pinjam di sel.
Melihat itu gigi Tino mengemercik dengan kedua tangan mengepal. dilayangkan satu tinjuan tepat di kepala Reiga.
Mendengar pergerakan dengan gesit Reiga menahan kepalan tangan Tino yang hampir saja menyentuh rambut barunya itu.
Tino bertambah gerem saat Reiga dapat menahan tinjuan."Serang dia!!" pintah Tino pada kedua babunya.
Dino dan Bio pun langsung menyerang Reiga dengan brutal.
Bugh
Bugh
kedua babu Tion tergeletak di lantai dengan tubuh lemas, bahkan banyak luka memar yang Reiga layangkan pada keduanya. Sedangkan Reiga sendiri mendapatkan luka di sudut bibirnya yang robek hingga mengeluarkan darah.
Reiga menghapus kasar noda darah di bibirnya, lalu meludah ke sembarang arah. Ditatap tajam Tino yang kini mulai ketakutan.
Tino pun berlutut di hadapan Reiga."Maafkan saya tuan, saya berjanji akan menuruti semua keinginanmu, tapi tolong jangan melukai saya, saya mohon!!" mohon Tino menunduk sambil menangkup kedua telapak tangannya.
Reiga tak menjawab, pria itu justru beranjak ke kamar mandi.
Setelah kejadian itu Tino ddk tak berani lagi mengganggu nya, bahkan semenjak itu Tino ddk berganti menjadi babu Reiga.
Hai salama kenal....
Jangan lupa tekan tombol like, komen end vote.
Selamat membaca......
Reiga sudah sampai di rumah mewah nya, pria itu langsung merebahkan tubuhnya di kasur yang sudah lama ia rindukan.
"Udah lama ya, gue ninggalin dia. apa dia baik-baik aja tanpa gue?" monolog Reiga menatap langit-langit kamarnya.
"Reiga," panggil Vara dari arah dapur.
Reiga yang mendengarkan panggilan itu segera beranjak menuruni tangga.Terlihat sang mama yang telah menyiapkan makanan kesukaanya sayur sup.
Dengan senyum lebar Reiga menarik kursi lalu melahap makanan yang telah Vara siapkan di piringnya.
Vara yang melihat Reiga makan dengan lahap membuat wanita itu meneteskan air mata nya.
"Mom kok nangis sih? jangan sedih dong." Ujar Andre memeluk Vara untuk menenangkan nya.
Vara menolak, didorongnya bahu Andre dengan pelan, lalu Vara membuka kedua tangan nya minta di peluk oleh anak nya. Reiga pun beranjak lalu memeluk erat sang mama yang sangat-sangat ia rindukan setiap harinya.
Walaupun terkadang mama nya itu nyebelin dengan setiap tingkah. Tapi Reiga tetap menyayangi wanita yang telah melahirkan nya itu.
Andre yang mendapat penolakan dari Vara, pria itu menekuk wajahnya sebal.
"Papa gak diajak nih?" ujar Adrea, Vara menatap sekilas wajah suaminya
"Nggak." jawab singkat Vara lalu mengelus kepala Reiga sayang, dan beberapa kali mengecupi pipi tirus anak nya itu.
Reiga yang melihat tingkah sang papa di buat tertawa cekikikan saat wajah Andre yang terlihat lesu dan kusam.
Vara yang merasa kasihan pada suami nya itu, dia pun menarik bahu Andre lalu ketiganya pun berpelukan bersama. mengembalikan keharmonisan keluarga kecil mereka yang beberapa tahun ini terasa hampa tanpa sang anak, Reiga buah hati mereka satu-satunya.
****
ponsel milik Azura berbunyi, membuat sang empu terbangun.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, sayang."
"Ayah, gimana kabar ayah disana? ayah udah makan? udah minum obat juga belum?" tanya beruntun Azura pada sang ayah yang sedang bekerja di luar kota sejak seminggu lalu.
Pria berkepala empat itu tersenyum mendengar perkataan sang anak yang selalu memperhatikan kesehatanya.
"Alhamdulillah ayah baik nak, ayah juga sudah makan dan minum obat kok. jadi Azura nggak perlu khawatir." jawab Ilbi roy Azkia.
Mendengar itu Azura tersenyum lega."Syukurlah, ayah kapan pulang?" tanya Azura.
"Rindu ya, sama ayah?" ledek Ilbi dapat pria itu tebak jika sekarang sang anak sedang menahan senyuman nya.
"Iya..... Azura rindu banget sama ayah." Azura menutup mulut nya, gadis itu tak bisa menahan kembali tangisan nya.
Azura sungguh merindukan pria itu, ingin sekali ia memeluk papa nya untuk sesaat saja sambil mengadukan rasa sakit nya.
'Azura sakit pa, semua badan Azura sakit. Azura butuh pelukan papa...'
Ingin Azura mengadu begitu, tapi Azura tak bisa melakukannya, ia takut jika membuat ayah nya bersedih akan sifat ibu dan kakak tiri terhadapanya selama ini.
Jadi Azura lebih memilih bungkam atas perlakuan mama dan kakak tiri yang selalu menyakitinya.
"Ayah juga rindu kok sama Azura, Ayah pengen banget peluk Azura sekarang. tapi kerjaan ayah masih banyak nak, Azura tungguin ayah ya. ayah janji bakal telepon Azura saat ayah mau pulang." jelas panjang Ilbi agar Azura mengerti jika dia memang sedang sangat sibuk.
"I-Iya yah, Azura ngerti kok, yang terpenting ayah jangan lupa minum obat, jangan telat makan dan jaga kesehatan yah." pesan Azura pada Iibi yang tersenyum lebar di sana.
Inilah yang Iibi rindukan, rindukan setiap perhatian Azura yang membuat dia mengingat kembali mendiang istrinya. Sifat keduanya itu bahkan sangat sama.
"Yuadah, ayah matiin bentar ya telfon nya, ayah ada meeting penting sekarang. nanti Ayah telpon lagi ya, nak, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah menutup telepon dari sang ayah, Azura beranjak untuk melaksanakan sholat ashar.
****
Seminggu berlalu Azura baru saja pulang dari sekolah menggunakan taksi.
Sebenarnya Azura mempunyai supir pribadi, namun Diana menolak bahkan tak sudi jika Azura duduk di dalam mobil nya.
Padahal mobil itu sang ayah berikan untuk mereka berdua agar berangkat sekolah bersama dengan supir yang sudah Ilbi tugaskan.
"Azura?!"
Baru saja memasuki rumah mama Sinta sudah memanggilnya.
"I-iya ma." Jawab Azura menunduk takut, bahkan Azura tak mau menatap mata sinis ibu tiri nya.
"Ganti bajumu lalu memasaklah, aku sudah sangat lapar." Pinta Sinta dan di balas anggukan Azura patuh.
Azura pun menaiki tangga dengan tergesah. Lalu kembali turun setelah berganti baju, langkahnya dengan sedikit pincang membuat Azura harus menahan perih pada luka yang baru ia obati.
Azura pun memasak berkutak di dapur sendiri, ada bi Yanti juga yang membantu nya.
Masakan Azura pun jadi, Azura memasak Sayur asem, sambal terasi, dengan ikan goreng.
Sinta yang sudah lapar segera menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Azura yang tak jauh dari meja mama Sinta merasa senang saat melihat wanita itu memakan makanan nya dengan lahap.
Sinta yang merasa ada seseorang yang memperhatikan nya, wanita itu menatap Azura tajam hingga Azura yang ketahuan kembali menunduk.
"Ck ngapain kamu di situ, sana beresin ruang tamu? Setelah itu baru kamu mendapat makan." ujar Sinta.
"Iya ma." jawab Azura langsung beranjak membersihkan ruang tamu.
Beginilah keseharian Azura, gadis itu tak akan diberi makan jika tidak menuruti perintah Sinta. Bahkan pernah di mana Azura tak makan sehari full karena ia tak bisa mengerjakan pr Diana hingga Diana mendapatkan nilai jelek dan Diana mengadukan semua kekesalan nya itu pada sang mama. Alhasil Azura pun tak diberi makan sekalipun sebagai hukuman.
"Mama i'm comingg!!" teriak Diana yang baru datang lengkap dengan pakaian ketat. Diana juga membawa banyak tas belanjaan, sepertinya gadis itu baru saja berfoya-foya.
"Hay sayang, sini makan dulu, nak?" pinta Sinta membuat Diana menurut. Namun sebelum itu Sinta sudah lebih dulu menyuruh Azura untuk menaruh semua barang milik nya ke dalam kamar.
Selesai menaruh barang Diana, Azura lanjut membersihkan meja yang terdapat banyak foto-foto dan vas bunga.
Azura menghapus peluh yang membasahi dahi nya, perut Azura sudah berbunyi minta diisi. Azura juga belum makan sejak kemarin malam, saat itu ia kembali tertidur setelah sholat isya dan melupakan makan malam nya.
Melihat Mama dan kakak yang makan lahap, Azura meneguk ludahnya, ia menyentuh perut nya yang kembali sakit akibat lapar.
Azura tak bisa telat makan sebab gadis itu mempunyai penyakit magh, jadi jika ia makan terlambat perut gadis itu akan kesakitan, Azura juga menyiapkan obat yang disimpan di laci kamarnya untuk berjaga-jaga jika maag nya kambuh kembali saat ia tak diberi makan oleh mama Sinta.
"Azura kamu harus kuat, kita selesaikan secepatnya abis itu makan deh." Batin Azura tersenyum tipis membayangkan makanan kesukaan nya yaitu ikan goreng.
Azura melanjutkan mengelap meja dan,
Crangg!!
Azura tak sengaja menyenggol vas bunga hingga terjatuh dan pecah. Sinta dan Diana yang mendengar suara nyaring itu segera beranjak.
Sinta melototkan matanya saat ia melihat vas bunga kesayangan nya telah hancur berserakan.
"Astaga!! Vas bunga kesayangan gue!!" teriak Sinta, ia menarik hijab Azura kasar hingga Azura mendongak menatap mata Sinta yang memerah padam.
"LO APAIN VAS BUNGA GUE HA!! LO TAU NGGAK VAS ITU MAHAL, AZURA!!! DAN SEKARANG DENGAN GAMPANG NYA LO JATUHIN TUH BARANG BERHARGA GUE.... DASAR ANAK PEMBAWA SIALAN!!" Geram Sinta menyentak Azura yang kini sudah menangis ketakutan akibat tarikan Sinta yang semakin erat hingga membuat ia susah untuk bernafas.
Tak sampai di situ Sinta juga memberi dua kali tamparan keras di kedua pipi chubby Azura hingga gadis itu tersungkur di lantai.
Tangisan Azura pecah, ia menyentuh pipi chubby nya yang terasa perih, Azura semakin takut hingga membuat badanya bergetar saat ia melihat salah satu jari nya yang terdapat bercak darah, sepertinya sudut bibir Azura kembali terluka.
Dengan masih sesegukan Azura bersujud di hadapan Sinta."Maafin Azura ma, hiks, maaf udah buat vas bunga mama pecah. Azura janji bakal gantiin vas bunga mama dengan yang baru." Lirih Azura memohon agar sang mama mengampuninya.
Namun Sinta tak peduli, wanita itu justru menarik kembali hijab Azura kasar bak binatang tanpa memperdulikan tangisan Azura akibat kakinya yang menabrak kaki meja.
Sinta mendorong bahu Azura hingga gadis itu tersungkur, lalu Sinta mengunci Azura di gudang belakang yang tak jauh dari kamar bi Yanti.
Sedangkan Diana, gadis itu menjadi penonton di sofa dengan santai memakan cemilan. Diana tersenyum senang saat sang mama menampar Azura membuat ia bertambah bersemangat menonton drama yang real, no fake.
"Ya... udah selesai, nggak seru ah mama, harusnya tuh mama tampar lagi tuh jalang sok cantik. Masa harus berhenti gitu aja sih, Dianakan belum puas nonton nya..." monolog Diana sedikit kesal pada sang mama yang beranjak menarik Azura melewati pintu belakang.
Tontonan serunya telah selesai, Diana pun beranjak menaiki tangga menuju ke kamarnya yang terletak di lantai 2 berdekatan dengan kamar sang mama.
Sedangkan di lantai 1 itu kamar khusus Azura yang bersebelahan dengan kamar alm. mama Hiara, ibu Azura.
*********
Ihh... gemes.... 🤗
Selamat datang di cerita aku onnie....
next...👇
komen.....
Jangan lupa Like nya ya kakak.....
Terus ikutin ReigAzura ya....
Di dalam gudang kosong yang penuh dengan debu Azura meringkuk memeluk tubuhnya di dinding paling pojok. Azura menatap takut saat ia melihat ada wanita berbaju putih sedang merangkak dari atap lalu turun menghampirinya.
Azura berusaha menyembunyikan ketakutan nya di wajah yang ia buat seolah tak melihat wanita itu yang kini sudah berada tepat di hadapan wajah Azura.
Azura menarik nafas panjang saat tangan dingin itu menyentuh kepala nya. Wanita dengan separuh darah yang menutupi wajah kembali menyentuh pipi chubby Azura membuat sang empu membaca ayat kursi dalam hatinya.
Wanita seram itu pun pergi menghilang saat merasa tubuh nya terbakar. Azura pun bernafas lega, tubuhnya seketika lemas di lantai dengan badan kembali bergetar.
"Ayah.... hiks.... Azura mau peluk ayah, hiks...., Azura takut...., bun,,,,, Azura capek bunda..... Azura ikut bunda aja ya..... Semua jahat bun...." Lirih Azura.
Lelah menangis tanpa sadar Azura pun tertidur lelap sambil mengigau memanggil nama ayah Ilbi dan bunda Hiara. Lantai yang dingin dan ruang yang sembab seseorang sedang menatap Azura sambil bersadar di pinggir pintu di ikuti senyum tipis.
****
Reiga terduduk santai di ruang keluarga dengan tangan yang sibuk berkutat dengan ponsel.
Vara yang baru turun menuju dapur menuang air putih ke gelas lalu meneguknya tandas.
Pandangan Vara tak sengaja mengarah pada sang anak yang sudah tampan dengan balutan jaket hitam.
Vara menghampiri Reiga ke ruang keluarga yang tak jauh dari dapur.
Vara menepuk kepala Reiga."Mau kemana?" tanya Vara.
"Mau ke rumah Ica Mom, Reiga mau kasih kejutan ke rumahnya." jelas Reiga yang sedang merencanakan kejutan untuk Ica sahabat nya.
"Oh." balas singkat Vara, Wanita itu menyalakan tv dengan muka cuek, sepertinya Vara tak menyukai sahabat Reiga.
"Gitu dong reaksi Mommy?"
"Terus gue harus ngapain? Lo mau gue salto depan, ha?" kesal Vara pada Reiga yang masih pagi sudah membuat mood nya hancur.
"Ya nggak gitu juga sih, Mom." Reiga menggaruk kepala nya yang tak gatal, wajah Vara terlihat masam. Apakah ia salah ya bertanya seperti itu pada Mommy nya?
Setelah itu Reiga pun berpamitan pada Papa dan Mommy nya. Reiga melajukan motor sport nya menuju Mall.
Sesampainya di Mall besar, Reiga memikirkan motor nya lalu memasuki tokoh yang berisikan banyak berbagai macam boneka.
"Mbak bisa antarkan boneka ini ke alamat --" ujar Reiga pada Mbak kasir.
"Bisa kok, nanti akan kami antarkan secepatnya." jawab Mbak kasir ramah.
Tadi Reiga memesan satu boneka beruang besar berwarna pink. Pria itu juga membeli buket Bunga lili putih yang melambangkan kesucian, persahabatan dan kesetiaan.
Boneka besar di dalam kotak yang berbentuk kado itu telah sampai di depan rumah Ica. Reiga menyembunyikan buket bunga di belakang nya.
Reiga mengetuk pintu lalu keluarlah gadis cantik dengan rambut sepunggung sedang mengelus kedua matanya. Sepertinya gadis itu baru saja bangun.
Melihat sahabat yang ia rindukan, Reiga menahan tawa nya saat melihat rambut berantakan Ica dengan sepasang sandal yang gadis itu gunakan dengan terbalik.
"REIGA!!" pekik Ica dan langsung menerjang tubuh jangkung pria itu. Reiga dengan senang membalas pelukan Ica.
"Hiks, Ica kangen tau sama Reiga. Reiga kenapa keluarnya lama banget sih, hiks..." Ica terisak di ceruk leher Reiga, Ica mengeluarkan semua tangisan nya akibat rindu yang mendalam.
Beberapa bulan lalu Ica berencana untuk menjenguk sahabat nya itu di dalam sel. Namun gadis itu harus pulang dengan langkah kecewa saat penjaga tak mengizinkan nya untuk menemui Reiga. Sebab Reiga masih dalam masa proses.
Dan sekarang secara nyata, orang yang dia rindukan berada tepat di pelukan nya. Ica harap jika ini mimpi dia tak mau terbangun dari mimpi indah nya ini.
Ica melepas pelukan nya, dia menangkup wajah Reiga sambil menatap nya dengan serius.
"I-ini beneran lo, ga?" tanya Ica dengan nada sesegukan.
Reiga tersenyum simpul, ia membenarkan rambut Ica yang amburadul.
"Ini gue ca, Reiga sahabat lo." jawab pria itu.
Mendengar suara Reiga yang nyata Ica kembali memeluk erat Reiga. Ica merasa sedih sekaligus bahagia.
Reiga mengelus punggung Ica yang masih menangis, ia membiarkan gadis itu memeluknya sepuasnya.
****
Di lain tempat pintu terbuka membuat cahaya terang memasuki rentina Azura. Azura mengerjapkan mata sendu nya.
Bi Yanti yang melihat anak majikan nya itu seketika memeluk Azura."Maafin bibi ya non, non pasti lapar?" tukas bi Yanti sambil mengelus kepala Azura lembut.
"Astagfirullah, non demam!!" bi Yanti berteriak panik saat tadi ai menyentuh kuning Azura yang terasa begitu panas.
Azura yang merasa kepalanya pusing dan tubuh yang lemas hanya bisa menatap bi Yanti yang terlihat panik.
Bi yanti pun membantu Azura berdiri lalu membawa Azura ke dalam kamar nya.
Namun belum sempat masuk Sinta sudah bersedekap dada tatapan garang di hadapan mereka berdua.
Bi Yanti mematung takut, Sinta sekarang terlihat lebih menyeramkan daripada hantu, bi Yanti menunduk.
"Siapa yang nyuruh lo keluarin dia, ha?!!" sentak Sinta yang membuat bi Yanti tersentak kaget.
"M-maaf nyonya, tapi non Azura lagi demam. Saya hanya takut jika tuan tahu akan berakibat fatal pada Nyonya. Jadi saya mengeluarkan non Azura, belum lagi Non Azura belum makan mulai kemarin." jelas bi Yanti mencari alasan sebaik mungkin agar bisa keluar dari amarah Sinta.
Mendengar penjelasan itu Sinta pun mengangguk."Bener juga kata lo, kalau semua terbongkar entar gue sendiri yang celaka." Sinta setuju dengan pendapat bi Yanti. Sinta pun beranjak menaiki Lift menuju lantai dua.
Hal itu membuat bi Yanti pun bernafas lega, sebab Sinta sudah termakan ucapanya. Di kadang bi Yanti menidurkan tubuh Azura di ranjang lalu menyelimutinya.
Bi Yanti beranjak ke dapur dan kembali dengan bak kecil berisi air untuk mengompres Azura.
Bi Yanti mengompres pelan pipi chubby Azura yang memar, Azura meringis pelan saat rasa perih menyerang.
Selesai mengompres bi Yanti menyuapi Azura hingga sekarang Azura pun tertidur lelap dengan selimut tebal.
Taman asri nan hijau di kelilingi berbagai banyak bunga berwarna-warni. Kupu-kupu yang bertebangan di ikuti suara gemercik sahutan burung di padukan dengan suasana gunung.
Azura menghirup udara dingin dengan bau rumput sehabis hujan. Ia membuka mata dan berhadapan langsung dengan seorang wanita cantik bergaun putih tulang. Wanita yang ia rindukan kini tepat di hadapan Azura dengan senyum yang mengembang.
Di ulurkan kedua tangan lebar senyum indah itu seakan tak akan pernah pudar. Azura tersadar dengan genangan air mata.
Azura berlari sekencang mungkin, lalu jatuh ke rengkuhan sang bunda. Pelukan hangat bunda membuat Azura tak berhenti menangis. Sungguh ia sangat merindukan ibunya ini.
"Sayang, sini lihat bunda, jangan nangis ya? Bunda tau kok anak bunda kuat." Hiara menangkup pipi chubby Azura, mata indah itu terlihat suram.
Azura menggeleng kuat, ia melepaskan tangan sang bunda dari wajahnya."Nggak bun, Azura nggak sekuat itu, Azura capek bun sama semua ini, hiks.... Azura capek....." tangis Azura menatap bunda dengan kesedihan mendalam.
Hiara menitihkan air mata, ia mengelus pipi Azura."Azura.... Azura balik ya, nak. Kasihan nak, ayah pasti lagi nungguin Azura." bujuk Hiara agar Azura mau kembali ke dunia nya.
Azura menggeleng keras, ia kembali memeluk erat Hiara."Nggak bun, Azura nggak mau kembali..... Azura mau sama bunda aja disini. Azura nggak papa kok nggak balik, asal Azura selalu di samping bunda." Azura menolak untuk kembali, sudah terlalu banyak sakit batin dan fisiknya yang terkikis oleh perbuatan keji Sinta dan Diana yang justru bahagia di atas penderitaan yang ia terima.
Di kamar bi Yanti menangis khawatir saat melihat tubuh Azura yang kejang-kejang. Ia tak tau harus berbuat apa, mau menghubungi Ilbi juga ia tak berani takut terkena omelan Sinta dan berakhir ia bisa saja dipecat. Dan bi Yanti tak mau itu terjadi sebab ia sudah berjanji pada nyonya nya dulu, bunda Hiara untuk selalu menemani non Azura.
"Nggak sayang, kamu Nggak nggak boleh ikut bunda, kamu harus kembali. Ada seseorang yang menunggumu, nak." pinta Hiara pada Azura yang kini berlutut di hadapan wanita itu.
Di balik pintu kamar bi Yanti seseorang berbaju kebaya, cantik, namun dengan baju penuh darah menatap sendu Azura yang terbujur tak sadarkan diri.
Lo harus kembali, gue butuh bantuan lo..... Azura. Batin seseorang.
********
Jangan lupa Like kakak.....
next👇
komen....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!