Cerita bermula ketika Apri mencari Sekolah Menengah Atas, (SMA) yang akan ia masuki untuk kelanjutan sekolahnya. namun ia kebingungan karena semua Sekolahan di masa itu mengenakan biaya masuk, atau biaya Pendaftaran untuk setiap Pelajar baru.
Karena keadaan orang tuanya yang sedang memperihatinkan sampai tak bisa memberikannya biaya untuk pendaftaran Apri masuk sekolah, oleh sebab itu Apri berusaha mencari sekolah yang tak memerlukan biaya pendaftaran.
Namun nyata nya sangat sulit, karena rata-rata Sekolahan disana mengenakan biaya pendaftaran untuk masuk kesekolah tersebut. membuat apri kebingungan dan menghela nafas panjang,
"duh, gimana yah?" tanya apri pada dirinya sendiri ketika sudah mencoba mendaftar ke berbagai sekolah yang berbeda namun semuanya mengenakan biaya pendaftaran.
Terlebih ia telah selesai dengan Ujian akhir sekolahnya, ketika teman-temannya sudah mendaftar ke sekolah yang ingin di tuju dan berhasil diterima. Sedangkan apri malah terdiam kebingungan, karena tak tahu harus mendaftar ke sekolah mana lagi.
Namun hari itu adalah hari di mana paman apri yang merupakan saudara jauh dari ibunya datang berkunjung, karena sedang ada urusan kerja disana. mumpung disana ia pun menyempatkan diri untuk mampir ke rumah orang tua apri terlebih dahulu.
Namanya om Rudi, seorang ayah yang berusia 40 tahun. Memiliki 3 orang putri dengan seorang istri yang usia nya lebih muda beberapa tahun darinya.
"eh, Apri kan?" Tanya om Rudi dengan raut wajah terkejut, tatkala melihat Apri untuk pertama kalinya setelah sekian lama tak bertemu. "enya om, hehehe". enya artinya (iya), Apri menjawab dengan raut wajah terkejut juga, karena sudah beberapa tahun tak melihat om nya Rudi.
"sekolah dimana sekarang?"
"baru lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) om".
"oh, sudah daftar SMA?"
"heheh, belum om"
"kok belum? padahal sebentar lagi sudah mulai masuk tahun ajaran baru".
"iya om, masa masuk ke hati om".
"hahaha, bisa aja kamu"
Kemudian om Rudi masuk ke dalam rumah untuk menemui ibu apri, entah apa yang mereka berdua bicarakan sampai memakan waktu yang cukup lama. membuat Apri penasaran namun, tak enak jika tiba-tiba ikut bergabung dengan obrolan orang dewasa yang mungkin saja tak seharusnya ia ketahui. Setelah itu om Rudi keluar dari rumah bertemu dengan Apri kembali yang masih duduk di depan teras rumahnya.
"Pri sekolah di tempat om aja, mau gak?"
"kebetulan om ngajar disana".
"nanti om yang bayar biaya sekolahnya".
tanya om Rudi kepada Apri dengan tiba-tiba, membuatnya harus berfikir sejenak sebelum menjawab.
"harus tanya ibu dulu ini mah om" Jawab Apri kepada om Rudi, di tengah obrolan mereka berdua ibu Apri datang dan ikut berbicara. "kalo mau mah, Apri ikut om aja". sambung ibunya seperti menyetujui Apri untuk bersekolah di tempat om nya
karena sudah tak tahu harus mencari sekolah tanpa biaya pendaftaran di mana
lagi.
"iya mau atuh" jawab Apri kepada om
Rudi menyetujui tawaran yang di berikan
kepadanya, Apri berfikir karena tak ada
Salah nya juga untuk menerima terlebih
Om rudi berniat membiayai pendaftaran
sekolah Apri.
"ya sudah, Om pamit dulu". ucap om Rudi berpamitan kepada Apri dan Ibunya, dengan senyuman ramah dan sikapnya yang hangat layaknya seorang penyelamat yang datang di waktu yang tepat di tengah-tengah masalah yang sedang di hadapi oleh Apri.
Setelah di terima sekolah di sana Apri menjadi senang, ia mulai memikirkan banyak hal ketika nanti tinggal di kota. "sekolah di kota, murid ceweknya pasti cantik-cantik". "kalo maen, di sekitar gedung-gedung besar nan tinggi". "terus punya pacar cewek cantik". "lulus sekolah kerja di kantoran, pakainya jas berangkat bawa mobil". "nanti pacar ku orang tuanya kaya, terus di kasih perusahaan".
Gumam Apri dalam batinnya sembari membayangkan semuanya dalam pikiran ia sendiri. "Apri!" teriak ibunya, membuat nya berhenti menghayal.
"naon mak, ngaganggu wae". itu bahasa sunda yang artinya, (apa bu, ganggu aja). kemudian Ibunya menjawab,
"Apri pang meserkeun emak bawang heula". Artinya (apri belikan emak bawang dulu). "muhun" (iya), jawab Apri sembari berjalan menghampiri Ibunya di dapur. Dengan wajah sedikit kecewa dan langkah kaki yang lemas seperti tak mau menerima kenyataan.
Setelah itu satu bulan berlalu sampai waktunya tiba untuk Apri berangkat, Berangkat bersama Om nya yang datang menjemput Apri, yang membuat Apri harus berpamitan dengan keluarganya membuatnya harus berpisah dengan kedua orang tuanya.
Dalam sebuah mobil yang di kendarai Om Rudi, ternyata Ada seorang perempuan yang merupakan anaknya om Rudi, duduk di samping om Rudi. Sedangkan Apri duduk sendirian di bangku tengah, saat hendak duduk perempuan itu sekilas melirik ke arah Apri dengan tatapan sinis.
Namun Apri sendiri tak terlalu memperdulikan hal itu, karena bagi dirinya wajar saja jika seseorang menatap sinis kepada orang asing yang baru ia temui. Perjalanan pertama Apri pun dimulai, dalam mobil Apri nampak gugup dan canggung, Ia tak tahu harus bersikap seperti apa. Sekedar menjawab ketika ditanya dan ia malah kebingung haru bertanya balik atau bagaimana, yang akhirnya membuatnya memilih untuk
diam saja.
"ayah, itu siapa?" tanya perempuan itu kepada om Rudi dengan nada polosnya,
"tanya langsung dong, masa tanya ayah". "hehehe" jawab om Rudi sembari tertawa
menggoda putri nya, "ih ayah mah". Mendengar ia di bicarakan oleh anak perempuan om Rudi, dengan suaranya yang halus dan nada feminimnya, membuat Apri menutup wajahnya yang tersipu malu.
"Dia namanya apri"
"Apri, ini anak Om, namanya Riska". ucap Om Rudi memperkenalkan mereka
berdua. "Tapi awas lo pri, kalo pacaran sama anak gw". Pri itu maksudnya (Apri),
Sambung om rudi dengan nada bercanda.
"ih, apa sih yah pacar-pacaran!"
Saut riska dengan nada sedikit kesal.
"hehehe" Om Rudi hanya membalasnya dengan tertawa kecil, sedangkan Apri hanya berdiam saja tanpa berani untuk
ikut bercanda terlebih ia belum lancar berbicara bahasa indonesia membuatnya
sedikit kesulitan dengan nada bicara yang masih menggunakan logat sundanya.
Perjalanan yang harus mereka tempuh memerlukan waktu sekitar 4 jam. sehingga membuat mereka sampai Di Bekasi sore hari, karena mereka berangkat dari rumah Apri siang hari. Sesampainya disana Apri sangat terkejut melihat rumah Om nya cukup mewah, dengan Rumah-rumah di sekitarnya yang mewah semua.
"euweuh nu siga bumi Apri mah, gelo!". artinya, (gak ada yang sama kaya rumah apri, gila!). dalam batin Apri sembari melihat Rumah-rumah tetangga Om Rudi.
"Apri keur naon? cepet masuk". ucap Om Rudi kepada Apri yang masih di luar rumah, kemudian Apri berkenalan dengan Istri om Rudi dan kedua anak perempuannya.
"oh, ini yang namannya Apri".
"nanti panggil saya ibu aja, terus itu anak saya namanya "salsa" yang paling tua, dan satunya lagi namanya "pricilia". panggil aja "cila", terus kamar kamu di atas dan jangan lupa jaga kebersihan!".
Jelas Bibi Apri dengan lengkap panjang
lebar kepadanya namun ia merasa sedikit aneh ketika meminta untuk di panggil ibu, "mungkin di kota mah memang gini". dalam batin Apri karena ia sadar jika ini pertama kalinya ia datang ke kota tanpa tau budaya dan kebiasaan disana.
Setelah beberapa hari tinggal di rumah om Rudi membuat Apri mulai terbiasa dan mengenal setiap karakter dari keluarga om Rudi, Istrinya om Rudi yang tegas dan selalu menjunjung etika.
Cila anak yang cantik nan lucu dengan sikap mudah akrabnya membuat Apri sangat dekat dengannya meski dalam waktu singkat, sedangkan Salsa selalu menatap nya dengan sinis dan jijik.
Seperti orang yang tak menyukai kehadiran Apri di sana, namun Apri tak menyerah untuk berusaha tetap dekat dan akrab dengannya. Hari itu Apri bangun kesingan sekitar jam 8 pagi, saat hendak mandi ia terkejut ada suara ramai dan ribut yang berasal dari lantai bawah.
"Bibi lama banget pulangnya".
"iya Bi, cila kangen Bibi".
"hehehe, sekarangkan sudah disini"
Apri hanya mengintip dari lantai atas di dekat tangga, membuatnya dapat melihat apa yang terjadi di sana.
"eh, aya pembantu oge". Artinya (eh, ada pembantu juga). om Rudi memiliki seorang pembantu yang bernama bi Esih.
seorang wanita paruh baya yang masih terlihat energik, berbadan besar dengan tinggi sekitar 150 centi meter.
Setelah itu Apri pun melanjutkan niat awalnya untuk mandi, kemudian selesai mandi ia biasanya diam di dalam kamar karena tak tahu harus melakukan apa.
terlebih ia hanya orang asing yang tinggal di rumah itu, membuatnya merasa tak nyaman ketika ikut berkumpul bersama mereka.
"kruek!" suara perut Apri yang terus berbunyi sedari tadi, karena dirinya belum makan dari pagi.
"iraha ieu di titah dahar na". artinya (kapan ini di suruh makannya). Karena bagi orang asing seperti Apri sangat tidak sopan jika tiba-tiba langsung memakan makanan yang ada di sana, lebih baik menunggu di tawari makan atau di suruh makan terlebih dahulu oleh si pemilik rumah.
Apri pun memutuskan untuk turun ke lantai bawah, siapa tau ketika turun ia akan langsung di tawari makan, pikirnya seperti itu namun ternyata tidak.
"Bos baru bangun!".
ucap salsa dengan wajah ketusnya tatkala melihat apri yang berjalan setelah menuruni tangga. Di sana ada Salsa yang sedang duduk di sofa, dan juga ada cila yang sedang duduk di depan televisi menonton acara kesukaannya.
"eh, kenapa?" dalam batin Apri karena tak mengerti apa yang di maksud oleh ucapan Salsa, namun melihat raut wajahnya dengan tatapan jijiknya membuat Apri sedikit mengerti, jika ia tak bisa langsung makan dengan mudah. Membuat Apri berdiri mematung karena tak tahu harus bagaimana.
Namun tak lama bi Esih datang hendak mengambil pakaian yang sedang di cuci dan berniat untuk menjemurnya,
"eh, ini siapa?" tanya bi Esih kepada apri dengan senyum yang bersahaja.
"Saya Apri Bi", jawab Apri memperkenalkan dirinya. "oh, Apri" jawab bi Esih sembari mengeluarkan pakaian yang selesai di cuci.
"Apri, tolong bantu angkat-in jemuran ke atas". ucap bi Esih meminta tolong Apri, "eh, mana bi saya bantu" jawab Apri sembari mengangkat sebuah ember yang di penuhi pakaian basah. Namun karena Apri sudah terbiasa mengangkat berat di kampungnya, membuat dia tak kesulitan untuk membawanya menaiki tangga ke lantai ke lantai dua.
Setelah sampai di balkon atas rumah Apri meletakannya di bawah tempat jemuran, di saat yang sama Bi Esih menyusulnya dari belakang. Kemudian ia berkata,
"Apri sudah berapa lama di sini?"
"lima harian bi",
"Apri bantuin Bersih-bersih rumah?"
"eh, henteu Bi". (eh, Tidak Bi).
"ih maneh mah, gelo!" artinya, (ih kamu mah gila). Jawab bi Esih yang ternyata ia juga orang Sunda, yang bisa berbicara bahasa Sunda dengan fasih.
mendengar ucapan bi Esih membuat Apri kebingungan, "kok, jadi gelo" dalam batinnya. Kemudian bi Esih menjelaskan jika Apri di undang ke rumah ini tujuannya untuk membantu pekerjaan rumah seperti, menyapu, mengepel lantai, cuci piring dan lain sebagainya.
Mengenai biaya sekolah yang di bayari memanglah benar, namun mereka tak memberi bantuan begitu saja dan mereka meminta balasan atas apa yang mereka beri. "pantes weh, Salsa gak suka sama kamu". "sudah kaya bos katanya". Ujar bi Esih kepada Apri, kemudian ia menceritakan juga jika dahulu ada anak sepertinya yang di bantu untuk sekolah namun ia tak kuat karena perlakuan dari yang punya rumah, yang membuatnya pergi tanpa berpamitan (kabur).
"Tinggal di kost saja, kalo gitu mah Bi". jawab Apri kepada bi Esih dengan wajah yang terkejut mengetahui kenyataan dalam keadaannya sekarang.
"teu bisa, kan eta dekeut sekolahan na". Artinya, (gak bisa, kan sekolahannya itu dekat). Sembari menunjuk ke arah sebelah kiri dari tempat nya berdiri.
"kalo kamu gak mau tinggal di sini, ya bantuan biaya sekolahnya berhenti".
jelas bi Esih sembari mengitkan pakaian ke tempat jemuran.
Kemudian bi Esih menyuruh apri untuk tidak Malas-malasan dan bangun pagi untuk menyapu dan mengepel semua ruangan dalam rumah kecuali kamar, karena jika yang punya kamar masih tidur biarkan saja tunggu bangun baru kemudian di bersihkan. Setelah itu Apri juga di minta untuk selalu mencuci piring ketika melihat piring yang kotor di tempat cucian piring yang ada di dapur.
dan yang terakhir yang paling fatal adalah, "jangan Berani-berani asal mengambil makanan yang ada di atas meja kecuali, Jika di tawari oleh majikan".
ucap bi Esih dengan jelas dan nada yang tegas, Memperingati Apri untuk tidak melakukan hal tersebut.
"eh, iya Bi". Jawab Apri dengan wajah tegang setelah mendengar semua hal yang di ucapkan Bi Esih membuatnya takut.
Selesai menjemur ia pun turun menuruni tangga dan mengikuti langkah dari Bi Esih, kemudian Apri membantunya menyiapkan makanan untuk sore hari. Mengetahui Apri yang belum makan sedari pagi Bi Esih pun mengambilkan makanan yang ada di meja makan untuk Apri makan di dapur.
"udah sok makan dulu aja". Ucap bi Esih kepada Apri sembari memberinya lauk dan nasi.
Selama makan Apri pun menjadi kepikiran "oh, jadi Apri teh harus Bantu-bantu". dalam batinnya sembari mengunyah makanan yang ia makan, sampai ketika selesai makan om Rudi baru datang setelah pergi entah dari mana berdua bersama istrinya. "Apri?" teriak om Rudi memanggil Apri, "iya om". Jawab Apri sembari bergegas menghampirinya.
"sudah makan?"
"sudah Om".
"syukur deh, oh iya, jangan panggil Om panggil bapak aja".
"kalo Om mah, siga Om-om genit. Hehehe". Jawab om Rudi meminta Apri untuk berhenti memanggil Om dan menggantinya dengan memanggil "Bapak" atau "Pak".
Apri pun tak mempermasalahkan hal itu dan mengikuti apa yang di katakan om Rudi, Apri berpikir mungkin supaya tidak kebiasaan memanggil Om ketika bertemu. Terlebih om Rudi merupakan seorang di sekolahnya nanti, yang nanti akan ikut mengajar di kelasnya.
Tiga hari sebelum Apri masuk sekolah, ia di ajak oleh om Rudi untuk ikut pergi ke sebuah mall yang ada di kota itu. pergi bersama keluarganya beserta bi Esih juga ikut pergi bersama.
"Apri ayo". ajak om Rudi
"eh Bibi juga ikut?" tanya Apri kepada bi Esih. "iya atuh, nanti yang jagain neng cila siapa?, kalo bukan bibi". Jawab bi Esih dengan raut wajah yang tidak puas, dengan mengerutkan sedikit alisnya seperti berkata, "aku tidak mau ikut".
raut wajah memang selalu mengatakan apa yang tak bisa di katakan oleh kedua bibir kita, mewakili perasaan sesungguhnya yang tak bisa di ungkapkan. Sesampainya di mall, Apri hanya berjalan mengikuti keluarga om Rudi dari belakang.
"wow, mewahnya". Gumam Apri dalam batinnya sembari mengagumi kemewahan mall yang ia kunjungi, menatap ke segala sisi dengan sepasang mata yang berbinar senang.
"tch, apa si!"
gumam salsa yang melihat wajah Apri. Sampai membuat Apri mendengar ucapannya tersebut. "eh, dia kenapa?" tanya Apri dalam batinnya kepada dirinya sendiri.
Ini adalah pertama kalinya Apri mengunjungi sebuah Mall, membuatnya sangat terkejut oleh banyaknya hal yang baru ia lihat. "lantai na bersih pisan, enak keun siga na keur sasarean mah". gumam Apri dalam batinnya, artinya (lantainya bersih banget, kayanya enak kalo buat tidur ) seperti itu lah pikir Apri.
Karena di desa atau di kabupaten nya belum ada Mall, bahkan sekedar Gramedia atau Bioskop pun belum ada. kenyataan nya memang seperti itu, Apri kembali terkejut ketika melihat sebuah pintu masuk yang terus berputar secara otomatis.
"Eeh, kumaha mun nyangkut?" artinya, "gimana kalo nyangkut?". ucap Apri dengan sangat terkejut karena baru pertama kali melihat pintu masuk yang terus berputar dengan sendirinya, yang digunakan untuk setiap orang keluar dan masuk tanpa harus mendorong atau menarik pintu terlebih Dahulu.
Apri si anak kampung Terus-terusan terkejut dengan ekspresi wajah antusias, yang membuat Salsa sangat tak menyukainya. ia menganggap jika Apri itu sangat norak dan kampungan, "kenapa sih ayah Bawa-bawa orang itu segala?". Gumam Salsa dalam batinnya, Ia merasa malu jika harus berjalan bersama Apri.
Apri kembali terkejut dengan banyak hal lainnya seperti, tangga berjalan (eskalator), pintu kaca yang terbuka sendiri, dan lain-lain yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Mereka memutuskan makan bersama terlebih dahulu, makan di sebuah restoran jepang dengan semua menu makanan khas jepang. semua Nama-nama makanan di menu itu tidak Apri mengerti,
" Apri mau pesan apa?" tanya istrinya om Rudi, Apri pun terdiam karena tak tahu tentang semua makanan itu.
"samain we, Bu". (we itu artinya saja), jawab Apri karena yang ia tahu adalah yang penting makan saja.
"ahahah"
"samain weh bu" .
mereka tertawa bersama mengagap jika logat dan cara berbicara Apri sangat lucu. "ya sudah samain aja, Apri ini aja". Ucap istrinya om Rudi memilihkan makanan untuk Apri.
Kemudian setelah cukup lama menunggu makanan yang mereka pesan pun datang, Apri kembali terkejut ketika makanannya masih mentah dan harus di masak terlebih dahulu di atas kompor dengan sebuh tempat merendam seperti panci dan satu kompor lagi di gunakan untuk penggorengan kecil untuk menggoreng, yang terletak di tengah meja. Ia menatap dengan mata yang terbuka lebar sampai lupa caranya untuk berkedip, karena hal seperti ini juga baru ia lihat sekarang.
Di tengah keterkejutannya Apri merasa panik karena tidak ada sendok, hanya di sediakan sepasang sumpit. Ia baru sadar jika semua orang yang sedang makan di sana menggunakan sumpit.
"eh kumaha ieu?"
gumam Apri sembari mencoba mengambil makanannya menggunakan sumpit namun selalu jatuh kembali.
"ahahah"
mereka semua menertawakan tingkah lucu Apri yang sedari tadi sedang kesulitan dengan sumpit yang ia gunakan.
"hahahah"
"pake tangan saja pri". Ucap om Rudi sembari tertawa melihat Apri, "eh jangan pake tangan". Sambung istri om Rudi memperingati Apri untuk tidak makan menggunakan tangannya langsung.
untungnya ada bi Esih yang meminta kepada pelayan untuk mengambilkan dua buah sendok, "saya juga gak bisa kalo pake sumpit mah". Ujar bi Esih sembari memberikan sendok kepada Apri .
setelah makan mereka semua pergi meuju toko perlengkapan sekolah, untuk membeli alat tulis dan perlengkapan lainnya untuk anak-anak om Rudi sekolah. Namun tidak dengan salsa karena ia sudah memiliki semua yang ia perlukan untuk kuliahnya.
Salsa kuliah di salah satu Universitas bergengsi di kota jakarta. Ia selalu mendapatkan nilai bagus dan tergolong anak yang pintar namun keperibadiannya sedikit kurang baik, baginya orang asing seperti Apri itu hanya menyusahkan.
"Apri, tolong bawain" om Rudi meminta apri membawakan barang belanjaan mereka, sebagian lagi di bawa oleh bi Esih. "nih, bawain juga!" ucap Salsa dengan nada bicara kurang enak sembari menyeringai kepada Apri, Memandangnya dengan tatapan rendah.
Membuat Apri tersadar jika setiap pemberian akan selalu meminta balasan, entah setimpal ataupun tidak. Ia juga mulai sadar dengan posisinya saat ini, jika yang sedang berjalan di hadapannya bukan lagi keluarga Omnya secara keluarga. melainkan mereka semua adalah majikan yang harus Apri layani seperti apa yang di lakukan oleh bi Esih.
"kini Apri hanya seorang pelayan" gumam Apri dalam batinnya, seorang pelayan baru yang ada di dalam rumah. "rasanya lemas", ucap apri merasakan tubuhnya yang mulai kelelahan karena sedari pagi buta ia harus mencuci mobil, membersihkan ruangan, di lanjutkan dengan siang hari ia harus menyetrika pakaian.
Semua gambaran tentang ke indahan hidup di tengah gemerlap kota memang benar namun keadaan dirinya sekarang tak seperti apa yang ia bayangkan sebelumnya.
mereka semua pun pulang dengan semua barang yang di beli, termasuk Apri yang di belikan perlengkapan sekolah juga. Membuatnya merasa senang meskipun harus merasa lelah, karena ia pun sadar jika tidak ada yang gratis di dunia ini.
Sesampainya di rumah sudah pukul 10 malam, setelah memastikan tidak ada yang keluar lagi Apri di beri tugas untuk mengunci gerbang dan pintu rumah setiap malamnya. hal itu menjadi kebiasaan rutin baru dalam kesehariannya.
Setelah pintu di kunci menandakan jika kegiatan hari ini dan semua tugasnya telah usai, Apri naik ke lantai atas menuju kamarnya. Di lantai 2 ada 3 buah kamar termasuk kamarnya , 2 kamar sisanya di tempati oleh liska dan cila yang tidur bersama bi Esih .
Sedangkan di bawah ada om Rudi dan Salsa, di bawah ada satu kamar lagi yang kosong. Namun liska dan cila lebih memilih untuk tidur di lantai atas. Dan malam itu Apri bergegas langsung tidur karena harus bangun pagi buta untuk kembali mencuci mobil yang tadi telah kotor kembali karena telah di gunakan untuk pergi ke Mall.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!