Nayla ngacir dari gerbang sekolah, dengan beberapa umpattan kesal keluar dari bibir mungilnya. ia harus menggunakan seluruh tenaganya untuk datang secepat mungkin ke tempat Nayla kerja. jarum kecil di pergelangan tangannya sudah menunjuk ke arah angka 14:44.
Jam pulang sekolah di hari biasa sebenernya 13:00, tapi karena ulah si cewe caper di kelasnya, yang sok sok an nanya padahal cuma iseng aja nyari perhatian, supaya di nilai sebagai murid yang baik. Alhasil jam pulang di kelas itu Ter undur.
Tempat Nayla kerja tidak terlalu jauh dari sekolahnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai disana, tapi karena murid caper itu. sepertinya kali ini Nayla harus terlambat walaupun tidak terlalu lama. tetap saja bagi Nayla, yang namanya terlambat tidak ada jangka waktunya. dan itu sangat tidak disiplin.
"Permisi kak, maaf Nayla terlambat,"Sapa Nayla menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat kepada pemilik toko tempat Nayla kerja.
Pemilik toko itu tersenyum, lalu mempersilahkan Nayla untuk masuk dan melaksanakan tugasnya.
Nayla kerja di sebuah toko kue, sudah sejak lama sekitar 1,5 tahun lalu. Ada history dibalik tempat Nayla kerja sekarang.
Saat itu Nayla mencari lowongan kerja setelah di pecat dari tempat kerja sebelumnya. ketika berada di titik lelahnya, Nayla berhenti di sebuah kursi yang ada di pinggir taman. entah dari mana asalnya, tiba tiba pemilik toko kue itu menawarkan pekerjaan ke Nayla, Kerja part time karena Nayla masih sekolah.
Nayla tidak menyia nyiakan kesempatan itu dengan langsung mengiyakan tawaran orang itu. Dan besoknya Nayla langsung bekerja sampai saat ini.
Dengan kerja kerasnya juga sampai saat ini Nayla masih bisa merawat neneknya yang sudah sering sakit karena faktor usia. Nayla sangat bersyukur dan berterimakasih kepada orang itu, makanya sebisa mungkin Nayla tidak ingin mengecewakan bosnya apalagi kalau sampai membuat kesalahan termasuk terlambat.
"Nayla, Nanti kamu yang tutup toko ya, saya ada kepentingan di luar," ucap leon. mereka cukup dekat antara bos dan karyawan.
Namanya Leon, tinggi, tampan sedikit brewokan. Kalau di lihat dari penampilannya tidak akan ada yang mengira kalau pria itu seorang bos toko kue. Mungkin orang akan mengira Leon pria yang pekerjaannya di sebuah gedung tinggi dengan fasilitas yang megah.
Bukan hanya orang lain. Pertama kali bertemu dengan Leon, Nayla juga mengira orang ini hanya ingin menggodanya.
"saya berangkat," pamit Leon, setelah itu keluar menuju mobilnya yang terparkir di samping toko.
Nayla dan beberapa karyawan yang ada disana mengangguk pelan, kadang mereka suka heran dengan tingkah Leon, dia sering keluar menggunakan pakaian formal seperti pekerja kantoran.
"Kayaknya toko ini memang cuman sampingan bos aja deh," ucap Ida salah satu temen kerja Nayla.
"Udah ah lagi males ngurusin harta orang," tepis Meli.
"Emang elo gak mau Mel punya suami kayak bos,"
"Uda gue solawatin tiap hari Da, tapi ga ada perkembangan," jawab Meli dengan raut yang di buat buat se akan Uda nyerah.
"Dih, Kok disolawatin pula, dikira bos barang kali ya,"
"Yakan, katanya kalau pengen sesuatu disolawatin biar bisa di dapetin,"
"ga salah sih tapi, dah lah malah nambah pikiran,"
Nayla cuma geleng geleng kepala dengan tingkah random temannya, memang ada aja tingkah mereka berdua.
Sekarang Nayla sedang sibuk mengecek barang barang yang stoknya sudah hampir habis, untuk di catat kemudian akan pesankan stoknya lagi.
Disini. selain kue ada banyak menu lain, sebenernya toko ini lebih mirip sebuah cafe makanan penutup, dengan dua tempat. Indoor di bawah dan outdoor di atas, bahkan ada tempat karaoke di sana, tapi apa boleh buat nama yang tertulis di pintu masuk adalah toko kue bukan sebuah cafe.
Selesai mencatat semua nama nama barang yang sudah habis stoknya, Nayla kembali ke area kasir, posisi Nayla disini sebagai kasir, Leon sendiri yang meminta Nayla di posisi itu.
Setelah sekian jam berkutik disana, akhirnya malam sudah menunjukkan keindahannya, Nayla sedang duduk di depan toko setelah selesai menutup toko itu.
"Nay, Pulang sama siapa?" Revan, salah satu karyawan cowo, bingung juga si, tapi kalau di cafe mungkin Revan sebagai barista.
"biasa Van, sama kang ojol, ini bentar lagi nyampe,"
"Yaudah gue duluan Nay," Pamit Revan yang di sambut senyuman oleh Nayla.
Ni orang random banget nanya doang, aja balik Napa, kan lumayan gratis.
Sekarang tersisa Nayla seorang diri, yang lain Uda pada pulang.
"Deg Nayla?"
"Iya bang. Saya," Nayla berdiri dari duduknya ke arah kang ojol yang ia pesan tadi, kemudian memasang helm yang Abang itu berikan sebelum akhirnya melaju dari tempat itu.
Sepanjang jalan Nayla cuman ngelamun, memandangi jalan yang di penuhi kendaraan lalu lalang menghiasi indahnya jalanan. Pemandangan jalan di malam hari memang sempurna, dengan banyaknya lampu yang menerangi.
"kok Nenek tumben ga nelponin Nayla ya?" batin Nayla, Dari tadi tiba tiba kepikiran dengan keadaan neneknya. Di telpon pun ga ada jawaban.
Biasanya setiap Nayla terlambat sedikit saja dari jam pulang. Nek Elma bakal rewel nanyain dimana keberadaan cucu tersayangnya itu.
Tapi sekarang Jam sudah menunjukkan pukul 22:22. Sudah terlambat 30 menit dari jam biasanya Nayla sampai dirumah, tapi justru Nek Elma yang tidak ada kabar.
Seharusnya Nayla sampai dirumah sudah 30 menit yang lalu, tapi entah kenapa jalanan sangat macet tadi, padahal sudah hampir tengah malem. biasanya jam segitu tidak pernah macet.
"Makasih ya bang," Ucap Nayla sembari menyerahkan beberapa lembar uang ke kang ojolnya.
Setelah itu Nayla langsung masuk ke pekarangan rumahnya, membuka pintu dengan kunci cadangan yang Nayla bawa. Ucap salam kemudian masuk mencari keberadaan neneknya.
"Nek, Nayla pulang," Tujuan utama adalah kamar Nek Elma, biasanya wanita paruh baya itu akan setia nunggu Nayla diruang tamu. Tapi pas Nayla lihat disana tidak ada sosok Nek Elma.
Mungkin beliau sudah istirahat karena sudah malam.
"Nek," Panggil Nayla sekali lagi. Entah kenapa jantungnya tiba tiba berdetak sangat kencang. Nayla hawatir.
Nayla mencari Nek Elma di setiap sudut ruangan, Namun nihil, tidak ada keberadaannya di ruangan manapun. dapur, toilet, kamar mandi, kamar, dibelakang rumah pun tidak ada.
"lah ini Hp nenek," Nayla mengambil benda pipih itu yang terletak di depan TV.
Rasa khawatirnya semakin besar, apalagi ini sudah hampir tengah malam, tidak mungkin kan kalau Nek Elma masi ada di luar rumah. Apalagi Nek Elma bukan tipe orang yang suka keluyuran atau main dirumah tetangga, setiap hari kegiatannya hanya dirumah saja, kalau tidak merawat tanaman di belakang rumah, ya nonton TV. Itu saja kegiatan Nek Elma.
Nayla keluar dari Rumahnya menuju satu rumah tetangga yang berada di sebelah rumahnya terhalang pagar. Hanya Rumah itu harapan Nayla sekarang, walaupun Nek Elma sangat jarang sekali main kesana, tapi siapa tau mereka tau keberadaan Neneknya.
Detik berikutnya tiba tiba Nayla ragu, apalagi ini sudah tengah malam, Nayla takut mengganggu pemilik rumah yang mungkin sudah beristirahat, terlebih lampu rumah itu sudah gelap, artinya sang penghuni memang sedang istirahat.
Tapi tidak ada pilihan lain, keberadaan neneknya sekarang yang paling penting.
Tok Tok Tok
Clek.
Bersamaan dengan Nayla yang ngetok pintu, seroang Pria membuka pintu rumah tersebut.
"Om maaf Nayla ganggu," Ucap Nayla lesuh.
"Nayla, kamu kenapa masih disini," Tanya pria berumur 35 tahun itu. Oji.
"Om Nayla mau nanya Ne.. "
"Nenek dirumah sakit Nay, kamu belum tahu?Om pikir kamu sudah ada disana." potong Oji.
*
*
Nayla diam saja, tatapannya kabur menulusuri jalan.
"Tadi Om denger suara pintu rumah kamu terbuka makanya om mau keluar, om kira kamu sama nenek sudah pulang dari rumah sakit," oji membuka suara untuk memecahkan keheningan.
Sekarang keduanya menuju rumah sakit, oji sendiri yang menawarkan untuk mengantar Nayla, karena sudah tengah malam, tidak baik anak gadis keluar sendirian. Di tambah mungkin jam segitu sulit untuk mendapatkan transportasi umum di daerah itu, karena mereka tinggal di kampung.
Tidak ada jawaban dari Nayla. Oji mengerti, karena Nek Elma orang satu satunya yang Nayla punya, wajar dia sangat hawatir, apalagi tadi pas tau kalau Nek Elma mengalami kecelakaan, hampir saja Nayla kehilangan keseimbangan tubuhnya, sukur Oji sigap menenangkan gadis itu.
Tidak butuh waktu lama Mereka berdua sampai di rumah sakit umum di daerah sana.
Oji lumayan menggunakan kecepatan tinggi mengendarai mobilnya, itupun sesuai kemauan Nayla.
Nayla yang diikuti Oji langsung menuju kamar dimana Nek Elma berada. awalnya Nayla sedikit heran begitu sampai di depan ruangan yang di sebut repsionisnya, di depan ruangan itu ada 4 sampai 5 orang yang memakai stelan berwarna hitam, lebih tepatnya seperti bodyguard yang berdiri di depan pintu itu.
"kamarnya yang ini kan om," Tanya Nayla ke oji.
"Iya nay, kayaknya yang ini,"
"maaf anda siapa," Tanya salah satu orang yang memakai stelan hitam itu menghadang Nayla yang hendak masuk.
"saya Nayla," Jawab Nayla tergesa-gesa, gadis itu sudah tidak sabar ingin melihat kondisi neneknya.
Mendengar nama Nayla, orang orang itu langsung memberikan ruang untuk Nayla dan Oji supaya bisa masuk kedalam.
Clek.
Nayla membuka pintu ruangan itu. Melihat siapa yang datang, Oki istri Oji yang memang dari awal ada disana langsung mengeluarkan air mata memeluk Nayla.
Nayla yang tidak faham dengan suasananya, berusaha mencerna apa yang terjadi.
"Enggak. Nenek ga papa kan?" Batin Nayla. menatap netra Oki bertanya tanya, kemudian langsung melepas pelukannya.
"Nek, nenek," Nayla memegang tangan Nek Elma kerasa sangat dingin, Wajahnya pun terlihat sangat pucat dengan beberapa perban di bagian kepala dan dagunya.
"Tante," Panggil Nayla melihat ke arah Oki, tangannya masih setia menggenggam tangan Nek Elma yang sangat dingin.
Oki menggelengkan kepalanya sambil sesenggukan, tangannya mengelus pundak Nayla yang sudah bergetar, Gadis itu sepertinya sudah faham dengan situasinya.
"Tante, nenek cuman pingsan kan Tan?" Ucap Nayla, Air matanya sudah mengalir melewati pipi tirusnya yg sempurna.
Dadanya sesak, begitu Oki menjawab pertanyaan Nayla.
"Nenek sudah ga ada nay,"
BRUUUK
Nayla tidak bisa lagi menahan keseimbangan tubuhnya.
Ada satu orang berdiri di samping Nayla yang tidak ia sadari, saking fokusnya dengan keadaan sang nenek. pria itu menyaksikan semua yang terjadi, dan dengan sigap menangkap tubuh kecil Nayla yang hampir saja tergeletak ke lantai.
* garing gasi critanya? Heheh bantu supportnya ya, komen like dan vote *
selamat membaca...^_*
"Maaf pak, apa yang akan bapak lakukan selanjutnya?" Tanya Oki. Wanita ini sangat hawatir dengan kelanjutan hidup Nayla kedepannya.
"saya akan melakukan sesuai apa yang di wasiatkan neneknya" Jawab Devid singkat.
"Syukurlah kalau anda benar benar ingin bertanggung jawab"
"Hm" jawab Devid singkat.
Sekarang mereka sedang berada di ruang VIP di rumah sakit itu, menunggu Nayla sadarkan diri, gadis itu masih belum sadarkan diri akibat shock mendengar kepergian neneknya.
Mereka berencana mengantarkan Nek Elma ketempat peristirahatan terakhirnya di pagi hari sembari menunggu Nayla sadar.
Oki tidak henti hentinya melihat Nayla penuh rasa kasian. Hanya Nek Elma yang dia punya, tapi tuhan juga mengambilnya dari sisi Nayla, ia berharap orang bernama Devid itu benar benar akan bertanggung jawab atas semuanya.
Melihat kesabaran dan Empati Devid yang dari kemarin tetap setiap berada disana, bahkan sepertinya pria itu tidak tidur sama sekali dari kemarin, hanya terus menunggu kedatangan cucu yang di maksud Nek Elma. Sepertinya Devid memang orang yang sangat bertanggung jawab dan bisa di percaya.
"malang sekali kamu nak," Batin Oki.
"Eunghhhh," desah Nayla perlahan membuka matanya.
"Nayla, kamu sudah bangun nak," Oki membantu membenarkan duduk Nayla.
"Tante, hiks... nenek. gimana hiks," Nayla kembali menangis. Jujur saja, matanya kali ini benar benar sembab dan merah, karena sepanjang dia pingsan pun air matanya terus mengalir dan gadis itu terus terusan mengigau memanggil neneknya.
"Nayla yang sabar ya nak, nenek pasti engga suka liat Nayla kayak gini" Ucap Oki berusaha menenangkan Nayla.
"hiks.Nayla mau liat nenek Tante," Ucap Nayla masih dengan tangisnya.
"iya ayo, sekalian kita pulang, kita harus menyiapkan kepulangan nenek Nayla,"
"Sebaiknya bapak pulang dulu, sepertinya bapak belum istirahat dari kemarin, nanti bapak bisa balik lagi ketika sudah waktunya mengantar beliau ketempat peristirahatan," Ujar Oki ketika melewati Devid yang sedari tadi hanya berdiam diri di sofa yang ada di ruangan itu.
"Biarkan saya ikut,"Ucap Devid.
Nayla melihat sekejap ke arah Devid, iya baru menyadari ada orang lain di situ selain dirinya dan Tante Oki. Sedangkan Om Oji, pria itu sudah pulang lebih dulu untuk mengurus semua yang di perlukan oleh rumah duka.
*
*
( ini aku skip aja ya soal memproses jenazahnya, belum terlalu faham soalnya, kita singkat aja pas udah di pemakaman).
*
*
Sudah hampir seharian mata Nayla terus mengeluarkan air mata, matanya membengkak bahkan mungkin sudah kehabisan air mata, dilihat dari tangisannya yang hanya mengeluarkan suara yang sangat sesak.
"Nak Nayla, kita pulang yuk, biarkan nenek istirahat dengan tenang,"
Nayla meremat gundukan tanah yang sudah sempurna menutupi seluruh tubuh Neneknya, Sekarang tempat ini sudah menjadi rumah untuk selamanya, bagi Nek Elma, Bukan hanya Nek Elma, mungkin untuk semua umat manusia yang memang hakikatnya akan kembali ke asalnya.
Sekarang hanya tersisa Nayla, Oji dan Oki bersama Devid disana, pria itu tidak pulang hanya untuk memastikan keadaan cucu Nek Elma, Sebagai rasa empati dan tanggung jawabnya, karena telah menyebabkan kekacauan seperti sekarang.
"Nek. Hiks. nenek kenapa ninggalin Nayla sendirian," Gadis itu tidak berhenti menangis walaupun suaranya pun hampir habis.
"Uda yuk nak, kasian nenek pasti makin sedih liat Nayla seperti ini sekarang," Titah Oki berusaha memenangkan Nayla, Oki sangat paham betapa terpukulnya Nayla, tapi dia tidak ingin gadis itu terlalu larut dalam kesedihannya.
Bruuuukkkk.
Tubuh kecil itu kembali terkapar, mungkin karena kelelahan. Devid yang sedari tadi berada di belakang mereka langsung mengangkat tubuh mungil Nayla.
"Biarkan saya yang mengurus ini semua,"Ucap Devid langsung membawa Nayla kedalam mobilnya.
"Tunggu pak, apakah Nayla baik baik saja," Oki menahan Devid yang hendak menjalankan mobilnya.
Devid membuka setengah kaca jendela mobilnya.
"tolong jaga Nayla dengan baik pak" Ucap Oki penuh harapan.
"Jangan bicarakan soal apa yang diucapkan almarhumah, tunggu dulu sampai dia benar benar sudah pulih dan keadaanya sudah memungkinkan,"
"Iya saya mengerti," Jawab Devid singkat.
"Terima kasih pak, silahkan hubungi saya jika terjadi sesuatu," Oki dan Oji memberikan senyuman sebagai tanda perpisahan kemudian membiarkan Devid pergi membawa Nayla.
"apa kamu yakin dia akan memperlakukan Nayla dengan baik?" Tanya Oji kepada istrinya.
"Aku yakin mas, pak Devid pasti orang baik, Aku sudah menilainya dari kali pertama bertemu,"
"Tapi bagaimana jika orang itu tidak seperti apa yang kamu pikirkan, lagi pula dia orang asing yang baru kita kenal,"
"sudahlah, mas jangan terlalu berprasangka buruk, lagipula orang jahat mana yang rela tidak tidur dari kemarin demi tanggung jawabnya,"
"Mungkin saja dia hanya takut di laporkan ke polisi karena telah membuat nyawa seseorang tiada,"
Oki menghela nafasnya dalam dalam, suaminya benar benar membuatnya emosi, kenapa baru sekarang dia bicara seperti itu, sedangkan dari awal hanya berdiam diri mengiyakan semuanya.
"lagi pula kita bisa datang kapan saja menjenguk Nayla, tadi malam aku sudah meminta alamat rumah pak Devid,"
Mereka berdua terus berdiskusi tentang Nayla, karena tidak ada lagi yang Nayla punya selain mereka walaupun hanya tetangga, mereka sangat dekat satu sama lain.
Sebenarnya mereka ingin sekali mengangkat Nayla sebagai anak merek atau hanya sekedar merawat dan membiarkan Nayla tinggal bersama mereka, Tapi Sebelum Nek Elma pergi, almarhumah sudah meninggalkan wasiat agar orang yang menabraknya menikahi cucunya.
Entah apa yang membuat Nek Elma begitu percaya kepada Devid, saat kejadian tersebut Nek Elma melihat lekat netra Devid yang tampak sangat hawatir Karena secara tidak sengaja menabrak wanita paruh baya itu yang tiba tiba berjalan Ling Lung ke tengah jalan.
Saat itu, Devid sedang dalam perjalanan menuju sebuah proyek yang akan ia kerjakan di desa itu, pemandangan desa berhasil mengalihkan perhatiannya, udara yang segar, dedaunan yang hijau sangat memanjakan indranya.
Ketika melewati sebuah rumah, tiba tiba supir yang mengendarai mobilnya menginjak Rem mendadak, terdengar suara benturan di depan.
"Ada apa?," Tanya Devid singkat, tatapannya sangat mengintimidasi.
"Maaf tuan, sepertinya saya menabrak seseorang," Ucap Raga, supir pribadi Devid.
Mendengar itu Devid segera keluar dari dal mobil, raut wajahnya langsung berubah begitu melihat seorang wanita paruh baya tergeletak pas di depan mobilnya.
"Raga" Teriak Devid dengan suara tinggi. Orang yang di panggil Devid segera membantu Devid membawa wanita itu ke dalam mobilnya.
Sebelum mereka pergi, dari jauh tampak dua orang pria dan wanita berlari menghampiri mobil Devid. Merek tak lain adalah Oki dan Oji.
Melihat itu, Devid meminta Raga memundurkan mobilnya mendekat Oji dan Oki, kemudian meminta dua orang tersebut untuk ikut, Bukan Tanpa alasan, mungkin orang orang ini tau siapa nenek itu atau mungkin kerabatnya, itu yang dipikirkan Devid.
Sampai di rumah sakit, Nek Elma langsung dilarikan ke ruang operasi.
"Maaf pak apa yang terjadi," Tanya Oki.
Mereka tau kalau Nek Elma sedang terluka tapi tidak tau apa penyebabnya.
Raga maju ingin menjelaskan semuanya, Tapi Devid memberi isyarat biar dirinya saja yang menjelaskan, dan secara tidak terduga, David malah memberitahu kalau tadi dirinya tidak sengaja menyebabkan kecelakaan kepada nenek yang di sebut Nek Elma itu.
Devid memberi penjelasan palsu demi melindungi supirnya, tidak ada alasan bagi Devid untuk membuat supirnya dalam keadaan sulit, lagi pula Raga mengendarai mobil itu untuk kepentingan Devid juga.
Setelah berapa jam menunggu, dokter yang menangani Nek Elma keluar."Maaf apa ada keluarga dari pasien?"
"saya do..." Oki menatap Devid.
"Saya" Jawab Devid memotong.
"biarkan saya yang masuk," Mohon Devid lembut.
"Tidak apa apa, kalian berdua di perbolehkan masuk," Kata dokter itu.
"terima kasih," kemudian Devid langsung masuk kedalam yang diikuti Oki, sedangkan Oji. Oki meminta suaminya pulang terlebih dahulu karena ada urusan dirumahnya.
Selang beberapa waktu Nek Elma mulai siuman, sekarang mereka sudah berada di ruangan VIP yang di minta Devid, hal yang pertama Nek Elma ucapkan adalah nama Cucunya, Nayla.
Oki memegang lembut tangan Nek Elma, memberi tahu kalau Nayla Masi di sekolah, mendengar itu Nek Elma meremas kuat tangan Oki.
"jangan hubungi Nayla, nenek takut dia akan hawatir, biarkan dia pulang dulu,"
Oki mengikuti apa kata Nek Elma, lagi pula sepertinya Nek Elma sudah lumayan baik baik saja, tadi dokter bilang nenek hanya mengalami luka kecil di bagian kepalanya, tapi memang harus di operasi karena pendarahannya lumayan parah.
"Nak," Panggil Nek Elma, Netranya menatap wajah Devid.
Devid maju Tanpa ekspresi, tapi kali ini tidak terlihat mengintimidasi, mungkin ada sedikit seri dari garis wajahnya.
"Menikahlah dengan cucu nenek"
Oki mendengar itu menatap tidak percaya. bukan apa apa, tapi kenapa tiba tiba, dan yang lebih bikin kaget, Pria itu Tanpa ragu mengiyakan ucapan Nek Elma.
Detik berikutnya apa yang terjadi, genggaman Nek Elma di tangan Oki tiba tiba melemah, Nek Elma Tersenyum dengan satu kata terima kasih sebelum akhirnya menutup matanya dengan sempurna.
"Nek," Panggil Oki.
"Nek. Nenek," karena tidak ada respon, Devid langsung memanggil dokter.
Tak butuh waktu lama dokternya sampai diruangan itu, setelah di periksa dokter itu menggelengkan kepala seperti sebuah isyarat.
"Kenapa dok?" Tanya Devid dan Oki hampir bersamaan.
"Maaf, pasien sudah tidak ada,"
Oki melotot sempurna, ia memberontak membangunkan Nek Elma. Bagaimana bisa Nek Elma pergi, bukannya dokter bilang tadi Nek Elma baik baik saja.
Awalnya Devid berniat membawa Nayla kerumah sakit, tapi ketika di pertengahan jalan, Nayla sudah terbangun dari pingsannya.
Hening. Tidak ada yang memulai membuka suara, Devid yang fokus menyetir sedangkan gadis di sebelahnya hanya diam bertarung dalam pikirannya.
Nayla sekilas melihat ke arah Pria di sebelahnya, penampilannya sangat berantakan sekali. wajar karena Devid sama sekali belum tidur dari kemarin, entah bagaimana pria itu sangat kuat.
Walaupun Nayla tidak Tau siapa Devid, tapi gadis itu sangat tenang walaupun Nayla tidak tau mau dibawa kemana, sepertinya Devid orang baik, itu yang ada di dalam pikiran Nayla, atau dia salah satu orang yang kenal neneknya, tapi entah, yang jelas pria itu selalu di sampingnya sejak kemarin, bahkan lebih dulu ada di samping neneknya ketimbang dia sendiri.
Lagi pula to dari kemaren om Oji dan Tante Oki selalu ngobrol dengan pria itu, Artinya bukan orang berbahaya.
Sekarang yang ada di pikiran gadis itu masi tentang kepergian neneknya, sekali lagi air matanya keluar mengikuti hatinya yang sangat sesak.
Setelah ini Nayla gimana nek, Nayla sendirian
engga punya siapa siapa lagi.
Sekotak tissue di ulurkan oleh tangan kekar Devid, Nayla menyadari hal itu kemudian meraih kotak tissue tersebut.
"Terima kasih," Ucap Nayla sangat pelan, namun Masi bisa di dengar oleh Devid.
Nayla diam, berusaha menahan air matanya yang terus menerus akan keluar, berusaha menghapus semua kesedihannya sekarang. ia takut mengganggu orang di sebelahnya jika terus seperti itu.
Sekitar 15 menit mereka sampai di sebuah apartemen mewah dikawasan sana, sebenarnya hanya butuh delapan sampai sepuluh menitan untuk sampai disana, karena tadi sempat ingin kerumah sakit tapi dibatalkan, alhasil Devid harus muter balik karena rumah sakitnya lebih jauh dari pada tempat tinggal Devid.
Jujur saja Nayla sedikit terkagum dengan bangunan mewah yang ada disana, ini pertamakalinya Nayla datang dan melihat secara langsung bangunan semewah ini. Agak lebay ye. biasalah kan Nayla anak kampung di tambah bukan orang kaya.
Bentar. Ini gue mau di bawa kemana.
Sepertinya gadis itu baru sadar. Mobil yang mereka kendarai masuk ke lobi, Devid keluar lebih dulu ketika mobilnya sudah terparkir dengan benar.
"Mau tetap disana?" Kata Devid dari balik kaca tempat Nayla duduk.
Nayla tersadar dari lamunannya kemudian mengikuti langkah Devid yang lebih dulu meninggalkan tempat itu menuju lift.
"Maaf pak kita mau kemana?" Tanya Nayla gugup, Kenapa dia baru takut sekarang.
"Apartemen," Jawab Devid singkat, Ini benar benar dingin menurut Nayla, bahkan pria itu sama sekali tidak menatap atau sekedar melihatnya ketika berbicara.
"Iya tau apartemen, tpi kenapa gue di bawa kesini," Batin Nayla.
Ting.
Saat ingin membuka suara lagi, Pintu lift terbuka, lagi lagi Devid dengan langkahnya yang lebar lebih dulu keluar dari sana, Nayla hanya bisa pasrah dengan mengikuti pria itu.
muda mudahan bukan orang jahat.
Saat melewati satu kamar, Devid berhenti di depan kamar itu, terlihat pria itu mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya, lalu menggesek kartu tersebut sebelum pintu kamar itu terbuka.
Ketika masuk ke dalam, Nayla dibikin lebih kaget lagi, melihat begitu luasnya apartemen itu.
"Kamar kamu disana, silahkan istirahat terlebih dahulu."
Lagi lagi gadis itu harus disadarkan dari lamunannya.
"Ha, maksudnya pak? saya tinggal disini?"
"Ga mua, saya mau pulang," Selangkah Nayla berbalik badan, suara Devid langsung membuatnya kicep.
"Kamu akan menikah denganku bulan depan."
Netra Nayla sempurna membulat, ia berharap barusan salah dengar, Apa yang di katakan pria itu.
"Apa?" Nayla berusaha meyakinkan pendengarannya.
"Saya calon suamimu," Jawab Devid, namun kali ini suaranya sedikit rendah dari sebelumnya, ia sangat lelah sekarang, mungkin membuat keributan sekarang hanya akan membakar emosinya.
"Maaf pak, bapak sakit ya?" Nayla malah maju berdiri di depan Devid, karena tinggi badannya jauh di bawah Devid, Nayla harus berjinjit untuk mencapai kening Devid.
"Tukan bapak demam," Ucap Nayla ketika punggung tangannya berhasil mendarat di kening Devid. lumayan panas.
"Huf," Devid menarik nafasnya dalam dalam, sepertinya kali ini belum saatnya membicarakan hal itu, ia bener benar sangat lelah sekarang.
"Ayo pak, Nayla kompres," Gadis itu malah menarik tangan Devid menuju kamar yang tadi di tunjuk Devid.
Sedangkan orang yang tangannya di tarik, hanya bisa pasrah mengikuti instruksi bocah itu. Ini dari pada jadi calon istri lebih ke calon anak si.
Setelah meminta Devid untuk berbaring di kasur, Nayla ke dapur mengambil bak dan air hangat untuk mengompres Devid.
"Bapak punya sapu tangan atau handuk kecil gak?" Tanya Nayla.
Tapi tidak ada jawaban dari pria itu, Nayla mendekat untuk memastikan, ternyata pria itu sudah terlelap, terdengar dengkuran halus dari nafasnya.
Nayla melihat sekitar, kemudian membuka salah satu lemari di kamar itu.
"Ketemu," Ucapnya ketika menemukan selembar kain kecil.
Setelah itu Nayla langsung mengompres Devid, Pria itu sedikit mengerutkan keningnya begitu ada sesuatu yang Basah mendarat di keningnya. Tapi masih setia menutup matanya.
Merasa sudah selesai dengan tugasnya, Nayla keluar dari kamar itu.
"apa gue pulang aja ya," Batin Nayla.
Sekarang gadis itu bingung harus ngapain."Tapi gue mau naik apa, ga punya uang mau naik taxi,"
"apa ngambil di dompet bapak itu aja ya, mumpung lagi tidur orangnya,"
"Astaga Nayla gaboleh gitu," Pekiknya memukul jidatnya sendiri karena sudah berani berfikir aneh aneh.
Kruuurkk kruuurkk.
Nayla memegang perutnya, ia lupa kalau dari tadi pagi perutnya belum diisi apapun, setelah itu gadis itu duduk di sofa diruangan itu.
"Uda ga megang uang, ga bawa hp juga," Gerutu Nayla.
"Masak disini lancang ga ya, kayaknya tadi di kulkas banyak bahan sama sayur sayuran deh," Batinnya, Tadi pas ngambil bak buat air kompres, gadis itu memang sempat melihat isi kulkas, bukan lancang, awalnya dia ingin mengompres Devid pakai air dingin, tapi di ralat pas inget kalau suhu badan panas, ngompresnya pakai air hangat.
"Masak aja deh, kayaknya ada bahan buat bikin shop ayam, entar alesan aja kalau gue bikinin Bapak itu, kan dia sakit jadi gue mau bikinin dia yang seger seger," Nayla berpikir sejenak.
"Ok. masuk akal alesannya,"
"Huf, tuhaaan laper banget," Seru gadis itu sembari memulai kegiatan memasaknya.
*
*
Tidak butuh waktu lama, Nayla menyelesaikan kegiatan memasaknya. Shop ayam, ayam goreng, ikan goreng ples sambel, itu aja yang Nayla masak, karena hanya itu bahan yang ada di kulkas, sebelumnya gadis itu Uda masak nasi juga di rice cooker.
Nayla membawa semua masakannya ke meja makan, tidak ingin berlama lama, gadis itu langsung mengisi perutnya yang sudah terasa sedikit perih.
Ada yang sama kaya Nayla ga. Padahal gadis itu sangat lapar tadinya, tapi entah kenapa selesai masak, malah cuman sedikit yang dia makan, napsu makannya berkurang setelah masak, mungkin kecapean atau malah Uda kenyang duluan karena kebanyakan nyicipin ketika masak.
Setelah selesai makan, tidak lupa gadis itu membereskan kembali dapur agar rapi seperti semula, mencuci bekas penggorengan juga piring bekas yang dia pakai tadi.
"Ekhem."
Nayla menoleh ke asal suara, Terlihat Devid yang sudah duduk di meja makan.
"Eh Uda bangun, mau makan pak?" Tanya Nayla sembari membawakan piring untuk
Devid.
"Gimana? Masih demam ga?"
"Hmm"
"itu tadi Nayla masakin shop ayam, dicoba ya pak, masakan Nayla enak kok kata nenek," Ucap Nayla, gadis itu diam sejenak setalah menyebut neneknya.
"Ambilkan," Perintah Devid dingin.
Nayla hanya nurut melakukan apa yang Devid minta, sekarang perasaanya kembali campur aduk mengingat sang nenek.
"Pak setelah ini saya mau pulang," Ucap Nayla berharap Devid akan berbaik hati lalu mengantarnya pulang.
Tapi Nihil, pria itu sama sekali tidak menghiraukan Nayla, bahkan tidak pernah menatap wajah Nayla sedikitpun.
Karena takut mengganggu, Nayla memutuskan untuk ke kamarnya, gadis itu lelah sekarang, bukan tubuhnya, tapi perasaanya, sekarang ia kembali ingat kalau dia sudah tidak punya siapa siapa lagi.
Seperginya Nayla dari hadapannya, Devid sempat melihat gadis itu sebentar dari belakang, Nayla berjalan dengan kepala menunduk, sepertinya gadis itu menangis.
Devid tidak mau ambil pusing, Pria itu melanjutkan kembali acara makannya. Tapi jujur, masakannya enak menurut Devid, sudah lama pria itu tidak memakan masakan rumahan seperti ini, biasanya dia selalu makan di restoran, itupun kebanyakan bukan resto lokal.
Selang berapa menit, Devid selesai makan, pria itu hendak ke kamar Nayla, ia ingin membicarakan maksudnya membawa Nayla ke tempatnya, pria itu tidak mau terlalu lama bertele tele, lebih cepat lebih baik menurutnya, supaya tidak ada lagi rasa bersalah yang menganggu pikirannya.
Tok tok tok.
"Nayla," Panggil Devid.
Setelah beberapa kali mengetok pintu kamar itu, tidak ada jawaban dari Nayla, akhirnya Devid memutuskan untuk langsung membukanya saja.
Sepertinya gadis itu sudah tertidur, tubuhnya sepenuhnya terbungkus selimut hanya menyisakan kepalanya dengan rambut yang terurai.
Devid melihat sekilas wajah Nayla, Terlihat sangat tenang walaupun jelas matanya sedikit bengkak, mungkin beneran habis nangis.
Drrttttt Drrtttttt
Pria itu tersadar dari lamunannya, membuang jauh jauh apa yang tadi ia pikirkan tentang Nayla.
"Ada apa?"
"Halo Pak. Rosa sedang mencari bapak dikantor, dia berbuat keribukan di depan K.."
"Oke saya kesana," Potong Devid mengakhiri panggilannya sepihak.
*Mau bilang makasih walaupun belum ada yang baca, siapa tau entar ada kan hehe. jangan lupa support karya aku ya, like, koment, vote atau kasih hadiah biar author makin semangat* makasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!