NovelToon NovelToon

Liona'S 3rd Life

Akhir kehidupan pertama

...****************...

Disebuah rumah besar dua lantai, bergaya modern klasik dengan perpaduan warna putih dan hitam terlihat sangat mewah dan elegant.

Suasana di dalam rumah masih terlihat sepi karena sang nyonya rumah dan yang lainnya masih bergelung dengan selimut di kamar masing masing.

Ada jam klasik besar yang tergantung di dinding ruang keluarga, menunjukan pukul 06:05 pagi.

Di bagian dapur ada asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan sarapan untuk sang majikan.

Semakin berjalan ke bagian belakang rumah, akan terlihat aktifitas lain di sana.

Ada seorang gadis mengenakan kaos merah kebesaran yang sedikit pudar warnanya, di padukan dengan kulot warna cream yang panjangnya di bawah lutut.

Gadis itu sedang berjibaku dengan cucian yang menggunung.

"Sebenarnya kapan mereka memakai baju-baju ini". keluh gadis itu lirih masih terus melanjutkan aktifitasnya.

Setiap hari dia harus mencuci banyak pakaian, yang sebenarnya sebagian besar pakaian itu dengan sengaja di tambahkan ke keranjang pakaian kotor oleh nyonya rumah (ibu tirinya) dan saudara tirinya.

"Sabar Li, sabar. Sedikit lagi selesai." Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Liona Hawnan nama gadis itu, berusia 17 tahun tahun ini.

Setahun yang lalu setelah kelulusan SMA, terjadi sesuatu dengan keluarganya di kampung.

Tiba tiba sang Papa datang membujuk Liona untuk tinggal bersamanya di kota.

Awalnya Liona menolak, tapi sang Papa terus membujuk dan meyakinkannya dengan kata kata semanis empedu, mm madu maksudnya.

"Mama dan saudara saudaramu semuanya baik".

"Mereka pasti menyayangimu".

"Kamu juga bisa melanjutkan kuliah di universitas yang sama dengan mereka".

Dan masih banyak lagi kalimat kalimat bujukan yang di lontarkan tuan Lukman Anggara (papa Liona). Sehingga Liona luluh dan disinilah sekarang dia berada.

Di rumah yang tidak pernah mengharapkan keberadaannya. Liona dijadikan pembantu gratis di rumah Papa kandungnya sendiri.

Mungkin "baik" yang di maksud sang Papa adalah dengan selalu membuat Liona kesulitan dan terus bekerja sepanjang hari.

Dan "kasih sayang" yang di maksud sang Papa adalah dengan banyaknya bentakan, tamparan, pukulan, yang di terima Liona dari Sarah (ibu tiri) dan Laura (kakak tiri). Mungkin kekerasan yang di dapat merupakan bukti "kasih sayang" tersebut.

Juga "kuliah" yang di maksud adalah dengan belajar mengerjakan pekerjaan rumah, setelah lulus dia bisa bekerja menjadi pembantu tanpa bayaran di rumah sang Papa.

Semua yang di katakan sang Papa hanya isapan jempol belaka. Bolehkah dia beranggapan bahwa semua laki-laki itu sama, pembohong dan tidak bisa di percaya.

Jangan lupakan Lucas, kakak tirinya yang kelakuannya minim akhlak. Beberapa kali mencoba melecehkan Liona, tapi yang di salahkan tetap Liona.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Setelah anggota keluarga itu selesai sarapan, Liona keluar dari kamar sempitnya menuju dapur.

"Bi. Aku lapar, masih ada makanan tidak?" tanya Liona pada Bi Sari dengan tersenyum canggung.

"Masih non, tadi bibi nyimpan ayam goreng buat non Lio". Jawab Bi Sari sambil celingukan, memastikan tidak ada sang nyonya di sekitar dapur. Karena Sarah tidak mengijinkan Liona makan bersama di meja makan.

Merusak suasana dan menghilangkan nafsu makan katanya.

Dan Liona pun lebih memilih makan di dapur bersama bi Sari. Liona akan memilih menghindar dan tidak berpapasan dengan mereka.

"Bi Sari memang terbaik". Kata Liona sambil mengangkat kedua ibu jarinya.

Keduanya akan menikmati sarapan dengan lesehan di lantai dapur.

"ini ayam goreng untuk non Lio, bibi pakai telurnya". Kata bi Sari sambil meletakkan ayam goreng di piring Liona dan telur ceplok di piringnya.

"LIIIIOOONNNAAAAAA".

Terdengar auman singa, sarah maksudnya.

Tangan yang memegang sendok berhenti di udara. Belum sempat nasi masuk ke perut, tapi Liona sudah merasakan firasat buruk.

Tak tak tak tak tak tak

langkah kaki dengan heels semakin terdengar mendekat. Gegas Liona dan bi Sari berdiri.

Sarah menghampiri Liona dengan wajah merah di penuhi amarah. Di lengan kirinya tersampir dress mewah berwarna maroon tanpa lengan dengan sedikit taburan blink blink.

"Apa ini huh ?!, kenapa bisa sampai sobek seperti ini ?!!" Bentak sarah sambil menunjukan bagian yang sobek.

"Nggak becus kerja kamu huh ?, dasar bod oh" lanjut Sarah sambil menunjuk nunjuk Liona dengan jarinya.

"PLAK"

Sebuah tampa ran di layangkan ke pipi kiri Liona.

"Argh" ringis Liona pelan.

"Bukan Lio yang merobek, Mah". Jawab Liona sambil memegangi pipi kirinya.

"Dasar bod oh. Siapa yang kamu panggil Mama huh ?!, mama kamu sudah mat ti". Kata Sarah sambil meno yor kepala Liona.

"Ma ma'af nyonya". Lirih Liona dengan mata berkabut kemudian menunduk.

"Maaf kamu bilang, memang kamu pikir dengan kamu minta maaf dress ini bisa kembali seperti semula"

"Dasar tidak tau diri. Tidak punya ot tak". Dengan kasar Sarah meraih rambut Liona dan menariknya menuju kamar Liona.

"Bu kan saya yang mer rusak nyo nya. Ke marin masih ba ik baik saja setelah sa ya set trik ka ahh". Liona mencoba membela diri dan berusaha meraih tangan Sarah agar genggaman tangan itu terlepas dari rambutnya.

Terhuyung huyung Liona mengikuti Sarah yang terus berjalan dengan mena rik rambut Liona lebih kencang.

"Tu tunggu nyo nya, kasihan non Liona". Dengan takut takut bi Sari mengikuti Sarah.

"Biar bibi jahitkan nyyy..."

"DIAAM"

Belum selesai kalimat yang di ucapkan bi Sari tapi sudah terpotong dengan bentakan Sarah.

"Siapa yang menyuruh kamu ikut campur ?, mau di pecat kamu huh ?!!" ancam Sarah pada bi Sari dengan mata melebar.

"Tt tidak nyonya, maaf". Bi Sari berhenti mengikuti Sarah dan menjawab dengan lirih.

"Bagus kalau kamu sadar diri". Kata sarah sambil memasuki kamar Liona.

"BANG"

Sarah menutup pintu kamar Liona dengan sedikit aura kegelapan.

Andai pintunya bisa bicara, pasti tuan pintu akan mengeluarkan sumpah serapah. Dia tidak salah apa apa tapi di jadikan pelampiasan amarah. Sungguh kasihan tuan pintu.

"Astaga". Bi Sari terjingkat kaget.

"Maafkan bibi, non". Lirih bi Sari memandangi pintu kamar Liona dengan perasaan bersalah.

...----------------...

"DUG"

Sesampainya di dalam kamar, Sarah langsung menghem paskan Liona hingga kepalanya terantuk pinggiran tempat tidur.

"Arghhssttt, sa kiiitt" Lirih Liona sambil menyentuh dahinya yang terasa basah. Ternyata benturan tadi menyebabkan dahi Liona berdarah.

"Memang kepalamu yang tidak berot tak ini harus di ben turkan supaya tidak terus terusan bod oh". Kata Sarah sambil menyeringai, kemudian meraih rambut Liona dan menariknya mendekati tembok, kemudian membenturkan kepala Liona.

"Dug dug dug" suara pertemuan antara kepala dan tembok.

"Arrgh... Ja ngan nyo nya. To long". Lirih Liona dengan menahan sakit. Matanya berkunang kunang dan rasa sakit menghan tam kepalanya.

"Ingat posisi kamu di rumah ini". Kata Sarah dengan menceng keram pipi Liona.

"Kamu hanya pem ban tu di rumah ini". Lanjutnya dengan penuh penekanan.

"Dasar anak jal lang tidak tau diri". Dengan sekali kibasan kepala bagian belakang Liona terantuk lantai.

"Aarrrrgghh". Lirih Liona dengan mata terpejam.

"SI ALL" kata Sarah kemudian keluar dari kamar Liona.

"klek"

"Bang"

suara pintu terbuka kemudian tertutup kembali.

"Andai waktu bisa terulang kembali, aku lebih memilih untuk tidak bertemu dengan keluarga ini". Gumam Liona dalam hati.

"klek"

"Bagaimana Liona, apakah kau menikmatinya. Hehehe". Laura mendekati Liona yang tergeletak di tantai dengan tawa jahatnya.

Ternyata Laura yang masuk ke kamar Liona. Sifat dan tempramennya sama dengan Sarah. Cocok dengan pepatah

"buah jatuh se pohon pohonnya". Ehh...

"Harusnya lo gak perlu masuk ke keluarga gue"

"Harusnya lo gak perlu lahir ke dunia ini"

"Dasar anak pe la kor".

"Bugh bugh".

Setelah mengucapkan kalimat kalimat yang lebih pantas untuk dirinya sendiri itu, Laura mengangkat kaki kananya dan melayangkan tendangan ke perut dan dada Liona.

Kemudian melenggang keluar dari kamar Liona dengan seringai kepuasan.

Liona yang di tinggalkan sendirian berusaha mengepalkan tangannya yang lemah, dan memandangi kepergian Laura dengan pandangan yang rumit. Antara keputus asaan, kesedihan, penyesalan, dan kebencian bercampur menjadi satu.

"Jika ada kesempatan, Aku pasti akan membalas kalian". Gumam Liona penuh tekat di dalam hati di sisa kesadaran terakhirnya.

...****************...

Kehidupan kedua di Dimensi lain

Liona merasakan seluruh tubuhnya di remas dan di dorong ke suatu tempat.

"Apakah keluarga ter kutuk itu belum puas menyiksanya, dan memasukan tubuhnya ke lubang pembuangan". Pikir Liona dalam hati.

Tiba-tiba terdengar suara percakapan beberapa wanita.

"Perempuan. Ini perempuan". Suara wanita tua.

"Ahh, perempuan. Sungguh perempuan". Suara wanita lain.

Namun Liona tidak bisa melihat apa-apa, semuanya gelap.

"Apakah ada orang yang menemukan ku?". Tanya Liona dalam hati.

("Tolong. Siapapun tolong aku")

"Oe e oe oe e"

Tunggu. Kenapa dia mendengar suara tangisan bayi bersamaan dia minta tolong.

("Tolong")

"Oe e"

Sekali lagi Liona membuka mulutnya, tapi kata kata yang ingin dia ucapkan tidak bisa keluar, yang terdengar hanya suara bayi lagi.

Mungkinkah ??

Sepertinya Liona menyadari sesuatu.

"Apakah aku benar benar mat ti dan sekarang di lahirkan kembali menjadi bayi?"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di tempat lain, di dimensi yang berbeda, tepatnya di kediaman Jendral Lu. Sedang terjadi kekacauan, di saat semua orang bersiap untuk tidur malam.

Bai Ling, menantu perempuan dari kediaman Jendral Lu, tiba-tiba mengalami kontraksi.

Dia telah melahirkan dua putra untuk Jendral Lu dan ini merupakan kehamilan ketiganya. Semua berharap kali ini dia akan melahirkan seorang bayi perempuan.

Di dalam kamar, Bai Ling sedang terbaring di atas ranjang, di temani bibi Su, pelayan setianya. Dan bibi Song, seorang dukun tua yang membantu persalinannya.

"Sudah sempurna nyonya, bayinya akan segera lahir". Hibur bibi Song setelah memeriksa Bai Ling.

Walaupun Bai Ling sudah berpengalaman melahirkan dua putra, namun dia masih sangat cemas. Hingga dahinya di penuhi butiran keringat.

Kemudian Bai Ling merasakan sakit dan dorongan yang kuat memaksa keluar dari ke wanita annya.

"Ngghhh". Dengan sekali kerja keras Bai Ling berhasil melahirkan.

"Sudah lahir". Seru bibi Song.

"Perempuan. Ini perempuan". Lanjutnya lagi.

"Ahh perempuan. Sungguh perempuan". Pekik bibi Su sedikit tertahan karena senang.

" oe e oe oe e". terdengar tangisan bayi.

Bai Ling tersenyum bahagia, rasa sakit yang tadi di rasakan sekarang langsung hilang. Digantikan dengan kebahagiaan setelah melihat putri kecilnya.

"Selamat nyonya, akhirnya ada nona kecil di kediaman ini". Bibi Su memberi selamat kepada sang nyonya dengan tulus.

"Tuan, Tuan tua, dan Nyonya tua, pasti lebih menghargai dan menyayangi anda". Lanjut bibi Su dengan wajah penuh senyuman.

Kemudian melanjutkan aktifitasnya merapikan sang Nyonya.

Di sisi bibi Song, sedang membersihkan bayi Liona, kemudian membungkusnya dengan kain bersih yang sudah di sediakan.

Liona yang di perlakukan seperti itu, merasa tidak nyaman dan malu. Tapi mau gimana lagi, dia sekarang bayi, dan masih membutuhkan orang lain untuk mengurusnya.

Setelah di bungkus kain, Liona yang masih bayi merasa mengantuk.

"Ini hangat sekali". Gumam Liona dalam hati kemudian memejamkan matanya untuk tidur.

......................

Liona merasakan tubuhnya melayang dan di turunkan lagi ke tempat lain. Itu karena bibi Song memindahkan Liona bayi ke pangkuan Bai Ling supaya mudah untuk menyusui.

Liona yang memang merasa lapar dengan mata terpejam mulai menggerakan bibir mungilnya untuk menggapai sumber kehidupannya.

"cap cap cap cap". Liona bayi mulai menghisap.

"Oh, putri ibu sangat pintar". Kata Bai Ling sambil tersenyum dan mengusap usap pipi Liona dengan sayang.

Liona yang mendengar suara lembut penuh kasih sayang itu, ingin melihat wajah sang ibu. Liona mencoba membuka matanya dengan perlahan, tapi semua masih gelap.

"Mungkin beberapa hari lagi aku sudah bisa melihat". Gumam Liona dalam hati. Kemudian memejamkan matanya untuk melanjutkan tidur.

...----------------...

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, masuklah Jendral Lu dan Nyonya tua.

Jendral Lu Wei Ting berjalan menghampiri Bai Ling dan langsung memeluknya. Tak lupa sang Jendral meninggalkan ciuman mesra di kening Bai Ling.

"Terima kasih istriku." Kata Wei Ting pada Bai Ling.

Bai Ling yang di perlakukan seperti itu di depan ibu mertuanya merasa sangat malu. Dia hanya tersenyum malu pada ibu mertuanya.

"Iss kau ini. Jangan mengganggu istrimu." Nyonya Tua memarahi sang anak dengan nada marah yang di buat buat.

Bisa bisa tahun depan dia akan mendapatkan cucu lagi. Pikir nyonya tua sambil memperhatikan interaksi sang anak pada menantunya.

Nyonya tua langsung menepis pikiran konyolnya.

"Menantu, apakah benar benar perempuan?." Tanya nyonya tua menatap Bai Ling dengan tidak sabar.

"Benar ibu mertua. Sekarang ada nona muda di kediaman ini." Jawab Bai Ling sambil tersenyum kepada Nyonya tua, kemudaian mengalihkan pandangannya ke bayi mungil di pangkuannya.

Terlihat Jendral Lu mengusap usap pipi sang putri dengan ibu jari nya.

"Cantik seperti mu." Kata Jendral Lu sambil memandang Bai Ling dengan senyum menggoda.

"Blush". Bai Ling tersenyum tersipu.

"Akhirnya aku punya cucu perempuan." Kata nyonya tua dengan pekikan tertahan.

"Ibu harus segera memberi tahu Ayahmu berita bahagia ini." Lanjut nyonya tua dengan terburu buru keluar dari kamar, tapi masih masih mempertahankan sikap anggunnya.

Sebelum mencapai pintu nyonya tua berbalik dan memperingati sang anak.

"Kau." Menunjuk Jendral Lu.

"Segera keluar dari kamar. Biarkan istrimu istirahat." Lanjut nyonya tua.

"Baiklah, Aku mengerti." Jawab Jendral Lu sambil memandang nyonya tua dengan sengit.

"Menantu, kau juga segera istirahat."

"Besok pagi ibu ke sini lagi" Kata nyonya tua sebelum keluar.

"Terima kasih atas perjuanganmu melahirkan putri kecil untukku." Kata Jendral Lu sambil mengelus punggung tangan Bai Ling.

Keduanya saling memandang dengan penuh cinta. Jika Liona menyaksikan kebucinan kedua orang ini pasti dia sudah memutar bola matanya dengan malas. He he he.

...----------------...

Pagi harinya setelah semua orang selesai sarapan, mereka berjalan menuju kamar Bai Ling.

Yang pertama masuk dengan terengah engah karena berlari adalah Lu An Tian kakak-laki laki kedua. Di ikuti Lu An Mo kakak laki-laki pertama, Nyonya Tua dan Jendral tua.

"Huh huh ibu dimana huh adik perempuan ku huh." Tanya Tian'er pada sang ibu dengan tidak sabar.

"Ahh, apakah itu adik perempuan." Tatapan Tian'er tertuju pada bayi mungil di samping sang ibu. Kemudian melepaskan alas kakinya dan naik ke atas ranjang berbaring bersama Liona.

"Lembut sekali." Kata Tian'er dengan jari telunjuk menekan pipi Liona.

"Adik perempuan kapan bangun." Lanjut Tian'er.

"Adik perempuan masih kecil, jadi harus banyak tidur." Jelas Bai Ling dengan tersenyum kepada putra keduanya.

Lu An Mo, menyaksikan dengan diam kemudian duduk di tepi ranjang.

"Adik sangat cantik." Gumamnya pelan.

"Ibu, apakah nanti adik perempuan boleh bermain denganku dan kakak laki laki pertama ?". Tanya Tian'er penuh harap.

"Tentu. Tapi nanti setelah adik perempuan tumbuh lebih besar". Jawab Bai Ling dengan sabar.

Lu An Tian menganggukkan kepalanya sambil berpikir.

"Tidak apa-apa, nanti kakak laki laki kedua akan membagi banyak makanan untuk adik perempuan. Supaya adik perempuan cepat besar.

Liona atau Lu An Xin, yang terusik mulai membuka matanya.

......................

Warisan Leluhur

"Lihat adik perempuan membuka matanya." Seru Tian'er dengan gembira.

Anggota keluarga saling memandang dan tersenyum menyaksikan interaksi lucu tersebut.

"Adik perempuan lihat, ini kakak laki-laki kedua". Kata Tian'er memperkenalkan diri pada sang adik dengan menunjuk dirinya sendiri.

"Dan ini kakak laki-laki pertama." tunjuknya pada Lu An Mo.

An Xin merespon celotehan sang kakak dengan seulas senyuman

"Ahh, Adik baru saja tersenyum."

"Apakah adik perempuan menyukai kakak kedua?." Tanya Tian'er dengan penuh percaya diri. Anehnya An Xin tersenyum kembali.

"Baiklah, karena adik menyukai kakak laki-laki kedua, maka kakak kedua akan menemani adik bermain, berlatih pedang, berlatih memanah, dan berkuda."

"GUBRAK"

Orang lain di buat syok dengan kata kata ajaib Tian'er.

Namun berbeda dengan An Xin, dia sangat senang mendengarnya. Karena di kehidupan pertamanya dia lemah, maka di kehidupan kedua ini dia harus jadi kuat dan kuat.

"ahe he e". Terdengar tawa lucu dari bayi An Xin hingga memperlihatkan gusi ompongnya.

"Adik senang? Kakak kedua juga akan mengajari adik memanjat pohon dan berburu ke hutan." lanjut Tian'er belum memahami situasi di dalam kamar tersebut.

"Hei berhenti-berhenti." Terdengar suara nyonya tua yang kesal dan merasa lucu dengan cucu keduanya itu.

" Siapa yang mengizinkan membawa adik perempuanmu melakukan hal-hal berbahaya seperti itu"

"Dasar anak nakal". Kata nyonya tua khawatir.

"Nenek yang akan menjaga adik perempuan kalian." Dengan tersenyum aneh.

"Nenek akan mengajari cucu perempuan tersayang nenek untuk menjadi gadis paling cantik yang anggun dan menawan."

"Nenek akan membawa cucu perempuan nenek ke acara-acara perjamuan minum teh, membeli banyak hiasan rambut dan membeli gaun-gaun cantik".

"Ah senangnya, pasti Nyonya dari keluarga besar lainnya akan iri kepadaku". Kata nyonya tua sambil menerawang jauh dan senyum penuh angan-angan.

" Ternyata idenya tidak lebih baik". Pikir semua orang.

"oe oe oe".

An Xin yang mendengar kata-kata neneknya segera memprotes.

"Nenek sepertinya adik perempuan tidak setuju dengan ide Nenek. Hahaha." kata Tian'er dengan tertawa mengejek.

Nyonya tua yang awalnya tertegun mendengar tangisan An Xin, mulai ikut tertawa bersama dengan semua orang.

"Ha ha ha." Ruangan itu penuh dengan suara tawa.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Begitulah hari-hari Lu An Xin, dia dikelilingi orang-orang yang menyayangi dan menjaganya seperti harta karun. Kediaman Jenderal Lu semakin hidup dan penuh tawa bahagia setelah kelahiran Nona kecil.

Lu An Xin juga merasa beruntung telah dilahirkan di keluarga Jenderal Lu.

Semua anggota keluarga menyayanginya apapun yang dia inginkan mudah didapatkan, berlatih bela diri, berlatih pedang, memanah, berkuda dan berburu. Semua bisa di dapatkan dan lakukan di kehidupan keduanya ini. Walaupun dia harus berusaha keras memohon dan membujuk sang Ibu dan sang nenek untuk mendapatkan izin.

Pada awalnya Bai Ling dan nyonya tua benar-benar tidak mengizinkan. Tapi An Xin pura-pura merajuk mengunci diri di kamar dan tidak makan berhari-hari. Hal itu menyebabkan Bai Ling dan nyonya tua khawatir hingga akhirnya mereka berdua memberikan izin.

Padahal An Xin sudah menyiapkan perbekalan untuk acara ngambeknya.

Dia sudah menyiapkan makanan di dalam kamar agar tidak kelaparan.

Dan jangan lupakan Lu An Tian, kakak keduanya yang ikut andil atas keberhasilan kegiatan rajuk merajuk tersebut.

Tian'er diam-diam selalu mengirim makanan untuk sang adik. Oh sungguh kakak yang sangat pengertian. Hehe

Setelah hari itu, setiap kali An Xin meminta izin untuk berlatih atau mengikuti kegiatan lain nyonya tua dan Bai Ling akan memberikan syarat-syarat yang sedikit merepotkan.

Kenapa merepotkan, karena An Xin harus rela saat ibu dan neneknya mendandani dia dengan sedemikian rupa. An Xin juga harus berakting menjadi Nona bangsawan seperti keinginan sang nenek dan ibu tercintanya.

Setelah itu nyonya tua dengan bangga akan memamerkan An Xin di hadapan Nyonya nyonya dari keluarga besar lainnya.

Semakin iri Nyonya itu semakin puas sang Nenek.

Sungguh melelahkan, tapi melihat wajah bahagia nenek dan sang Ibu An Xin merasa senang.

Apalagi setelah hari-hari melelahkan itu dia bisa mengikuti sang ayah dan kedua kakak laki-lakinya untuk berlatih dan berburu.

Rasanya Dia sangat tertantang dan bersemangat.

...----------------...

Pagi ini setelah sarapan nyonya tua menunggu An Xin di dalam kamarnya.

Terlihat nyonya tua membawa sebuah kotak kayu berwarna hitam dengan ukiran kepala harimau yang tampak sedikit, m m mistis.

Kemudian nyonya tua duduk di sebuah kursi, dan meletakkan kotak berukuran 20 cm x 20 cm itu di atas meja. Matanya masih fokus pada kotak tersebut.

Tok tok tok.

Terdengar ketukan pintu.

"Ada Nona yang imut dan manis di sini." "Apakah Ibu Ratu mengizinkan Nona Manis ini masuk?". Terdengar suara centil dan manja dari seorang gadis yang tak lain adalah An Xin.

"Masuklah Nona Manis". Jawab sang nenek mengikuti candaan cucu perempuannya sambil tersenyum.

Terlihat kepala dengan wajah cantik dan imut menyembul di pintu dengan senyum lebarnya. Sang Nenek menyambut dengan senyuman.

Setelah memasuki kamar dan berdiri di dekat sang nenek, An Xin melanjutkan perannya.

"Salam baginda Ratu, semoga Ratu diberikan umur panjang dan kecantikan yang abadi." kata An Xin sambil membungkukkan badannya.

"Salam mu kuterima"

"Duduklah. Dasar anak nakal". Jawab sang nenek dengan penuh kasih.

Setelah An xin duduk dengan nyaman nyonya tua mendorong kotak hitam yang berada di atas meja ke arah An Xin.

"Kotak Apa ini nek?." Tanya An Xin dengan mengerutkan alisnya antara bingung dan penasaran.

"Bukalah. Jika kau berjodoh dengan isi di dalam kotak ini, maka akan menjadi milikmu." kata Sang nenek dengan misterius.

Melihat anggukan dari sang nenek, An Xin meraih kotak hitam itu dan dengan ragu-ragu membukanya.

TAK

Kotak terbuka dan memperlihatkan batu giok putih yang sangat kontras dengan kotaknya.

"Batu giok putih." tanyanya dengan memandang nyonya tua.

"Alirkan kekuatan batin mu ke dalam batu giok itu." Perintah sang nanyanya tua dengan meyakinkan.

Setelah An Xin menyuntikkan kekuatan batinnya, batu itu bersinar dan terbelah menjadi dua.

Yang lebih mengejutkan lagi ternyata di dalam batu giok putih itu ada sebuah cincin giok awan.

Yaitu cincin giok berwarna biru muda hampir transparan dengan corak putih seperti awan yang tersebar di bagian atas cincin.

"Dia telah memilihmu." kata sang nenek dengan senyum bangga dan penuh kepuasan.

"Ambil dan pakailah." lanjut nyonya tua. setelah mendengarkan kata-kata sang nenek, gegas An Xin mengambil dan memakai cincin awan tersebut.

Aneh, cincin itu langsung pas di jari An Xin dan menghilang seakan masuk ke dalam dagingnya.

An Xin memandang jarinya dan nyonya tua secara bergantian dengan mata terbelalak.

Tanpa diminta nyonya tua tersenyum dan menjelaskan.

"Itu adalah harta warisan leluhur klan nenek, secara turun temurun kami menyimpannya."

"Cincin itu akan memilih sendiri wanita dari garis keturunan kami sebagai tuannya."

"Karena leluhur pemilik sebelumnya juga wanita."

"Dia telah memilihmu, Jadi sekarang tugas untuk menjaganya nenek serahkan kepadamu." Kata nyonya tua menjelaskan.

......................

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!