NovelToon NovelToon

Dear Mommy

Menjadi Orang Lain

...oke guys, kali ini beneran ku pindah kesini karena banyak yang ngeluh gabisa masuk dan pake koin. Jadi silahkan baca disini sampai puas ya😂...

...HAPPY READING!!...

...*****...

Seorang wanita tersentak dari tidur siangnya. Dering ponsel mengalihkan atensinya. Begitu suara di ujung sana terdengar, ia segera beranjak dengan cepat dan menyambar kunci mobilnya.

"Tuan muda mendapat juara pertama lagi," ujar seorang pria yang bersamanya.

"Sudah kuduga!" Wanita itu tersenyum lebar sambil menatap gedung sekolah dimana banyak anak-anak mulai berlarian keluar.

"Itu dia. Ayo!" Menarik pria yang bersamanya itu.

"Selamat, Noah!" pekik wanita itu sambil menyerahkan sebuket bunga setelah mengambil alih hasil ujian dari tangan Noah.

"Sudah kubilang jangan berikan aku bunga, Bibi Elena!" tekan Noah, kemudian mengembalikannya pada Jeff, pria yang bersama Elena, "untukmu saja."

"Padahal aku sudah serius memilihnya." Elena sedikit cemberut.

"Lebih baik berikan aku uang daripada membelikanku bunga," datarnya acuh.

"Kau sudah kaya. Kau masih kekurangan uang?"

Noah Halbert merupakan anak tunggal berusia delapan tahun dari keluarga Halbert. Tumbuh besar dengan sendok emas dan menjadi salah satu jajaran konglomerat terkaya di Amerika. Meski tumbuh dengan limpahan harta, Noah tidak tumbuh dengan keluarga yang lengkap.

"Daripada kau hanya membeli sesuatu untuk kubuang. Lebih baik begitu, kan?"

"Intinya selamat untukmu! Kau memang keren." Mengacungkan jempolnya pada Noah.

"Selamat, Noah." Jeff ikut menanggapi setelah diam saja membuntuti keduanya.

"Thanks, Jeff."

"Ayo rayakan dengan kami hari ini," ajak Elena.

Noah menggeleng, "tidak bisa. Aku harus pergi ke kantor daddy."

"Kau masih kecil. Jangan terlalu serius dengan ayahmu itu."

"Lebih serius lagi jika daddy tahu aku berteman dengan dua orang asing." Siapa lagi jika bukan Elena dan Jeff yang dua tahun ini menemuinya terus setelah bertemu secara kebetulan dan berlanjut hingga sekarang.

Berawal dari Elena yang menjadi koki dapur di sekolahnya hingga mengundurkan diri beberapa bulan setelahnya. Noah ingat betul jika wanita itu menolak di panggil nama olehnya dan ingin di panggil bibi. Begitulah awal mula pertemuan mereka.

"Kalau begitu jangan beritahu dia."

"Berdoa saja," acuhnya. Bocah itu memasuki mobilnya sendiri yang dibuka oleh supir. Elena dan Jeff memperhatikan dari luar.

"Aku pergi, Bibi dan Jeff," ujarnya kemudian menutup kaca jendela mobil. Elena hanya melambai kecil dengan senyum tipis.

"Sampai kapan kau akan berpura-pura?" tanya Jeff.

"Sampai dia tahu dan menjauhiku." Meski begitu, Elena tetap berharap bahwa Noah akan seperti ini dalam waktu yang lama.

"Dia benar-benar mirip dengan pria itu, kan Jeff? Aku tidak menemukan diriku sedikitpun padanya."

"Elena—"

"Aku tahu. Jangan mengiba padaku."

"Cobalah sesuatu yang lain untuk mengalihkanmu, Elena."

"Apa maksudmu dengan mati?" tanya Elena menoleh.

"Elena, aku serius."

"Aku juga serius. Ayo pergi, aku lapar!"

Ya, begitulah dunia Elena berjalan. Selama delapan tahun ini ia habiskan dengan mengawasi putra yang tidak bisa diakuinya dari jauh. Hingga dua tahun lalu, ia memberanikan diri untuk mendekati putranya itu dengan menjadi koki dapur di sekolahnya.

Hal itu merupakan pencapaian besar bagi Elena yang belum pernah menyentuh dapur sebelumnya. Mungkin alasan tersebut jugalah wanita itu mengundurkan diri beberapa bulan setelahnya.

"Selamat siang, Nona Elena." Pengurus butik kepercayaan Elena menyapa, "selamat siang, Jeff."

"Siang, Ellie," balas Elena sedangkan Jeff hanya mengangguk sekali.

"Hari ini anda datang lebih awal ya."

"Ya, Jeff tidak memberiku makan."

"Astaga, Jeff. Kau tahu Nona suka makan, tapi tidak memberikan apapun."

Jeff hanya memutar bola mata malas. Ia sudah terbiasa disudutkan dua wanita ini dengan sengaja.

"Ada banyak cemilan di kamar anda, Nona. Makanlah segera," ujarnya.

"Kau serius sekali, Jeff. Pantas saja karyawan butik ini takut denganmu," cibir Elena dan di tertawakan oleh Ellie. Mungkin hanya Ellie yang tidak takut.

"Minggir! Jalan menghalangi jalanku." Menggeser Jeff agak kasar.

Satu lagi, seperti inilah watak dari Elena. Wanita yang terkadang bersikap seenaknya dan mengatakan apa saja yang di inginkan. Mungkin bisa dikatakan seperti bersikap apa adanya yang bisa membuat orang lain salah paham.

Tidak ada yang salah dengan sikap itu, hanya saja Jeff terkadang khawatir mengenai sifat lain Elena yang enggan menjelaskan kesalahpahaman. Wanita itu terlalu acuh pada sekitarnya sehingga tidak peduli dengan tanggapan orang lain padanya.

Padahal karena hal ini Elena berada di posisi yang sekarang. Posisi dimana ia hanya bisa mendekati putranya sendiri sebagai orang lain.

Masalah yang terjadi antara mantan suami Elena juga bukan sesuatu yang kecil, tapi wanita itu hanya menerima keputusan tanpa protes. Itu sebabnya Jeff khawatir hal yang sama akan terjadi lagi pada Elena meski kali ini dengan orang lain yang entah itu teman atau orang terdekatnya yang lain. Elena tak pernah berniat membela dirinya sendiri.

Sedangkan Elena langsung membuka album foto di kamarnya. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop coklat yang sempat diberikan Jeff. Isinya adalah foto-foto keseharian Noah yang diambil oleh orang bayaran Jeff. Tidak peduli siapa itu.

"Ini tahun ke delapan." Mengelus foto Noah sambil tersenyum. Ia mulai memasukkan foto-foto baru yang di dapat ke dalam album yang mulai penuh lagi.

Meski sudah berpisah sejak Noah masih berusia dua bulan, Elena tetap mempunyai foto perkembangan Noah dari belajar telungkup, merangkak hingga berjalan yang diambil oleh babysitter Noah. Tentu saja masih orang-orang Jeff.

Namun sorot kerinduan terpancar dari manik mata kecoklatan itu. Foto itu tidak hanya menunjukkan gambar Noah saja, tapi juga seseorang yang selalu bersama putranya itu.

"Kau makin tampan saja ya, Louis." Elena terkekeh pelan.

"Kalian benar-benar mirip! Setidaknya berikan aku sedikit," candanya.

Pria itu selalu ada bersama Noah. Pria itu juga yang memegang tangan mungil Noah saat kaki lemahnya mulai melangkah pelan-pelan. Pria itu yang membacakan dongeng sebelum tidur dan pria itu juga yang menjadi sandaran Noah. Karena pria itu adalah ayah yang paling di cintai Noah.

"Astaga ... Irinya." Lagi-lagi terkekeh. Namun kekehan itu menimbulkan rasa sakit yang lumayan menusuk bagian hatinya.

Ya, ia iri dengan segala hal yang dilakukan Louis untuk putranya. Namun bukan berarti ia tak suka, ia tetap senang melihatnya. Tentu saja! Mengapa ia harus tidak senang? Hanya saja dirinya tidak ada disana. Itulah yang membuatnya iri.

"Aku merindukanmu." Kemudian tertawa. Jika ada yang melihatnya pasti sudah mengira dirinya gila.

"Kau tidak akan percaya, kan? Louis si*alan!" Memangnya kapan pria itu percaya padanya?

"Aku tidak memiliki siapapun lagi, Louis. Aku sudah meninggalkan semuanya. Iya! Aku tahu sudah terlambat!" Memaki dirinya sendiri, lalu merebahkan tubuhnya di sofa.

"Jika kita bertemu lagi tanpa sengaja—Bagaimana reaksimu, ya? Kau akan berteriak lalu menyebutku pelac*ur? Atau menyebutku nona muda sombong yang hidup seperti boneka?"

Elena membiarkan lengannya menutup matanya. Nafasnya mulai teratur.

"Seandainya kau mempercayaiku ...," gumam Elena mulai melantur. Matanya terpejam sambil tangan yang satunya memeluk album tersebut, "kita pasti masih bersama." Hingga akhirnya jatuh ke alam mimpi dengan lelehan bening menyusup keluar dari sela-sela sudut matanya tanpa permisi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...NOVEL INI UDAH HAMPIR TAMAT YA GUYS, INSYAALLAH AKU UP TIAP HARI DIHITUNG DARI HARI INI....

Dia Wanita Baik

Noah sudah menelusuri lorong lantai atas ruangan ayahnya berada dimana sebelumnya telah di tunggu oleh Lucas, asisten pribadi Louis di loby perusahaan.

"Selamat, Boy." Sambutan bangga Louis langsung menyapanya begitu bertemu.

"Thanks, Dad."

"Tunggu sebentar."

Ternyata ayahnya tidak sendiri, melainkan bersama seorang wanita yang diketahui sebagai rekan bisnis Louis. Jadi Noah duduk menunggu sambil melihat ayahnya bekerja. Noah hanya diam memperhatikan tanpa bicara satu kata pun.

"Putra anda sangat tampan, Mr. Halbert."

"Thank you," jawab Louis tanpa ekspresi.

Tidak perlu waktu lama sampai Noah menyadari jika tatapan wanita yang bersama ayahnya itu menunjukkan kekaguman. Raut sinis seketika tergambar di wajah anak laki-laki itu. Ini memang bukan pertama kali, tapi Noah sangat terganggu dengan semua kehadiran seseorang yang berniat menggoda ayahnya meski ayahnya sekalipun tidak merespon.

"Apa masih lama?" Noah tidak peduli meski wanita itu tersinggung, "waktunya hampir habis, Dad."

Louis sedikit kebingungan awalnya. Apa mereka pernah menyebut masalah waktu? Louis hanya berjanji membawa Noah jalan-jalan setelah pulang sekolah. Tapi Louis langsung peka setelah menyadari maksud putranya.

"Kalau begitu sampai disini saja."

"Baiklah. Kita bisa membahasnya lagi." Wanita itu tersenyum paksa.

"Memangnya belum selesai?" tanya Noah, tidak suka jika ayahnya harus bertemu wanita itu lagi.

"Tentu saja belum, anak manis," jawab wanita itu.

"Aku bukan anak manis!" ketus Noah. Ia benar-benar tidak suka!

Wanita itu jadi salah tingkah. Rupanya rumor tentang putra Louis benar adanya. Tidak heran jika Louis Halbert masih menyendiri hingga sekarang.

"Kalau begitu saya undur diri, Mr. Halbert." Louis hanya menjawab dengan anggukan kecil.

Noah menatap sinis ayahnya yang sedang tersenyum. Louis ikut duduk di sebelah Noah.

"Siapa yang dulu bertanya kenapa aku tidak menikah lagi? Bagaimana ya menjawabnya." Louis sok berpikir.

"Aku tidak mau punya ibu seperti dia!" Maksudnya wanita yang barusan.

"Memangnya siapa yang mau menikahinya?"

"Pokoknya tidak mau yang seperti dia!" Ada banyak wanita dari berbagai profesi dan kalangan yang sudah terang-terangan mencari perhatian ayahnya. Noah sudah muak melihat wanita yang seperti menjual diri pada pria kaya seperti itu. Tidak ada yang bisa disebut tulus!

"Baiklah, terserah kau saja. Aku akan menyendiri seumur hidupku."

"Tentu saja tidak boleh. Jika aku dewasa siapa yang akan menemani Daddy?"

"Memangnya kau mau pergi kemana bicara begitu?"

"Tidak kemana-mana."

"Kalau begitu tidak ada masalah, kan. Ayo pergi." Louis beranjak seraya menarik tangan Noah.

"Tidak jadi. Aku mau makan kue saja."

"Kue?" Sejak kapan Noah menyukai kue?

"Apa maksudmu biskuit?" tanya Louis memastikan.

"Cake, Daddy ... bukan biskuit!"

"Aku baru tahu kau suka makanan manis." Apalagi itu sejenis cake. Namun Louis tidak banyak bertanya.

**

Ternyata Noah serius dengan keinginannya untuk memakan kue. Louis sampai mengerutkan kening melihat Noah yang memakannya dengan lahap.

Louis yakin jika Noah tidak menyukai makanan manis sejenis cake seperti ini sebelumnya. Sepertinya ada yang mengubah anak ini.

"Aku tidak tahu ada toko kue disini."

Tempat ini memang tidak besar dan mencolok. Meski dibangun di pinggir jalan, Louis tetap tidak menyadarinya, padahal ia sering melewati tempat ini jika mengantar Noah ke sekolah.

"Aku sering mampir disini setelah pulang sekolah. Tidak apa-apa, kan?" Jaraknya juga tidak jauh. Hanya beberapa meter dari sekolah.

"Hm. Jangan terlalu sering. Tidak baik untuk pencernaanmu nanti."

"Tenang saja."

Bibi Elena juga bilang begitu, jadi tidak terlalu sering membawaku kesini kok dan setelah makan, dia akan memberiku satu botol air untuk diminum sampai habis, batin Noah.

"Siapa yang membawamu kesini?" tanya Louis tiba-tiba, membuat Noah menghentikan suapannya.

"Maksud, Daddy?"

"Siapa yang membuatmu mau memakan makanan yang paling tidak kau suka? Bukan hanya itu, kau juga menyuruh grandma mu menanam banyak bunga di halaman belakang."

Apa ini? Kenapa ayahnya jadi menginterogasinya. Tapi tidak heran sih mengapa ayahnya sampai bertanya begitu. Namun bagaimana harus menjawabnya?

"Aku— aku hanya ingin saja."

"Benarkah hanya ingin saja? Bukan karena seseorang?"

"Bukan!" jawabnya cepat.

Bagaimana ini? Mustahil jika Louis tidak mengetahui apapun, kan. Ayahnya pasti sedang mengujinya, tapi bagaimana jika ayahnya itu marah dan melarang bertemu Elena lagi. Meski wanita itu sedikit menyebalkan, namun ia merasa nyaman dengannya.

"Daddy, dia wanita baik."

"Wanita?" Louis menyeringai.

Noah sedikit gelagapan. Ia terjebak!

"Akhirnya kau mengatakannya juga." Bersedekap dada dan menyilangkan kakinya dengan angkuh.

"Maaf, Dad." Noah menunduk.

"Hebat sekali dia membuatmu begini."

Wanita itu membuat Noah menunduk dan meminta maaf, bahkan menunjukkan ekspresinya terang-terangan. Noah tidak seperti itu dulunya. Bocah itu hampir sama sepertinya. Dingin, angkuh dan penuh intimidasi. Tapi sekarang terlihat seperti anak kecil sungguhan.

"Jangan bilang kau mau menjadikannya ibumu. Makanya kau menolak banyak orang."

"Tidak. Bukan begitu!" geleng Noah cepat, "kami hanya berteman saja, Dad. Lagipula dia cukup kekanakan," gumamnya di kalimat akhir.

Mana mungkin wanita seperti anak kecil itu menjadi ibunya.

"Baiklah."

Eh?

"Kalian boleh berteman, tapi dia harus menjaga batasan mengerti?" peringat Louis.

"Jangan khawatir, Dad. Dia masih tau tempat."

"Good boy. Sekarang pulanglah duluan. Aku akan kembali ke kantor."

"Thank you, Dad!"

-

-

-

Kesepakatan

Pagi harinya Elena telah siap dengan setelan glamornya. Bukan hal yang jarang para karyawan butik melihat penampilan Elena yang jauh dari kata sederhana. Pada dasarnya wanita itu telah hidup mewah sejak kecil dan dimanjakan kekayaan oleh keluarganya.

Suara heels bertubrukan dengan tangga dan menampilkan Elena dengan kaca mata hitamnya. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai lurus sehingga memberi kesan elegan.

Para karyawan hanya bisa menatap iri juga penuh kagum. Sosok Elena memang tidak pernah mengecewakan. Wanita itu terlihat seperti dewi yang membuat siapapun yang melihatnya akan terpaku dengan kecantikannya.

Jangan lupakan barang-barang mewah yang menempel pada tubuhnya itu. Tas yang dikenakannya saja bisa mencapai puluhan ribu dollar. Beginilah gaya hidup Elena, hidup mewah dan menikmati kesenangan.

"Bagaimana penampilanku, Ellie?" Menaikkan kaca matanya dan mengibas rambutnya pelan.

"Seperti biasanya anda luar biasa, Nona Elena." Tidak ada kebohongan dari ucapan Ellie. Elena tersenyum bangga mendengarnya.

"Tutup saja butik hari ini. Pergilah kemanapun kalian mau." Ia sedang berbaik hati membiarkan semua orang libur, "tapi tetap buka besok!" Hanya hari ini, haha.

"Terima kasih, Nona," ucap semua orang senang.

"Bagaimana denganku?" tanya Jeff.

"Kau karyawan butik?"

"Bukan," jawab Jeff.

"Kalau begitu tutup mulutmu." Setelah mengatakan itu Elena berjalan melewatinya dengan acuh. Lagi-lagi Ellie menahan tawanya karena kesialan Jeff.

"Kau asistennya, Jeff. Kau berharap apa jika dia akan bergerak seharian."

"Dia memang terlalu aktif." Lalu menyusul Elena secepatnya.

-

-

-

Elena menghentikan langkahnya sejenak seraya menatap seseorang yang sudah menunggunya di dalam ruangan khusus. Sebelum mendekat, Elena sudah mengatur raut wajahnya sebaik mungkin dengan senyuman yang ia miliki.

"Aku tak percaya kau yang memanggilku lebih dulu ... Sir."

Mungkin Elena hampir tidak mempercayainya. Setelah sekian lama akhirnya mereka bertemu lagi. Louis Halbert, mantan suami yang tak kalah di rindukannya. Hari ini memanggilnya untuk bertemu secara pribadi melalui butik miliknya.

"Aku tidak memanggilmu untuk berbasa-basi," datarnya.

Elena terpaku sesaat hingga kemudian memasang senyum ringan tanpa beban.

"Benar juga. Mana mungkin kau mau melakukannya. Jadi ada apa, Sir. Louis?"

"Menjauhlah dengan perlahan," pinta Louis langsung pada intinya.

"Ah! Jadi aku ketahuan," gumam Elena sedikit mengerucutkan bibirnya. Louis sedikit mengerutkan kening. Pria itu hendak bicara lagi, tapi seorang pelayan datang.

"Berikan saja menu terbaik kalian," kata Elena.

"Baik. Akan kami sajikan segera." Pelayan itu undur diri.

"Aku suka tempat ini. Kau pandai memilih tempat," ujar Elena lagi.

Louis berdecih, "aku tahu kau menyukai hal mewah. Kau masih tetap sama, Elena."

Sebenarnya ia tidak mau membahas hal lain selain Noah apalagi membahas masa lalu yang tidak ingin Louis ingat. Tapi wanita itu memang pandai mengalihkan perhatian orang lain.

Wanita itu masih sama. Menyukai kekayaan dan kemewahan. Tempat yang ia pesan juga bukan tempat murahan yang tidak disukai Elena. Disini adalah restoran bintang lima dengan banyak pertemuan resmi. Tempat para konglomerat berdatangan.

"Aku tidak mengerti yang kau sebut sama. Kupikir aku sudah banyak berubah." Pria itu sedang menyindirnya dan ia tahu itu. Tapi apa ia harus marah dan tersinggung? Tidak perlu. Jangan lakukan hal sia-sia. Tidak ada salahnya berpendapat begitu.

"Semoga saja." Louis tersenyum meremahkan.

Wanita itu memang cantik dan menawan. Orang bilang ia seperti dewi dan Louis beruntung memilikinya sebagai kekasih. Namun itu hanya ucapan orang-orang yang tidak mengenal sosok Elena yang sebenarnya.

Apa mereka tahu bahwa wanita yang mereka sebut seperti dewi itu merupakan seorang wanita yang memiliki sifat buruk? Ya, itulah kenyataan sebenarnya. Wanita itu pernah menjadi pembully di sekolahnya dan suka memandang rendah pada orang lain.

Louis merasa pernah menjadi salah orang bodoh karena percaya wanita itu akan berubah hanya dengan menunjukkan sedikit perlakuan baiknya. Sayangnya terlambat menyesalinya sekarang, kan? Dirinya terlanjur menikahi wanita itu dan memiliki Noah.

"Kau semakin tampan, Louis!" puji Elena tanpa malu. Hei! Ia serius.

"Kenapa? Apa kau sedang menyesal?"

"Aku sangat menyesal! Kau kan pria paling tampan di kampus. Semua orang iri padaku."

Lihat sendiri kan? Apa yang berubah darinya? Tidak ada! Wanita itu selalu percaya diri meski ada yang menghinanya sekalipun.

"Jadi apa? Kau mau kembali padaku lagi?"

"Apa bisa?" Elena memajukan wajahnya. Louis ikut memajukan wajahnya.

"Tidak bisa, bit*ch!" bisik Louis, "tapi aku bisa menunjukkanmu seseorang yang bisa memuaskanmu ... seperti dulu." Mengangkat dagu Elena dengan jari telunjuknya. Mata keduanya saling bertatapan intens.

"Aku jala*ng yang mempesona, kan?" senyum Elena. Louis segera menjauhkan wajahnya.

"Aku suka kepercayaan dirimu. Aku tidak bisa berbohong bahwa kau memang mempesona, tapi tidak ada artinya untukku." Meski ia terang-terangan menghina mantan istrinya itu, Elena masih tampak biasa saja.

Elena tertawa pelan. Ternyata masih sama cara orang memandangnya. Ya, dirinya terdengar sangat buruk, kan? Memang bagus Noah tidak mengetahui bahwa ia ibunya. Anak itu bisa malu jika mendengarnya apalagi jika teman sekolahnya tahu bahwa Noah memiliki ibu yang sangat buruk. Sudah benar jika Noah dan Louis sangat membencinya.

"Kalau begitu beri aku waktu satu tahun!" pinta Elena tiba-tiba sambil mengacungkan jari telunjuknya.

"Aku tahu kau takut aku membawa pengaruh buruk untuk Noah. Jadi berikan aku waktu untuk bersamanya setelah itu aku akan pergi. Aku janji."

"Kenapa harus? Aku tidak tahu kan jika kau akan mencuci otaknya selama setahun itu."

"Kalau begitu awasi aku."

Elena mengambil tangan Louis dan menggenggamnya penuh harap.

"Biarkan aku menjadi pengasuhnya!"

"What?!"

"Aku tidak keberatan menjadi pelayan juga. Aku akan mencuci, mengepel lantai atau apapun itu!"

"Apa kau gila?" Tersenyum miring dan menarik tangannya. Wanita itu mulai tidak waras. Tidak mungkin ia mau menurunkan harga dirinya dengan menjadi pelayan, "kau mau merendahkan dirimu sendiri?"

"Tidak masalah. Kau mau aku mengelap sepatumu juga? Akan kulakukan."

Baiklah. Sudah cukup! Louis tidak tahan mendengarnya lagi.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dari Noah?! Mana mungkin wanita sepertimu mau bertindak seperti pelayan. Jangan macam-macam padaku, Elena. Aku membiarkanmu berteman dengan putraku karena aku masih menghargaimu sebagai ibunya," tekan Louis dengan rahang mengetat. Ia merasa sangat marah sekarang. Bukan karena Noah, tapi karena wanita itu membuatnya memandang Elena begitu rendah.

"Aku merindukan Noah, Louis. Itu saja. Aku mengerti kau cemas, tapi aku tetap ibu yang ingin mencintai anaknya. Aku hanya minta satu tahun dari waktu seumur hidup yang kau miliki. Tidak ada ibu yang ingin anaknya menjadi buruk."

Louis tidak menjawabnya, hanya menatap mata jernih kecoklatan milik mantan istrinya itu dengan lekat. Menyebalkan karena ia seperti melihat ketulusan di dalamnya.

"Berikan ponselmu."

Elena langsung tersenyum lebar dan menyerahkan ponselnya.

"Apa aku di terima?" tanyanya antusias.

Louis tidak langsung menjawab. Ia melempar ponsel Elena pelan setelah menyimpan nomor telepon wanita itu.

"Cukup jadi pengasuh selama setahun!"

"Yess! Aku akan bersama Noah setiap hari."

"Jika ada yang mencurigakan, kau akan langsung dipecat!"

"Siap mendengarkan, Sir!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!